Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT “DIARRHOEA AND

GASTROENTERITIS
DIARE
1. Definisi
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih
dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender
darah.

2. Klasifikasi Diare
a. Diare akut
Yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti
lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita,
gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu:
(1) Diare tanpa dehidrasi,
(2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat
badan,
(3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8%
dari berat badan,
(4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%
b. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan
dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab
non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme
yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.

3. Etiologi
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur dibawah 2 tahun.

b. Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.
e. Faktor Pendidikan
f. Faktor pekerjaan
g. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang
berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak
umur 25-59 bulan.
h. Faktor lingkungan
i. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan
diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal
karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi
dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk =
<70 dengan BB per TB.
j. Faktor sosial ekonomi masyarakat
k. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum
yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur.
Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain
apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai
untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri
yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli,
salmonella, sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite
yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida albikan).
l. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada
bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada
bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga
lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh
kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody yang
dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella
dan V. Cholerae.

4. Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus
enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia).
Beberapa mikroorganisme pathogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa
melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui
penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan
sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat
kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik
dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan
gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air
dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi
sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c)
Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah.

5. Manifestasi Klinis
a. Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
b. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin
lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.
c. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal
dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin tampak.
e. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering.

6. Penatalaksaan
Prinsip penatalaksanaan diare antara lain dengan rehidrasi, nutrisi,
medikamentosa.
(a) Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang telah
hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang
hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini
tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak atau golongan
umur.
(b) Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan
diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang
mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni
pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama,
makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang, makanan
diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam
porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi,
pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral
dalam jumlah yang cukup,
(c) Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin,
obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein,
opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah termasuk
prometazin dan kloropomazin.
Penanganan Diare yaitu hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penanggulangan diare adalah masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi).
Dehidrasi ini bila tidak segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita
dan anak-anak. Bagi penderita diare ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat
maka perlu dibantu dengan cairan intravena atau infus. Hal yang tidak kalah penting
dalam menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah pemberian makanan kembali
(refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan akan sangat kurang karena akan
kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung melalui tinja atau
muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (sitorus, 2008).

7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah:
a. Pemeriksaan tinja
b. Makroskopis dan mikroskopis
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
e. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan
analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
f. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
g. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor
dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
h. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita
diare kronik.

8. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik
c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.

9. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Identitas
Diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak, frekuensi diare
untuk neonatus > 4 kali/hari sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam sehari.
Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya diare pada nak ditinjau dari pola makan, kebersihan
dan perawatan. Tingkat pengetahuan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat
perlaku kesehatan dan komunikasi dalam pengumpulan data melalui wawancara
atau interview. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan
orang)
2) Keluhan utama
Yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klnis berupa BAB
yang tidak normal/cair lebih banyak dari biasanya.
3) Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan buang air cair
berkali-kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur lendir
dan atau darah. Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan
menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan
kesadaran.
4) Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain.
Prenatal
Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester
pertama, penyakti selama kehamilan yang menyertai seperti TORCH, DM,
Hipertiroid yang dapat mempengaruhi pertunbuhan dan perkembangan janin di
dalam rahim.
Natal
Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yang dapat
mempengaruhi fungsi dan maturitas organ vital.
Post natal
Apgar skor <6 berhubungan dengan asfiksia, resusitasi atau
hiperbilirubinemia. berat badan dan panjang badan untuk mengikuti pertumbuhan
dan perkembangan anak pada usia sekelompoknya. Pemberian ASI dan PASI
terhadap perkembangan daya tahan tubuh alami dan imunisasi buatan yang dapat
mengurangi pengaruh infeksi pada tubuh.
5) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang
penting karena setiap individu mempunyai ciri-ciri struktur dan fungsi yang
berbeda, sehingga pendekatan pengkajian fisik dan tindakan harus disesuaikan
dengan pertumbuhan dan perkembangan
6) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga yang
berhubungan dengan distribusi penularan.
b) Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang mudah
terkena kuman penyebab diare.
c) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara bermain anak
yangkurang higienis dapat mempermudah masuknya kuman lewat Fecal-oral.
d) Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu keputusan untuk
penangan awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat pengetahuan dan
penglaman yang dimiliki oleh anggota keluarga (orang tua).
B. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Neurologi
a) Subyektif, klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang
b) Inspeksi, Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu
dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau
tidak tampak sakit. KeSadaran diamati komposmentis, apatis, somnolen,
delirium, stupor dan koma.
c) Palpasi, adakah parese, anestesia,
d) Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis.
2. Sistem Penginderaan
a) Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang,
b) Inspeksi :Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma (-), caput
sucedum (-), warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala kering,
pada neonatus dan bayi ubun-ubun besar tampak cekung.
Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus.
Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis.
Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil
(-), mata cowong.
Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis
metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk
mengeluarkan CO2 dan mengambil O2,nampak adanya pernafasan
cuping hidung.
Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada
kemungkinan infeksi parenteal yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya diare
c) Palpasi,
Kepala, Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan untuk
anak-anak ubun-ubun besar sudah menutup maksimal umur 2 tahun.
Mata, tekanan bola mata dapat menurun,
Telinga, nyeri tekan, mastoiditis
3. Sistem Integumen
a) Subyektif, kulit kering
b) Inspeksi , kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering
c) Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1
detik = dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik =
dehidrasi berat
4. Sistem Kardiovaskuler
a) Subyektif, badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki terasa
dingin
b) Inspeksi, pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulsasi ictus cordis (-),
adakah pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat.
c) Palpasi, suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart
rate meningkat karena vasodilatasi pembuluh darah, tahanan perifer
menurun sehingga cardiac output meningkat. Kaji frekuensi, irama dan
kekuatan nadi.
d) Perkusi, normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada
kasus diare akut masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak
lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis midsternal pada ruang
interkostalis ke 4,5 dan 8.
e) Auskultasi, pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan sirkulasi,
auskulatasi bunyi jantung S1, S2, murmur atau bunyi tambahan lainnya.
Kaji tekanan darah.
5. Sistem Pernafasan
a) Subyektif, sesak atau tidak
b) Inspeksi, bentuk simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau subcostal.
Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah
penumpukan sekresi, stridor pernafas inspirasi atau ekspirasi.
c) Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan ekspansi, tacti
vremitus (-).
d) Auskultasi, dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler,
intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi
adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
6. Sistem Pencernaan
a) Subyektif, Kelaparan, haus
b) Inspeksi, BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3
kali dalam sehari, adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur
permukaan kulit menurun, retraksi (-) dan kesemitrisan abdomen.
c) Auskultasi, Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope),
peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik.
d) Perkusi, mendengar aanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak
membesar suara tymphani.
e) Palpasi, adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah, massa (-). Hepar
dan lien tidak teraba.
7. Sistem Perkemihan
a) Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya
b) Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, pembesaran scrotum
(-), rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran
kencing spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau
sesuai ketentuan.
c) Palpasi, adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
8. Sistem Muskuloskletal
a) Subyektif, lemah
b) Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun
c) Palpasi, hipotoni, kulit kering , elastisitas menurun. Kemudian
dilanjutkan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan , kekuatan
otot.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Feces lengkap
Makroskopis dan mikroskopis (bakteri (+) mis. E. Coli, PH dan kadar gula,
biakan dan uji resistensi
b) Pemeriksaan Asam Basa
Analisa Blood Gas Darah dapat menimbulkan Asidosis metabolik dengan
kompensasi alkalosis respiratorik.
c) Pemeriksaan kadar ureum kreatinin
Untuk mengetahui faal ginjal
d) Serum elektrolit (Na, K, Ca dan Fosfor)
Pada diare dapat terjadi hiponatremia, hipokalsemia yang memungkinkan
terjadi penurunan kesadaran dan kejang.
e) Pemeriksaan intubasi duodenum
Terutama untuk diare kronik dapat dideteksi jasad renik atau parasit secara
kualitatif dan kuantitatif.
f) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi diperlukan kalau ada penyulit atau penyakit penyerta
seperti bronchopnemonia dll seperti foto thorax AP/PA Lateral.
D. Masalah Keperawatan
1. Diare b/d
2. Defisit volume cairan b/d
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
absorbsi nutrien

E. Intervensi Keperawatan
1. Diare b/d inflamasi gastrointestinal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diare pasien teratasi
NOC NIC
1. Tidak ada diare Diare Management
2. Feses tidak ada darah dan mukus 1. Kelola pemeriksaan kultur sensitivitas
3. Nyeri perut tidak ada feses
4. Pola BAB normal 2. Evaluasi pengobatan yang berefek
5. Elektrolit normal samping gastrointestinal
6. Asam basa normal 3. Evaluasi jenis intake makanan
7. Hidrasi baik (membran mukosa lembab, 4. Monitor kulit sekitar perianal terhadap
tidak panas, vital sign normal, adanya iritasi dan ulserasi
hematokrit dan urin output dalam batas 5. Ajarkan pada keluarga penggunaan obat
normaL anti diare
6. Instruksikan pada pasien dan keluarga
untuk mencatat warna, volume,
frekuensi dan konsistensi feses
7. Ajarkan pada pasien tehnik pengurangan
stress jika perlu
8. Kolaburasi jika tanda dan gejala diare
menetap
9. Monitor hasil Lab (elektrolit dan
leukosit)
10. Monitor turgor kulit, mukosa oral
sebagai indikator dehidrasi
11. Konsultasi dengan ahli gizi untuk diet
yang tepat

2. Defisit volume cairan b/d kehilangan jumlah cairan secara aktif


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam defisit volume cairan
teratasi
NOC NIC
1. Mempertahankan urine output sesuai 1. Pertahankan catatan intake dan output
dengan usia dan BB, BJ urine normal, yang akurat
2. Tekanan darah 110-120/60-90 mmHg, 2. Monitor status hidrasi (kelembaban
Nadi 60-120 x/menit, membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
Suhu tubuh 36,5-37,5◦C, darah ortostatik ), jika diperlukan
Respirasi 20-60 x/meit 3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
Elastisitas turgor kulit baik, membran urin, albumin, total protein )
mukosa lembab, tidak ada rasa haus 4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1
yang berlebihan jam
4. Orientasi terhadap waktu dan tempat 5. Kolaborasi pemberian cairan IV
baik 6. Monitor status nutrisi
5. Jumlah dan irama pernapasan dalam 7. Berikan cairan oral
batas normal 8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai
6. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal output (50 – 100cc/jam)
7. pH urin dalam batas normal 9. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
8. Intake oral dan intravena adekuat
10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
11. Atur kemungkinan tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
13. Pasang kateter jika perlu
14. Monitor intake dan urin output setiap 8
jam

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh gangguan absorbsi nutrien


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam nutrisi kurang teratasi
NOC NIC
1. Albumin serum dalam batas normal 1. Kaji adanya alergi makanan
2. Hematokrit dalam batas normal 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
3. Hemoglobin dalam batas normal menentukan jumlah kalori dan nutrisi
4. Total iron binding capacity dalam batas yang dibutuhkan pasien
normal 3. Yakinkan diet yang dimakan
5. Jumlah limfosit dalam batas normal mengandung tinggi serat untuk
6. Intake nutrisi cukup/ sesuai usia mencegah konstipasi
7. Berat badan sesuai usia 4. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
5. Monitor adanya penurunan BB dan gula
darah
6. Monitor lingkungan selama makan
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
16. Kelola pemberan anti emetik
17. Anjurkan banyak minum
18. Pertahankan terapi IV line
19. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

DAFTAR PUSTAKA
1. Aslis.Wirda Hayati. 2009. Gizi Bayi : Buku Saku Jakarta : EGC
2. Aziz, 2006, Diare, Pembunuh Utama Balita, Graha Pustaka, Jakarta.
3. Aziz, Aimul Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
4. Betz, Cecily Lynn. (2009). Pediatri. Jakarta: EGC
5. Cholina Trisa Siregar (2004). Kebutuhan Dasar manusia Eliminasi
B.A.B.Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas kedokteran. Universitas
Sumatera Utara.
6. Corwin, J Elizabeth. (2009). Patofisiologi : Buku Saku, edisi 1. Jakarta: EGC.
7. Depkes RI (2007). Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare, Ditjen PP&PL.
Jakarta
8. Depkes RI, 2008, Diare Penyebab Kematian Utama pada Balita di Indonesia,
Depkes RI, Jakarta
9. Sitorus, 2008. Pedoman Perawatan Kesehatan Anak, Jakarta, Yrama Widya.
10. Suharyono, 2002. Diare Akut Klinik dan Laboraktorik, Jakarta, Rhineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai