Anda di halaman 1dari 21

TUGAS BESAR HUKUM DAN KEBIJAKAN LINGKUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH DAN UNDANG UNDANG TENTANG


LIMBAH B3

Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Endang Setiawati, M.T.
Bambang Prasetio, S.Hut., M.EM.

tim pengusul:

Abdul Gofar (25116001)


Alif Muhammad ihsan (25116026)
Freddy Gideon (25117068)
Ratna Trihana (25117064)
Tezza Aldiano Giovanny (25116014)
Vinda Avri Sukma (25116013)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2018
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberadaan bahan berbahaya dan beracun (B-3) pada dasarnya
tidak dibatasi oleh lingkungan tertentu. Artinya B-3 bisa berada di
lingkungan mana saja, sesuai dengan tingkat kebutuhan dan aktivitas
manusia (masyarakat). Banyak masyarakat yang dalam kesehariannya akrab
dengan B-3 karena profesinya, atau sebagai pengguna atau konsumen, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kehidupan sehari-hari,
mungkin masyarakat tidak menyadari bahwa bahan yang mereka konsumsi
atau alat (perkakas) yang mereka manfaatkan sebetulnya termasuk katagori
B-3,misalnya: bahan insektisida, bahan bakar (minyak/gas), makanan yang
mengandung zat pewarna dan pengawet, dan lain-lain. Dengan demikian,
B-3 bukan selalu berarti limbah atau bahan cemaran lingkungan. (Suratimin
Utomo, 2012).

Menurut PP No. 101 tahun 2014. Tentang Pengeloaan Limbah


Bahan Berbahaya dan Beracun, yang dimaksud dengan bahan berbahaya
dan beracun (B3) adalah zat, energy dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mencemari dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain. Limbah B3 adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Limbah B3 dapat berasal dari B3 kadaluwarsa, B3 tumpah, B3 yang
tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, bekas kemasan B3
dan limbah B3 dari sumber yang spesifik. Karakteristik limbah B3 adalah
mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif dan/atau
beracun (PP.No. 101, tahun 2014). Limbah padat B3 tidak
diperbolehkandibuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah
domesti dan harus diolah terlebih dahulu (Girsang, 2013).
1.2 Keutamaan
Hal yang diutamakan dalam penulisan makalah ini untuk
mengetahui peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan melengkapi nilai tugas
pada mata kuliah kebijakan hukum dan lingkungan.

1.3 Rumusan masalah ini dibuat berdasarkan kesadaran masyarakat


dalam impletasi UU limbah B3
1. Bagaimana uji karakteristik limbah B3?
2. Bagaimana penyimpanan Limbah Berbahaya dan Beracun?
3. Bagaimana pengumpulan B3?
4. Bagaimana pengelolahan dan penimbunan limbah B3?

1.4 Tujuan
1. Untuk mengetahui kebijakan hukum yang berkaitan dengan limbah B3.
2. Untuk mengetahui proses pengeloaan limbah B3 yang baik dan benar
menurut kebijakan hukum yang berlaku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Limbah B3 ( Bahan Berbahaya Dan Beracun )

Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang


menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang
dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa
pengolahan terlebih dahulu. Limbah bahan berbahya dan beracun,
disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. (PP nomor 18
tahun 1999.).

Mengubah ketentuan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 Peraturan


Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, sebagai berikut :

Pasal 6 Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber dan atau


uji karakteristik dan atau uji toksikologi.”

Pasal 7 Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :

a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;

b. Limbah B3 dari sumber spesifik;

c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas


kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

Pasal 8 diubah, sehingga ke seluruhannya berbunyi sebagai


berikut :
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan yang tidak termasuk dalam
Lampiran I, Tabel 2 Peraturan Pemerintah ini, apabila terbukti memenuhi
Pasal 7 ayat (3) dan atau ayat (4) maka limbah tersebut merupakan limbah
B3. Limbah B3 dari kegiatan yang tercantum dalam Lampiran I, Tabel 2

Peraturan Pemerintah ini dapat dikeluarkan dari daftar tersebut


oleh instansi yang bertanggung jawab, apabila dapat dibuktikansecara
ilmiah bahwa limbah tersebut bukan limbah B-3 berdasarkan prosedur
yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah
berkoordinasi dengan instansi teknis, lembaga penelitian terkait dan
penghasil limbah.( PP nomor 85 tahun 1999).

Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat


dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya
dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya ( PP nomor 74 tahun 2001).

2.2 Perizinan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Izin pengelolaan limbah B3 yang selanjutnya disebut izin adalah


keputusan tata usaha negara yang berisi persetujuan permohonan untuk
melakukan pengelolaan limbah B3 yang diterbitkan oleh Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota.

2.3.1. Jenis kegiatan pengelolaan limbah B3 yang wajib dilengkapi


dengan izin terdiri atas kegiatan:

a. pengangkutan;

b. penyimpanan sementara;
c. pengumpulan;

d. pemanfaatan;

e. pengolahan; dan

f. penimbunan.

2.4 Masalah Yang Sering Dihadapi

2.4.1 Pengawasan

Kapasitas kelembagaan belum memadai sehingga menyebabkan


kurangnya pengawasan pengelolaan Limbah B3

2.4.2 Perizinan

Besarnya biaya perizinan menyebabkan sulitnya membuat izin apalagi


tidak adanya harga pasti dari peraturan menteri sehingga menimbulkan
oknum yang ingin bermain curang.

2.4.3 Kuantitas

Peraturan yang ada tidak memberikan kepastian tentang definisi limbah


B3 secara kuantitatif. Peraturan tersebut hanya menyebutkan kategori
limbah B3nya dari segi kualitatif.
BAB III

METODE KERJA

3.1 Kerangka Kerja

Untuk kerangka kerja pada penelitian kali ini dapat dilihat pada rangkaian
flowchart dibawah ini :

Pendahuluan Tinjauan Metode Pembahasan


pustaka kerja

Penutup

Identifiksi Peundangan Limbah B-3

- Studi peraturan perundangan


yang berlaku di indonesia
- Perumusan masalah
perundangan dengan
keutamaanya
-

Pengumpulan Data

Data primer
Data Skunder
- Identifikasi PP no 101
tahun 2014 tentang - Peraturan mentri lingkungan hidup
pengelolaan limbah B-3 republik indonesia nomor 14 tahun 2013
tentang simbol dan label limbah B-3
- Peraturan mentri negara lingkungsn hidup
nomor 18 tahun 2009 tentang tata cara
perizinan pengelolaan limbah B-3
Tahapan Analisis Data

- Pembahasan data perundangan


yang berlaku
- Kesimpulan yang didiapat dari
analisis dan pembahasan

3.2 Studi Pendahuluan

Pendahuluan

Berisi data- data yang didalamnya latar belakang yang menjelaskan mengenai apa
itu Limbah B – 3 dan juga menjelaskan macam – macam peraturan baik
perundangan pemerintah, lingkungan hidup dll yang berkaitan dengan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun di indonesia.

Tinjauan Pustaka

Untuk point garis besar yang diambil dalam tugas besar hukum dan kebijakan
lingkungan mengenai peraturan pemerintah dan perundangan yang berkaitan
dengan Undang- undang tentang Limbah B-3

Metode Kerja

Dalam laporan yang kelompok kami buat didalamnya memuat kerangka kerja, studi
pendahuluan, waktu dan lokasi kerja, alat dan bahan, tahapan pengambilan data dan
terakhir analisis data. Kesemuanya saling berkaitan dan disesuaikan dengan ke
validan data dalam analisis studi perturan Limbah B-3 yang ada.

Pembahsasan

Didalamnya membahas mengenai Peraturan mentri lingkungan hidup republik


indonesia nomor 14 tahun 2013 tentang simbol dan label limbah B3.

Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 101 tahun 2014 tentang


pengelolaan limbah B3.

Peraturan mentri negara lingkungan hidup nomor 18 tahun 2009 tentang tata cara
perizinan pengelolaan limbah B3.
Undang – undang republik indonesia republik indonesia nomor 32 tahun 2009
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

3.3 Waktu dan Lokasi Kerja

Waktu :

Senin 24 september 2018- selasa 25 september 2018

Lokasi

Kampus Institut Teknologi Sumatera, rumah kosan fa- five Jl. Pangeran Senopati
Raya gang rewa tangah kelurahan korpri kecamatan sukarame kota Bandar
lampung provinis lampung.

3.4 Alat dan Bahan

1. Alat

Laptop , kertas HVS , Ball point, internet (wifi).

2.Bahan
a. Peraturan mentri lingkungan hidup republik indonesia nomor 14 tahun 2013
tentang simbol dan label limbah B-3.

b. Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 101 tahun 2014 tentang


pengelolaan limbah B-3.

c. Peraturan mentri negara lingkungan hidup nomor 18 tahun 2009 tentang tata cara
perizinan pengelolaan limbah B-3.

d. Undang – undang republik indonesia republik indonesia nomor 32 tahun 2009


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

3.5 Tahapan Pengambilan Data

Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subjek dari


mana data tersebut dapat diperoleh dan memiliki informasi kejelasan
tentang bagaimana mengambil data tersebut dan bagaimana data tersebut
diolah. Sumber data yang diperoleh penulis merupakan data yang langsung
dari kebijakan hukum yang berlaku di indonesia yang merupakan data
sekunder.

Pengertian sumber data menurut Suharsimi Arikunto (2010:172)


adalah sebagai berikut: “Sumber data yang dimaksud dalam penelitian
adalah subjek dari mana data dapat diperoleh”.

Data Sekunder

Menurut Sugiyono (2012:141) mendefinisikan data sekunder adalah


sebagai berikut: “Sumber Sekunder adalah sumber data yang diperoleh
dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain
yang bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen”.
Menurut Ulber Silalahi (2012:289) bahwa: “Data yang dikumpulkan
dari tangan kedua atau dari sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum
penelitian dilakukan”

3.6 Tahapan Analisis Data

Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan


dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Adapun yang dimaksud
dengan penelitian kualitatifadalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah (Moloeng, 2007: 6)

Penelitian ini secara spesifik lebih diarahkan pada desain penelitian


kualitatif deskriptif Penelitian kualitatif deskriptif berusaha untuk
menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data - data
Penelitian kualitatif dengan desain deskriptif adalah penelitian yang
memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok
tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993:
89).
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Uji karakteristik

4.1.1 Uji karakteristik untuk mengidentifikasi Limbah B3 katogori 1

a. karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau


korosif sesuai dengan parameter uji sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.
b. karakteristik beracun melalui TCLP untuk menentukan Limbah yang diuji
memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar dari konsentrasi zat
pencemar pada kolom TCLP-A.
c. karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50 untuk menentukan
Limbah yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi LD50 lebih kecil dari atau
sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan
hewan uji.

4.1.2 Uji karakteristik untuk mengidentifikasi Limbah B3 kategori 2

a. Prosedur Pelindian Karakteristik Beracun (Toxicity Characteristic


Leaching Procedure) yang selanjutnya disingkat TCLP adalah prosedur
laboratorium untuk memprediksi potensi pelindian B3 dari suatu
Limbah.
karakteristik beracun melalui TCLP untuk menentukan Limbah yang
diuji memiliki konsentrasi zat pencemar lebih kecil dari atau sama
dengan konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-A dan memiliki
konsentrasi zat pencemar lebih besar dari konsentrasi zat pencemar pada
kolom TCLP-B
b. Uji Toksikologi Lethal Dose-50 yang selanjutnya disebut Uji
Toksikologi LD50 adalah uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-
respon antara Limbah B3 dengan kematian hewan uji yang menghasilkan
50% (lima puluh persen) respon kematian pada populasi hewan uji.
karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50 untuk menentukan
Limbah yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi LD50 lebih besar dari 50
mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji dan lebih
kecil dari atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram)
berat badan hewan uji.
karakteristik beracun melalui uji toksikologi subkronis sesuai dengan
parameter uji.

4.2 Penyimpanan Limbah Berbahaya dan Beracun

1. Untuk dapat memperoleh izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan


Penyimpanan Limbah B3, Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3:

a. wajib memiliki Izin Lingkungan

b. harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati/wali kota


dan melampirkan persyaratan izin.

2. Persyaratan izin
a. identitas pemohon
b. akta pendirian badan usaha
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang akan disimpan
d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat Penyimpanan Limbah B3
e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan Limbah B3;
f. dokumen lain sesuai peraturan perundangundangan.

3. Tempat Penyimpanan Limbah B3


a. lokasi Penyimpanan Limbah B3
b. fasilitas Penyimpanan Limbah B3 yang sesuai dengan jumlah Limbah
B3, karakteristik Limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya
pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup; dan
c. peralatan penanggulangan keadaan darurat.
4. Fasilitas penyimpanan
a. bangunan
b. tangki dan/atau kontainer;
c. silo;
d. tempat tumpukan limbah (waste pile);
e. waste impoundment;
f. bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
5. Pengemasan Limbah B3
a. terbuat dari bahan yang dapat mengemas Limbah B3 sesuai dengan
karakteristik Limbah B3 yang akan disimpan
b. mampu mengungkung Limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan
c. memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat
dilakukan penyimpanan, pemindahan, atau pengangkutan;
d. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak rusak.
6. Pelabelan

Kemasan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilekati


Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3. Pemilihan Simbol Limbah B3
disesuaikan dengan karakteristik Limbah B3 sebagaimana Label Limbah
B3 paling sedikit memuat keterangan mengenai:
a. nama Limbah B3;
b. identitas Penghasil Limbah B3;
c. tanggal dihasilkannya Limbah B3; dan
d. tanggal Pengemasan Limbah B3.

4.3 Pengumpulan Limbah B3

1. Pengumpulan Limbah B3 dilakukan dengan:


a. segregasi Limbah B3; dan
b. Penyimpanan Limbah B3.
2. Untuk dapat melakukan Pengumpulan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3
wajib memiliki izin Pengelolaan Limbah B3 untuk Pengumpulan Limbah
B3. Pengumpul Limbah B3 dilarang:
a. melakukan Pemanfaatan Limbah B3 dan/atau Pengolahan Limbah B3
terhadap sebagian atau seluruh Limbah B3 yang dikumpulkan;
b. menyerahkan Limbah B3 yang dikumpulkan kepada Pengumpul Limbah
B3 yang lain
c. melakukan pencampuran Limbah B3.
3. Sebelum memperoleh izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengumpulan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3 wajib memiliki Izin
Lingkungan
4. Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
4.4 Pengelolahan limbah B3
4.4.1 Pengolahan Limbah B3 dengan cara
1. termal;
Standar pelaksanaan Pengolahan Limbah B3 Pengolahan Limbah B3
yang dilakukan dengan cara termal meliputi standar:
a. emisi udara;
b. efisiensi pembakaran dengan nilai paling sedikit mencapai 99,99%
(sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan persen);
dan
c. efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa principle organic
hazardous constituents (POHCs) dengan nilai paling sedikit
mencapai 99,99% (sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh
sembilan persen). Standar efisiensi penghancuran dan penghilangan
senyawa principle organic hazardous constituents (POHCs) s tidak
berlaku untuk Pengolahan Limbah B3 dengan karakteristik
infeksius. Dalam hal Limbah B3 yang akan diolah berupa
polychlorinated biphenyls, pengolahannya harus memenuhi standar
efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa polychlorinated
biphenyls dengan nilai paling sedikit mencapai 99,9999% (sembilan
puluh sembilan koma sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh
sembilan persen).
Standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa principle
organic hazardous constituents (POHCs) sebagaimana dimaksud
tidak berlaku untuk Pengolahan Limbah B3:
 berupa polychlorinated biphenyls; dan
 yang berpotensi menghasillkan: polychlorinated dibenzofurans;
polychlorinated dibenzo-p-dioxins.

2. stabilisasi dan solidifikasi; dan/atau

3. cara lain sesuai perkembangan teknologi.

4.4.2 Perizinan Pemgelolaan Limbah B3

Permohonan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan


Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
 salinan Izin Lingkungan;
 salinan persetujuan pelaksanaan uji coba Pengolahan Limbah B3;
 bukti Penyerahan Limbah B3 dari Penghasil Limbah B3 kepada Pengolah
Limbah B3;
 didentitas pemohon;
 akta pendirian badan hukum;
 dokumen pelaksanaan hasil uji coba Pengolahan Limbah B3;
 dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3
yang akan diolah;
 dokumen mengenai tempat Penyimpanan Limbah B3 sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 18;
 dokumen mengenai pengemasan Limbah B3 sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalamPasal 19;
 dokumen mengenai desain teknologi, metode, proses, dan fasilitas
Pengolahan Limbah B3 sesuai dengan yang tercantum dalam persetujuan
pelaksanaan uji coba Pengolahan Limbah B3;
 dokumen mengenai nama dan jumlah bahan bakudan/atau bahan penolong
berupa Limbah B3 untuk campuran Pengolahan Limbah B3;
 prosedur Pengolahan Limbah B3;
 bukti kepemilikan atas dana Penanggulangan Pencemaran Lingkungan
Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan dana penjaminan
PemulihanFungsi Lingkungan Hidup; dan
 dokumen

4.5 Penimbunan Limbah B3

1. dapat dilakukan pada fasilitas Penimbunan Limbah B3 berupa:


 penimbusan akhir
 sumur injeksi
 penempatan kembali di area bekas tambang
 dam tailing
Limbah B3 berupa tailing dari kegiatan pertambangan yang
memiliki tingkat kontaminasi radioaktif sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dapat ditempatkan pada fasilitas Penimbunan Limbah
B3 berupa dam tailing.
 fasilitas Penimbunan Limbah B3 lain sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
memiliki sistem pelapis yang dilengkapi dengan:
1. saluran untuk pengaturan aliran air permukaan;
2. pengumpulan air lindi dan pengolahannya;
3. sumur pantau; dan
4. lapisan penutup akhir;
2. Terhadap Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus yang
memiliki tingkat kontaminasi radioaktif lebih besar dari atau sama
dengan 1 Bq/cm2 (satu Becquerel per sentimeter persegi) dan/atau
konsentrasi aktivitas sebesar:
 Terhadap Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus
yang memiliki tingkat kontaminasi radioaktif lebih besar dari
atau sama dengan 1 Bq/cm2 (satu Becquerel per sentimeter
persegi) dan/atau konsentrasi aktivitas sebesar:
 10 Bq/gr (sepuluh Becquerel per gram) untuk kalium,
BAB V
KESIMPULAN
1. Dengan ini kami mengetahui peraturan perundang-undangan
pengelolaan limbah, maka hak, kewenangan dan kewajiban dalam
pengelolaan limbah B3 setiap orang, badan usaha maupun organisasi
kemasyarakatan dilindungi oleh hukum.
Dengan diberlakukannya peraturan perundang-undangan lingkungan
hidup, maka pengelolaan limbah B3 dapat dimonitor dengan baik.
2. Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi
pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,dengan mengikuti Peraturan
Pemerintah replublik Indonesiayang berlaku

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah


Berbahaya dan Beracun, 1999.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang


Pengolahan Limbah dan Beracun.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang


Pengolahan Limbah dan Beracun.

Ir.Setiyono,M,Si.2002.Sistem Penelolahan Limbah B3.Jakarta:

Anda mungkin juga menyukai