Anda di halaman 1dari 22

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia

Vol. 19 No. 1 Januari 2019: 62–83


62 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280

Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Peranan Ketergantungan


Spasial
Indonesia’s Economic Growth Model: The Role of Spatial Dependence

Aspiansyaha,∗, & Arie Damayantib


a Badan Pusat Statistik
b Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

[diterima: 12 Januari 2018 — disetujui: 31 Juli 2018 — terbit daring: 12 Maret 2019]

Abstract
This study aims to examine the role of spatial dependence on Indonesia’s regional economic growth based on panel
data of all provinces in Indonesia during 1990–2015. By using spatial durbin model, the authors found that spatial
dependence plays an important role in achieving regional economic growth in Indonesia. Indonesia’s regional economic
growth model that controls spatial dependence, yields better estimates than growth model that does not control spatial
dependence. The researchers also found positive spatial spillover to Indonesia’s regional economic growth sourced from
other region’s economic growth and initial per capita incomes, as well as population growth in other regions.
Keywords: regional economic growth; spatial dependence; Spatial Durbin Model; spatial spillover

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peranan ketergantungan spasial terhadap pertumbuhan ekonomi
regional Indonesia berdasarkan data panel seluruh provinsi di Indonesia selama tahun 1990–2015. Dengan
menggunakan model durbin spasial, penulis menemukan bahwa ketergantungan spasial berperan penting
dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia. Model pertumbuhan ekonomi regional
Indonesia yang mengontrol ketergantungan spasial menghasilkan estimasi yang lebih baik daripada model
pertumbuhan ekonomi regional Indonesia yang tidak mengontrol ketergantungan spasial. Peneliti juga
menemukan terjadinya spatial spillover yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional Indonesia yang
bersumber dari pertumbuhan ekonomi wilayah lain, pendapatan per kapita awal dari wilayah lain dan
pertumbuhan penduduk wilayah lain.
Kata kunci: ketergantungan spasial; pertumbuhan ekonomi regional; Spatial Durbin Model; spatial spillover

Kode Klasifikasi JEL: C31; R11

Pendahuluan disebabkan oleh adanya interaksi sosial ekonomi an-


tarwilayah di antaranya melalui perdagangan, alir-
Ketergantungan spasial (spatial dependence) meru- an modal, migrasi, difusi teknologi, dan pertukaran
pakan salah satu faktor penting yang perlu diper- informasi (Nijkamp dan Poot, 1998). Interaksi sosial
timbangkan dalam menganalisa pertumbuhan eko- ekonomi antarwilayah itu akan memunculkan ke-
nomi suatu wilayah. Hal tersebut berdasarkan pada tergantungan spasial pada pertumbuhan ekonomi
pandangan bahwa suatu wilayah tidak dapat di- yang disebut juga oleh Lesage (1999) sebagai terja-
perlakukan sebagai unit yang berdiri sendiri, yang dinya spatial spillover. Tselios (2009) menambahkan
bahwa ketergantungan spasial tersebut akan se-
∗ Alamat
Korespondensi: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupa- makin kuat pengaruhnya terhadap pertumbuhan
ten Tabalong, Kalimantan Selatan. Jln. Jaksa Agung Soeprapto
ekonomi wilayah-wilayah yang bertetanggaan, ka-
No.82, Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. E-
mail: aspian@bps.go.id. rena interaksi sosial ekonomi antarwilayah yang

JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83


Aspiansyah & Damayanti, A. 63

bertetanggaan tersebut relatif tidak ada hambatan. tarwilayah merupakan fenomena yang tidak bisa
Dengan demikian, suatu model yang menjelas- diabaikan dalam mengkaji pertumbuhan ekono-
kan tentang pertumbuhan ekonomi suatu wilayah mi, karena adanya spillover stok pengetahuan dari
harus memasukkan aspek ketergantungan spasial. suatu wilayah ke wilayah lain. Dengan adanya
Adanya interaksi sosial ekonomi antarwilayah yang keterkaitan teknologi antarwilayah tersebut, yang
mengakibatkan terjadinya ketergantungan spasial mana teknologi tersebut melekat pada determinan
perlu dipertimbangkan dalam model pertumbuhan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, maka me-
ekonomi untuk menghindari kemungkinan terja- nurut Ertur dan Koch (2007), model pertumbuhan
dinya variable omitted bias (Goetzke dan Andrade, ekonomi harus memasukkan secara eksplisit ke-
2010). Pengabaian terhadap peranan ketergantung- tergantungan spasial. Hampir sama dengan yang
an spasial dalam model pertumbuhan ekonomi dilakukan oleh Ertur dan Koch (2007), Fischer (2011)
akan mengakibatkan estimasi parameter dari mo- mengembangkan model Mankiw Romer Weil (MRW)
del pertumbuhan ekonomi menjadi tidak efisien dengan memperhatikan adanya keterkaitan tekno-
bahkan menjadi bias, sehingga mengakibatkan terja- logi antarwilayah, dan menyebutnya sebagai model
dinya missleading dalam menganalisis pertumbuhan MRW spasial. Kesimpulannya, pertumbuhan eko-
ekonomi suatu wilayah (Anselin, 1988). nomi suatu wilayah tidak hanya dipengaruhi oleh
determinan di wilayah itu sendiri, tapi juga oleh
Meskipun aspek ketergantungan spasial sudah
determinan dari wilayah lain serta pertumbuhan
dipertimbangkan dalam penelitian pertumbuhan
ekonomi wilayah lain (Ertur dan Koch, 2007; Fischer,
ekonomi, namun kebanyakan berbagai penelitian
2011).
tersebut hanya berlandaskan pada teknik ekonome-
trika semata. Le Gallo dan Fingleton (2014) menya- Beberapa penelitian pertumbuhan ekonomi di
takan bahwa adanya saling ketergantungan antar- berbagai negara di dunia telah menggunakan lan-
wilayah membuat sebagian besar penelitian regio- dasan model pertumbuhan neoklasik dengan mem-
nal menggunakan teknik ekonometrika spasial un- pertimbangkan peranan ketergantungan spasial.
tuk menganalisis pertumbuhan ekonomi regional. Dall’erba dan Llamosas-Rosas (2014) serta Álvarez
Secara spesifik, Abreu et al. (2004) telah mengum- dan Barbero (2016) menggunakan model MRW spa-
pulkan informasi lebih dari 50 penelitian tentang sial untuk melakukan penelitian empiris terhadap
pertumbuhan ekonomi yang menggunakan tek- pengaruh ketergantungan spasial pada pertumbuh-
nik ekonometrika spasial yang 92% di antaranya an ekonomi regional masing-masing di Amerika
memasukkan peranan ketergantungan spasial. Na- Serikat dan Spanyol. Sementara itu, Sun et al. (2017)
mun, berbagai penelitian terkait dengan pengaruh menggunakan model pertumbuhan ekonomi yang
ketergantungan spasial terhadap pertumbuhan eko- diinisiasi oleh Ertur dan Koch (2007) untuk mela-
nomi masih banyak yang belum berlandaskan teori kukan penelitian pertumbuhan ekonomi regional di
ekonomi, sehingga mengakibatkan mis-spesifikasi Cina. Secara umum, penelitian-penelitian yang dila-
model yang digunakan (Behrens dan Thisse, 2007). kukan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan
Model pertumbuhan neoklasik dapat dikem- ekonomi wilayah lain serta determinan pertumbuh-
bangkan menjadi model pertumbuhan ekonomi an ekonomi dari wilayah lain berpengaruh terhadap
yang mempertimbangkan peranan ketergantungan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, yang mem-
spasial. Ertur dan Koch (2007) telah memulainya buktikan bahwa ketergantungan spasial berperan
dengan mengembangkan model Solow. Menurut penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu wila-
Ertur dan Koch (2007), keterkaitan teknologi an- yah.
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
64 Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...

Adapun penelitian terpublikasi tentang penga- penelitian sebelumnya terkait dengan ketiadaan
ruh ketergantungan spasial terhadap pertumbuhan pengaruh ketergantungan spasial terhadap pertum-
ekonomi regional Indonesia masih jarang dilaku- buhan ekonomi regional di Indonesia, maupun
kan. Sepengetahuan penulis, penelitian terpublikasi yang terkait dengan adanya pengaruh negatif dari
tentang pengaruh ketergantungan spasial terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah lain terhadap per-
pertumbuhan ekonomi regional Indonesia hanya di- tumbuhan ekonomi suatu wilayah di Indonesia.
lakukan oleh Takeda (2013) dan Vidyattama (2014). Dalam mencapai tujuan tersebut, penulis menggu-
Penelitian yang dilakukan oleh Takeda (2013) tidak nakan teknik analisis ekonometrika spasial dengan
menemukan adanya ketergantungan spasial pada memilih model spasial Durbin untuk mengakomo-
pertumbuhan ekonomi regional Indonesia. Semen- dasi model teoretis MRW spasial. Penulis meng-
tara penelitian yang dilakukan oleh Vidyattama hasilkan temuan bahwa ternyata ketergantungan
(2014) menghasilkan kesimpulan bahwa pertum- spasial pertumbuhan ekonomi terbukti terjadi di
buhan ekonomi wilayah lain berpengaruh negatif Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi wilayah
terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah di lain, pendapatan per kapita awal wilayah lain, dan
Indonesia, yang menurut Vidyattama (2014) sendi- pertumbuhan penduduk wilayah lain berpenga-
ri, hal tersebut mengindikasikan terjadi kekeliruan ruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu
pada estimasi. wilayah di Indonesia.

Terdapat gap yang akan penulis isi dari peneliti-


an Takeda (2013) dan Vidyattama (2014) tersebut.
Penelitian Takeda (2013) dan Vidyattama (2014) Tinjauan Literatur
menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor (karakteristik) di wi- Landasan teori yang penulis gunakan sebagai ke-
layah itu sendiri, pertumbuhan ekonomi wilayah rangka konseptual pada penelitian ini adalah mo-
lain, dan shock dari wilayah lain. Penelitian Takeda del MRW spasial (spatial MRW model) yang dikem-
(2013) dan Vidyattama (2014) belum melihat secara bangkan oleh Fischer (2011) dari model MRW stan-
eksplisit pengaruh dari determinan pertumbuhan dar. Diasumsikan setiap wilayah memiliki fungsi
ekonomi dari wilayah lain. Padahal sebagaimana produksi berbentuk Cobb-Douglas. Sejumlah N wi-
Ertur dan Koch (2007), determinan pertumbuhan layah diasumsikan mempunyai fungsi produksi
ekonomi dari wilayah lain seperti pendapatan per Cobb-Douglas sepanjang T periode:
kapita awal, investasi modal fisik, investasi modal
manusia, dan pertumbuhan penduduk dari wilayah Yit = Ait KitαK HitαH L1−α
it
K −αH
(1)
lain, juga diduga berpengaruh terhadap pertum-
dengan Yit adalah output dari wilayah i saat peri-
buhan ekonomi suatu wilayah di Indonesia. Untuk
ode t, sementara Kit , Hit , dan Lit masing-masing
mengisi gap tersebut, penulis akan menggunakan
menyatakan level dari modal fisik, modal manusia,
landasan teori pertumbuhan ekonomi MRW spasial
dan tenaga kerja untuk wilayah i saat periode t,
yang dikembangkan oleh Fischer (2011), sehing-
sedangkan Ait merupakan level dari technological
ga mengarahkan pada penggunaan model empiris
knowledge. Persamaan (1) tersebut dapat dirubah ke
yang tepat untuk melihat berbagai sumber keter-
dalam bentuk persamaan output per pekerja dengan
gantungan spasial pertumbuhan ekonomi suatu
membagi kedua sisi dengan Lit :
wilayah di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengonfirmasi yit = Ait kitαK hαitH (2)
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
Aspiansyah & Damayanti, A. 65

dengan yit , kit , dan hit masing-masing adalah output sia diasumsikan konstan masing-masing sebesar sKi
per pekerja, modal fisik per pekerja, dan modal dan sH
i
dengan tingkat pertumbuhan investasi yang
manusia per pekerja. eksogen, sedangkan modal diasumsikan terdepre-
Mengikuti Álvarez dan Barbero (2016), techno- siasi pada tingkat yang sama sebesar δ. Perubahan
logical knowledge merupakan fungsi dari seluruh modal fisik per pekerja dan modal manusia per
stok pengetahuan, faktor produksi di wilayah itu pekerja dinyatakan sebagai:
sendiri, dan faktor produksi dari wilayah lain yang
dinyatakan dengan: k9 it = sKi yit − (ni + δ)kit (5)

N h9 it = sH
i yit − (ni + δ)hit (6)
γ θρw γρw
Y
Ait = Ωkitθ hit k jt i j h jt i j (3)
j=1 Saat steady state, modal fisik per pekerja dan mo-
dal manusia per pekerja tumbuh pada tingkat kon-
dengan Ω merefleksikan “the exogenous common stan g:
knowledge”, sementara θ dan γ merefleksikan para- k9 it
=g (7)
meter teknologi dengan 0 < θ, γ < 1. Adapun wi j kit
adalah struktur konektivitas antarwilayah dan ρ h9 it
=g (8)
menunjukkan interdependensi teknologi antarwila- hit
yah dengan 0 < ρ < 1. Dengan mensubstitusi Persamaan (5) ke (7) dan
Dengan memasukkan Persamaan (3) ke (2) dida- Persamaan (6) ke (8), didapatkan rasio kapital ter-
pat: hadap output:
N
α +γ θρwi j γρwi j
Y
yit = ΩkitαK +θ hitH k jt h jt (4) kit∗ sKi
j=1 = (9)
y∗it ni + g + δ
Persamaan (4) menyatakan bahwa output per
pekerja suatu wilayah tergantung dari faktor pro- h∗it sH
i
= (10)
duksi di wilayah itu sendiri dan faktor produksi y∗it ni + g + δ
dari wilayah lain. dengan tanda (*) menunjukkan kondisi sa-
Model pertumbuhan ekonomi neoklasik menga- at steady state. Persamaan (9) dan (10) di-
sumsikan bahwa tenaga kerja di wilayah i tumbuh masukkan ke dalam fungsi produksi per
sebesar ni . Sementara bagian dari pendapatan yang pekerja (Persamaan (4)), sehingga didapat:
diinvestasikan untuk modal fisik dan modal manu-

 αK +θ  αH +γ  θρwij
 γρwij

1 sKi 1−η
sH 1−η N
Y sKj 1−η
sHj 1−η
i
y∗i = Ω 1−η y∗j y∗j (11)
ni + g + δ ni + g + δ nj + g + δ nj + g + δ
j=1

dengan η = αK + αH + θ + γ.

Persamaan (11) juga dapat ditulis menjadi:

   θ  γ ρw ij
αK +θ αH +γ 1−η
1 1−η

sKi sH N sKj sHj


 
1
Y
y∗i = Ω 1−η  i  (y∗j )θ+γ (12)
(ni + g + δ)η (n j + g + δ)θ+γ
j=1

JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83


66 Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...

Persamaan (12) dibuat ke dalam bentuk ln:

N
1 αK + θ αH + γ η θ X
ln y∗i = ln Ω + ln sKi + ln sH
i − ln(ni + g + δ) + ρ wi j ln sKj
1−η 1−η 1−η 1−η 1−η
j=1
N N N
γ X θ+γ X θ+γ X
+ ρ Wi j ln sHj − ρ wi j ln(n j + g + δ) + ρ wi j ln y∗j (13)
1−η 1−η 1−η
j=1 j=1 j=1

Sebagaimana karakteristik dari model pertum- kedua sisi dengan output per pekerja pada awal
buhan neoklasik konvensional, maka output per periode ln yit−T , maka didapat:
pekerja diprediksi akan konvergen menuju kondisi ln yit − ln yit−T 1 − e−λτ 1 − e−λτ
=− ln yit−T + ln y∗i
steady state. Jika y∗i adalah kondisi steady state dan yit T T T
adalah nilai aktual output per pekerja pada tahun t, (15)
maka:
d ln yit Kemudian dengan mensubstitusi pro-
= −λ[ln yit − ln y∗i ] (14)
dt duksi per pekerja saat steady state, maka
dengan λ adalah kecepatan konvergensi. Dengan Persamaan (15) dapat dituliskan menjadi:
menyelesaikan Persamaan (14) dan mengurangi

ln yit − ln yit−T (1 − e−λτ ) (1 − e−λτ ) 1 (1 − e−λτ ) αK + θ


=− ln yit−T + ln Ω + ln sKi
T T T 1−η T 1−η
N
(1 − e−λτ ) αH + γ (1 − e−λτ ) η (1 − e−λτ ) θ + γ X
+ ln sH − ln(ni + g + δ) + ρ wi j ln y jt−T
T 1−η i
T 1−η T 1−η
j=1
N N
(1 − e−λτ ) θ X (1 − e−λτ ) γ X
+ ρ wi j ln sKj + ρ wi j ln sHj
T 1−η T 1−η
j=1 j=1
N N
(1 − e−λτ ) θ + γ X θ+γ X
− ρ wi j ln(n j + g + δ) + ρ wi j ln yit − ln yit−T T (16)
T 1−η 1−η
j=1 j=1

penduduk di wilayah itu sendiri, tapi juga dipenga-


Di dalam suatu perekonomian, keseluruhan jum-
ruhi oleh pendapatan per kapita awal dari wilayah
lah output yang diproduksi oleh suatu wilayah da-
lain, investasi modal fisik dan modal manusia dari
pat didekati dengan data Produk Domestik Regio-
wilayah lain, pertumbuhan penduduk dari wilayah
nal Bruto (PDRB) yang nilainya sama dengan ke-
lain, serta pertumbuhan ekonomi dari wilayah lain.
seluruhan jumlah pendapatan di wilayah tersebut
(Mankiw, 2012). Dengan demikian, dari Persamaan Analisis konvergensi pertumbuhan ekonomi me-
(16) tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuh- rupakan implikasi dari analisis pertumbuhan eko-
an ekonomi suatu wilayah bukan saja dipengaruhi nomi neoklasik, tidak terkecuali untuk analisis per-
oleh pendapatan per kapita awal, investasi modal tumbuhan ekonomi neoklasik yang melibatkan
fisik, investasi modal manusia, dan pertumbuhan aspek ketergantungan spasial. Arbia et al. (2008)
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
Aspiansyah & Damayanti, A. 67

menyatakan bahwa penelitian yang memasukkan ekonomi. Selain dari alasan teoritis, pembatasan de-
autokorelasi spasial pada model konvergensi diini- terminan pertumbuhan ekonomi tersebut bertujuan
siasi oleh López-Bazo et al. (2004), Vayá et al. (2004), untuk mengurangi dispersi dari koefisien-koefisien
dan Ertur dan Koch (2007). Pada Persamaan (16) yang diestimasi (Lesage dan Fischer, 2008).
tersebut juga dapat diketahui seberapa besar laju
Sementara struktur konektivitas spasial yang di-
1−e−λτ
konvergensi yang terjadi. Jika dimisalkan β = T ,
− ln(1+τβ) gunakan dalam model pertumbuhan ekonomi spa-
maka laju konvergensi (λ) adalah sebesar T .
sial tergambarkan dari spatial weight matrix, yaitu
Laju konvergensi (λ) menunjukkan seberapa cepat
matriks yang berdimensi sebanyak jumlah wilayah
output per kapita suatu perekonomian mendekati
yang menjadi objek penelitian yang setiap elemen-
nilai steady state, dan berimplikasi pada situasi di
nya menunjukkan konektivitas suatu wilayah. Seca-
mana wilayah yang miskin akan mengalami per-
ra umum, ada dua pendekatan yang sering diguna-
tumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibanding-
kan dalam menggambarkan konektivitas wilayah,
kan wilayah yang kaya (Barro dan Sala-I-Martin,
yaitu jarak dan contiguity. Asumsi yang mendasari
1992). Lebih lanjut, Barro dan Sala-I-Martin (2004)
penggunaan data jarak sebagai dasar menentukan
menunjukkan the half-life of convergence yaitu jum-
konektivitas wilayah adalah semakin dekat jarak
lah waktu yang dibutuhkan dengan ln yit sudah
antarwilayah, maka semakin kuat interaksi eko-
mencapai setengah perjalanan antara ln yit−T dan
nominya, sebagaimana pernyataan Tobler (1970):
ln y∗i yang memenuhi kondisi e−λτ = 1/2, sehingga
0,69
“everything depends on everything else, but near things
τ∗ = ln 2
λ = λ . are more related than distant things”. Penelitian yang
Untuk melihat peranan ketergantungan spasial menggunakan data jarak sebagai dasar menentukan
terhadap pertumbuhan ekonomi, berbagai peneli- konektivitas antarwilayah dalam meneliti pengaruh
tian empiris memerlukan penggunaan teknik eko- ketergantungan spasial pada pertumbuhan ekono-
nometrika spasial. Dengan menggunakan teknik mi di antaranya dilakukan oleh Fingleton (1999).
ekonometrika spasial, pengaruh interaksi suatu wi- Ertur dan Koch (2007) menyatakan bahwa struk-
layah dengan wilayah yang lain dapat ditangkap tur konektivitas wilayah itu harus bersifat eksogen,
(Abreu et al., 2004). Menurut Lesage dan Fischer sehingga Ertur dan Koch menggunakan data jarak
(2008), paling tidak ada tiga hal yang perlu diperha- sebagai dasar menggambarkan struktur konektivi-
tikan dalam melakukan penelitian empiris pertum- tas wilayah. Adapun contiguity menyatakan bahwa
buhan ekonomi yang melibatkan aspek ketergan- konektivitas terjadi pada wilayah-wilayah yang ber-
tungan spasial, yaitu (a) pemilihan variabel-variabel singgungan batas wilayahnya. Asumsi penggunaan
penjelas, (b) pemilihan struktur konektivitas spasial, contiguity sebagai dasar menentukan konektivitas
dan (c) pemilihan model regresi. wilayah adalah interaksi ekonomi antara wilayah
yang bersinggungan lebih kuat daripada wilayah
Pemilihan variabel-variabel penjelas dalam mo-
yang tidak bersinggungan (Sun et al., 2017). Peneli-
del pertumbuhan ekonomi secara umum berpe-
tian yang menggunakan dasar contiguity untuk me-
gang pada hasil penelitian Mankiw et al. (1992)
nyatakan konektivitas antarwilayah dalam meneliti
yang menyimpulkan bahwa determinan pertum-
pengaruh ketergantungan spasial pada pertumbuh-
buhan ekonomi adalah modal fisik, modal manusia,
an ekonomi di antaranya dilakukan oleh Rey dan
penduduk, dan teknologi. Determinan tersebut dija-
Montouri (1999), López-Bazo et al. (2004), Vayá et al.
dikan sebagai variabel kontrol oleh Ertur dan Koch
(2004), dan Fischer (2016).
(2007) dan Fischer (2011,2016) dalam meneliti penga-
ruh ketergantungan spasial terhadap pertumbuhan Kekuatan pengaruh ketergantungan spasial di-
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
68 Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...

gambarkan oleh besarnya parameter interaksi spasi- ngan negara-negara yang kaya akan meningkatkan
al yang dihasilkan oleh model regresi yang diguna- pertumbuhan ekonomi, peningkatan investasi yang
kan di antaranya: spatial lag model, spatial error model, dilakukan oleh negara-negara lain berdampak ne-
dan spatial cross regressive. Spatial lag model dalam gatif pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, pe-
analisa pertumbuhan ekonomi menggambarkan ningkatan pertumbuhan penduduk negara-negara
bahwa pertumbuhan ekonomi suatu wilayah selain lain berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh karakteristik wilayah itu sendi- suatu negara, dan pertumbuhan ekonomi negara-
ri juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara lain berdampak positif pada pertumbuhan
wilayah lain. Spatial error model menggambarkan ekonomi suatu negara. Pada pengujian empirisnya,
bahwa pertumbuhan ekonomi suatu wilayah selain Ertur dan Koch (2007) juga menunjukkan bahwa
dipengaruhi oleh karakteristik wilayah itu sendiri dengan mengontrol ketergantungan spasial antar-
juga dipengaruhi oleh random shock yang terjadi dari negara ke dalam model, konvergensi pertumbuhan
wilayah lain. Spatial cross regresive menggambarkan ekonomi diprediksi akan terjadi dengan kecepatan
bahwa pertumbuhan ekonomi selain dipengaruhi konvergensi berkisar antara 1,5% sampai dengan
oleh karakteristik wilayah itu sendiri juga dipenga- 1,7% per tahun.
ruhi oleh karakteristik wilayah lain. Namun selain
Sun et al. (2017) menggunakan spatially-extended
ketiga model di atas, terdapat model umum yaitu
neoclassical Solow growth model yang diinisiasi oleh
spatial durbin model yang memenuhi model teoretis
Ertur dan Koch (2007) untuk mengkaji pertumbuh-
pada Persamaan (16), yang menggambarkan bahwa
an ekonomi di Cina dalam periode 1992 sampai
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi
2010. Sebagaimana Ertur dan Koch (2007) yang
oleh karakteristik wilayah itu sendiri, pertumbuhan
menggunakan variabel pendapatan per kapita awal,
ekonomi wilayah lain, dan karakteristik wilayah
investasi modal fisik, dan pertumbuhan penduduk
lain. Rey dan Montouri (1999) menggunakan spatial
sebagai variabel independen, Sun et al. (2017) juga
lag model, spatial error model, dan spatial cross regresive
menggunakan variabel tersebut serta mengguna-
dalam meneliti pengaruh ketergantungan spasial
kan spatial weight matrix berdasarkan contiguity dan
pada pertumbuhan ekonomi. Sementara Ertur dan
distance. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
Koch (2007) menggunakan spatial durbin model da-
spatial spillover terjadi bukan hanya dari pertum-
lam meneliti pengaruh ketergantungan spasial pada
buhan ekonomi wilayah lain, tapi juga terjadi dari
pertumbuhan ekonomi.
pendapatan per kapita awal wilayah lain. Menurut
Sun et al. (2017), spatial durbin model yang berbasis
Ertur dan Koch (2007) yang menginisiasi spatially-
pada spatially-extended neoclassic growth model theory
extended neoclassical Solow growth model pertama
dapat menjelaskan dengan baik mekanisme penga-
kali melakukan pengujian empiris dengan meng-
ruh spatial spillover terhadap pertumbuhan ekonomi
gunakan sampel 91 negara di dunia selama periode
regional di Cina.
1960–1995. Ertur dan Koch (2007) menggunakan
teknik ekonometrika spasial dengan menerapkan Sebagaimana model pertumbuhan Solow yang
spatial durbin model dan menggunakan spatial wei- dikembangkan menjadi model MRW, spatially-
ght matrix berdasarkan jarak antarnegara. Berdasar- extended neoclassical Solow growth model juga dapat
kan hasil pengujian empirisnya, Ertur dan Koch dikembangkan lagi. Fischer (2011) mengembang-
(2007) menunjukkan bahwa ketergantungan spa- kan model spatially-extended neoclassical Solow growth
sial antarnegara berperan terhadap pertumbuhan model yang diinisiasi oleh Ertur dan Koch (2007)
ekonomi suatu negara, bahwa kebertetanggaan de- dengan menambahkan variabel human capital dan
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
Aspiansyah & Damayanti, A. 69

secara eksplisit menyebutnya sebagai model MRW ekonomi regional Indonesia. Takeda (2013) meng-
spasial. Namun demikian, Fischer (2011) belum gunakan model spatial autocorrelation (yang mana
melakukan pengujian secara empiris model MRW pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan
spasial tersebut pada pertumbuhan ekonomi dan oleh karakteristik wilayah itu sendiri, pertumbuhan
konvergensi. Fischer (2011) hanya menerapkan se- ekonomi wilayah lain, dan random shock dari wila-
cara empiris model MRW spasial untuk melihat yah lain) dengan spatial weight matrix berdasarkan
peranan ketergantungan spasial pada level penda- jarak antarprovinsi. Variabel kontrol yang diguna-
patan per kapita pada sampel 198 wilayah di 22 kan adalah rata-rata lama sekolah untuk penduduk
negara-negara Eropa selama periode 1995 sampai yang berumur 15 tahun ke atas dan rasio dari popu-
2004. Hasil pengujian empirisnya menunjukkan lasi penduduk perkotaan. Berdasarkan spesifikasi
bahwa output per kapita dari daerah lain, investasi tersebut dan dengan menggunakan data 26 pro-
modal fisik dari daerah lain, investasi modal manu- vinsi dari tahun 1990 sampai 2010, Takeda (2013)
sia dari daerah lain, serta pertumbuhan penduduk menyimpulkan bahwa ketergantungan spasial ti-
dari daerah lain berpengaruh terhadap pendapatan dak memengaruhi pertumbuhan ekonomi regional
per kapita suatu daerah. Indonesia.

Álvarez dan Barbero (2016) menggunakan mo- Sementara itu, Vidyattama (2014) menggunakan
del MRW spasial untuk melihat peranan ketergan- spatial lag model (menganggap spatial spillover terjadi
tungan spasial terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber dari variabel lag dependent) dan spati-
dan konvergensi pertumbuhan ekonomi regional al error model (menganggap spatial spillover terjadi
di Spanyol. Álvarez dan Barbero (2016) menggu- melalui variabel error) dengan spatial weight matrix
nakan data 47 provinsi di Spanyol dari tahun 1980 berdasarkan jarak, biaya transportasi, dan migra-
sampai 2011 dengan spatial panel durbin model dan si. Data yang digunakan oleh Vidyattama (2014)
spatial weight matrix berdasarkan contiguity. Hasil adalah data 26 provinsi tahun 1985–2005 ditambah
penelitiannya menunjukkan bahwa pertumbuhan dengan variabel kontrol yaitu pendapatan per ka-
ekonomi wilayah lain dan determinan pertumbuh- pita awal, investasi fisik, populasi, rata-rata lama
an ekonomi dari wilayah lain seperti pendapatan sekolah dari penduduk usia 10 tahun ke atas, pan-
per kapita awal, investasi modal fisik, investasi jang jalan per populasi, rasio ekspor dan impor
modal manusia, dan pertumbuhan penduduk ber- terhadap PDRB, rasio total deposit dan kredit bank
pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu komersial terhadap PDRB, rasio nilai tambah sektor
wilayah di Spanyol. Penelitian empiris yang dila- pertanian terhadap PDRB, rasio nilai tambah sektor
kukan oleh Álvarez dan Barbero (2016) juga me- industri terhadap PDRB, dan rasio nilai tambah
nunjukkan bahwa ketika ketergantungan spasial sektor jasa terhadap PDRB. Berdasarkan spesifikasi
dikontrol, konvergensi pertumbuhan ekonomi re- tersebut, pengaruh ketergantungan spasial hanya
gional di Spanyol diprediksi akan terjadi dengan terkonfirmasi pada spatial lag model berdasarkan
kecepatan sekitar 4% per tahun. jarak 1.000 km, namun dengan koefisien yang ber-
nilai negatif yang mengindikasikan terjadi masalah
Adapun penelitian terpublikasi yang mengkaji
pada estimasi, dan selebihnya dapat disimpulkan
ketergantungan spasial pada pertumbuhan ekono-
bahwa ketergantungan spasial tidak memengaruhi
mi regional Indonesia, sepengetahuan penulis ha-
pertumbuhan ekonomi regional Indonesia.
nya dilakukan oleh Takeda (2013) dan Vidyattama
(2014) dengan kesimpulan bahwa ketergantung- Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
an spasial tidak berpengaruh pada pertumbuhan Takeda (2013) dan Vidyattama (2014), penulis meng-
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
70 Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...

gunakan landasan teori MRW spasial dalam pene- yang kurang tepat. Oleh sebab itu, penulis memi-
litian ini seperti yang telah diinisiasi oleh Fischer lih MRW spasial sebagai landasan teori penelitian
(2011). Menurut Fischer (2011), pengujian empiris ini, yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan eko-
MRW spasial harus dilakukan dengan mengguna- nomi suatu wilayah dipengaruhi oleh determinan
kan spatial durbin model. Hal ini senada dengan yang dari wilayah itu sendiri, determinan wilayah lain,
diklaim oleh Sun et al. (2017) bahwa kebanyakan dan pertumbuhan ekonomi wilayah lain, sehingga
penelitian empiris yang dilakukan terhadap per- mengarahkan kepada penggunaan spatial durbin mo-
tumbuhan ekonomi di Cina dengan menggunakan del untuk melihat peranan ketergantungan spasial
teknik ekonometrika spasial tidak berdasarkan pa- dalam model pertumbuhan ekonomi Indonesia.
da formulasi teori ekonomi yang tepat. Namun
demikian, penelitian yang dilakukan oleh Sun et
al. (2017) tersebut belum memasukkan peranan
Metode
modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Model ekonomi pada Persamaan (16) dapat ditrans-
Padahal sebagaimana yang dijelaskan oleh Mankiw formasi ke dalam model ekonometrika, sehingga
et al. (1992), jika peranan modal manusia diabai- menjadi bentuk spatial durbin model sebagai berikut:
kan, maka akan mengarahkan kepada kesimpulan

N N
[ln yit − ln yit−T ] X X
= β0 + β1 ln yit−T + β2 ln sKit + β3 ln sH
it + β4 ln(nit + g + δ) + ρ1 wi j ln y jt−T + ρ2 wij ln sKjt
T
j=1 j=1
N N N
X X X [ln y jt − ln y jt−T ]
+ρ3 wi j ln sHjt + ρ4 wi j ln(n jt + g + δ) + ρ5 wi j + εit (17)
T
j=1 j=1 j=1

dengan: saat akhir periode t; y jt−T adalah pendapatan per


(1−e−λτ ) 1
β0 = T 1−η ln ω; kapita wilayah lain pada awal periode (t − T); sKit
(1−e−λτ ) adalah investasi modal fisik wilayah sendiri; sH
β1 = − T ; it
(1−e−λτ ) αK +θ adalah investasi modal manusia wilayah sendiri; nit
β2 = T 1−η ;
(1−e−λτ ) αH +γ adalah pertumbuhan penduduk wilayah sendiri; sKjt
β3 = T 1−η ;
(1−e−λτ ) η adalah investasi modal fisik wilayah lain; sHjt adalah
β4 = − T 1−η ;
investasi modal manusia wilayah lain; n jt adalah
(1−e−λτ ) θ+γ
ρ1 = T 1−η ρ; pertumbuhan penduduk wilayah lain; g + δ adalah
(1−e−λτ ) θ
ρ2 = T 1−η ρ; pertumbuhan teknologi dan depresiasi; wi j adalah
(1−e ) γ
−λτ
ρ3 = T 1−η ρ;
elemen spatial weight matrix yang menunjukkan
ρ4 =
(1−e−λτ ) θ+γ
− T 1−η ρ; struktur konektivitas spasial; β0 adalah intersep; β1
θ+γ adalah koefisien dari pendapatan per kapita awal
ρ5 = 1−η ρ.
yit adalah pendapatan per kapita wilayah i pada wilayah i; β2 adalah koefisien dari investasi modal
saat t atau akhir setiap periode; yit−T adalah penda- fisik wilayah i; β3 adalah koefisien dari investasi
patan per kapita wilayah i pada saat kondisi awal modal manusia wilayah i; β4 adalah koefisien dari
setiap periode; T adalah jumlah interval years; y jt pertumbuhan penduduk, teknologi, dan depresiasi
adalah pendapatan per kapita wilayah lain pada wilayah i; ρ1 adalah koefisien dari pendapatan per

JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83


Aspiansyah & Damayanti, A. 71

kapita wilayah lain pada saat kondisi awal peneli- gunakan data tingkat partisipasi sekolah. Seba-
tian; ρ2 adalah koefisien dari investasi modal fisik gaimana penelitian Mankiw et al. (1992) yang
wilayah lain; ρ3 adalah koefisien dari investasi mo- menggunakan data tingkat partisipasi seko-
dal manusia wilayah lain; ρ4 adalah koefisien dari lah untuk mendapatkan rasio jumlah pendu-
pertumbuhan penduduk, teknologi dan depresiasi duk yang sedang bersekolah di secondary scho-
wilayah lain; ρ5 adalah koefisien dari pertumbuhan ol sebagai proksi untuk mengukur investasi
ekonomi wilayah lain; dan εit adalah random shock. modal manusia sH
it
, penulis akan mengguna-
kan data rasio jumlah penduduk yang sedang
Variabel yang terdapat pada Persamaan (17) ter-
sekolah SMA/sederajat. Tingkat pendidikan
sebut didefinisikan secara operasional sebagai beri-
SMA/sederajat penulis anggap relatif sama de-
kut:
ngan tingkat secondary school yang digunakan
• yit adalah variabel yang mewakili pendapat- Mankiw et al. (1992). Di samping itu, adanya
an per kapita wilayah i pada saat t atau akhir wajib belajar sembilan tahun di Indonesia mem-
setiap periode. Pendapatan per kapita diprok- buat tingkat pendidikan mulai SMA/sederajat
si menggunakan data PDRB atas dasar har- lebih bervariasi yang menunjukkan perbeda-
ga konstan dibagi dengan jumlah penduduk. an investasi antarprovinsi. Menurut Benhabib
Menurut Mankiw (2012), di dalam suatu per- dan Spiegel (1994), enrollment ratio tersebut
ekonomian, keseluruhan jumlah output yang merepresentasikan investasi pada modal ma-
diproduksi oleh suatu wilayah dapat didekati nusia. Konsep bahwa investasi modal manu-
dengan data PDRB yang nilainya sama dengan sia penting bagi proses produksi pertama kali
keseluruhan jumlah pendapatan di wilayah diperkenalkan oleh Schultz (1961) yang me-
tersebut. nyatakan bahwa pengetahuan dan keahlian
• yit−T adalah variabel yang mewakili pendapat- merupakan modal bagi proses produksi yang
an per kapita awal wilayah i yang diproksi nantinya tambahan ilmu dan keahlian dapat
menggunakan data PDRB atas dasar harga mengubah cara berproduksi, sehingga akan
konstan dibagi dengan jumlah penduduk pada meningkatkan output.
awal periode. • nit adalah variabel yang mewakili pertumbuh-
• sKit adalah variabel yang mewakili tingkat in- an populasi wilayah i. Penulis menggunakan
vestasi modal fisik wilayah i yang diproksi data jumlah penduduk untuk memperoleh ang-
menggunakan data rasio Pembentukan Mo- ka pertumbuhan populasi sebagaimana yang
dal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) terhadap digunakan oleh Islam (1995).
PDRB sebagaimana Mankiw et al. (1992) dan • g + δ adalah variabel yang mewakili tingkat
Islam (1995). Menurut Solow (1956), tabungan pertumbuhan teknologi dan tingkat depresiasi
merupakan sumber dari investasi yang menun- kapital yang diasumsikan bernilai konstan dan
jukkan besaran akumulasi kapital. Semakin sama untuk seluruh wilayah yaitu sebesar 0,05
tinggi tingkat tabungan, maka semakin besar sebagaimana Mankiw et al. (1992) dan Islam
akumulasi kapital. Besaran akumulasi kapital (1995).
tersebut digambarkan oleh PMTDB (gross capi-
tal formation) yang merupakan fraksi dari total Penelitian ini menggunakan metode analisis pa-
output dan diukur dalam periode tahunan. nel spasial. Penulis menggunakan analisis data pa-
• sH
it
adalah variabel yang mewakili investasi nel karena menurut Baltagi (2005) analisis data
modal manusia wilayah i yang diproksi meng- panel memiliki beberapa kelebihan yaitu (a) dapat
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
72 Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...

mengontrol heterogenitas individu, (b) memberi- tetapi untuk jangka panjang. Periode lima tahunan
kan informasi yang lebih lengkap dengan derajat merupakan interval yang umum dipakai dalam
bebas yang lebih besar, dan (c) lebih handal da- penelitian empiris pertumbuhan, misalnya dalam
lam mengidentifikasi efek individu dan efek waktu Islam (1995), Easterly dan Levine (1998), Krueger
yang tidak dapat dilakukan oleh analisis time series dan Lindahl (2001), dan Barro (2003). Dengan de-
dan cross section. Dengan demikian, model panel mikian, periode dalam penelitian ini terdiri dari 5
spasial mempunyai kelebihan karena dapat meng- kelompok yaitu 1990–1995, 1995–2000, 2000–2005,
ontrol heterogenitas individu dan spatial dependence 2005–2010, dan 2010–2015.
secara bersamaan (Arbia et al., 2005).
Untuk menunjukkan ada atau tidaknya penga-
Analisis pertumbuhan ekonomi bersifat jangka ruh ketergantungan spasial pada model pertum-
panjang, sehingga menurut Islam (1995), minimal buhan ekonomi regional Indonesia, penulis akan
panjang data yang dibutuhkan adalah 25 tahun. menunjukkan terlebih dahulu hasil regresi model
Berdasarkan model empiris pada Persamaan (17), pertumbuhan ekonomi tanpa aspek ketergantung-
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah an spasial. Kemudian model tersebut akan penulis
data seluruh provinsi di Indonesia dari tahun 1990 bandingkan dengan model pertumbuhan ekonomi
sampai 2015 yang bersumber dari BPS, yakni (a) regional Indonesia yang melibatkan aspek keter-
PDRB atas dasar harga konstan; (b) Pembentukan gantungan spasial. Dari kedua model tersebut akan
Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB); (c) Jum- dilihat dampak dari masing-masing determinan ter-
lah penduduk; (d) Jumlah penduduk yang sedang hadap pertumbuhan ekonomi regional Indonesia
sekolah SMA/sederajat. Selain itu, penulis meng- dan implikasinya.
gunakan peta Indonesia untuk membentuk spatial
Model regresi spasial tidak bisa terlepas dari
weight matrix berdasarkan contiguity dan distance.
penggunaan matriks penimbang spasial (spatial we-
Jumlah provinsi di Indonesia tahun 2015 seba- ight matrix) di dalamnya. Spatial weight matrix pada
nyak 34 provinsi, sementara pada 1990 sebanyak 26 dasarnya merupakan matriks yang menggambar-
provinsi (setelah dikurangi dengan Provinsi Timor kan kedekatan hubungan antarwilayah. Untuk ob-
Timur). Dengan demikian, sejak 1990 ada sebanyak servasi sebanyak N, ukuran matriks W adalah NxN
7 provinsi baru yang terbentuk sampai tahun 2015. dengan elemen diagonalnya bernilai 0 dan elemen
Dalam analisis penelitian ini, sebanyak 7 provin- lainnya wi j yang merepresentasikan intensitas efek
si tambahan tersebut akan digabungkan datanya antara dua daerah i dan j (Anselin dan Bera, 1998).
dengan provinsi induknya sesuai dengan kondisi Terdapat berbagai jenis spatial weight matrix yang
tahun 1990 untuk menjaga konsistensi dan keter- dapat digunakan di dalam model regresi spasial di
bandingan data. antaranya spatial weight matrix berdasarkan contigu-
Mengikuti Islam (1995) yang melakukan analisis ity, spatial weight matrix berdasarkan jarak (distance),
pertumbuhan ekonomi dengan mengelompokkan spatial weight matrix berdasarkan biaya transporta-
data menjadi periode 5 tahunan untuk memper- si, spatial weight matrix berdasarkan arus migrasi,
halus pengaruh dari siklus jangka pendek dalam dan sebagainya (Lesage dan Fischer, 2008). Namun
perekonomian, maka penulis juga akan mengelom- demikian, penelitian ini membatasi penggunaan
pokkan data tahunan setiap provinsi menjadi data spatial weight matrix hanya berdasarkan contiguity
5 tahunan. Menurut Barro (1991), model pertum- dan distance dengan alasan bahwa spatial weight
buhan ekonomi tidak dirancang untuk fluktuasi matrix yang digunakan untuk menganalisis per-
bisnis jangka pendek (short run business fluctuation) tumbuhan ekonomi harus bersifat eksogen yang
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
Aspiansyah & Damayanti, A. 73

tidak bervariasi antarwaktu atau harus bersifat time aspek ketergantungan spasial di antaranya oleh
invariant (Ertur dan Koch, 2007). Ertur dan Koch (2007), Álvarez dan Barbero (2016),
Spatial weight matrix berdasarkan contiguity me- dan Sun et al. (2017). Spatial weight matrix akan
rupakan matriks pembobot spasial berdasarkan dinormalisasikan, sehingga setiap barisnya akan
persinggungan batas wilayah (contiguity). Matriks berjumlah 1 (row-normalized). Elemen pada spatial
ini menggambarkan bahwa interaksi spasial terjadi weight matrix tipe contiguity yang penulis gunakan
antarwilayah yang bertetangga yaitu yang memi- dalam penelitian ini akan bernilai 0 ketika suatu
liki persentuhan batas wilayah (common boundary). wilayah berbatasan dengan laut.
Anselin (1988) menyatakan persinggungan antarwi- Sementara itu, spatial weight matrix berdasarkan
layah yang berdekatan digambarkan dengan kode jarak (distance) merupakan matriks yang mendefi-
biner dalam matriks untuk menyatakan hubungan nisikan interaksi kebertetanggaan ditentukan oleh
keterkaitan antar-unit spasial. Jika berbatasan lang- jarak antar-dua wilayah. Hal ini sesuai dengan
sung diberi nilai 1 dan 0 untuk lainnya. Menurut hukum gravitasi bahwa pendekatan jarak menga-
Lesage (1999), terdapat berbagai tipe interaksi dari sumsikan semakin dekat jarak antar-observasi, akan
matriks contiguity yaitu: memiliki hubungan yang lebih kuat dan sebaliknya,
• Linear contiguity (persinggungan tepi), spatial semakin jauh jarak antar-dua wilayah, maka sema-
weight matrix ini mendefinisikan kode 1 untuk kin lemah interaksinya (Arbia et al., 2005). Spatial
suatu wilayah yang berada di tepi (edge) kiri weight matrix berdasarkan jarak (distance) ini dapat
maupun kanan wilayah tetangga, dan kode 0 menggunakan penghitungan di antaranya:
untuk wilayah lainnya. • inverse distance matrix, yaitu: wi j = 1
di j dengan
• Rook contiguity (persinggungan sisi), spatial we- di j adalah jarak antara titik tengah (centroid)
ight matrix ini mendefinisikan kode 1 untuk suatu wilayah i dengan j.
suatu wilayah yang bersisian (common side) • k-nearest neighbors, metode ini menentukan se-
dengan wilayah tetangga dan kode 0 untuk banyak n wilayah di sekitar suatu wilayah
wilayah lainnya. yang terdekat dengan wilayah tetangga. Ma-
• Bishop contiguity (persinggungan sudut), spatial triks wi j (k) didefinisikan sebagai elemen dari
weight matrix ini mendefinisikan kode 1 untuk matriks W dalam baris i dan kolom j, yaitu:
w∗ (k)
daerah yang titik sudutnya (common vertex) Wi j (k) = P ij ∗ dengan:
j wi j (k)
bertemu dengan sudut wilayah tetangganya ◦ w∗i j (k) = 0 jika i = j dan jika di j ≥ di (k)
dan kode 0 untuk wilayah lainnya. ◦ w∗i j (k) = 1 jika di j ≤ di (k)
• Queen contiguity (persinggungan sisi sudut), dengan di j adalah jarak antara titik tengah (cen-
spatial weight matrix ini mendefinisikan kode 1 troid) antara wilayah i dengan j. Peneliti dapat
untuk wilayah yang bersisian atau titik sudut- menentukan sendiri k lokasi j yang merupakan
nya bertemu dengan wilayah tetangganya dan lokasi di sekitar i. Lokasi j dihitung sebagai k
kode 0 untuk wilayah lainnya. lokasi yang terdekat dari lokasi i.
Dalam penelitian ini, tipe contiguity yang akan Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan
penulis pilih adalah queen contiguity karena lebih spatial weight matrix bertipe inverse distance matrix se-
masuk akal dalam menjelaskan interaksi spasial bagaimana yang dilakukan di antaranya oleh Ertur
antarwilayah dalam konteks pertumbuhan ekono- dan Koch (2007), Álvarez dan Barbero (2016), Sun
mi, sebagaimana yang digunakan oleh berbagai et al. (2017), atau Vidyattama (2014) untuk kasus
penelitian pertumbuhan ekonomi yang melibatkan penelitian pertumbuhan ekonomi regional Indone-
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
74 Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...

sia. Spatial weight matrix tersebut akan dinormalisa- hasilkan estimasi dengan arah yang sama seperti
sikan, sehingga setiap barisnya akan berjumlah 1 dalam penelitian ini. Secara teori sebagaimana Man-
(row-normalized). kiw et al. (1992) yang juga dibuktikan secara empiris
Penulis menggunakan teknik estimasi data pa- dalam penelitian ini, determinan dari wilayah itu
nel dengan metode Maximum Likelihood Estimation sendiri yang berpengaruh positif terhadap pertum-
(MLE). MLE lebih dipilih daripada Instrumental buhan ekonomi adalah investasi fisik dan investasi
Variable/Generalized Method of Moments (IV/GMM) manusia, sementara yang berpengaruh negatif ada-
karena metode IV/GMM memasukkan spatially lag- lah pendapatan per kapita awal dan pertumbuhan
ged independent variable yang tidak diizinkan untuk penduduk.
menguji pengaruh spatial spillovers (Ramos et al.,
Model pertumbuhan ekonomi regional Indonesia
2010). Dengan demikian untuk keterbandingan an-
yang mempertimbangkan aspek ketergantungan
tara model spasial dan non-spasial, model random
spasial menghasilkan estimasi yang lebih baik dari-
effect dipilih untuk dianalisis. Model random effect
pada model pertumbuhan ekonomi konvensional
berbeda dengan common effect dan fixed effect, kare-
(model non-spasial). Hal ini ditunjukkan dari hasil
na model ini tidak menggunakan prinsip Ordinary
uji Likelihood-Ratio yang menunjukkan penolakan
Least Square (OLS), melainkan menggunakan prin-
H0 dengan H0: Model Non-Spasial, baik untuk mo-
sip MLE atau General Least Square (GLS). Selain itu,
del spasial yang menggunakan spatial weight matrix
pemilihan model random effect didasarkan pada ke-
berdasarkan contiguity maupun pada model spasial
mampuannya dalam menggeneralisir kesimpulan
yang menggunakan spatial weight matrix berdasar-
(Bell dan Jones, 2015). Sebagaimana Baltagi (2005)
kan jarak. Hal tersebut menunjukkan bahwa aspek
yang menyatakan bahwa model random effect meng-
ketergantungan spasial berperan penting dalam
asumsikan error term tidak berkorelasi dengan vari-
menjelaskan pertumbuhan ekonomi regional Indo-
abel independen, sehingga memungkinkan untuk
nesia. Sebagaimana Fischer (2011, 2016) dan Sun et
time-invariant variables berperan sebagai variabel
al. (2017) yang menggunakan metode MLE untuk
penjelas, maka variabel seperti contiguity dan dis-
mengestimasi model pertumbuhan ekonomi spasi-
tance yang lazim digunakan dalam analisis spasial
al, penelitian ini juga menggunakan metode MLE
dapat digunakan dalam model random effect.
dan menghasilkan nilai log-likehood yang lebih besar
serta nilai Akaike Information Criterion (AIC) yang
lebih kecil daripada model pertumbuhan ekonomi
Hasil dan Analisis konvensional. MLE adalah metode estimasi para-
meter yang memaksimumkan fungsi likelihood yang
Hasil estimasi dalam penelitian ini menunjukkan
juga akan memaksimumkan fungsi log-likelihood,
bahwa pengaruh determinan pertumbuhan ekono-
sehingga model yang paling baik adalah model
mi yang berasal dari wilayah itu sendiri yaitu pen-
yang menghasilkan log-likehood yang paling besar
dapatan per kapita awal, investasi fisik, investasi
(Burnham dan Anderson, 2002; Greene, 2003), se-
manusia, dan pertumbuhan penduduk menunjuk-
dangkan AIC adalah ukuran yang menunjukkan
kan arah yang sesuai ekspektasi. Determinan per-
kualitas suatu model secara relatif dibandingkan
tumbuhan ekonomi yang berasal dari wilayah sen-
dengan model yang lain, bahwa semakin kecil nilai
diri tersebut merupakan determinan yang menjadi
AIC suatu model akan semakin baik dibandingkan
penelitian pertumbuhan ekonomi berbagai negara
model lainnya (Burnham dan Anderson, 2002).
di dunia di antaranya oleh Mankiw et al. (1992),
Islam (1995), dan Caselli et al. (1996) yang meng- Adapun hasil estimasi model pertumbuhan eko-
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
Aspiansyah & Damayanti, A. 75

Tabel 1: Estimasi Model Pertumbuhan Ekonomi Regional Indonesia Tahun 1990–2015

[ln yit −ln yit−T ] MRW Spatial Model with


Standard MRW Model
T Contiguity Spatial Weight Matrix Distance Spatial Weight Matrix
(1) (2) (3) (4)
Konstanta 0,3522*** 0,2724*** 0,2606**
(0,105) (0,105) (0,106)
ln yit−T -0,0183*** -0,0172*** -0,0169***
(0,004) (0,003) (0,003)
ln sK
it
0,0084 0,005 0,0064*
(0,005) (0,004) (0,004)
ln sH
it
0,0263*** 0,0178*** 0,0155**
(0,009) (0,007) (0,007)
ln(ni t + g + δ) -0,0307* -0,0397** -0,0388*
(0,018) (0,019) (0,022)
W ln yt−T 0,0057*** 0,0070**
(0,002) (0,003)
W ln sK
t 0,0011 -0,004
(0,005) (0,006)
W ln sH
t -0,0027 -0,0017
(0,010) (0,012
W ln(nt + g + δ) 0,0421*** 0,0505**
(0,015) (0,023)
[ln yt −ln yt−T ]
W T 0,4818*** 0,4942***
(0,061) (0,076)
speed of convergence (λ) 0,0192 0,0179 0,0176
the half-life of convergence 36 38 39
N 130 130 130
Log-Likelihood 316 331 330
AIC -618 -639 -637
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Keterangan: * signifikan pada taraf 10%
** signifikan pada taraf 5%
*** signifikan pada taraf 1%
Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai standard error

nomi regional Indonesia tahun 1990 sampai 2015 di- menjadi berkurang.
tampilkan pada Tabel 1. Pengaruh investasi modal
Wilayah-wilayah di Indonesia perlu meningkat-
fisik menjadi signifikan pada pertumbuhan ekono-
kan investasi modal fisik untuk meningkatkan per-
mi regional Indonesia ketika aspek ketergantungan
tumbuhan ekonominya. Pentingnya peranan inves-
spasial dikontrol. Hal ini ditunjukkan oleh hasil
tasi modal fisik terhadap pertumbuhan ekonomi
estimasi pada Tabel 1 terutama pada model yang
telah diformulasikan sejak lama di antaranya oleh
menggunakan jarak sebagai matriks penimbang
Harrod (1939), Domar (1946), dan Solow (1956)
spasial (spatial weight matrix). Meskipun pengaruh
yang juga dibuktikan secara empiris di regional
investasi modal fisik yang ditunjukkan oleh model
Indonesia oleh penelitian yang dilakukan oleh Re-
pertumbuhan non-spatial memiliki besaran (magni-
sosudarmo dan Vidyattama (2006) dan dalam pe-
tude) yang lebih besar daripada model pertumbuh-
nelitian ini. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
an spasial, namun pengaruhnya tidak signifikan.
akan positif ketika jumlah investasi melebihi jum-
Fenomena ini mirip dengan yang disampaikan oleh
lah kapital yang terdepresiasi, dan pertumbuhan
Mankiw et al. (1992) bahwa ketika investasi modal
ekonomi suatu wilayah akan stagnan bahkan ne-
manusia yang sebelumnya omitted, dimasukkan ke
gatif ketika jumlah investasi tidak bisa menutupi
dalam model pertumbuhan Solow (1956), maka be-
jumlah kapital yang terdepresiasi. Menurut Harrod
saran (magnitude) pengaruh investasi modal fisik
(1939), Domar (1946), dan Solow (1956), investa-
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
76 Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...

si merupakan manifestasi dari tabungan. Itulah meningkatkan output perekonomian. Sebenarnya


yang menjelaskan mengapa jumlah tabungan dan investasi modal manusia tidak hanya terbatas pada
investasi menjadi salah satu faktor penting yang me- aspek pendidikan saja, tapi juga pada aspek lain
mengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang dapat meningkatkan produktivitas manusia
(Ray, 1998). seperti kesehatan (Mankiw et al., 1992; Knowles dan
Owen, 1997). Menurut Nelson dan Phelps (1966),
Investasi modal manusia berperan penting da-
modal manusia yang tinggi dapat memberikan ke-
lam peningkatan pertumbuhan ekonomi regional
mudahan dalam mengabsorbsi ide serta ilmu pe-
Indonesia. Hal ini terlihat dari pengaruhnya yang
ngetahuan dan teknologi yang ada, sehingga dapat
senantiasa signifikan, baik pada saat aspek keterka-
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih ting-
itan wilayah diabaikan maupun saat aspek keterka-
gi.
itan wilayah dimasukkan ke dalam model pertum-
buhan ekonomi (lihat Tabel 1). Hal ini juga sesuai Pertumbuhan populasi penduduk suatu wilayah
dengan penelitian empiris yang dilakukan oleh Bar- di Indonesia juga memiliki pengaruh penting dalam
ro (1991) dan Mankiw et al. (1992) yang membukti- pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut, bahkan
kan pengaruh signifikan modal manusia terhadap saat aspek keterkaitan wilayah dipertimbangkan.
pertumbuhan ekonomi. Penurunan besaran (magni- Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien ln(nit + g + δ)
tude) pengaruh investasi modal manusia terhadap yang signifikan pada Tabel 1. Pengaruh pertum-
pertumbuhan ekonomi regional Indonesia dari mo- buhan populasi penduduk terhadap pertumbuhan
del konvensional (saat aspek keterkaitan wilayah ekonomi yang signifikan ini juga dibuktikan seca-
diabaikan) ke model spasial (saat aspek keterkaitan ra empiris di antaranya oleh Mankiw et al. (1992),
wilayah diperhatikan) menunjukkan hal yang logis, Ertur dan Koch (2007), Ulaşan (2011), Álvarez dan
sebagaimana Mankiw et al. (1992) memasukkan pe- Barbero (2016), dan Sun et al. (2017).
ngaruh investasi modal manusia ke model Solow
Suatu wilayah di Indonesia harus mengendali-
(1956). Saat aspek keterkaitan wilayah diabaikan (ti-
kan laju pertumbuhan penduduknya agar pertum-
dak dikontrol) pada model konvensional, pengaruh
buhan ekonominya tidak stagnan atau negatif. Hal
investasi modal manusia terlihat lebih besar karena
tersebut berdasarkan pada hasil empiris yang ditun-
masih mengandung pengaruh dari variabel lain
jukkan oleh tanda negatif pada koefisien ln(nit +g+δ)
yang omitted (dalam hal ini keterkaitan wilayah).
pada Tabel 1. Sebagaimana yang dikemukakan Mal-
Namun ketika aspek keterkaitan wilayah dikontrol,
thus dalam Kuznets (1967) bahwa dengan jumlah
maka pengaruh investasi modal manusia sudah
modal yang tetap, maka produktivitas tenaga kerja
bersih dari pengaruh ketergantungan wilayah.
dan suplai output per kapita akan berkurang seiring
Upaya untuk meningkatkan investasi modal ma- dengan pertumbuhan penduduk. Coale dan Hoover
nusia perlu dilakukan oleh wilayah-wilayah di In- (1958) mengidentifikasi bahwa tingkat pertumbuh-
donesia agar pertumbuhan ekonominya dapat di- an penduduk yang tinggi (terutama yang melebihi
tingkatkan. Hal tersebut didasarkan pada temuan tingkat kematian) mengarahkan pada proporsi ang-
dalam penelitian ini yang menunjukkan arah yang katan kerja yang rendah (sehingga meningkatkan
positif pada estimasi parameter investasi modal rasio ketergantungan/dependency ratio) yang pada
manusia (lihat Tabel 1). Menurut Schultz (1961), akhirnya akan menurunkan pendapatan per kapi-
peningkatan investasi modal manusia yang dila- ta (Headey dan Hodge, 2009). Lebih jauh Barlow
kukan melalui pendidikan dan pelatihan akan me- (1994) menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk
ningkatkan cara berproduksi yang selanjutnya akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekono-
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
Aspiansyah & Damayanti, A. 77

mi disebabkan oleh (a) peningkatan langsung pada tersebut (Álvarez dan Barbero, 2016).
denominator dari rasio pendapatan per kapita, (b)
Pertumbuhan ekonomi regional Indonesia tidak
pengurangan pada tingkat tabungan (yang mung-
mengalami dampak dari spillover yang bersumber
kin disebabkan oleh beban ketergantungan yang
dari investasi modal fisik wilayah lain. Hal ini di-
tinggi), dan (c) pengurangan pada tingkat partisi-
tunjukkan oleh hasil estimasi yang tidak signifikan
pasi angkatan kerja wanita.
pada koefisien W ln sKt (lihat Tabel 1). Ertur dan Ko-
Pendapatan per kapita awal wilayah lain ternyata ch (2007) juga menemukan ketiadaan spillover dari
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sua- investasi modal fisik yang dilakukan wilayah lain
tu wilayah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah de-
koefisien W ln yt−T yang signifikan pada Tabel 1. Pe- ngan lingkup berbagai negara di dunia. Pada level
nelitian empiris yang dilakukan terhadap berbagai regional, Álvarez dan Barbero (2016) juga mene-
negara di dunia oleh Ertur dan Koch (2007) juga mukan ketiadaan spillover dari investasi modal fisik
menghasilkan temuan serupa bahwa pendapatan yang dilakukan wilayah lain terhadap pertumbuh-
per kapita awal wilayah lain berpengaruh signifi- an ekonomi regional di Spanyol. Namun demikian,
kan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wila- Sun et al. (2017) menemukan adanya spillover in-
yah. Lebih khusus dalam skala regional, Álvarez vestasi model fisik dari wilayah lain yang bersifat
dan Barbero (2016) yang meneliti kasus Spanyol positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional di
dan Sun et al. (2017) yang meneliti kasus Cina juga Cina, yang bisa jadi menjadi salah satu alasan meng-
menemukan hal yang sama akan adanya pengaruh apa pertumbuhan ekonomi Cina tumbuh sangat
yang signifkan dari pendapatan per kapita awal pesat.
wilayah lain terhadap pertumbuhan ekonomi suatu
Ketiadaan spatial spillover investasi modal fisik
wilayah di negara tersebut.
pada pertumbuhan ekonomi regional Indonesia bo-
Pendapatan per kapita awal dari wilayah lain leh jadi disebabkan oleh terbatasnya barang modal
yang signifikan tersebut menunjukkan terjadinya yang dapat disediakan oleh wilayah-wilayah di In-
spatial spillover pendapatan per kapita terhadap per- donesia atau hanya sedikit wilayah tertentu yang
tumbuhan ekonomi suatu wilayah di Indonesia. menyediakan barang modal untuk ditransaksikan
Lebih khusus lagi, spatial spillover pendapatan per kepada wilayah-wilayah lain. Peningkatan permin-
kapita terhadap pertumbuhan ekonomi tersebut taan akan barang modal yang diakibatkan oleh
bersifat positif (lihat Tabel 1). Moreno dan Trehan peningkatan investasi modal fisik suatu wilayah a-
(1997) menganggap bahwa hal ini berhubungan kan mendorong terjadinya impor barang modal jika
dengan kedekatan dengan daerah yang kaya yang barang modal tersebut tidak dapat disediakan oleh
tergambarkan oleh level dari pendapatan per kapita wilayah itu sendiri. Wilayah-wilayah lain hanya
awal. Hal ini memperkuat temuan Mossi et al. (2003) akan mendapatkan keuntungan dari permintaan
bahwa wilayah yang bertetangga dengan wilayah barang modal suatu wilayah tersebut jika mam-
yang lebih kaya memiliki kesempatan yang lebih pu menyediakan barang modal yang dibutuhkan
besar untuk meningkatkan pendapatannya. Hal ini (Capello, 2009). Dengan dugaan bahwa komposisi
dapat dijelaskan dengan fakta bahwa ketika sua- barang modal (selain tanah) di Indonesia masih
tu wilayah bertetangga dengan wilayah lain yang didominasi oleh barang impor, dan dengan meli-
lebih kaya, maka akan menguntungkan aktivitas hat dari besarnya persentase barang modal yang
perekonomian wilayah tersebut karena akan terjadi diimpor oleh Indonesia sebagaimana data dari BPS
hubungan komersial yang intensif antarwilayah (2015), kemungkinan wilayah-wilayah Indonesia
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
78 Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...

untuk mendapatkan manfaat dari investasi modal matrix berdasarkan contiguity maupun model yang
fisik yang dilakukan oleh wilayah lain menjadi menggunakan spatial weight matrix berdasarkan dis-
sangat kecil. tance (lihat Tabel 1). Ertur dan Koch (2007) juga
Investasi modal manusia yang dilakukan oleh menemukan bukti bahwa pertumbuhan penduduk
suatu wilayah di Indonesia ternyata juga tidak ber- suatu wilayah berpengaruh terhadap pertumbuhan
dampak terhadap pertumbuhan ekonomi regional ekonomi wilayah lain untuk kasus berbagai negara
wilayah-wilayah lainnya di Indonesia. Hal terse- di dunia. Álvarez dan Barbero (2016) juga mene-
but ditunjukkan oleh koefisien W ln sH mukan adanya pengaruh dari pertumbuhan pendu-
t yang tidak
signifikan (lihat Tabel 1). Temuan yang sama ju- duk wilayah-wilayah lain terhadap pertumbuhan
ga ditunjukkan oleh Ertur dan Koch (2006) untuk ekonomi regional di Spanyol. Hal yang sama juga
kasus negara-negara di dunia. Sementara untuk ditemukan oleh Sun et al. (2017) pada pertumbuhan
kasus regional, hal yang berbeda ditunjukkan oleh ekonomi regional di Cina.
Álvarez dan Barbero (2016) di Spanyol. Dengan de- Peningkatan pertumbuhan penduduk suatu wi-
mikian belum ada konsensus mengenai signifikansi, layah, ternyata berpengaruh positif terhadap pe-
arah (sign), dan besaran (magnitude) mengenai spa- ningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah lain di
tial spillover modal manusia (Sanso-Navarro et al., Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bah-
2016). wa terjadi spatial spillover yang positif dari pertum-
Ketiadaan spatial spillover yang berasal dari inves- buhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi
tasi modal manusia terhadap pertumbuhan ekono- regional di Indonesia. Fenomena spatial spillover
mi regional di Indonesia diduga disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang positif terhadap per-
ketiadaan channel transmisi yang dapat memenga- tumbuhan ekonomi suatu wilayah ini sangat kon-
ruhi pertumbuhan ekonomi wilayah lain. Hal ini tradiktif dengan pengaruh pertumbuhan penduduk
bisa disebabkan karena investasi modal manusia wilayah itu sendiri, meskipun berbagai penelitian
yang dilakukan oleh suatu wilayah hanya dinikmati seperti yang telah dilakukan oleh Ertur dan Koch
oleh wilayah itu dengan pertumbuhan ekonominya (2007), Álvarez dan Barbero (2016), dan Sun et al.
yang meningkat (yang ditunjukkan oleh koefisien (2017) juga menemukan hal yang sama. Fenomena
ln sH yang signifikan), sebagaimana Nelson dan spatial spillover pertumbuhan penduduk yang posi-
it
Phelps (1966) yang menyatakan bahwa modal ma- tif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
nusia yang tinggi dapat memberikan kemudahan ini mungkin terjadi melalui channel perdagangan
dalam mengabsorbsi ide serta ilmu pengetahuan antarwilayah. Peningkatan populasi penduduk a-
dan teknologi yang ada, sehingga dapat mendorong kan meningkatkan permintaan dan market size (Ray,
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Namun 1998). Adanya peningkatan permintaan dan pe-
peningkatan modal manusia tersebut tidak dinik- ningkatan market size dari wilayah yang populasi
mati oleh wilayah lain karena hasil investasi modal penduduknya bertambah itu memberikan kesem-
manusia tersebut (berupa tenaga kerja terdidik) patan bagi wilayah lain untuk memanfaatkannya
tidak bermigrasi ke wilayah lain (Olejnik, 2008). melalui perdagangan antarwilayah yang akan me-
ningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dari wilayah lain memi-
di wilayah lain (Sen, 2010).
liki pengaruh penting dalam pertumbuhan ekono-
mi suatu wilayah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan Sesuai dengan ekspektasi, penelitian ini mene-
oleh koefisien W ln(nt + g + δ) yang signifikan, ba- mukan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah lain
ik pada model yang menggunakan spatial weight ternyata memang berpengaruh terhadap pertum-
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
Aspiansyah & Damayanti, A. 79

buhan ekonomi suatu wilayah di Indonesia. Hal ini (ln yit−T ) yang bernilai negatif dan signifikan, ba-
[ln yt −ln yt−T ]
ditunjukkan oleh koefisien dari W T yang ik pada model non-spasial maupun model spasial.
signifikan, baik pada model pertumbuhan ekonomi Namun demikian, koefisien pendapatan per kapita
spasial dengan spatial weight matrix berdasarkan con- awal (ln yit−T ) pada model non-spasial lebih kecil
tiguity maupun pada model pertumbuhan ekonomi daripada model spasial. Hal ini berimplikasi pa-
spasial dengan spatial weight matrix berdasarkan da kecepatan konvergensi yang ditunjukkan oleh
distance. Temuan tentang adanya pengaruh pertum- masing-masing model yaitu 1,9% per tahun un-
buhan ekonomi suatu wilayah terhadap pertum- tuk model non-spasial dan 1,8% per tahun untuk
buhan ekonomi wilayah lain ini juga sama seperti model spasial. Implikasi selanjutnya adalah waktu
temuan berbagai penelitian seperti Ertur dan Ko- yang dibutuhkan untuk menutupi separuh kesen-
ch (2007) untuk kasus berbagai negara di dunia, jangan yang ditunjukkan oleh model non-spasial
Álvarez dan Barbero (2016) untuk kasus regional adalah selama 36 tahun, sementara waktu yang
Spanyol, maupun Sun et al. (2017) untuk kasus regio- dibutuhkan untuk menutupi separuh kesenjangan
nal Cina, yang sama-sama menghasilkan koefisien yang ditunjukkan oleh model spasial adalah selama
yang positif. Temuan ini berbeda dengan penelitian 39 tahun.
Vidyattama (2014) untuk kasus regional Indonesia
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keter-
yang menghasilkan koefisien negatif pada spatial
gantungan spasial atau keterkaitan antarwilayah
lag dalam estimasi model empirisnya.
di Indonesia mendukung terjadinya konvergensi
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terja- pertumbuhan ekonomi regional. Hal tersebut di-
di spatial spillover yang positif pada pertumbuhan tunjukkan oleh koefisien pendapatan per kapita
ekonomi regional Indonesia yang berasal dari per- awal (ln yit−T ) yang bernilai negatif, baik pada mo-
tumbuhan ekonomi wilayah lain. Adanya interaksi del spasial yang menggunakan spatial weight matrix
antarwilayah seperti perdagangan, aliran uang, dan berdasarkan contiguity maupun jarak (lihat Tabel
modal, serta migrasi sebagaimana yang disampai- 1). Penjelasan substantif mengenai ketergantungan
kan oleh Nijkamp dan Poot (1998), yang diduga spasial dapat mendukung terjadinya konvergensi
menjadi channel bagi pertumbuhan ekonomi sua- antarwilayah adalah adanya mekanisme spillover
tu wilayah memengaruhi pertumbuhan ekonomi teknologi antarwilayah, yang ketika keterkaitan an-
wilayah lain di Indonesia. Sebagai contoh, ketika tarwilayah berjalan dengan baik, maka transfer tek-
suatu wilayah mengalami pertumbuhan ekonomi nologi akan terjadi, sehingga wilayah-wilayah yang
atau pendapatan yang meningkat, maka akan me- sebelumnya tertinggal bisa mengejar dengan cepat
ningkatkan permintaan yang bisa menjadi peluang teknologi wilayah lain yang sudah maju, sementara
bagi wilayah-wilayah lainnya untuk meningkat- wilayah yang sudah maju tersebut kecepatan per-
kan intensitas perdagangan (Capello, 2009). Sebagai tumbuhan ekonominya sudah melambat (Barro dan
ilustrasi lain, peningkatan pertumbuhan ekonomi Sala-I-Martin, 1992; Ertur dan Koch, 2007; Álvarez
atau pendapatan per kapita di suatu wilayah bisa dan Barbero, 2016).
jadi akan meningkatkan aliran transfer uang oleh
Secara umum, dapat dikatakan bahwa fenomena
penduduknya ke wilayah lain yang merupakan
ketergantungan spasial pada pertumbuhan ekono-
wilayah asalnya (Trifan, 2015).
mi regional Indonesia ini menunjukkan terjadinya
Konvergensi pertumbuhan ekonomi regional di spatial spillover yang positif. Spatial spillover yang
Indonesia diprediksi akan terjadi. Hal ini ditun- positif ini bersumber dari pendapatan per kapita
jukkan oleh koefisien pendapatan per kapita awal awal wilayah lain, pertumbuhan penduduk wila-
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
80 Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...

yah lain, dan pertumbuhan ekonomi dari wilayah Karena jika peranan ketergantungan spasial diabai-
lain. Adanya spatial spillover yang positif terhadap kan dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ini perlu di- regional Indonesia, maka estimasi dari parameter
manfaatkan melalui proses internalisasi dengan model pertumbuhan ekonomi bisa menjadi bias, se-
kebijakan yang tepat dari pemerintah pusat mau- hingga kesimpulan yang dihasilkan akan misleading.
pun daerah (Barro dan Sala-I-Martin, 2004; Lesage Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah di Indonesia
dan Fischer, 2008). Pemerintah dapat melakukan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
internalisasi spatial spillover yang positif itu dengan berasal dari dalam wilayah itu sendiri, tapi juga
peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan pra- dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari
sarana penunjang konektivitas antarwilayah, ka- wilayah lain. Hal tersebut terjadi karena adanya
rena ketersediaan sarana dan prasarana tersebut interaksi antarwilayah di Indonesia, di antaranya
akan menurunkan biaya transportasi antarwilayah melalui perdagangan antarwilayah, mobilitas fak-
dalam menjangkau input produksi, pasar, dan mo- tor produksi, migrasi, dan transfer teknologi.
bilitas faktor produksi (Easterly dan Levine, 1998;
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mere-
Puga, 2002; Alcidi et al., 2015).
komendasikan dua hal sebagai berikut: (a) penulis
menyarankan untuk memasukkan peranan keter-
gantungan spasial dalam melakukan penelitian per-
Kesimpulan
tumbuhan ekonomi regional Indonesia. Hal terse-
but bertujuan agar estimasi parameter dari model
Penelitian ini mencoba untuk mengkaji peranan
pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan bisa lebih
ketergantungan spasial terhadap pertumbuhan eko-
baik dan kesimpulan yang dihasilkan tidak misle-
nomi regional Indonesia. Penelitian ini dilakukan
ading dan (b) adanya temuan spatial spillover yang
dengan landasan model teoretis MRW spasial yang
positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional In-
mengarahkan pada penggunaan spatial durbin model
donesia yang ditunjukkan dalam penelitian ini per-
pada tataran empiris, dengan temuan sebagai beri-
lu dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai salah satu
kut: (a) semua determinan pertumbuhan ekonomi
bahan pertimbangan dalam program peningkatan
yang berasal dari wilayah itu sendiri sebagaimana
pertumbuhan ekonomi regional dan pengurangan
pada model MRW konvensional seperti pendapat-
kesenjangan pendapatan antarwilayah.
an per kapita awal, investasi modal fisik, investa-
si modal manusia, dan pertumbuhan penduduk Penelitian ini masih memiliki kekurangan yaitu
berpengaruh signifikan dengan arah yang sesuai tidak melihat pengaruh dari ketergantungan spasial
dengan teori pertumbuhan ekonomi MRW; (b) per- terhadap pertumbuhan ekonomi regional Indone-
tumbuhan ekonomi wilayah lain, pendapatan per sia yang bersumber dari random shock wilayah lain.
kapita awal wilayah lain, dan pertumbuhan pen- Random shock wilayah lain merupakan faktor-faktor
duduk wilayah lain ternyata berpengaruh positif selain pertumbuhan ekonomi, pendapatan per ka-
terhadap pertumbuhan ekonomi regional Indone- pita awal, investasi modal fisik, investasi modal ma-
sia; dan (c) ketergantungan spasial berperan dalam nusia, dan pertumbuhan penduduk yang berasal
mendukung terjadinya konvergensi pertumbuhan dari wilayah lain, di antaranya seperti faktor cuaca
ekonomi regional Indonesia. atau bencana alam dari wilayah lain, serta faktor
Dengan demikian, dalam melakukan penelitian lainnya yang bisa saja memengaruhi pertumbuhan
proses pertumbuhan ekonomi regional Indonesia, ekonomi suatu wilayah (Neibuhr, 2001). Pengaruh
peranan ketergantungan spasial harus diperhatikan. dari ketergantungan spasial yang bersumber dari
JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83
Aspiansyah & Damayanti, A. 81

random shock wilayah lain itu dapat ditangkap de- Analyses (ISAE). https://ebiblio.istat.it/digibib/Working%
ngan menggunakan model spatial error (Rey dan 20Papers/WP 55 2005 Arbia Piras Basile.pdf.
[7] Arbia, G., Le Gallo, J., & Piras, G. (2008). Does evidence
Montouri, 1999). Apabila pertumbuhan ekonomi
on regional economic convergence depend on the estima-
suatu wilayah mendapatkan pengaruh yang kuat tion strategy? Outcomes from analysis of a set of NUTS2
dari random shock wilayah lain, maka penggunaan EU regions. Spatial Economic Analysis, 3(2), 209-224. doi:
model spatial error patut dipertimbangkan kare- https://doi.org/10.1080/17421770801996664.
[8] BPS. (2015, Desember 15). Ekspor November 2015
na akan menghasilkan estimasi parameter yang
Mencapai US$11,16 Miliar [Perkembangan Ekspor
lebih efisien (Glass et al., 2012). Penelitian ini ju- dan Impor Indonesia]. Berita Resmi Statistik No.
ga masih menggunakan asumsi bahwa error tidak 111/12/Th. XVIII, 15 Desember 2015. Badan Pusat Sta-
tistik. https://www.bps.go.id/pressrelease/2015/12/15/1207/
berkorelasi dengan variabel independen, padahal
ekspor-november-2015-mencapai-us-11-16-miliar.html.
masih banyak berbagai hal yang memengaruhi per- [9] Baltagi, B. H. (2005). Econometric analysis of panel data. West
tumbuhan ekonomi namun belum tercakup dalam Sussex: John Wiley & Sons.
model pada penelitian ini, sehingga masuk ke da- [10] Barlow, R. (1994). Population growth and economic growth:
Some more correlations. Population and Development Review,
lam error term. Korelasi antara error term dengan
20(1), 153–165. doi: 10.2307/2137634.
variabel independen merupakan hal yang sulit di- [11] Barro, R. J. (1991). Economic growth in a cross section of
hindari dalam penelitian pertumbuhan ekonomi, countries. The Quarterly Journal of Economics, 106(2), 407–443.
sehingga perlu dikontrol menggunakan fixed effect doi: https://doi.org/10.2307/2937943.
[12] Barro, R. J. (2003). Determinants of economic growth in a
model sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
panel of countries. Annals of Economics and Finance, 4(2),
Vidyattama (2014). 231–274.
[13] Barro, R. J., & Sala-i-Martin, X. (1992). Convergence.
Journal of Political Economy, 100(2), 223–251. doi: ht-
tps://doi.org/10.1086/261816.
[14] Barro, R. J., & Sala-i-Martin, X. (2004). Economic growth, 2nd
Daftar Pustaka ed. Cambridge: The MIT Press.
[15] Behrens, K., & Thisse, J-F. (2007). Regional economi-
[1] Abreu, M., de Groot, H. L., & Florax, R. J. G. M.
cs: A new economic geography perspective. Regional
(2004). Space and growth: A survey of empirical eviden-
Science and Urban Economics, 37(4), 457-465. doi: ht-
ce and methods. Tinbergen Institute Discussion Paper, TI
tps://doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.2006.10.001.
04-129/3. https://www.tinbergen.nl/discussion-paper/1208/
[16] Bell, A., & Jones, K. (2015). Explaining fixed effects: Random
04-129-3-space-and-growth.
effects modeling of time-series cross-sectional and panel
[2] Alcidi, C., Määttänen, N., & Thirion, G. (2015). Cross-
data. Political Science Research and Methods, 3(1), 133–153.
country spillover effects and fiscal policy coordination in EMU.
doi: https://doi.org/10.1017/psrm.2014.7.
Fiscal Rules and Strategies under Externalities and Uncer-
[17] Benhabib, J., & Spiegel, M. M. (1994). The role of human
tainties (Firstrun). http://www.firstrun.eu/files/2015/12/D1.
capital in economic development evidence from aggregate
1 literature review.pdf.
cross-country data. Journal of Monetary economics, 34(2),
[3] Álvarez, I. C., & Barbero, J. (2016). The public sector and
143–173. doi: https://doi.org/10.1016/0304-3932(94)90047-7.
convergence with spatial interdependence: Empirical evi-
[18] Burnham, K. P., & Anderson, D. R. (2002). Model selection and
dence from Spain. Applied Economics, 48(24), 2238–2252. doi:
multimodel inference: A practical information-theoretic approach
https://doi.org/10.1080/00036846.2015.1117048.
(2nd ed.). Colorado: Springer.
[4] Anselin, L. (1988). Spatial econometrics: Methods and models.
[19] Capello, R. (2009). Spatial spillovers and regional growth:
Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
a cognitive approach. European Planning Studies, 17(5), 639–
[5] Anselin, L., & Bera, A. K. (1998). Spatial dependence in
658. doi: https://doi.org/10.1080/09654310902778045.
linear regression models with an introduction to spatial
[20] Caselli, F., Esquivel, G., & Lefort, F. (1996). Reopening the
econometrics. In A. Ullah & D. E.A. Giles (Eds.), Handbook
convergence debate: A new look at cross-country growth
of Applied Economic Statistics, 155, pp. 237–289.
empirics. Journal of Economic Growth, 1(3), 363–389. doi:
[6] Arbia, G., Basile, R., & Piras, G. (2005). Using spatial panel
https://doi.org/10.1007/BF00141044.
data in modelling regional growth and convergence. ISAE
[21] Coale, A., & Hoover, E. (1958). Population growth and econo-
Working Papers, 55. Institute for Studies and Economic

JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83


82 Model Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...

mic development in low-income countries: A case study of India’s ch. The Quarterly Journal of Economics, 110(4), 1127–1170.
prospects. Princeton: Princeton University Press. doi:https://doi.org/10.2307/2946651.
[22] Dall’erba, S., & Llamosas-Rosas, I. (2014). The impact of [36] Knowles, S., & Owen, P. D. (1997). Education and health
private, public and human capital on the US States’ eco- in an effective-labour empirical growth model. Economic
nomies: Theory, extensions and evidence. In C. Karlsson, Record, 73(223), 314–328. doi:https://doi.org/10.1111/j.1475-
M. Andersson, & T. Norman (Eds.), Handbook of Research 4932.1997.tb01005.x.
Methods and Applications in Economic Geography, pp. 436–467. [37] Krueger, A. B., & Lindahl, M. (2001). Education for growth:
[23] Domar, E. D. (1946). Capital expansion, rate of growth, and Why and for whom?. Journal of Economic Literature, 39(4),
employment. Econometrica: Journal of the Econometric Society, 1101–1136. doi:10.1257/jel.39.4.1101.
14(2), 137–147. doi: 10.2307/1905364. [38] Kuznets, S. (1967). Population and economic growth. Proce-
[24] Easterly, W., & Levine, R. (1998). Troubles with the edings of the American Philosophical Society, 111(3), 170–193.
neighbours: Africa’s problem, Africa’s opportunity. Jo- [39] Le Gallo, J., & Fingleton, B. (2014). Regional growth and
urnal of African Economies, 7(1), 120–142. doi: ht- convergence empirics. In M. Fischer & P. Nijkamp (eds),
tps://doi.org/10.1093/oxfordjournals.jae.a020941. Handbook of Regional Science, (pp. 291-315). Berlin, Heidel-
[25] Ertur, C., & Koch, W. (2006). Convergence, human capital berg: Springer.
and international spillovers. LEG - Document de travail - [40] Lesage, J. P. (1999). The theory and practice of spatial econo-
Economie 2006-03. Laboratoire d’Economie et de Gestion metrics. Toledo: Department of Economics University of
(LEG), CNRS, Université de Bourgogne. Toledo.
[26] Ertur, C., & Koch, W. (2007). Growth, technological interde- [41] Lesage, J. P., & Fischer, M. M. (2008). Spatial grow-
pendence and spatial externalities: Theory and evidence. th regressions: model specification, estimation and in-
Journal of Applied Econometrics, 22(6), 1033–1062. doi: ht- terpretation. Spatial Economic Analysis, 3(3), 275–304.
tps://doi.org/10.1002/jae.963. doi:https://doi.org/10.1080/17421770802353758.
[27] Fingleton, B. (1999). Estimates of time to economic con- [42] López-Bazo, E., Vayá, E., & Artis, M. (2004). Regio-
vergence: An analysis of regions of the European Union. nal externalities and growth: evidence from Europe-
International Regional Science Review, 22(1), 5–34. doi: ht- an regions. Journal of Regional Science, 44(1), 43–73.
tps://doi.org/10.1177%2F016001769902200102. doi:https://doi.org/10.1111/j.1085-9489.2004.00327.x.
[28] Fischer, M. M. (2011). A spatial Mankiw–Romer–Weil mo- [43] Mankiw, N. G. (2012). Macroeconomics (8th ed.). New York:
del: Theory and evidence. The Annals of Regional Science, Worth Publisher.
47(2), 419–436. doi: https://doi.org/10.1007/s00168-010-0384- [44] Mankiw, N. G., Romer, D., & Weil, D. N. (1992).
6. A contribution to the empirics of economic grow-
[29] Fischer, M. M. (2016). Spatial externalities and growth th. The Quarterly Journal of Economics, 107(2), 407–437.
in a Mankiw-Romer-Weil world: Theory and evidence. doi:https://doi.org/10.2307/2118477.
International Regional Science Review, 41(1), 45–61. [45] Moreno, R., & Trehan, B. (1997). Location and the grow-
[30] Glass, A. J., Kenjegalieva, K., & Sickles, R. (2012). The th of nations. Journal of Economic Growth, 2(4), 399–418.
economic case for the spatial error model with an application to doi:https://doi.org/10.1023/A:1009741426524.
state vehicle usage in the U.S. https://pdfs.semanticscholar. [46] Mossi, M. B., Aroca, P., Fernández, I. J., & Azzo-
org/40ff/8eeaae7f1326813e500253adc3eaff0490a9.pdf. ni, C. R. (2003). Growth dynamics and space in Bra-
[31] Goetzke, F., & Andrade, P. M. (2010). Walkability as a zil. International Regional Science Review, 26(3), 393–418.
summary measure in a spatially autoregressive mode choice doi:https://doi.org/10.1177%2F0160017603255976.
model: an instrumental variable approach. In A. Páez, J. [47] Neibuhr, A. (2001). Convergence and the Effects of Spatial
Gallo, R. Buliung, & S. Dall’erba (eds.), Progress in Spatial Interaction. HWWA Discussion Paper, 110. Hamburg: Ham-
Analysis, pp. 217–229. Springer, Berlin, Heidelberg. burg Institute of International Economics (Hamburgisches
[32] Greene, W. H. (2003). Econometric analysis (5th ed.). New Welt-Wirtschafts-Archiv/HWWA).
Jersey: Prentice Hall. [48] Nelson, R. R., & Phelps, E. S. (1966). Investment in humans,
[33] Harrod, R. F. (1939). An essay in dynamic theory. The technological diffusion, and economic growth. The American
Economic Journal, 49(193), 14–33. doi: 10.2307/2225181. Economic Review, 56(1/2), 69–75.
[34] Headey, D. D., & Hodge, A. (2009). The effect of population [49] Nijkamp, P., & Poot, J. (1998). Spatial perspectives on new
growth on economic growth: A meta-regression analysis of theories of economic growth. The Annals of Regional Science,
the macroeconomic literature. Population and Development 32(1), 7–37. doi:https://doi.org/10.1007/s001680050061.
Review, 35(2), 221–248. doi: https://doi.org/10.1111/j.1728- [50] Olejnik, A. (2008). Using the spatial autoregressively dis-
4457.2009.00274.x. tributed lag model in assessing the regional convergen-
[35] Islam, N. (1995). Growth empirics: a panel data approa- ce of per-capita income in the EU25. Papers in Regional

JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83


Aspiansyah & Damayanti, A. 83

Science, 87(3), 371–384. doi:https://doi.org/10.1111/j.1435- doi:https://doi.org/10.1080/17421770903114711.


5957.2008.00190.x. [65] Ulaşan, B. (2011). Augmented neoclassical growth model:
[51] Puga, D. (2002). European regional policies in light of A replication over the 1960-2000 period. Central Bank of
recent location theories. Journal of Economic Geography, 2(4), The Republic of Turkey Working Paper, 11/01. Central Bank
373–406. doi:https://doi.org/10.1093/jeg/2.4.373. of The Republic of Turkey. http://www.tcmb.gov.tr/wps/
[52] Ramos, R., Suriñach, J., & Artı́s, M. (2010). Human ca- wcm/connect/3c0a7252-1044-4689-8df0-e60e97586493/
pital spillovers, productivity and regional convergen- WP1101.pdf?MOD=AJPERES&CACHEID=
ce in Spain. Papers in Regional Science, 89(2), 435–447. ROOTWORKSPACE-3c0a7252-1044-4689-8df0-e60e975864
doi:https://doi.org/10.1111/j.1435-5957.2010.00296.x. 93-m3fw5V3.
[53] Ray, D. (1998). Development economics. New Jersey: Princeton [66] Vayá, E., López-Bazo, E., Moreno, R., & Suriñach, J. (2004).
University Press. Growth and externalities across economies: an empirical
[54] Resosudarmo, B. P., & Vidyattama, Y. (2006). Regional inco- analysis using spatial econometrics. In: L. Anselin, R. J. G.
me disparity in Indonesia: A panel data analysis. ASEAN M. Florax, & S. J. Rey (eds), Advances in Spatial Econometrics
Economic Bulletin, 23(1), 31–44. (pp. 433-455). Berlin, Heidelberg: Springer.
[55] Rey, S. J., & Montouri, B. D. (1999). US re- [67] Vidyattama, Y. (2014). Issues in applying spatial autocorre-
gional income convergence: a spatial econome- lation on Indonesia’s provincial income growth analysis.
tric perspective. Regional Studies, 33(2), 143–156. Australasian Journal of Regional Studies, The, 20(2), 375–402.
doi:https://doi.org/10.1080/00343409950122945.
[56] Sanso-Navarro, M., Vera-Cabello, M., & Ximénez-De-
Embún, D. P. (2017). Human capital spillovers and regional
development. Journal of Applied Econometrics, 32(4), 923–930.
doi:https://doi.org/10.1002/jae.2541.
[57] Schultz, T. W. (1961). Investment in human capital. The
American Economic Review, 51(1), 1–17.
[58] Sen, S. (2010). International trade theory and policy: A
review of the literature. The Levy Economics Institute Working
Paper Collection, 635. New York: Levy Economics Institute
of Bard College. http://www.levyinstitute.org/pubs/wp 635.
pdf.
[59] Solow, R. M. (1956). A contribution to the theory of economic
growth. The Quarterly Journal of Economics, 70(1), 65–94.
doi:https://doi.org/10.2307/1884513.
[60] Sun, X., Chen, F., & Hewings, G. J. (2017). Spa-
tial perspective on regional growth in China: Evi-
dence from an extended neoclassic growth model.
Emerging Markets Finance and Trade, 53(9), 2063–2081.
doi:https://doi.org/10.1080/1540496X.2016.1275554.
[61] Takeda, T. (2013). Structural changes and regional income
disparity in Indonesia: 1990-2010. Tesis. Program Pascasarja-
na Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Indonesia.
[62] Tobler, W. R. (1970). A computer movie simulating urban
growth in the Detroit region. Economic Geography, 46(sup1),
234–240. doi:10.2307/143141.
[63] Trifan, R. (2015). The contribution of circular migration to
economic growth in developing countries. In J. Velencei
(ed.), Proceedings of FIKUSZ Symposium for Young Researchers
(pp. 241–250). Budapest: Óbuda University Keleti Károly
Faculty of Economics.
[64] Tselios, V. (2009). Growth and convergence in inco-
me per capita and income inequality in the regions
of the EU. Spatial Economic Analysis, 4(3), 343–370.

JEPI Vol. 19 No. 1 Januari 2019, hlm. 62–83

Anda mungkin juga menyukai