Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(1) : 67-77 (2014) ISSN : 2303-2960

PERBEDAAN JUMLAH KROMOSOM IKAN GABUS (Channa Striata)


DARI RAWA DATARAN RENDAH, DATARAN TINGGI
DAN PASANG SURUT
The Difference Chromosomes Number of Snakehead Fish (Channa striata)
from Floodplain Area, Highland Swamp, and Tidal Land
Wahyu Angga Saputra1, Muslim1*, dan Ade Dwi Sasanti1
1
PS.Akuakultur Fakultas Pertanian UNSRI
Kampus Indralaya Jl. Raya Palembang Prabumulih KM 32 Ogan Ilir Telp. 0711 7728874
*
Korespondensi email : muslim_bdaunsri82@yahoo.com

ABSTRACT
The aim of this research is to determine the chromosomes number of snakehead
fish (Channa striata) from floodplain area, highland swamp, and tidal land. The research
has done on December 2013 until January 2014 at Laboratorium Pengembangbiakan dan
Genetika Ikan, Department of Aquaculture, Faculty of Fishries and Marine Science, Bogor
Agricultural Institute, Laboratorium Dasar Perikanan dan Laboratorium Budidaya
Perairan, Study Program of Aquaculture, Agriculture Faculty, Sriwijaya University and
Laboratorium Fisiologis Hewan, Mathematics and Natural Science Faculty, Sriwijaya
University, Indralaya. The research was conducted by means of direct observation and
analyzed descriptive through making preparations chromosome squash methods. The
results showed no difference in diploid (2n) chromosome number of snakehead fish
floodplain area as much ranges 40-42, highland swamps ranges 36-40 and tidal land ranges
38-40 and it can be concluded that the chromosomes amount of snakehead fish
between 36-42.

Keywords : Channa striata, Chromosome, Floodplain area, Highland swamp, Tidal Land

PENDAHULUAN

Ikan gabus merupakan salah satu digunakan sebagai pakan ikan hias,
jenis ikan dari famili Channidae yang sedangkan untuk ukuran dewasa bisa
bernilai ekonomis tinggi di wilayah dimasak langsung maupun dijadikan
Sumatera Selatan. Hal ini dikarenakan ikan bentuk awetan seperti ikan gabus asin dan
gabus banyak dimanfaatkan sebagai bahan ikan gabus salai.
baku pembuatan pempek. Menurut Muslim Menurut Muflikhah et al. (2008), di
(2007), ikan gabus dapat dimanfaatkan Sumatera Selatan terdapat bermacam-
mulai dari anak sampai ukuran dewasa. macam jenis ikan famili Channidae.
Ikan gabus yang berukuran kecil biasanya Keragaman jenis suatu spesies ini dapat

67
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2014)

dilihat dari fenotipe yaitu dengan melihat ladigesi) dari 3 anak sungai Maros dengan
morfologinya dan genotipe dilihat dengan hasil jumlah kromosomnya sama-sama
cara melihat kromosomnya. Pada kegiatan 2n=48.
budidaya, analisa kromosom biasanya Ikan gabus merupakan salah satu
digunakan untuk hibridisasi, menghasilkan ikan yang mempunyai alat bantu
individu monoseks dan ploidisasi (Said et pernafasan (Chandra dan Tanun, 2004
al., 2002). Selain itu, analisa kromosom dalam Muslim, 2012). Adanya alat bantu
juga bermanfaat untuk mengetahui pernapasan ini, ikan gabus mampu
keanekaragaman dan tingkat kekerabatan mengambil oksigen langsung dari udara
suatu spesies. sehingga memungkinkan ikan gabus hidup
Lingkungan merupakan salah satu di berbagai habitat.
faktor pembatas dari tiap-tiap populasi Penelitian tentang analisa
ikan baik dari morfometrik ataupun kromosom ikan gabus telah banyak
genetik. Penelitian mengenai pengaruh dilakukan sebelumnya seperti yang
lingkungan terhadap kromosom pernah dilakukan oleh Phen et al. (2005) di India,
dilakukan pada ikan nilem (Osteochilus Supiwong et al. (2009) di Thailand, Rishia
sp.) oleh Nuryanto (2001) dari kolam dan dan Haobama (1990) di India, Kumar et al.
sungai Cikawung, Cilacap yang hasilnya (2013) di India, dan Naorem and Bhagirath
jumlah kromosom ikan nilem sungai (2006) di India. Walaupun telah banyak
Cikawung 2n=48 dan ikan nilem kolam dilakukan penelitian tentang analisa
sebanyak 2n=46. Penelitian Defira (2004) kromosom ikan gabus, namun penelitian
pada ikan lalawak (Barbodes balleroides) tentang kromosom ikan gabus dari rawa
dan lalawak jengkol (Barbodes sp) dari dataran rendah, dataran tinggi dan rawa
sungai Cikandungan dan kolam budidaya pasang surut belum diketahui. Oleh karena
di Sumedang didapatkan hasil ikan lalawak itu perlu dilakukan penelitian tentang
dan lalawak jengkol jumlah kromosomnya jumlah kromosom ikan gabus dari berbagai
sama-sama 2n=48. Serta penelitian yang lokasi yaitu rawa dataran rendah, dataran
dilakukan oleh Andriani et al. (2004) pada tinggi dan rawa pasang surut.
ikan rainbow Sulawesi (Telmatherina

68
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2014)

PELAKSANAAN PENELITIAN masing habitat, benih ikan nila, larutan


stabilizer, larutan hipotonik, larutan
Waktu dan Tempat
fiksatif, asam asetat, entelan, akuadest,
Penelitian dilaksanakan pada bulan
larutan giemsa, alkohol, kalium klorida
Desember 2013 - Januari 2014 di
(KCl), etanol, minyak emersi dan kolkisin.
Laboratorium Pengembangbiakan dan
Genetika Ikan, Departemen Budidaya Metode Penelitian
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Penelitian menggunakan metode
Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
observasi langsung, ikan gabus yang
Laboratorium Dasar Perikanan dan
digunakan diambil dari rawa dataran
Laboratorium Budidaya Perairan, Program
rendah di Desa Tanjung Pering, Kec.
Studi Budidaya Perairan, Fakultas
Indralaya Utara, Kab. Ogan Ilir, rawa
Pertanian, Universitas Sriwijaya dan
dataran tinggi di Desa Sumbersari, Kec.
Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan
Sumberharta, Kab. Musi Rawas, Kota
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Lubuk Linggau dan rawa pasang surut di
Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya,
Desa Bangun Sari, Kec. Tanjung Lago,
Indralaya.
Kab. Banyuasin.

Alat dan Bahan


Cara Kerja
Alat-alat yang digunakan pada
a. Pemeliharaan Ikan Uji
penelitian ini adalah akuarium 40 cm x 50
Sebelum dilakukan penelitian, ikan
cm x 30 cm, hotplate, mikroskop
uji yang berhasil didapatkan dipelihara
binokuler, preparat cekung, tabung
selama tiga hari di akuarium ukuran 40 cm
mikrotube, kaca preparat, cover preparat,
x 50 cm x 30 cm. Selama pemeliharaan,
pipet tetes, beaker glass, gelas ukur,
ikan gabus diberi pakan berupa benih ikan
erlenmeyer, kamera digital, alat bedah,
nila hal ini dimaksudkan agar ikan tetap
timbangan digital, spuit suntik, jarum,
sehat serta terhindar dari kondisi stress
kertas tissue dan baskom.
sehingga sel aktif membelah saat
Bahan yang digunakan pada
dilakukan analisa kromosom. Pemberian
penelitian adalah ikan gabus ukuran 200-
pakan dilakukan secara ad libitum.
500 g sebanyak 3 ekor untuk masing–

69
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2014)

Penyutikan Ikan Uji dengaKolkisin c. Pembuatan Preparat

Pembuatan preparat kromosom Jaringan yang telah difiksasi


dilakukan dengan metode squash, mengacu diambil menggunakan pinset dan
Gul et al. (2004) dalam Roesma et al. selanjutnya disentuhkan pada kertas tissue
(2012) yang dimodifikasi. Ikan dalam untuk menghilangkan larutan fiksatif.
keadaan hidup ditimbang lalu disuntik Sebelum digunakan objek gelas direndam
dengan larutan kolkisin 0,25 % (0,01 ml/g di dalam alkohol 70% selama 2 jam.
berat tubuh) secara intra abdominal Kemudian jaringan diletakkan di atas objek
kemudian dipelihara di dalam akuarium gelas serta ditambahkan 3-4 tetes asam
yang beraerasi selama 10 jam dengan asetat 50%. Selanjutnya digerak-gerakkan
dilakukan 2 kali penyuntikan setiap 5 jam. secara perlahan menggunakan tusuk gigi
atau ujung pisau bedah agar sel lepas dari
b. Pengawetan Jaringan
jaringan pengikatnya (Siagian, 2006).
Setelah 10 jam, ikan uji kemudian Hasil perlakuan menghasilkan
dimatikan dengan cara menusukkan jarum suspensi yang terbentuk ditandai larutan
ke bagian hipotalamus, selanjutnya ikan menjadi keruh. Suspensi kemudian diambil
dibedah dan diambil sirip, ginjal, dan menggunakan pipet tetes secara secara
insangnya. Insang, ginjal dan sirip perlahan agar tidak membentuk gelembung
kemudian dipotong kecil-kecil lalu udara. Suspensi yang sudah diambil
dimasukkan ke dalam masing-masing kemudian diteteskan di atas objek gelas
tabung mikrotube yang selanjutnya yang diletakkan di atas hot plate bersuhu
direndam dalam larutan hipotonik (KCl 45–50oC. Selanjutnya diambil kembali
0,075 M) selama 60 menit pada suhu setelah terbentuk lingkaran (ring)
ruang. Selama perendaman dilakukan berdiameter 1-1,5 cm. Setiap objek gelas
pergantian larutan hipotonik setiap 30 dibuat 3-4 buah lingkaran. Setelah
menit. Setelah direndam, sirip, ginjal dan terbentuk lingkaran selanjutnya objek gelas
insang direndam dalam larutan fiksatif dikeringanginkan pada suhu ruang.
(larutan Carnoy) selama 60 menit (2 x 30
d. Pewarnaan Preparat
menit). Larutan Carnoy dibuat dengan cara
mencampurkan asam asetat glasial dengan Setelah preparat kering, selanjutnya
etanol (perbandingan 1:3) (Siagian, 2006). diwarnai menggunakan larutan giemsa

70
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2014)

20%, yaitu mencampurkan giemsa dan Analisa Data


akuades dengan perbandingan 2 : 8.
Analisa jumlah kromosom ikan
Preparat tersebut ditetesi larutan giemsa
gabus dari rawa dataran rendah, rawa
sebanyak 2 tetes dan didiamkan selama
dataran tinggi, dan rawa pasang surut
kurang lebih 30 menit pada suhu ruang.
dilakukan secara deskriprif.
Preparat dibilas menggunakan akuades,
kemudian objek gelas tersebut dikeringkan
HASIL DAN PEMBAHASAN
pada suhu ruang lalu diamati di mikroskop
untuk dihitung jumlah kromosom. Hasil
Dari hasil pengamatan yang
Parameter yang diamati
dilakukan selama penelitian didapatkan
Jumlah kromosom hasil tentang jumlah kromosom ikan gabus
Jumlah kromosom dihitung satu per satu yang didapat dari berbagai habitat. Adapun
pada tiap preparat kromosom yang diamati data jumlah kromosom ikan dapat
di mikroskop dengan perbesaran 1000x. dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Jumlah kromosom ikan gabus


Jumlah kromosom
Preparat
Ikan Rawa dataran rendah Rawa dataran tinggi Rawa pasang surut
1 2n=40 2n=36 2n=40
1 2 2n=40 2n=40 2n=40
3 2n=42 2n=40 2n=40
1 2n=30 2n=40 2n=38

2 2 2n=40 2n=38 2n=30


3 2n=40 - 2n=40

Hasil pengamatan memperlihatkan kromosom yang teramati diambil dari


bahwa jumlah kromosom dari masing- organ ginjal. Adapun pengamatan preparat
masing rawa berbeda satu dengan lainnya. kromosom ikan gabus dari masing-masing
Pembuatan preparat dibuat dari dua sampel rawa yang dilakukan di bawah mikroskop
ikan dari masing- masing habitat. Hasil dengan perbesaran 1000x dapat dilihat
pengamatan menunjukkan bahwa pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3.

71
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2014)

(A) (B) (C)


Gambar 1. Kromosom ikan gabus dari rawa dataran rendah (A) 2n=42, (B) 2n=40 dan (C)
2n=40 (perbesaran 1000x)

(A) (B) (C)


Gambar 2. Kromosom ikan gabus dari rawa dataran tinggi (A) 2n=40, (B) 2n=40, dan (C)
2n=40 (perbesaran 1000x)

(A) (B) (C)

Gambar 3. Kromosom ikan gabus dari rawa pasang surut (A) 2n=40, (B) 2n=40, dan (C)
2n=40 (perbesaran 1000x)

Pembahasan bahwa kromosom berukuran kecil,


berwarna ungu dan terlihat seperti batang.
Dari hasil penelitian yang
Menurut Stansfield (1991) dalam
dilakukan terhadap jumlah kromosom
Parhusip (2010), kromosom akan tampak
yang diamati di bawah mikroskop dengan
sebagai butiran-butiran yang halus.
perbesaran 1000x menunjukkan bahwa
Kromosom terlihat terang karena
tidak terdapat perbedaan pada sebaran
menggulung, memendek dan menebal
kromosom ikan gabus dari rawa dataran
karena adanya penambahan matriks-
rendah, rawa dataran tinggi dan rawa
matriks protein sewaktu proses
pasang surut. Saat pengamatan didapatkan

72
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2014)

pembelahan sel berlangsung kromosom sampai 2n=40. Sedangkan untuk rawa


terlihat seperti badan gelap dalam sel. pasang surut, dari sebaran jumlah
Menurut Siagian (2006), organ- kromosom berkisar antara 2n=38 sampai
organ yang digunakan untuk pembuatan 2n=40. Menurut Purdom (1993) dalam
preparat kromosom dengan menggunakan Siagian (2006), jumlah kromosom di
teknik jaringan padat yaitu ginjal, insang dalam sel tubuh secara normal terdapat
dan sirip. Pada penelitian ini, sampel yang dua set kromosom, satu set berasal dari
menunjukkan kromosom didapatkan dari telur dan satu set lagi berasal dari sperma
jaringan ginjal. Kromosom yang diamati sehingga sering digambarkan sebagai
sebaiknya berasal dari jaringan atau sel diploid (2n).
yang aktif membelah seperti ginjal Penentuan jumlah kromosom
(Hartono, 2003). Selain menggunakan dilakukan dengan cara melihat jumlah
jaringan seperti ginjal, sirip dan insang, kromosom yang paling sering muncul.
bisa juga menggunakan jaringan yang lain Penentuan jumlah kromosom ini
seperti pada penelitian Said (1998) dalam berdasarkan Hartono (2003), yakni
Said et al. (2001) yang menggunakan penentuan jumlah kromosom ini
telur dan embrio fase bintik mata pada berdasarkan jumlah kromosom yang
fase pertumbuhan ikan. sering atau paling banyak muncul atau
Pengamatan kromosom dilakukan modus. Penentuan jumlah kromosom
secara baik, hal ini dikarenakan dengan menggunakan modus juga
kromosom dapat dihitung jumlahnya. dilakukan Naorem dan Thounajoum
Menurut Hartono (2003), sebaran (2005), yang menyebutkan bahwa jumlah
kromosom yang relatif baik adalah kromosom ikan gabus sebanyak 40
kromoaom yang dapat dilakukan (2n=40). Hasil penelitian yang dilakukan
pengamatan terhadap jumlah kromosom juga menunjukkan hasil yang sama seperti
dan bentuk dari setiap kromosom. Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya
beberapa preparat ikan gabus dari rawa oleh Phen et al. (2005) yang mendapatkan
dataran rendah dengan sebaran kromosom jumlah kromosom ikan gabus sebanyak
jumlah kromosom beragam berkisar 2n=40. Selama penelitian, ditemukan juga
antara 2n=30 sampai 2n=42. Sebaran bahwa ada beberapa preparat yang
kromosom ikan gabus dari dataran tinggi jumlahnya lebih dari modus bahkan ada
juga beragam berkisar antara 2n=18

73
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2014)

yang jumlah kromosomnya kurang dari memiliki susunan kromosom yang


modus. berbeda yakni 8 metasentrik, 6
Jumlah kromosom ikan gabus dari subtelosentrik dan 26 telosentrik (Phen et
rawa dataran rendah, rawa dataran tinggi al., 2005). Pada penelitian Rishi dan
dan rawa pasang surut tidak Haobam (1990), menunjukkan bahwa
memperlihatkan adanya perbedaan ikan gabus di India memiliki susunan
jumlah. Menurut Phen et al. (2005), di kromosom 4 metasentrik, 1 subtelosentrik
India memperlihatkan bahwa kromosom dan 15 akrosentrik. Di Impal India, ikan
ikan gabus dari Kalyani, Delhi, dan gabus mempunyai susunan kromosom 8
Assam India memiliki jumlah yang sama metasentrik, 10 submetasentrik dan 22
yaitu berjumlah 40. Rishia dan Haobam akrosentrik (Naorem dan Bhagirath,
(1990), yang menunjukkan bahwa jumlah 2006). Sedangkan penelitian Kumar et al.
kromosom ikan gabus di Impal, India (2013) di Impal India menunjukkan
berjumlah 2n=40 dan Kumar et al. (2013), susunan kromosom yang berbeda yakni 6
menunjukkan bahwa jumlah kromosom metasentrik, 2 submetasentrik, 10
ikan gabus di Manipur berjumlah 2n=40. subtelosentrik dan 22 telosentrik.
Namun sedikit berbeda pada penelitian Sedangkan menurut Supiwong et al.
yang dilakukan oleh Supiwong et al. (2009), ikan gabus yang di Thailand
(2009) di Thailand dengan hasil jumlah memiliki susunan kromosom 6
kromosom ikan gabusnya sebanyak metasentrik, 2 akrosentrik dan 34
2n=42. Jumlah kromosom suatu spesies telosentrik. Hal ini menunjukkan bahwa
mungkin sama, tapi kromosom satu habitat tidak terlalu berpengaruh pada
dengan yang lainnya berbeda bentuk, jumlah kromosom namun berpengaruh
ukuran dan komposisi gen dengan pada susunan kromosom.
kromosom lainnya. Semakin jauh Menurut Andriani et al. (2004)
hubungan kekerabatan suatu organisme, perbedaan karyotipe dan susunan
makin besar kemungkinan perbedaan kromosom diduga merupakan pengaruh
jumlah, bentuk serta susunan adaptasi ikan terhadap lingkungan yang
kromosomnya (Yatim, 1991 dalam sumber airnya berbeda. Dalam hal ini,
Hartono, 2003). ikan diambil dari habitat yang berbeda
Walaupun sama-sama berjumlah yang berarti juga memiliki sumber air
2n=40, namun ikan gabus dari India yang berbeda. Adanya kecenderungan

74
hubungan jumlah kromosom terhadap memungkinkan terjadinya mutasi. Proses
tingkatan evolusi spesies. Spesies yang perubahan material genetik dapat terjadi
lebih primitif lebih banyak jumlah pada tingkat gen maupun kromosom.
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2014)
kromosomnya dibandingkan dengan Perubahan materi dapat disebabkan oleh
spesies yang lebih maju. Hal ini terjadi proses spontan maupun adanya
karena kromosom spesies yang lebih rangsangan dari luar. Rangsangan dari
primitif sebagian besar terdiri dari luar yang dapat mempengaruhi adanya
akrosentrik, sedangkan kromosom spesies perubahan materi genetik dapat berupa
lebih maju sebagian besar terdiri dari bahan kimia, faktor fisik dan faktor
kromosom metasentri (Denton, 1973 biologi (Hartono, 2003).
dalam Roesma et al., 2012). Perbedaan Perbedaan morfologi kromosom
karyotipe dan susunan kromosom tidak hanya dapat dilihat pada tingkat
disebabkan adanya mutasi atau telah spesies yang berbeda atau spesies dari
terjadi evolusi pada kromosom sehingga tempat yang berlainan., tetapi juga dapat
mempengaruhi perkembangan genetik terjadi dalam satu spesies dalam satu
yang akhirnya mengakibatkan perubahan lingkungan. Proses perubahan kromosom
ekspresi fenotipe (Jusuf, 2001 dalam dapat disebabkan oleh pengaruh
Siagian, 2006). lingkungan (fisika dan kimia) sehingga
Menurut Pudrow (1993) terdapat proses pembelahan sel meiosis dan
tiga variasi kromosom dalam intraspesifik mitosis akan terganggu bahkan tidak
maupun pada intra individual yaitu 1) berjalan dengan semestinya sehingga
variasi jumlah kromosom (2n) maupun mengakibatkan adanya perubahan
jumlah lengan kromosom, 2) variasi komposisi gen dari satu kromosom
dalam pola pita kromosom individual dan dibandingkan dengan induknya. Becak et
3) variasi kromosom seks. Variasi ini al. (1966) dalam Hartono (2003)
tidak hanya terlihat diantara individu atau menyatakan bahwa kemungkinan adanya
spesies tetapi juga diantara sel-sel dalam perbedaan didalam individu dapat
suatu individu. Menurut Hartono (2003), disebabkan terjadinya pola Robertsonian
perbedaan karyotipe dapat disebabkan (penggabungan dan pemisahan) selama
karena perbedaan lingkungan. Selain perkembangan zigot.
waktu yang relatif lama juga dipengaruhi Pengetahuan mengenai kromosom
perkembangan genetik ikan sehingga dan kromosom seks sangat diperlukan

75
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2014)

dalam pengembangan budidaya Maros, Sulawesi Selatan. Jurnal


Akuakultur Indonesia 3(2) : 13 – 18
monoseks, ploidisasi, maupun hibridisasi.
Defira, C. N. 2004. Variasi, morfologi,
Selain itu juga diterapkan untuk kariotip dan pola isozim ikan
mengidentifikasi hasil rekayasa yang Lalawak (Barbodes balleroides) dan
lalawak jengkol (Barbodes sp) dari
diterapkan (Roesma et al., 2012). Sungai Cikandungan dan kolam
Karyotipe juga digunakan untuk budidaya desa Buah Dua Kabupaten
Sumedang. Tesis. Insitut Pertanian
mengidentifikasi genetik hasil hibrid dan Bogor. Bogor. (tidak dipublikasikan)
membandingkan spesies yang berbeda,
sitogenetik yang meliputi sistematika, Hartono, D. P. 2003. Karakteristik
mutagenesis, evolusi, pengelolaan stok kromosom ikan kerapu. Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. (tidak
ikan dan pencemaran lingkungan, dipublikasikan)
penyebab terjadinya penyakit, identifikasi Kumar, A., B. Kushwaha, N.S. Nagpure,
spesies, mutasi kromosom, penentuan B. K. Behera and W. S. Lakra. 2013.
Karyological and molecular diversity
jenis kelamin serta identifikasi ploidi in three freshwater species of the
suatu organisme (Carman, 1990 dalam genus Channa (Teleostei,
Perciformes) from India. Caryologia :
Hartono, 2003). 1 – 12
Muflikhah, N., M, Safran., N.K. Suryati.
KESIMPULAN 2008. Gabus. Balai Riset Perikanan
Perairan Umum Palembang.
Kesimpulan dari penelitian ini Palembang.

adalah penelitian ini menunjukkan bahwa Muslim. 2007. Tingkat perkembangan


gonad (TKG) ikan gabus (Channa
jumlah kromosom diploid (2n) ikan gabus stiatus Blkr) di rawa sekitar sungai
dari rawa dataran rendah sebanyak Kelekar. Agria, Vol. 3 (2), 25 – 27
. 2012. Domestikasi calon induk ikan
berkisar 40-42, rawa dataran tinggi
gabus (Channa striata) dalam
berkisar 36-40 serta rawa pasang surut lingkungan budidaya (kolam beton).
Makalah Jurnal Ilmiah Sriwijaya
berkisar 38-40 sehingga disimpulkan
edisi Agustus 2012. Halaman 20-27
bahwa jumlah kromosom ikan gabus
Naorem, S. And T. Bhagirath. 2006.
antara 36-42. Chromosomal differentiations in the
evolution of channid fishes−
molecular genetic perspective.
DAFTAR PUSTAKA
Caryologia 59(3): 235-240.
Andriani, I., N. Sugin, O. Carman dan Nuryanto, A. 2001. Morfologi, kariotip
D.S. Sjafei. 2001. Kariotip ikan hias dan pola protein ikan nilem
endemik rainbow Sulawesi (Osteochilus sp.) dari Sungai
(Telmatherina ladigesi) sungai Cikawung dan kolam budidaya

76
Kabupaten Cilacap. Tesis. Institut kromosom akibat paparan radiasi.
Pertanian Bogor. Bogor. (tidak Seminar Nasional SDM Teknologi
dipublikasikan) Nuklir VII. Yogyakarta.
Parhusip, J. 2010. Perbedaan karyotipe Rishia, K.K. and M.S. Haobama. 1990.
dua spesies ikan batak Neolissochilus A chromosomal study on four species
sp. dan Tor sp.. Skripsi. Universitas of snakeheads (Ophiocephalidae:
Sumatera Utara. Medan. (tidak pisces) with comments on their
dipublikasikan) karyotypic evolution. Caryologia Vol
43(2) : 163-167
Phen, C., T.B. Thang., E. Baran, dan L.S.
Vann. 2005. Biological Reviews Of Roesma, D.I., Syaifullah, dam Melyawati.
Important Cambodian Fish Species, 2012. Pengamatan kromosom ikan
Based On Fishbase 2004. Volume 1: bilih (Mystacoleucus padangensis
Channa striata, Channa micropeltes; BLKR., Cyprinidae) dari danau
Barbonymus altus; Barbonymus Singkarak Sumatera Barat.
gonionotus; Cyclocheilichthys Biospesies, Vol 5(2) : 1-4.
apogon; Cyclocheilichthys enoplos; Siagian, W. K. 2006. Karakteristik
Henicorhynchus lineatus;
kromosom ikan manvis
Henicorhynchus siamensis; (Pterophyllum scalare). Tesis.
Pangasius hypophthalmus; Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pangasius djambal. WorldFish (tidak dipublikasikan)
Center and Inland Fisheries Research
and Development Institute, Phnom Said, D. S. Dan Hidayat. 2005.
Penh, Cambodia. 127 p. Kekerabatan beberapa spesies ikan
pelangi Irian (famili
Pudjirahaju, A., Rustidja, dan S.B. Melanotaeniidae) berdasarkan
Sumitro. 2008. Penelusuran karyotipe. Jurnal Iktiologi Indonesia,
Geonotipe Ikan Mas (Cyprinus Vol 5 (1) : 31-38.
carpio L.) Strain Punten
Gynogenetik. Jurnal Ilmu-Ilmu . , O. Carman, dan Abinawanto.
Perairan dan Perikanan Indonesia. 2002. Karyotipe ikan pelangi merah
Jilid 15 (1):13-19 (Glossolepis incisus). Aquaculture
Indonesia, Vol 2(1) : 19-23 .
Purdow, C.E. 1993. Genetics and Fish
Breeding. Chapman and Hall. Supiwong, W., P. Jeearranaiprepame, and
London-Glasgow-New York- Tokyo. A. Tanomtong. 2009. A new report of
111-133. karyotype in the chevron snakehead
fish, Channa striata (Channidae,
Rahmawaty, I., D.S. Budi, dan Jasmadi. Pisces) from Northeast Thailand.
2011. Preparasi kromosom ikan Cytologia 74(3) : 000-000, 2009.
Batak Tor soro dengan teknik
jaringan padat. Program Kreativitas Wati, M. 2008. Studi kromosom ikan bilih
Mahasiswa. Institut Pertanian Bogor. (Mystacoleus padangensis Blkr.,
Bogor.(tidak dipublikasikan) Cyprinidae) Danau Singkarak
Sumatera Barat. Skripsi. Universitas
Ramadhani, D., Y. Lusiyanti., Z. Alatas., Andalas. Padang. (tidak
dan S. Purnami. 2011. Semi otomatis dipublikasikan)
kariotipe untuk deteksi aberasi

77

Anda mungkin juga menyukai