Anda di halaman 1dari 28

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Lingkungan (environmental performance)

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja atau performance adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari

kata dasar „kerja‟ yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi, bisa pula

berarti hasil kerja (Wikipedia.org, 2012). Pengertian kinerja menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1997: 503) yaitu kinerja merupakan kata benda yang artinya: 1.

Sesuatu yg dicapai, 2. Prestasi yg diperlihatkan, 3. Kemampuan kerja (tentang

peralatan), sedangkan menurut Mulyadi (2001: 415) pengertian kinerja adalah

penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi

dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan

sebelumnya.

Wikipedia.org (2012) menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya tujuan yang

telah di tetapkan organisasi merupakan jawaban dari kinerja di dalam organisasi. Para

atasan atau manajer kadang kala tidak memperhatikan kinerja tersebut kecuali

keadaanya sudah amat buruk atau telah menjadi serba salah. Ketidak tahuan manajer

mengenai kondisi seberapa buruknya kinerja yang telah merosot sehingga perusahaan

atau instansi menghadapi krisis yang serius, keadaan dan kesan-kesan buruk

organisasi yang mendalam akan berakibat pada kinerja yang memburuk terlebih lagi
19

apabila para atasan atau manajer mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja

yang merosot dalam organisasi.

Jadi dengan demikian kinerja (performance) adalah suatu kondisi atau hasil

yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang atau organisasi yang

disampaikan pada periode tertentu dengan membandingkan antara target atau tujuan

dengan hasil yang dicapai.

2.1.2 Pengertian Kinerja Lingkungan

Kinerja lingkungan adalah hasil yang dapat diukur dari sistem manajemen

lingkungan, yang terkait dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya, serta pengkajian

kinerja lingkungan yang didasarkan pada kebijakan lingkungan, sasaran lingkungan

dan target lingkungan (ISO 14004, dari ISO 14001). Menurut Ikhsan (2008), kinerja

lingkungan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan yang terkait

langsung dengan lingkungan alam sekitarnya. Sedangkan menurut Suratno, dkk.

(2006: 8), kinerja lingkungan perusahaan (environmental performance) adalah kinerja

perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green). Menurut Ari Retno

(2010: 43) kinerja lingkungan (environmental performance) adalah bagaimana

kinerja perusahaan untuk ikut andil dalam melestarikan lingkungan. Kinerja

lingkungan (environmental performance) dibuat dalam bentuk peringkat oleh suatu

lembaga yang berkaitan dengan lingkungan hidup.


20

Menurut Bawley dan Li (2000) di dalam Clarkson, Peter M., Yue Li, Gordon

D. Richardson, Florin P. (2006: 7) kinerja lingkungan adalah: ”proxied by their

industry membership and by whether they report to the Ministry of Environment

under the National Pollution Release Inventory program”. Berdasarkan kutipan

tersebut dapat dijelaskan bahwa kinerja lingkungan adalah kinerja yang dapat

ditunjukkan oleh para anggota industri dengan melaporkan kinerjanya kepada

Kementerian Lingkungan Hidup untuk program yang terkait. Jadi dengan demikan

kinerja lingkungan (environmental performance) ialah seluruh kegiatan dan aktivitas

perusahaan yang memperlihatkan kinerja perusahaan dalam menjaga lingkungan

sekitarnya serta melaporkannya kepada pihak yang berkepentingan.

2.1.3 Pengukuran Kinerja Lingkungan

Menurut Andie (2000), kinerja lingkungan dapat diukur dengan dua cara,

yaitu:

1. Kinerja lingkungan kualitatif.

2. Kinerja lingkungan kuantitatif.

Kinerja lingkungan kualitatif adalah hasil dapat diukur dari hal-hal yang

terkait dengan ukuran aset non fisik, seperti prosedur, proses inovasi, motivasi, dan

semangat kerja yang dialami manusia pelaku kegiatan, dalam mewujudkan kebijakan

lingkungan organisasi, sasaran dan targetnya. Kinerja lingkungan kuantitatif adalah

hasil dapat yang diukur dari sistem manajemen lingkungan yang terkait kontrol aspek

lingkungan fisiknya (Andie, 2000: 4).


21

Menurut Eiffeliena (2010: 37) kinerja lingkungan kualitatif adalah:

“ukuran yang didasarkan pada penilaian semantik, pandangan, persepsi


seseorang berdasarkan pengamatan dan penilaiannya terhadap sesuatu.
Keuntungan dari metrik ini adalah pengumpulan datanya relatif mudah
dilakukan dan mudah diimplementasikan. Kerugiannya adalah metrik ini
secara implisit melibatkan subyektifitas dan karenanya sulit divalidasi”.

Sedangkan kinerja lingkungan kuantitatif dalam Eiffeliena (2010: 37) adalah:

“ukuran yang didasarkan pada data empiris dan hasil numerik yang
mengkarakteristikkan kinerja dalam bentuk fisik, keuangan, atau bentuk lain.
Contohnya adalah batas baku mutu limbah. Keuntungan dari metrik ini adalah
objektif, sangat berarti, dan dapat diverifikasi. Kerugiannya adalah data yang
diperlukan mungkin sulit diperoleh”.

Lindrianasari (2007) mengungkapkan bahwa tolak ukur kinerja yang dipakai

di dalam penelitian dapat saja beragam, tergantung dari indikator yang dipakai, saat

ini ada empat indikator kinerja lingkungan yang dapat dipakai yaitu AMDAL (uji

BOD dan COD air limbah), PROPER, ISO (yakni ISO 14001 untuk sistem

manajemen lingkungan dan ISO 17025 untuk sertifikasi uji lingkungan dari lembaga

independen dan GRI (Global reporting intiative).

Suratno, dkk (2006) menyatakan bahwa environmental performance

perusahaan diukur dari prestasi perusahaan mengikuti program PROPER yang

merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup

(KLH) untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup

melalui instrument informasi. Sistem peringkat kinerja PROPER mencakup

pemeringkatan perusahaan dalam lima (5) warna yang akan diberi skore secara
22

berturut-turut dengan nilai tertinggi 5 untuk warna emas dan terendah 1 untuk warna

hitam.

2.1.2.1 PROPER

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, PROPER ialah Pogram Penilaian

Peringkat Kinerja Perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. PROPER telah

diluncurkan sejak tahun 2002 sebagai pengembangan dari PROPER PROKASIH.

Sejak dikembangkan, PROPER telah diadopsi menjadi instrumen penaatan

lingkungan di berbagai negara seperti China, India, Filipina, dan Ghana, serta

menjadi bahan pengkajian di berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian

(menlh.co.id, 2010).

Tujuan Kementerian Lingkungan Hidup dalam menerapkan instrumen

PROPER adalah untuk mendorong peningkatan kinerja perusahaan dalam

pengelolaan lingkungan melalui penyebaran informasi kinerja penaatan perusahaan

dalam pengelolaan lingkungan. Guna mencapai peningkatan kualitas lingkungan

hidup. Peningkatan kinerja penaatan dapat terjadi melalui efek insentif dan disinsentif

reputasi yang timbul akibat pengumuman peringkat kinerja PROPER kepada publik.

Para pemegang kepentingan (stakeholders) perusahaan yang terkait akan memberikan

apresiasi kepada perusahaan yang berperingkat baik dan memberikan tekanan atau

dorongan kepada perusahaan yang belum berperingkat baik agar dapat memperbaiki

kinerja lingkungannya (menlh.co.id, 2010).


23

Pelaksanaan PROPER diharapkan dapat memperkuat berbagai instrument

pengelolaan lingkungan yang ada, seperti penegakan hukum lingkungan, dan

instrumen ekonomi. Di samping itu penerapan PROPER dapat menjawab kebutuhan

akses informasi, transparansi dan partisipasi publik dalam pengelolaan lingkungan.

Pelaksanaan PROPER saat ini dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup Nomor 18 tahun 2010 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja

Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (menlh.co.id, 2010).

2.1.2.2 Kriteria penilaian PROPER

Penilaian kinerja penaatan perusahaan dalam PROPER dilakukan berdasarkan

atas kinerja perusahaan dalam memenuhi berbagai persyaratan ditetapkan dalam

peraturan perundang‐undangan yang berlaku dan kinerja perusahaan dalam

pelaksanaan berbagai kegiatan yang terkait dengan kegiatan pengelolaan lingkungan

yang belum menjadi persyaratan penaatan (beyond compliance). Pada saat ini,

penilaian kinerja penaatan difokuskan kepada penilaian penaatan perusahaan dalam

aspek pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan

pengelolaan limbah B3 serta berbagai kewajiban lainnya yang terkait dengan

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) (menlh.co.id, 2010).

Mengingat hasil penilaian peringkat PROPER ini akan dipublikasikan secara

terbuka kepada publik dan stakeholder lainnya, maka kinerja penaatan perusahaan

dikelompokkan ke dalam peringkat warna. Melalui pemeringkatan warna ini


24

diharapkan masyarakat dapat lebih mudah memahami kinerja penaatan

masing‐masing perusahaan. Sejauh ini dapat dikatakan bahwa PROPER merupakan

sistem pemeringkatan yang pertama kali menggunakan peringkat warna (menlh.co.id,

2010).

Pelaksanaan PROPER telah sesuai dengan Undang-Undang 32 tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sehingga dalam peringkat

kinerja penaatan dikelompokkan dalam 5 (lima) peringkat warna. Masing‐masing

peringkat warna mencerminkan kinerja perusahaan. Kinerja penaatan terbaik adalah

peringkat emas, dan hijau, selanjutnya biru, merah dan kinerja penaatan terburuk

adalah peringkat hitam (menlh.co.id, 2010).

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.18 Tahun 2010

Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan

Lingkungan Hidup, kriteria yang digunakan dalam pemeringkatan tersebut adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.1
Kriteria Peringkat PROPER

Peringkat
Definisi
warna

untuk usaha dan atau kegiatan yang telah secara konsisten

Emas menunjukkan keunggulan lingkungan (environmental excellency)

dalam proses produksi dan/atau jasa, melaksanakan bisnis yang


25

beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat.

untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan

lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond

compliance) melalui pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan,


Hijau
pemanfaatan sumberdaya secara efisien melalui upaya 4R (Reduce,

Reuse, Recycle dan Recovery), dan melakukan upaya tanggung

jawab sosial (CSR/Comdev) dengan baik.

untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melakukan upaya

Biru pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan

ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan belum sesuai dengan

Merah persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan dan dalam tahapan melaksanakan sanksi administrasi

untuk usaha dan atau kegiatan yang sengaja melakukan perbuatan

atau melakukan kelalaian yang mengakibatkan pencemaran dan/atau

Hitam kerusakan lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku atau tidak melaksanakan sanksi

administrasi

sumber: Kementrian Lingkungan Hidup, 2010


26

2.2 Pengungkapan Lingkungan (Environmental Disclosure)

2.2.1 Pengertian Pengungkapan Lingkungan

Pengungkapan (disclosure) ialah pemberian data yang bermanfaat kepada

pihak yang memerlukan. Apabila dikaitkan dengan laporan tahunan, disclosure

berarti laporan tahunan yang harus memberikan informasi secara jelas dan dapat

menggambarkan secara tepat mengenai kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh

terhadap hasil operasi unit usaha tersebut. Informasi yang diungkapkan harus berguna

dan tidak membingungkan pemakai laporan tahunan tersebut dalam membantu

mengambil keputusan ekonomi (Ghozali dan Chariri, 2000 dalam Ari Retno, 2010).

Menurut Hendriksen dan Breda (2004: 428), pengungkapan adalah:

“Penyajian informasi yang diperlukan untuk mencapai operasi yang optimum


dalam pasar modal yang efisien Hal ini menyiratkan bahwa harus disajikan
informasi yang cukup agar memungkinkan diprediksinya kecenderungan
(trend) dividen masa depan serta variabilitas dan kovariabilitas imbalan masa
depan dalam pasar tersebut. Penekanannya haruslah pada preferensi investor
dan analisis keuangan yang sudah berpengalaman”.

Menurut Suratno, dkk (2006: 8) Enviromental disclosure atau pengungkapan

lingkungan adalah pengungkapan informasi yang bekaitan dengan lingkungan di

dalam laporan tahunan perusahaan. Menurut Bethelot (2002) dalam Al Tuwaijri, et.

al, (2004) mendefinisikan environmental disclosure sebagai kumpulan informasi

yang berhubungan dengan aktivitas pengelolaan lingkungan oleh perusahaan dimasa

lalu, sekarang dan yang akan datang. Informasi ini dapat diperoleh dengan banyak

cara, seperti pernyataan kualitatif, asersi atau fakta kuantitatif, bentuk laporan

keuangan atau catatan kaki. Bidang environmental disclosure meliputi hal-hal sebagai
27

berikut: pengeluaran atau biaya operasi untuk fasilitas dari peralatan pengontrol

polusi di masa lalu dan sekarang.

Al Tuwaijri, et. al, (2004: 2) dalam konteks penelitiannya mendefinisikan

pengungkapan lingkungan sebagai berikut:

“enviromental disclosure is disclosure of specific pollution measures and


occurrences (toxic waste emissions, oil spills, Superfund sites, etc.) that an investor
might find useful in estimating future cash flows. This definitional constraint focuses
on the disclosure of cost drivers of future environmental costs and intentionally
excludes the “greenwash” commonly found in annual financial reports”.

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa pengungkapan lingkungan ialah

pengungkapan dari tindakan pencemaran atau dapat juga kejadian tertentu (emisi

limbah beracun, tumpahan minyak, Superfund situs, dll) yang di dalamnya dapat

ditemukan hal berguna misalnya dapat melihat arus kas dimasa yang akan datang

yang berguna bagi para investor. Hal tersebut biasanya dapat ditemukan dalam

laporan keuangan tahunan perusahaaan.

Hal ini dapat dilihat dari PSAK No. 1 (revisi 1998) mengenai penyajian

laporan keuangan pada bagian informasi tambahan, yaitu :

“perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan


mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement)
khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang
peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai
kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.”

PSAK No. 1 tersebut menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia diberi kebebasan

untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan informasi lingkungan dalam

laporan keuangannya. Maka dari itu, ada perusahaan yang mengungkapkan informasi

lingkungan dalam laporan keuangannya dan ada perusahaan yang tidak


28

mengungkapkannya. Walaupun termasuk voluntary disclosure, kini kesadaran

perusahaan publik di Indonesia untuk melakukan environmental disclosure mulai

timbul seiring dengan meningkatnya kesadaran akan Corporate Social Responsibility

(Sudaryanto, 2011).

2.2.2 Jenis Pengungkapan

Menurut Hariyanto (2009) informasi yang diungkapkan dalam laporan

tahunan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (Mandatory

Disclosure) dan pengungkapan sukarela (Voluntary Disclosure). Peraturan tentang

standar pengungkapan informasi dalam laporan tahunan bagi perusahaan terdapat

dalam peraturan nomor Kep-38/PM/1996 yang dikeluarkan BAPEPAM tanggal 17

Januari 1996.

Mandatory disclosure adalah informasi yang harus diungkapkan oleh emiten

yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu negara (Sudaryanto, 2011: 34).

Menurut Eiffeliena (2010: 42) Mandatory disclosure adalah:

“pengungkapan informasi berkaitan dengan aktivitas/keadaan perusahaan


yang bersifat wajib dan dinyatakan dalam peraturan hukum. Berbeda dengan
pelaporan yang bersifat voluntary, pelaporan jenis mandatory akan mendapat
sorotan dan kontrol dari lembaga yang berwenang. Terdapat standard yang
menjamin kesamaan bentuk secara relatif dalam praktek pelaporan dan juga
terdapat persayaratan minimum yang harus dipenuhi. Mandatory disclosure
juga dapat menjadi jembatan atas asimetri informasi antara investor dengan
manajer perusahaan atas kebutuhan informasi”.
29

Voluntary disclosure adalah yaitu pengungkapan yang dilakukan secara

sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada (Sudaryanto, 2011:

34). Voluntary disclosure menurut Eiffeliena (2010: 41) adalah:

“pengungkapan berbagai informasi yang berkaitan dengan aktivitas/keadaan


perusahaan secara sukarela. Meski pada kenyataannya pengungkapan secara
sukarela tidak benar-benar terjadi karena terdapat kecenderungan bagi
perusahaan untuk menyimpan dengan sengaja informasi yang sifatnya dapat
menurunkan arus kas. Hal tersebut dianggap dapat menyebabkan kerugian
pada perusahaan. Oleh karena itu, manajer suatu perusahaan hanya akan
mengungkapkan informasi yang baik (good news) yang dapat menguntungkan
perusahaan”.

Penjelasan dan hal-hal yang berkaitan dengan pengungkapan lingkungan perusahaan

dapat ditemukan pada pengungkapan sukarela (Voluntary Disclosure). Pada bagian

tersebut perusahaan seharusnya melakukan pengungkapan mengenai aktivitas

operasinya yang berdampak pada lingkungan, serta kontribusi yang dilakukan

perusahaan terhadap lingkungannya (Hardiyanto, 2009).

2.2.3 Kriteria Pengungkapan

Sudaryanto (2011) mengungkapkan tiga kriteria pengungkapan menurut

Chariri dan ghozali (2007) yaitu:

1. Pengungkapan cukup (adequate disclosure)

2. Pengungkapan wajar (fair disclosure)

3. Pengungkapan lengkap (full disclosure)

Pengungkapan yang cukup adalah cakupan pengungkapan minimal yang harus

dilakukan agar informasi tidak menyesatkan. Pengungkapan wajar adalah tujuan etis
30

dalam memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum terhadap semua pemakai

informasi. Pengungkapan lengkap adalah penyajian semua informasi yang relevan

(Sudaryanto, 2011: 32).

2.2.4 Tujuan Pengungkapan

Menurut Belkaoui dan Ahmad Riahi (2000: 219), terdapat lima tujuan

pengungkapan, yaitu:

1. untuk menjelaskan item-item yang belum diakui dan untuk menyediakan

ukuran yang bermanfaat bagi item-item tersebut.

2. untuk menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran

yang relevan bagi item-item tersebut, selain ukuran dalam laporan keuangan

3. untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar dimasa

mendatang

4. untuk membantu investor dan kreditor menemukan resiko atas item-item

tersebut.

5. untuk menyediakan informasi bagi investor dan kreditor dalam menentukan

resiko item-item tersebut

Menurut Hendriksen dan Breda (2004) tujuan pengungkapan adalah untuk

menyediakan informasi yang signifikan dan relevan kepada para pemakai laporan

keuangan tahunan untuk membantu mereka dalam mengambil keputusan dengan cara

terbaik, dengan perkiraan bahwa manfaatnya harus lebih besar dibandingkan dengan
31

biayanya. Hal ini berarti menunjukkan bahwa informasi yang tidak material atau

tidak relevan sebaiknnya dihilangkan agar penyajian mempunyai arti yang dapat

dimengerti.

2.2.5 Pengukuran Pengungkapan Lingkungan

Pengungkapan lingkungan dapat diukur dengan menggunakan suatu cheklist

yang berisi item-item pengungkapan lingkungan yang mewakili dua belas

pengungkapan yang nantinya akan dicocokkan dengan pengungkapan yang terdapat

dalam laporan tahunan perusahaan (Ari Retno, 2010). Pattern (2002) dalam Suratno,

dkk (2006) mengidentifikasi cakupan delapan item envronmental disclosure yang

digunakan dalam penelitiannya, environmental disclosure diukur dengan disclosure-

scoring yang diperoleh dari analisis laporan keuangan dengan menggunakan metode

skor yes/no (atau 1,0). Menurut Hariyanto (2009) semakin banyak item pegungkapan

lingkungan (environmental disclosure) yang dimuat dalam laporan tahunan

perusahaan berarti semakin besar indeks pengungkapan lingkungannya.

Menurut Lindrianasari (2007) environmental disclosure diukur dengan

pemberian skor. Skor yang dilekatkan pada pengungkapan lingkungan dilakukan

secara berturut-turut dan dibagi berdasarkan kualitas pengungkapan lingkungannya.

Skor 1 untuk perusahaan yang kualitas pengungkapan lingkungannya sangat buruk

atau tidak ada sama sekali dan untuk perusahaan yang kualitas pengungkapan

lingkungan yang sangat baik diberi skor 5.


32

2.3 Kinerja Ekonomi (economic performance)

2.3.1 Pengertian Kinerja Ekonomi

Economic performance atau kinerja ekonomi adalah kinerja perusahaan-

perusahaan secara relatif dalam suatu industri yang sama yang ditandai dengan return

tahunan industri yang bersangkutan (Luciana, 2007: 10). Menurut Suratno, dkk

(2006: 9) economic performance adalah kinerja ekonomi secara makro dari

sekumpulan perusahaan dalam suatu industri. Jadi dengan demikian kinerja ekonomi

adalah kinerja perusahaan dalam bidang ekonomi dan merupakan suatu industri yang

sama.

2.3.2 Kebijakan Ekonomi

Teori ekonomi dapat membantu untuk memahami bagaimana dunia ini

berfungsi, namun perumusan ekonomi menuntut langkah dan tujuan yang lebih cepat

serta mendorong untuk lebih spesifik terhadap landasan dalam menilai apakah suatu

hasil telah lebih baik dari pada yang lain atau dapat menjadikannya lebih baik.

Terdapat empat kriteria untuk menilai hasil (outcome) ekonomi yang sering kali

diterapkan dalam penentuan kebijakan ini ialah: efisiensi, keadilan, pertumbuhan, dan

stabilitas (Case and Fair, 2005).

Tujuan akhir dari kebijakan ekonomi adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Bagi masyarakat biasa, kesejahteraan bukan konsep abstrak

melainkan kondisi nyata yang langsung menyangkut kehidupannya sehari-hari. Untuk

memenuhi keinginan tersebut diperlukan pertumbuhan ekonomi yang


33

berkesinambungan di sertai dengan stabilitas ekonomi yang mantap. Pertumbuhan

ekonomi, yang berarti perluasan kegiatan ekonomi, adalah cara untuk meningkatkan

penghasilan anggota masyarakat dan membuka lapangan kerja baru. Sementara itu,

stabilitas ekonomi adalah cara untuk melindungi agar penghasilan masyarakat yang

kita upayakan tidak termakan oleh kenaikan harga. Pertumbuhan ekonomi dan

stabilitas ekonomi bersama-sama adalah kunci kesejahteraan rakyat (Boediono, 2009)

2.3.3 Pengukuran Kinerja Ekonomi

Menurut Eiffeliena (2010) pengukuran kinerja ekonomi dapat dihitung

menurut accounting based measures maupun capital market based. Pada accounting

based measures dapat menggunakan analisis rasio keuangan sebagai pengukuran

secara financial. Eiffeliena (2010: 45) mengungkapkan:

”Analisis Rasio Keuangan pada dasarnya terdiri atas dua macam


perbandingan yakni: 1) Dengan cara membandingkan rasio waktu tertentu
dengan rasio dari waktu sebelumnya dari perusahaan yang sama. Cara ini akan
memberikan informasi perubahan rasio dari waktu ke waktu sehingga bisa
diketahui perkembangannya dan dapat untuk proyeksi pada masa yang akan
datang. 2) Dengan cara membandingkan rasio keuangan dari satu perusahaan
tertentu dengan rasio keuangan yang sama dari perusahaan lain yg sejenis atau
industri (rasio industri).”

Terdapat dua variabel kunci yang dapat digunakan sebagai ukuran yang

menghubungkan antara reputasi tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan

dengan kinerja ekonominya, yaitu tingkat kemampuan menciptakan pendapatan

melalui penjualan dan tingkat kemampuan menciptakan laba (Belkaoui dan karpik‟s

2003 dalam Januarti dan Apriyanti, 2005).


34

Keberhasilan seorang pemimpin dalam mengelola perusahaan dapat dilihat

dari kinerja keuangan atau kinerja ekonominya yang ditunjukkan oleh jumlah

penjualan, tenaga kerja, harta yang dimiliki dan analisis rasio, yang disajikan dalam

laporan keuangan (Januarti dan Apriyanti, 2005). Beberapa pokok pikiran mengenai

hubungan antara tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan dengan kinerja

ekonomi, antara lain:

“1) Pokok pikiran yang menggambarkan kebijakan konvensional; terdapat


biaya tambahan yang signifikan yang akan menghilangkan peluang perolehan
laba untuk melaksanakan tanggung jawab, sehingga akan menurunkan
profitabilitas; 2) Biaya tambahan khusus untuk melaksanakan tanggung jawab
akan menghasilkan dampak netral (balance) terhadap profitabilitas. Hal ini
disebabkan tambahan biaya yang dikeluarkan akan tertutupi oleh keuntungan
efisiensi yang ditimbulkan oleh pengeluaran biaya tersebut; 3) Pokok pikiran
yang memprediksikan bahwa tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan
berdampak positif terhadap profitabilitas.” (Herremans et al, 1993 dalam
Januarti dan Apriyanti, 2005: 8).

Menurut penelitian terdahulu, Bragdon dan Malin (1972) dalam Al Tuwaijri,

et al (2004) menggunakan accounting based measures (earnings per share dan ROE).

Sedangkan Spicer (1978) dalam Al Tuwaijri, et al (2004) menggunakan keduanya

baik accounting based measures maupun capital market based (profitability dan

price earning ratio). Kelemahan menggunakan berbagai macam pengukuran

economic performance adalah mereka cenderung untuk fokus pada satu aspek kinerja

ekonomi suatu perusahaan. Net income mengukur tingkat profitabilitas tanpa

mempertimbangkan ukuran perusahaa, kelemahan ini dapat dilengkapi dengan

menggunakan pengukuran seperti ROA dan skala profitabilitas investasi perusahaan

berdasarkan aset mereka. Namun hal ini akan menjadi bias apabila sampel tersebut
35

meliputi perusahaan dari berbagai industri (Al Tuwaijri, et al., 2004). Lindrianasari

(2007) menggunakan 5 variabel untuk mewakili kinerja ekonomi. Kelima variabel

tersebut adalah umur perusahaan, ekspor, kepemilikan legal perusahaan, dan marjin

perusahaan sebagai proksi kinerja ekonomi.

2.4 Hubungan Kinerja Lingkungan dengan Pengungkapan Lingkungan

Secara teori, penetapan hubungan antara kinerja lingkungan dengan

pengungkapan lingkungan adalah penting dari perspektif tanggung jawab sosial

perusahaan (Suratno dkk, 2006: 4). Penelitian terdahulu mengenai hubugan antara

kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan menemukan hubungan yang

beragam. Hubungan tersebut masih belum menemukan hubungan yang pasti karena

masih banyak penelitian yang menemukan hasil yang berbeda-beda (Ari Retno,

2010).

Penelitian Suratno, dkk (2006) menemukan bahwa kinerja lingkungan

berpengaruh secara positif sifnifikan terhadap pengungkapan lingkungan penelitian

ini konsisten dengan temuan Al-Tuwaijri, et al. (2003) yang menemukan hubungan

positif signifikan antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan.

Sebaliknya, temuan ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan Wiseman (1982),

Rockness (1985), Freedman dan Wasley (1990), dalam Suratno, dkk (2006) yang

menemukan hubungan tidak signifikan antara kinerja lingkungan dengan

pengungkapan lingkungan.
36

Ingram dan Frazier (1980) dalam Benny (2009) menemukan tidak adanya

hubungan yang signifikan dalam pengujian hubungan antara kinerja lingkungan

dengan pengungkapan lingkungan. Patten (2002) menemukan hubungan yang negatif

antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan dalam annual report.

Ari Retno (2010) menemukan bahwa kinerja lingkungan (environmental

performance) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan lingkungan

(environmental disclosure).

Hubungan negatif antara environmental performance dengan environmental

disclosure nampak tidak konsisten dengan model discretionary disclosure (Suratno

dkk, 2006). Ada asumsi bahwa environmental performance yang baik mengurangi

pengungkapan biaya-biaya lingkungan masa depan perusahaan. Pengungkapan

informasi biaya-biaya lingkungan ini harus dirasakan sebagai berita gembira oleh

investor. Oleh karena itu, perusahaan dengan environmental performance yang baik

perlu mengungkapkan informasi kuantitas dan mutu lingkungan yang lebih baik

dibandingkan dengan perusahaan dengan environmental performance yang buruk

(Verrecia,1983 dalam Suratno dkk, 2006).

Bawley dan Li (2000) dalam Lindrianasari (2004: 163) menyatakan bahwa

perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik justru meiliki jumlah

pengungkapan lingkungan yang lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan dalam

level kinerja yang lainnya. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Walden dan

Schwarts (1997) dalam Lindrianasari (2004: 163):


37

“perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang buruk, justru melakukan


pengungkapan yang luas. Hal ini mungkin disebabkan oleh keinginan perusahaan
untuk menjelaskan kewajiban keberlanjutan perusahaan serta aliran kas keluar yang
cukup besar sebagai upaya perbaikan”.

Sedangkan menurut Ari Retno (2010) semakin banyak perusahaan berperan di

dalam kegiatan lingkungan, akan semakin banyak pula yang harus diungkapkan oleh

perusahaan mengenai kinerja lingkungan ke dalam laporan tahunan. Hal ini akan

mencerminkan transparansi dari perusahaan tersebut bahwa perusahaan juga

berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya

sehingga masyarakat juga akan tahu seberapa besar andil perusahaan terhadap

lingkungannya.

2.5 Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Ekonomi

Penelitian tentang hubungan antara pengungkapan lingkungan (environmental

disclosure) dengan kinerja ekonomi (economic performance) dilakukan oleh

Lindrianasari (2007) yang mengungkapkan bahwa adanya hubungan yang tidak

signifikan antara pengungkapan lingkungan dengan kinerja ekonomi, hal tersebut

sejalan dengan penelitian Freedman and Jaggi (1982) dalam Lindrianasari (2007)

namun bertentangan dengan penelitian Richardson and Welker (2001) dalam

Lindrianasari (2007) yang melaporkan bahwa terdapat hubungan yang positif

signifikan terhadap pengungkapan lingkungan dengan cost of capital.

Benny (2009) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan pengungkapan

lingkungan yang semakin luas, maka kinerja ekonomi perusahaan akan semakin baik.
38

Hal tersebut sesuai dengan model discretionary disclosure menurut Verrecchia

(1983) dalam Suratno, dkk (2006: 5) yang menyatakan bahwa pelaku lingkungan

yang baik percaya bahwa pengungkapan yang dilakukan menggambarkan kabar baik

bagi pelaku pasar.

Menurut penelitian yang dilakukan Januarti dan Apriyanti, (2005),

Envirnonmental disclosure menyajikan besarnya kepedulian perusahaan terhadap

lingkungan. Sesuai dengan teori stakeholder besarnya informasi lingkungan yang

diungkapkan perusahaan akan berpengaruh terhadap stakeholder sehingga berakibat

pada harga saham dan mempengaruhi return tahunan perusahaan. Return tahunan

merupakan ukuran yang obyektif dan komprehensif dalam mewakili economic

performance (Al Tuwaijri, 2003). Menurut Suratno, dkk (2003) terdapat hubungan

positif signifikan antara environmental performance dengan economic performance

yang dihitung dengan return saham dikurangi dengan median return industri,

sehingga return saham bisa digunakan sebagai ukuran dalam economic performance.

2.6 Kerangka Pemikiran

Kinerja Lingkungan (Environmental performance) menurut Suratno, dkk

(2006) adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green).

Pengukuran kinerja lingkungan merupakan bagian penting dari sistem manajemen

lingkungan. Hal tersebut merupakan ukuran hasil dari sistem manajemen lingkungan

yang diberikan terhadap perusahaan secara riil dan kongkrit. Selain itu, kinerja

lingkungan adalah hasil yang dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan, yang
39

terkait dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya. Pengkajian kinerja lingkungan

didasarkan pada kebijakan lingkungan, sasaran lingkungan dan target lingkungan

(ISO 14004, dari ISO 14001).

Salah satu alat ukur yang digunakan dalam mengukur kinerja lingkungan

perusahaan ialah melalui PROPER yaitu program yang dibuat oleh Kementrian

Lingkungan Hidup sebagai bentuk penaatan lingkungan hidup perusahaan-perusahaan

di Indonesia. PROPER adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan

dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penilaian Peringkat Kinerja Penaatan dalam

Pengelolaan Lingkungan mulai dikembangkan oleh Kementerian Negara Lingkungan

Hidup, sebagai salah satu alternatif instrumen penaatan sejak tahun 1995. PROPER

bermaksud agar para stakeholder dapat menyikapi secara aktif informasi tingkat

penaatan ini, dan mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kinerja

pengelolaan lingkungannya. Sehingga pada akhirnya dampak lingkungan dari

kegiatan perusahaan dapat diminimalisasi. Dengan kata lain, PROPER merupakan

Public Disclosure Program for Environmental Compliance (menlh.co.id, 2011).

Berdasarkan Undang Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup sehingga dalam peringkat kinerja penaatan

dikelompokkan dalam 5 (lima) peringkat warna, sehingga tidak ada lagi peringkat

Biru (‐) atau Biru minus dan Merah (‐) atau Merah Minus seperti pelaksanaan

PROPER tahun lalu. Masing‐masing peringkat warna mencerminkan kinerja

perusahaan. Kinerja penaatan terbaik adalah peringkat emas, dan hijau, selanjutnya
40

biru lalu merah dan kinerja penaatan terburuk adalah peringkat hitam. (menlh.go.id,

2011)

Saat ini banyak stakeholder perusahaan yang mulai menyadari pentingnya

dampak perusahaan terhadap lingkungan dan menginginkan informasi atas kinerja

lingkungan perusahaan. Para stakeholder berharap bahwa perusahaan memiliki

dampak positif terhadap lingkungan semaksimal mungkin, dan dampak negatif

terhadap lingkungan seminimal mungkin. Permintaan informasi atas kinerja

lingkungan perusahaan ini seharusnya diungkapkan dalam annual report perusahaan

(Sudaryanto, 2011).

Pengukuran Kinerja lingkungan perusahaan dalam penelitian ini

menggunakan alat ukur yang dipakai Ari Retno (2010) yaitu diukur dari prestasi

perusahaan dalam mengikuti PROPER yang merupakan salah satu upaya yang

dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penataan

perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrument informasi.

Sistem peringkat kinerja PROPER mencakup pemeringkatan perusahaaan dalam lima

(5) warna yang diberi skor secara berturut-turut.

Pengungkapan Lingkungan (Environmental disclosure) menurut Suratno, dkk

(2006) adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam

laporan tahunan perusahaaan. Sedangkan menurut Bethelot (2002) di dalam Al-

Tuwajiri et. al (2003) mendefinisikan environmental disclosure sebagai kumpulan

informasi yang berhubungan dengan aktivitas pengelolaan lingkungan oleh

perusahaan di masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Informasi ini dapat
41

diperoleh dengan banyak cara, seperti pernyataan kualitatif, asersi atau fakta

kuantitatif, bentuk laporan keuangan atau catatan kaki. Bidang environmental

disclosure meliputi hal-hal sebagai berikut: pengeluaran atau biaya operasi untuk

fasilitas dari peralatan pengontrol polusi di masa lalu dan sekarang.

Pengungkapan lingkungan (environmental disclosure) dapat diukur dengan

disclose-scoring yang diperoleh dari analisis laporan keuangan dengan menggunakan

metode skor yes/no atau sebuah item diberi skor satu apabila diungkapkan dan nol

apabila tidak diungkapkan. Pengukuran environmental disclosure dalam penelitian ini

menggunakan suatu checklist yang berisi item-item pengungkapan yang nantinya

akan dicocokkan dengan pengungkapan yang terdapat dalam laporan tahunan

perusahaan. Daftar item pengungkapan dalam penelitian ini menggunakan daftar item

pengungkapan yang digunakan Ari Retno (2010).

Menurut Suratno, dkk (2006) economic performance adalah kinerja ekonomi

secara makro dari sekumpulan perusahaan dalam suatu industri. Pengukuran kinerja

ekonomi dapat dihitung menurut accounting based measures maupun capital market

based. Pada accounting based measures dapat menggunakan analisis rasio keuangan

sebagai pengukuran secara financial. Eiffeliena (2010: 45) mengungkapkan:

”Analisis Rasio Keuangan pada dasarnya terdiri atas dua macam


perbandingan yakni: 1) Dengan cara membandingkan rasio waktu tertentu
dengan rasio dari waktu sebelumnya dari perusahaan yang sama. Cara ini akan
memberikan informasi perubahan rasio dari waktu ke waktu sehingga bisa
diketahui perkembangannya dan dapat untuk proyeksi pada masa yang akan
datang. 2) Dengan cara membandingkan rasio keuangan dari satu perusahaan
tertentu dengan rasio keuangan yang sama dari perusahaan lain yg sejenis atau
industri (rasio industri).”
42

Kinerja ekonomi diukur dengan menggunakan alat ukur menurut Al Tuwaijri,

(2004) dan digunakan juga dalam penelitian Suratno, dkk (2006) dan Ari Retno

(2010) yaitu return tahunan industri yang bersangkutan. Return industri diperoleh

dengan cara mengukur indeks industri yang terdapat dalam laporan Indonesia Stock

Exchange (IDX). Indeks industri disesuaikan dengan sample dalam penelitian ini,

karena penelitian ini menggunakan sample perusahaan manufaktur, maka indeks

industri yang digunakan adalah indeks industri manufaktur.

Penelitian terdahulu mengenai hubungan environmental performance dengan

environmental disclosure menemukan hubungan yang beragam. Penetapan hubungan

antara environmental performance dengan environmental disclosure dilihat dari

perspektif tanggung jawab sosial perusahaan masih belum menemukan hubungan

yang pasti karena masih banyak penelitian yang bereda-beda (Ari, 2010).

Penelitian Suratno, dkk (2006) menemukan bahwa environmental

performance berpengaruh secara positif signifikan terhadap environmental disclosure

penelitian ini konsisten dengan temuan Al-Tuwaijri, et al. (2003) yang menemukan

hubungan positif signifikan antara environmental disclosure dengan environmental

performance. Sebaliknya, temuan ini tidak mendukung Wiseman (1982), Rockness

(1985), Freedman dan Wasley (1990), dalam Suratno, dkk (2006) menemukan

hubungan yang tidak signifikan antara environmental disclosure dengan

environmental performance.

Ingram dan Frazier (1980) dalam Benny (2009) menemukan tidak adanya

hubungan yang signifikan dalam pengujian hubungan antara kinerja lingkungan


43

dengan pengungkapan lingkungan. Patten (2002) menemukan hubungan yang negatif

antara pengungkapan lingkungan dalam annual report dengan kinerja lingkungan.

Menurut Lindrianasari (2007), Meskipun kinerja lingkungan dan kualitas

pengungkapan lingkungan memiliki hubungan yang positif terhadap kinerja ekonomi,

namun hubungan tersebut tidak memiliki nilai keberartian yang cukup. Ari Retno

(2010) menemukan bahwa environmental performance tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap environmental disclosure.

Bawley dan Li (2000) dalam Lindrianasari (2004: 163) menyatakan bahwa

perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik justru memiliki jumlah

pengungkapan lingkungan yang lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan dalam

level kinerja yang lainnya. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Walden dan

Schwarts (1997) dalam Lindrianasari (2004: 163):

“perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang buruk, justru melakukan


pengungkapan yang luas. Hal ini mungkin disebabkan oleh keinginan
perusahaan untuk menjelaskan kewajiban keberlanjutan perusahaan serta
aliran kas keluar yang cukup besar sebagai upaya perbaikan”.

Namun menurut Ari Retno (2010) semakin banyak perusahaan berperan di

dalam kegiatan lingkungan, akan semakin banyak pula yang harus di ungkapkan oleh

perusahaan mengenai kinerja lingkungan yang di lakukannya dalam laporan

tahunannya. Hal ini akan mencerminkan transparansi dari perusahaan tersebut bahwa

perusahaan juga berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah

dikerjakannya sehingga masyarakat juga akan tahu seberapa besar andil perusahaan

terhadap lingkungannya.
44

Penelitian tentang hubungan antara pengungkapan lingkungan (environmental

disclosure) dengan kinerja ekonomi (economic performance) dilakukan oleh

Lindrianasari (2007) yang mengungkapkan bahwa adanya hubungan yang tidak

signifikan antara pengungkapan lingkungan dengan kinerja ekonomi, hal tersebut

sejalan dengan penelitian Freedman and Jaggi (1982) dalam Lindrianasari (2007)

namun bertentangan dengan penelitian Richardson and Welker (2001) dalam

Lindrianasari (2007) yang melaporkan bahwa terdapat hubungan yang positif

signifikan terhadap pengungkapan lingkungan dengan cost of capital.

Al-Tuwaijri, et al. (2003) yang menemukan hubungan positif signifikan antara

environmental disclosure dengan environmental performance. Perusahaan dengan

environmental performance yang tinggi lebih disukai dibanding dengan yang

memiliki tingkat environmental performance rendah. Environmental Disclosure ini

sejalan dengan stakeholder theory yang menyatakan bahwa semua stakeholder

mempunyai hak memperoleh informasi mengenai aktivitas perusahaan yang dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan mereka dalalm melakukan investasi atau

kegiatan ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan

sehingga ia menemukan hubungan yang positif antara environmental performance

dengan economic performance namun berbeda dengan Sarumpaet (2005) yang

menemukan hubungan yang tidak signifikan antara environmental performance

dengan economic performance. Pava dan Krausz (1996) dalam Lindrianasari (2007)

yang menjelaskan bahwa sesungguhnya informasi yang diungkapkan perusahaan

tidak akan membuat perusahaan kehilangan stakeholdersnya. Al-Tuwaijri, et al.


45

(2003) menyatakan kinerja lingkungan yang baik akan berhubungan dengan kinerja

ekonomi yang baik pula melalui tingkat pengungkapan lingkungan yang tinggi dan

mendukung pandangan sebagian besar investor yang melihat bahwa kinerja

lingkungan yang baik sebagai intangible assets.

Berdasarkan teori-teori dan penjelasan di atas, hubungan antar variabel dapat

digambarkan skema kerangka pemikiran dari penelitian sebagai berikut :

Gambar 1.2
Kerangka Pemikiran Penelitian

Pengungkapan
Kinerja lingkungan lingkungan Kinerja ekonomi
(environmental (environmental (economic
performance) (X) disclosure) (Y) performance) (Z)

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas dan rumusan masalah yang dikaji, maka hipotesis

awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H1 : Kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan


Lingkungan
H2 : Pengungkapan lingkungan berpengaruh signifikan terhadap kinerja
Ekonomi

Anda mungkin juga menyukai