Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR MEDIS


SEREBRAL INFARK
1. DEFINISI

Infark serebri adalah kematian neuron-neuron, sel glia dan sistem pembuluh darah
yang disebabkan kekurangan oksigen dan nutrisi. Berdasarkan penyebabnya Infark dapat
dibagi menjadi 3, yaitu:

1) Infark anoksik, disebabkan kekurangan oksigen, walaupun aliran darahnya


normal, misalnya asphyxia
2) Infark hipoglikemik, terjadi bila kadar glukosa darah dibawah batas kritis untuk
waktu yang lama, misalnya koma hipoglikemik
3) Infark iskemik, terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen dan nutrisi

2. ETIOLOGI

Infark iskemik disebabkan oleh :

1. Emboli
2. Aterombosis aortokranial
3. Hipotensi berat dalam waktu lama
4. Vasospasme yang dapat disebabkan oleh migren,ensefalopati hipertensif

Penyebab yang paling jarang adalah arteritis, kompresi otak dengan iskemia sekunder,
oklusi vena atau abnormalitas di dalam darah.

1) Penyakit jantung

Antara infark otak dan infark jantung memiki beberapa kesamaan (a) keduanya
disebabkan oleh aterosklerosis (b) hipertensi merupakan factor resiko kuat untuk
keduanya. (c) ada kecenderungan bahwa keduanya terjadi bersama – sama infark
jantung 3 x lebih sering ditemukan pada penderita yang meninggal dengan
infark otak dari pada perdarahan otak atau kanker.

1
2) Hipotensi

Bila tekanan perfusi menurun maka arteriole serebral akan mengalami dilatasi.
Apabila vasodilatasi maksimal, autoregulasi akan terganggu atau berhenti maka
aliran darah otak (ADO) berkurang sejalan dengan tekanan perfusi. Wilayah otak
diantara arteri – arteri serebral besar akan terlebih dahulu mengalami oligemia.
Wilayah kematian atau kerusakan sel – sel otak sebagai akibat dari hipotensi berat
dan berkepanjangan ditentukan oleh keseimbangan antara kerentanan selektif
wilayah otak yang terkena dan penerimaan ADO.Pola infark demikian ini juga
dipengaruhi oleh berbagai anomali dan stenosis yang disebabkan oleh
ateromatosis.

3) Cardiac arrest

Begitu terjadi cardiac arrest maka otak mungkin tetap normal atau hanya
menunjukan sedikit pembengkakan.Bagaimanapun juga wilayah tertentu dan
substansia grisea mengalami degenerasi yang jelas.Kombinasi antara
aterosklerosis serebral dan hipotensi bukanlah penyebab utama terjadinya infark
otak, walaupun kadang – kadang dapat terjadi hal yang demikian. Dalam satu seri
hanya 5,2 % penderita mengalami infark otak yang disebabkan oleh hipotensi
sebagai akibat dari cardiac arrest.

Penyebab kerusakan neuron yang cukup sering dijumpai adalah karena


hipoksia. Hipoksia disebabkan oleh:

1. Gangguan aliran darah/berhentinya aliran darah


2. Berkurangnya tekanan oksigen didalam sirkulasi darah
3. Faktor toksik
4. Hipoglikemi dapat menyebabkan perubahan morfologi yang sama seperti
perubahan morfologi pada hipoksia, karena neuron tidak dapat
mempergunakan oksigen untuk pembakaran.

Hipoksia adalah berkurangnya tekanan oksigen didalam alveoli,


sehingga terjadi hipoksemia yang dapat menyebabkan hipoksis jaringan otak.
Hipoksis serebri dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada neuron, sel
glia, myelin, sel endotel pembuluh darah.

2
3. PATOFISIOLOGI

Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral
Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke
otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit
terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan
kemungkinan bersifat reversibel.

Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan
kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat
kembali normal. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke
otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan glutamat dan aspartat yang akan
menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.

Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga


terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan
prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat
dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi
trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu,
akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi.
Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).

Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel.
Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa
darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.

3
PENURUNAN JARINGAN CEREBRAL

ISKEMIA

HIPOKSIA

Metabolisme anaerob Nekrosis jaringan otak Aktifitas elektrolit


terganggu

VOLUME CAIRAN
BERTAMBAH
Asam laktat meningkat Pompa Na dan K gagal

Na dan K influk

EDEMA CEREBRAL RETENSI AIR

TIK Meningkat

Metabolism anaerob Gangguan aliran darah Fungsi otak menurun


dan oksigen ke otak

Kerusakan Reflex menelan menurun


Ketidakefektifan neuromotorik
perfusi jaringan Anoreksia
ceebral Kelemahan otot
progresif
Ketidakseimbangan
ADL dibantu
kebutuha nutrisi
Kerusakan
mobilitas fisik
Gangguan
pemenuhan
kebutuhan ADL

4
4. MANIFETASI KLINIK
Yang paling umum adalah difisit neurologic yang progresif. Pemburukan situasi secara
bertahap terjadi pada sepertiga jumlah penderita, dua pertiga lainnya muncul sebagai transien
iskemic attacks (TIA) yang kemudian berkembang menjadi deficit neurologic menetap.

Deficit neurologic pada otak biasanya mencapai maksimum dalam 24 jam pertama. Umur
lanjut, hipertensi, koma komplikasi cardiorepirasi, hipoksia, hipercapnia, dan hiperfentilasi
neurogenic merupaka factor prognosis yang tidak menggembirakan.Infark diwilayah arteri
serebri media dapat menimbulkan edema masif dengan herniasi otak; hal demikian ini
biasanya terjadi dalam waktu 72 jam pertama pasca infark.

Pilihnya fungsi neural dapat menjadi 2 minggu pasca infark dan pada akhir minggu ke 8
akan dicapai pemulihan maksimum. Kematian meliputi 24% dalam satu bulan pertama.

Kemudian untuk hidup jelas lebih baik pada kasus infark otak dari pada perdarahan, tetapi
kecacatan akan lebih berat pada infark otak karena perdarahan akan mengalami resolusi dan
meninggalkan jaringan otak dalam keadaan utuh; sementara itu infark merusak neuron-
neuron yang terkena.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Dan penyebabnya harus segera ditegakkan dalam beberapa jam pasca awitan agar terapi
yang tepat dapat segera diberikan. Hal ini merupakan pemeriksaan diagnostic secara
sistematik.Sebelum terapi diberikan maka hasil-hasil pemeriksaan urin, darah, EKG, CT-
scan, laju endap darah, profil koagulasi, dan hitung jenis sudah harus diproleh.

1) Pemeriksaan Radiologi
 CT-Scan
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
 Lumbal Pungsi
2) Patologi Anatomi
 Makroskopik
 Mikroskopik

5
6. PENATALAKSANAAN

Penanganan penderita infark otak bergantung pada tahap perkembangannya. Dalam hal
ini diperlukan klasifikasi yang tepat, apakah itu suatu TIA, Refersible Ischemic Neurologic
Deficit (RIND) atau complete strok. Yang terakhir ini tidak didasarkan atas beratnya defist
neurologic melainkan stabilitas deficit neurologic. Sebegitu jauh sampai saat ini belum ada
terapi yang efektif; namun demikian upaya-upaya dibawah ini dapat dipertimbangkan.

1) Tahap akut

GPDO merupakan keadaan gawat-darurat memerlukan penanganan segera sama halnya


dengan serangan jantung. Pada tahap akut ada 2kesempatan yang harus dimanfaatkan
yaitu jendela refesfusi dan jendela terapi (Therapeutic window ). Jendela terap ini
berkaitan erat dengan teori Zivin dan Choi mengenai neurotoxsisitas glutamate dan
radikalbebas. Daera infark akan melepaskan glutamate dalam jumlah besar yang akan
merusak membrane sel otak hingga ion kalsium masuk ke dalam sel. Keadaan ini justru
akan merangsang produksi glutamate, dan terjadilah lingkaran setan. Sementara itu,
radikal bebas juga keluar dari daerah iskemik. Rakikal bebas ini akan membanjiri
membrane neuron-neuron di sekitar focus dan akhirnya terjadi calcium influx.

Hampir seluruh penderita infark otak harus di rawat di rumah sakit (RS), sebagai kasus
darurat, masalah dalam masa ini adalah edema otak, kejang, atau komplikasi sistemik
misalnya ketidak seimbangan cairan elektrolit, pneumonia, gangguan jantung. Pada
infark serebelum dengan edema yang massif dapatterjadi hidrosefasul obstruksif; hal
demikian ini memerlukan pemasangan pirau ventri-kulo-peritonial.

a. Hemodilusi

ADO berhubungan erat dengan viskositas darah, danberhubungansecara terbalik


dengan hematocrit: makin tinggi hematocrit makin rendah ADO-nya. Stagnasi
darah di mikrosirkulasi di jaringan iskemik memberi sumbangan kejadian-
kejadian berurutan yang mempercepatproses infark karena terkumpunya berbagai
macam metabolit yang toxik.Meningkatnya sirkulasi untuk membawa atau
membuang metabolit tadi merpakan tujuan utama terapi.hemodilasi merupakan
salah satu upaya untuk menurunkan viskositas plasma dengan mengeluarkan
eritrosit, membebaskan aliran darah melalui kapilar yang terganggu di daerah
iskemik. Salah satu cara adalah melakukan vena seksi dan dalam waktu yang

6
bersamaan diberikan bahan plasma/exspanding untuk mencegah terjadinya
hipovolemia. Bahan yang sering dipake adalah dekstran dengan berat molekul
rendah.Terapi ini bersifat selektif.

b. Antikoagulan

Pemberian antikoagulan masih bersifat kontroversial, baik dalam hal manfaat


maupun resikonya. Dorongan untuk memberi anti koagulan terutama untuk
“menghentikan” proses patologik pada kasus stroke-in-evolution atau progressing
stroke.

c. Kontol terhadap edema otak

Edema pada infark otak, terutama jika terjadi oklusi arteri serebri media, sulit
untuk dikontrol.Kortikosteroid bermanfaat untuk edema intertisial, hal ini terdapat
pada neoplasma.Cairan hyperosmolar misalnya gliserol, manitol, urea, kurang
efektif untuk infark iskemik. Hal ini disebabkan oleh dua alasan :

a) Pemberian cairan hyperosmolar kedaerah infark terganggu oleh tersumbatnya


aliran darah di daerah infark,
b) Edema pada infark iskemik merupakan kombinasi antara edema vasogenik
dan sitotoksik.
d. Antagosis Kalsium

Nimodipin merupakan salah satu jenis antagosis kalsium yang diharapkan dapat
mencegah membanjirnya kalsium dalam sel (calcium influx). Pada awalnya,
nimodipin diberikan secara co-infus dengan bantuan syringe-pump, dengan dosis
2-2,5 ml/jam, bergantung pada tekanan darah pederita selama 5 hari. Dosis tinggi
dapat menurunkan tekanan darah yang tentunya akan menyebabkan bertambah
beratnya gejala neurologic. Nimodipine akan memberikan hasil yang baik jika
diberikan secara dini, kurang dari 6 jam pasca awitan. Nimodipine dapat diteruskan
secara peroral dengan dosis 120-180 mg/hari.

e. Pentosifilin

Pentoksifilin, suatu obat hemoriologik yang menurunkan fikositas darah,


meningkatnya aliran darah dan meningkatnya oksigenasi jaringan pada penderita
dengan penyakit vascular. Pentoksifilin dapat diberikan dalam tahap akut, 6-12 jam

7
pasca awitan,dalam bentuk infus dan bukan dalam bentuk bolus intravena.
Diberikan dengan dosis 15 mg/kg BB/hari, selama seminggu.

f. Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan pemberian


makanan

g. Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi


sensorik dan motorik, nervus kranial, dan refleks

Tahap rehabilitasi

a. Fisioterapi dimulai sedini mungkin, bahkan segera setelah terjadi senganan. Pada
tahap ini fisioterapi sudah dapat dikerjakan lebih intensif, tetap dengan
mempetimbangkan penyakit sistemik yang sekiranya dapat memberat dengan
latihan-latihan selama fisioterapi.
b. Obat-obat untuk tahap ini cukup beragam dengan titik tangkap yang berbeda:
pentoksifilin (2x400mg), codergocrini mesylate (3-4,5 mg/hari), nicergolin
(30mg/hari), nimodipine (120-180 mg/hari), naftydrofuril (300-400mg/hari),
dipiradamol (75-150 mg/hari), aspirin (100-200 mg/hari). Untuk memeberikan obat
tadi diperlukan perhatian khusus tentang kondisi fisik, laboratorik, dan juga kontra-
indikasinya.
c. Pemberian anti konvulsan perlu dipertimbangkan pada kasus-kasus infark kortikal.
Disamping itu, neuron-neuron yang rusak akibat infark dapat merubah sifatnya,
menjadi lebih mudah terangsang dan akibatnya adalah terjadi konvulsi fokal atau
umum.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.
Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi
kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan
oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku

8
dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas
tambahan yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan
airway. Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi
servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan napas dari
segala sumbatan, benda asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah
dan lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow
Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen
tidak mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi (suara
napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada
yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest
dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing)
sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan
harus segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk
dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara ke
dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau
tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda akan
adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-
takipneu mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang
saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya
ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-tekanan
diastolik)

9
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka timbullah
hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan
pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE
(Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan atau
darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan
Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya
koagulopati dan gangguan irama jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh
penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan.
Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus
menghindari terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi
rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala,
massa, pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut,
massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas
leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik
pada saat dada bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan
pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan.

10
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada
dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan
tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem
bronkopulmonal selama seseorang berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara
(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara.
Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga
pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan
untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan
(heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi
jantung mulai area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan
area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan
tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang
dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak
anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
11
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat
mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat
meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory Disstress Syndrom) sampai
5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur tulang panjang yang menyertai cedera
kepala dapat menurunkan insidensi ARDS.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah ;infark
b. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik.

3. INTERVENSI
Dx : Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah ; infark
Tujuan : Perfusi jaringan cerebral efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam dengan KH:
- Vital Sign normal.
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (takikardi, Tekanan darah turun
pelan2)
- GCS E4M5V6
Intervensi :
1. Monitor Vital Sign
2. Monitor tingkat kesadaran.
3. Monitor GCS
4. Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi cerebral
5. Pertahankan posisi tirah baring atau head up to 30°
6. Pertahankan lingkungan yang nyaman
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan. Pemberian terapi oksigen

Dx : Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)

12
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
terkontrol atau berkurang dengan kriteria hasil :
- Ekspresi wajah rileks
- Skala nyeri berkurang
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
2. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
3. Observasi reaksi abnormal dan ketidaknyamanan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
5. Pertahankan tirah baring
6. Ajarkan tindakan non farmakologi dalam penanganan nyeri
7. Kolaborasi pemberian analgesic sesuai program

Dx : Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d


anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam dengan KH:

- Asupan nutrisi adekuat.


- BB meningkat.
- Porsi makan yang disediakan habis.
- Konjungtiva tidak ananemis.
Itervensi :
1. Kaji kebiasaan makan-makanan yang disukai dan tidak disukai.
2. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
3. Berikan makanan sesuai diet RS.
4. Pertahankan kebersihan oral.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi.

Dx : Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter


Tujuan : Mobilitas meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam dengan KH:
- Klien mampu melakukan aktifitas

13
- Kekuatan otot meningkat
- Tidak terjadi kontraktur

Intervensi :
1. Kaji tingkat mobilisasi fisik klien.
2. Ubah posisi secara periodik.
3. Lakukan ROM aktif/pasif.
4. Dukung ekstremitas pada posisi fungsional.
5. Kolaborasi dengan ahli fisio terapi

Dx : Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik.


Tujuan : Pemenuhan kebutuhan ADL terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam dengan KH:
- Mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri
- Klien dapat beraktivitas secara bertahap.
- Nadi normal
Itervensi :
1. Kaji kemampuan ADL
2. Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan klien
3. Motivasi klien untuk melakukan aktivitasa secara bertahap
4. Dorong dan dukung aktivitas perawatan diri
5. Menganjurkan keluarga untuk membantu klien memenuhi kebutuhan klien.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Infark Serebri. http://www.scribd.com/. Diakses tanggal 19 Agustus


2019

Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jogjakarta : UGM

Mardjono, Mahar. Sidharta, Priguna. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian
Rakyat

Ngoerah, I Gst Ng Gd. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya. Airlangga
University Press

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC,
Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai