Rasi Prasetio
PENDAHULUAN
Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi – Badan Tenaga Nuklir
Nasional Indonesia yang terletak dalam cincin api dunia
Jl. Lebak Bulus Raya no. 49 Jakarta Selatan
Email : rasi_p@batan.go.id
dengan banyaknya Gunung api disamping
memberikan dampak yang berbahaya juga
memberikan anugerah akan tersedianya energi
yang ramah lingkungan yaitu panas bumi. Potensi
©2018 Pusat Penelitian Geoteknologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
1
Prasetio et al. / Karakteristik Kimia dan Isotop Fluida Panas Bumi Daerah Gunung Tampomas, Jawa Barat
Gambar 1. Geologi Gunung Tampomas, Jawa Barat (Djuri, 1995; Silitonga, 1973), beserta lokasi
pengambilan sampel (merah = mata air panas, biru = mata air dingin).
energi panas bumi yang dimiliki oleh Indonesia Tampomas yang terletak di Kabupaten Sumedang
mencapai sekitar 28,500 MW dengan potensi (Gambar 1).
sumberdaya 11,073 MW dan cadangan 17,506
Dalam penelitian ini pengambilan sampel fluida
MW tersebar di 331 lokasi di seluruh Indonesia
panas bumi dari berbagai mata air panas di sekitar
(Kementerian ESDM, 2017). Sebesar 4,6% atau
Gunung Tampomas diambil untuk mengetahui
1,346 MW dari potensi tersebut telah
karakteristik reservoar panas bumi seperti
dimanfaatkan untuk pembangkitan tenaga listrik
temperatur bawah permukaan, tipe dan evolusi
dengan kapasitas terpasang terbesar berada di
fluida melalui komposisi kimia dan isotop alam
daerah Jawa Barat yaitu sebesar 1064 MW,
dari mata air panas dan dingin.
kemudian diikuti oleh Lampung 110 MW,
Sulawesi Utara 80 MW Jawa Tengah 60 MW, LOKASI DAN GEOLOGI DAERAH
Sumatera Utara 12 MW dan Nusa Tenggara 7,5 PENELITIAN
MW (Darma and Gunawan, 2015). Gunung Tampomas digolongkan sebagai gunung
Upaya eksplorasi energi panas bumi hingga saat yang tidak aktif yang secara geologis terletak pada
ini terus ditingkatkan untuk mencapai target busur Sunda bagian Jawa Barat. Produk gunung
pembangkitan listrik. Salah satu daerah yang api Tampomas secara umum berumur Kuarter
memiliki prospek panas bumi adalah Gunung awal sampai Kuarter akhir. Formasi stratigrafi di
2
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.28, No.1, Juni 2018, 1-11
sekitar lokasi Gunung Tampomas (Gambar 1) keluaran mata air. Untuk sampel isotop 18O dan 2H
yaitu Formasi Subang, terdiri dari batuan pasir digunakan botol sampel 20 mL yang harus terisi
(Mss) dan lempung (Msc) berumur Miosen, penuh sampel tanpa ada gelembung udara untuk
Formasi Kaliwangu (Pk) yang berumur Miosen- meminimalisir fraksinasi isotop. Untuk sampel
Plistosen, Formasi Citalang (Pt) yang berumur kation dilakukan penambahan asam hingga pH 2–
Plistosen. Produk Gunung api Tampomas yang 3, untuk mencegah pengendapan dan polimerisasi
berupa breksi (Qvb) terletak di sebelah barat silika, sedangkan untuk sampel anion tidak
Tampomas (tidak tampak pada Gambar), diperlukan perlakuan khusus (Arnórsson et al.,
sementara produk vulkanik berupa tuf batu apung 2006; Clark and Fritz, 1997).
(Qyt) dan breksi aglomerat (Qyb) berumur
Analisis sampel
Kuarter tersebar mengelilingi Gunung Tampomas
dari sisi baratlaut - barat - baratdaya - selatan - Semua analisis isotop dan kima dilakukan di
tenggara. Gunung Tampomas sendiri dilingkupi laboratorium Hidrologi dan Panas bumi, Pusat
oleh satuan tak diuraikan (Qyl) aliran lava muda Aplikasi Isotop dan Radiasi–BATAN. Analisis
bersifat basaltik yang berumur Kuarter. Intrusi kimia meliputi kation dan anion dilakukan dengan
(terobosan) lava andesit (A) juga teramati di menggunakan beberapa metode. Metode titrasi
bagian selatan dan barat laut (Djuri, 1995; asam-basa digunakan untuk analisis HCO3-
Silitonga, 1973). dengan titran HCl. Metode ion kromatografi
digunakan untuk analisis anion Cl -, SO42-, F- dan
METODE
kation (Li+, Na+, Mg2+ dan Ca2+) (D4327-11, 2011;
Pengambilan sampel mata air D859-16, 2009). Sementara analisis silika
menggunakan metode spektrofotometri dengan
Pengambilan sampel mata air panas dilakukan
reagen amonium molibdat (D859-16, 2016).
dengan pencidukan biasa, tetapi tepat pada lubang
3
Prasetio et al. / Karakteristik Kimia dan Isotop Fluida Panas Bumi Daerah Gunung Tampomas, Jawa Barat
Analisis isotop 18O dan 2H dilakukan dengan dengan satuan permil melalui persamaan sebagai
metode spektroskopi laser menggunakan alat berikut (Cumming, 2016; Vespasiano et al.,
Liquid Water Isotope Analyser. Analisis dilakukan 2014):
dengan menggunakan 3 buah standar kerja dengan
18O
nilai komposisi isotop 18O dan 2H yang mewakili 16
rentang komposisi isotop sampel air sehingga O sample
18 1000 o
hasil analisis terjamin validitasnya (Aggarwal et O oo
al., 2009). 16
O s tan dard
Hasil perhitungan analisis isotop 18O dan 2H
mengacu kepada standar internasional SMOW HASIL DAN PEMBAHASAN
(Standard Mean Ocean Water) yang memiliki Peta pada Gambar 1 memperlihatkan lokasi studi
nilai 18O dan 2H sebesar 0 ‰ secara definitif dan pengambilan sampel di sekitar Gunung
(Aggarwal et al., 2009; Clark and Fritz, 1997). Tampomas. Lokasi sampel berupa mata air panas
Hasil perhitungan analisis rasio isotop 18O/16O dan dan mata air dingin tersebar pada ketinggian
2
H/1H dinyatakan dalam rasio relatif delta (δ) antara 290 m hingga 500 m di atas permukaan laut
4
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.28, No.1, Juni 2018, 1-11
dan letak kemunculannya didominasi di lereng Keseluruhan hasil analisis kimia dapat dilihat
sebelah timur laut. Hanya ada satu mata air panas dalam Tabel 2. Hasil analisis tersebut terlihat baik
yang muncul di sebelah baratdaya dari Gunung berdasarkan parameter charge balance yang
Tampomas, yaitu mata air panas Ciseupan (TP-1). berada di bawah 5% (Reed and Mariner, 1991).
Secara umum, kandungan kimia sampel mata air
Data dan parameter fisik dari lokasi pengambilan
panas lebih besar daripada mata air dingin,
sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Temperatur
terutama komposisi kation dan klorida. Sementara
mata air panas dan hangat berkisar antara 27ºC
hasil analisis isotop alam (Tabel 3) menunjukkan
(Cibubuan) hingga 50ºC (Cipanas), sementara
rentang komposisi isotop sampel berkisar -7,77‰
mata air dingin memiliki temperatur sekitar 20ºC
hingga -0,33‰ untuk δ18O dan -53,9‰ hingga -
(Ciputrawangi) hingga 24ºC (Cigirang) dengan
36,33‰ untuk δ2H.
temperatur udara sekitar berkisar antara 25ºC –
27ºC. Keseluruhan sampel air memiliki pH yang Kimia air dan geotermometri
relatif netral berkisar 6 hingga 7,5 dengan TDS
Gambar 2 dan 3 menunjukkan diagram trilinear
(Total Dissolved Solids) dari yang paling rendah
yang menunjukkan klasifikasi air berdasarkan
pada mata air dingin yaitu berkisar 40 ppm hingga
komposisi anion utamanya yaitu Cl-, SO42- dan
840 ppm kecuali pada tiga mata air panas yang
HCO3- (Giggenbach, 1988) maupun kation utama
memiliki nilai TDS relatif tinggi berkisar antara
yaitu Na+K, Ca dan Mg (Vespasiano et al., 2014).
1300 ppm hingga 18000 ppm, yaitu pada mata air
Dari diagram tersebut terlihat bahwa mata air
panas Ciseupan (TP-1), Cileungsing (TP-7, TP-8)
panas terbagi atas tiga kelompok yaitu:
dan Ciuyah (TP-9).
5
Prasetio et al. / Karakteristik Kimia dan Isotop Fluida Panas Bumi Daerah Gunung Tampomas, Jawa Barat
Na/1000
160 140
180 120
200
100
220
full equilibrium
240
260
280
TP-9
partial equilibrium
TP-1
immature waters
TP-5
TP-8
TP-3
K vMg
Kelompok Na-Cl. Dua mata air panas yaitu berasal dari CO2 atmosfer yang terlarut (Alçiçek
Ciseupan (TP-1) dan Ciuyah (TP-9) dengan TDS et al., 2016).
tinggi dan pH netral termasuk tipe fluida Na-Cl
Kelompok Na-Cl-HCO3. Jenis air terletak pada
yang merupakan tipikal air yang bersirkulasi di
sudut bikarbonat atau peripheral waters, yang
kedalaman pada temperatur tinggi (mature water).
merupakan tipikal komposisi daerah outflow
Tingginya kandungan TDS terutama ion Na dan
ataupun daerah kondensasi (Nicholson, 1993).
Cl merupakan hasil dari netralisasi gas-gas asam
Namun demikian nilai TDS untuk mata air panas
yang dilepas magma dengan batuan sekitar
Ciuyah jauh lebih besar daripada mata air panas
(Giggenbach, 1988). Karena morfologi daerah
Ciseupan yaitu 18,789 mg/L dan 3,315 mg/L
pegunungan, fluida Na-Cl biasa ditemukan di
berturut-turut.
lereng atau kaki gunung, jauh dari daerah upflow
panas bumi (Cumming, 2016) sebagaimana lokasi Estimasi temperatur reservoar
mata air panas Ciseupan dan Ciuyah. Perhitungan geotermometer untuk mengetahui
Kelompok Ca-HCO3. Semua mata air dingin temperatur reservoar dilakukan melalui diagram
dengan pH netral termasuk dalam kelompok ini Na-K-Mg (Giggenbach, 1988) yang telah banyak
yang merupakan tipikal komposisi air tanah diaplikasikan dalam eksplorasi dan monitoring
dengan pelarutan mineral sekitar (Mohammed et reservoar panas bumi (Gambar 4). Dari diagram
al., 2014) maupun bikarbonat produk dari tersebut jelas terlihat bahwa mata air panas Ciuyah
penguraian material organik namun hanya sedikit (TP-9) menunjukkan kesetimbangan parsial
6
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.28, No.1, Juni 2018, 1-11
Gambar 5. Diagram trilinear Li-Cl-B, secara umum memperlihatkan kesamaan evolusi fluida.
dengan perhitungan geotermometer yang relatif kuarsa yang menunjukkan perkiraan temperatur
rendah yaitu sekitar 120ºC. Sementara sampel lain reservoar sekitar 131°C untuk model silika steam
terindikasi merupakan immature waters atau tidak loss dan 181°C untuk model tanpa steam loss.
dalam keadaan kesetimbangan, sehingga kurang
Untuk perhitungan geotermometer yang
dapat diandalkan untuk perhitungan
menggunakan rasio kimia seperti Na/K masih
geotermometer dikarenakan kandungan Mg yang
dapat dihitung secara langsung dengan asumsi
terlalu tinggi. Kandungan Mg yang tinggi tersebut
proses pencampuran tidak merubah rasio Na/K
menunjukkan adanya pencampuran antara fluida
secara signifikan karena komposisi Na dan K
panas bumi dengan Mg rendah dan air tanah yang
dalam air tanah jauh lebih rendah dibandingkan
lebih dangkal dengan kandungan Mg tinggi
fluida panas bumi. Rumus geotermometer Na-K
(Kuhn, 2004; Murray, 1996). Adanya
Fournier (Fournier, 1979) dan Giggenbach
pencampuran ini tidak memungkinkan
(Giggenbach, 1988) dapat digunakan dan
dihitungnya geotermometer silika secara
menghasilkan temperatur bawah permukaan yang
langsung. Hal ini juga terlihat dari kandungan
relatif tinggi dan rasional antara 121ºC hingga
silika sampel yang relatif rendah. Untuk
266ºC (Tabel 4). Temperatur ini menunjukkan
memperkirakan temperatur berdasarkan silika,
temperatur kesetimbangan terakhir sebelum fluida
dapat digunakan model pencampuran silika -
bercampur dengan air tanah dangkal.
entalpi (Nicholson, 1993; Verma, 2000).
Pemodelan berdasarkan dua model kelarutan Evolusi maturasi fluida atau rock dissolution dapat
silika yaitu kelarutan kuarsa tanpa steam loss diperkirakan melalui komposisi Li, B dan Cl
(pemisahan uap) dan kuarsa dengan steam loss. fluida seperti terlihat pada Gambar 6. Dalam
Gambar 5 menunjukkan interpolasi air tanah diagram tersebut keseluruhan sampel terletak
dengan fluida termal terhadap kurva kelarutan mendekati sudut Cl dan jauh dari plot pelarutan
7
Prasetio et al. / Karakteristik Kimia dan Isotop Fluida Panas Bumi Daerah Gunung Tampomas, Jawa Barat
batuan di sudut Li. Hal ini menandakan bahwa Dari grafik tersebut terlihat bahwa sebagian besar
seluruh fluida Gunung Tampomas memiliki sampel terletak di sekitar garis meteorik,
kesamaan proses evolusi, bukan sekedar pelarutan menandakan fluida Gunung Tampomas berasal
batuan saja namun juga adanya penambahan Cl dari air meteorik. Namun demikian, terdapat
melalui absorbsi uap dengan rasio B/Cl yang pergeseran oksigen (oxygen shift) yang
rendah (Gudmundsson, 2015; Sepúlveda et al., mengindikasikan adanya interaksi antara fluida
2004). dengan batuan pada temperatur tinggi. Selain itu,
terdapat satu sampel (Ciuyah) yang terletak
Komposisi isotop dan evolusi fluida
menjauhi garis meteorik, mengindikasikan
Berdasarkan data hasil analisis isotop dapat dibuat kemungkinan adanya (1) proses evaporasi atau (2)
grafik hubungan antara δ18O dan δ2H seperti pada pencampuran dengan air magmatik maupun air
Gambar 6. laut. Kemungkinan yang pertama kurang rasional
8
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.28, No.1, Juni 2018, 1-11
Gambar 6. Komposisi δ18O vs δ2H, menunjukkan asal fluida meteorik dibandingkan dengan komposisi air
laut, magmatik dan garis meteorik.
mengingat temperatur mata air tergolong tidak dalam sumber panas. Karena letak sumber panas
terlalu tinggi yaitu sekitar 38,9ºC dan tidak ada yang dalam, terjadi kondensasi uap dalam
proses pemanasan uap (steam heated). Selain itu, perjalanan menuju permukaan lalu kondensat
pengambilan sampel juga dilakukan di bawah tersebut mengalir ke daerah outflow yaitu
permukaan pada outlet mata air sehingga Ciseupan di barat daya dan Ciuyah di timur laut
dipastikan tidak ada proses evaporasi permukaan. (Gambar 1). Letak reservoar yang dalam juga
Sementara untuk kemungkinan kedua lebih terlihat dari tidak adanya manifestasi berupa
mendekati yaitu komposisi kimia air Ciuyah yang fumarol di Gunung Tampomas. Berdasarkan
merupakan tipe klorida dengan komposisi Cl perhitungan, temperatur kesetimbangan Na/K di
mencapai 10000 mg/L namun dengan pH kedua daerah tersebut sebelum proses
mendekati netral menunjukkan kemungkinan pencampuran adalah sekitar 210°C di Ciseupan
pencampuran dengan sedikit (minor) komponen dan 120°C di Ciuyah. Demikian pula dengan hasil
magmatik maupun air laut. model pencampuran silika-entalpi yang
menghasilkan perkiraan temperatur reservoar
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
sebesar 131°C hingga 181°C. Selain pencampuran
fluida panas bumi Gunung Tampomas berasal dari
dengan air tanah ada indikasi pencampuran
air meteorik yang meresap (imbuh) melalui sistem
dengan air laut atau connate water di Ciuyah. Hal
sesar ke bawah permukaan hingga kontak dengan
ini didasarkan pada kandungan klorida yang
sumber panas (heat source). Fluida yang terpanasi
sangat tinggi dan komposisi isotop 18O dan 2H.
naik menuju permukaan bersamaan dengan
komponen volatil magmatik yang terdapat di
9
Prasetio et al. / Karakteristik Kimia dan Isotop Fluida Panas Bumi Daerah Gunung Tampomas, Jawa Barat
10
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.28, No.1, Juni 2018, 1-11
Murray, K.S., 1996. Hydrology and geochemistry Silitonga, P.H., 1973. Peta Geologi Lembar
of thermal waters in the Upper Napa Valley, Bandung, Jawa Barat, skala 1:1000.000.
California. Ground Water 34.
Verma, M.P., 2000. Chemical thermodynamics of
Nicholson, K., 1993. Geothermal fluids, chemistry silica: A critique on its geothermometer.
and exploration techniques. Springer- Geothermics 29, 323–346.
Verlag, Berlin. https://doi.org/10.1016/S0375-
6505(99)00064-4
Reed, M.J., Mariner, R.H., 1991. Quality control
of chemical and isotopic analysis of Vespasiano, G., Apollaro, C., Muto, F., Dotsika,
geothermal water samples, in: Proceedings E., De Rosa, R., Marini, L., 2014. Chemical
16th Workshop on Geothermal Reservoar and isotopic characteristics of the warm and
Engineering. Standford University, cold water of the Luigiane Spa near Guardia
California. Piemontese (Calabria, Italy) in a complex
faulted geological framework. Appl.
Sepúlveda, F., Dorsch, K., Lahsen, A., Bender, S.,
Geochemistry 41, 73–88.
Palacios, C., 2004. Chemical and isotopic
composition of geothermal discharges from
the Puyehue-Cordón Caulle area (40.5°S),
Southern Chile. Geothermics 33, 655–673.
https://doi.org/10.1016/j.geothermics.2003.
10.005
11