Anda di halaman 1dari 7

TUGAS GEOSTATISTIKA

“RESUME APLIKASI GEOSTATISTIK DALAM GEOSAINS DAN


RESUME METODE PERHITUNGAN CADANGAN KONVENSIAONAL”

Disusun Oleh:

BAGUS RIZKI W ( 03411640000061 )


AHMAD ADHIM S ( 03411640000006 )
AISYA NUR H ( 03411640000032 )

DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019
RESUME APLIKASI GEOSTATISTIK DALAM GEOSAINS

Geostatistika merupakan aplikasi ilmu Statistika yang sangat berkembang dan berasal dari
industri pertambangan. Ilmu ini pertama kali muncul pada awal tahun 1950 di Afrika Selatan oleh
seorang Insinyur yang bernama DG Krige dan HS Sichel yang mempunyai latar
belakang statistician. Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh seorang Insinyur berkebangsaan
Perancis yang bernama Georges Matheron. Pada perkembangan saat ini, Geostatistika
menggabungkan banyak metode, teori dan teknik agar mampu menyelesaikan permasalahan-
permasalahan dalam konteks spasial (Wackernagel, 1995). Secara umum pembahasan dalam
Geostatistika dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu Linier Stasioner Geostatistik, Linier Non
Stasioner Geostatistik dan Non Linier Geostatistik. Pembahasan mengenai Linier Stasioner
Geostatistik akan mengulas metode Univariate ataupun Multivariate yang berdasarkan kombinasi
linier dari sampel yang diambil. Nilai-nilai dari sampel merupakan fungsi random dan diasumsikan
stasioner atau tidak terpengaruh oleh trend tertentu. Jika nilai-nilai tersebut tidak stasioner maka
dapat digunakan Non Stasioner Geostatistik. Kedua pembahasan sebelumnya mengasumsikan
pendekatan linier sedangkan jika diperlukan pendekatan non linier maka dapat menggunakan Non
Linier Geostatistik.

Dalam penggunaan Geostatika terdapat suatu metode block kriging. Penggunaan metode
ini bertujuan untuk penaksiran kuantitas dan kualitas cebakan batu bara. Sebagai pembanding
dalam penaksiran jumlah dan kualitas batubara digunakan teknik point kriging. Tahapan pertama
dalam penaksiran tersebut adalah pembuatan variogram eksperimental, tahapan selanjutnya adalah
pencocokan model, dan penentuan parameter variogram untuk penaksiran kuantitas serta
kualitas batubara. Analisis variografi dilakukan untuk ketebalan lapisan, nilai kalori, total sulfur,
dan abu batubara.

Dalam penggunaan Geostatika dapat digunakan sebagai model simulasi menentukan


adanya ganguan medan geologi lokal. Konsep ini asal mulanya dari geostatistik dan sekarang
digunakan secara luas dalam analisis spasial. Metode ini juga dikenal sebagai regresi proses Gauss,
prediksi Kolmogorov-Wiener atau prediksi ketakbiasan linier terbaik. Untuk melakukan estimasi
atau interpolasi gangguan geomagnet di sekitar tiga stasion geomagnet digunakan metode punctual
kriging. Kontribusi hasil estimasi atau interpolasi gangguan geomagnet ini nantinya digunakan
sebagai dasar pembuatan peta atau kontur gangguan geomagnet di sekitar ketiga lokasi observasi
tersebut. Dengan demikian informasi gangguan geomagnet akan berguna dalam survei geologi di
sekitar lokasi pengamatan.

Penggunaan Geostatika dapat digunakan dalam pencarian panas bumi. Prinsip ini
menggunakan aplikasi ordinary kriging. Konsep ini menganalisa pola pesebaran Hg dan
memperkirakan daerah anomali yang umumnya berkorelasi dengan zona permeabilitas yang
merupakan faktor penting dalam eksplorasi panas bumi. Data sekunder berupa data Hg (dry
basis) yang diolah dengan metode EDA (Exploratory Data Analysis) yaitu summary statistic.
Setelah didapatkan model variogram lalu dilakukan Ordinary Kriging menggunakan ILWIS
yang menghasilkan peta persebaran Hg. Hasil Kriging menunjukkan persebaran Hg bersifat
anisotropik secara zonal pada arah NE-SW sesuai dengan kondisi geologi yang mengontrol.

Endapan bijih besi (Fe) merupakan unsur logam yang paling banyak di bumi ini.
Karakteristik dari endapan bijih besi yang ditemukan sering berasosiasi dengan mineral
logam lainnya yang bernilai ekonomis.Kadar assay bijih besi (Fe) merupakan kadar yang
diperoleh dari setiap lubang pengeboran dengan kedalaman tertentu. Informasi terkait dengan
data kadar assay bijih besi (Fe) kemudian dilakukan penaksiran dengan cara menaksirkan kadar
bijih besi yang tidak tersampel dari pengeboran menggunakan metode geostatistik point
kriging.Metode point kriging ini merupakan bagian dari metode kriging yang berbeda dari
metode perhitungan lainnya, dimana daerah pengaruh dari titik bor terhadap titik yang ditaksir
diperhitungkan,artinya setiap titik sampel (kadar)yang diketahui memiliki pengaruh untuk
menaksirkan kadar yang disekitarnya dengan analisis spasial. Analisis spasial merupakan
analisis yang mencari hubungan antara data hasil pengukuran seperti data assay bijih besi
(Fe)terhadap objek lainnya seperti jarak tertentu antar data sampel baik secara horizontal maupun
vertikal. Metode point kriging diharapkan dapat membantu dalam mengetahui penaksiran jumlah
sumberdaya kadar bijih besi (Fe), memperkirakan pola sebaran penaksiran kadar bijih besi
dilokasi penelitian serta tingkat kepercayaan yang dihasilkan dari model penaksiran kadar
bijih besi. Untuk menguji tingkat keakuratan hasil estimasi suatu model menggunakan validasi
silang (cross validation). Metode ini menggunakan seluruh data untuk mendapatkan suatu
model (data kadar estimasi). Secara bergantian satu per satu data dihilangkan, dan kemudian data
diestimasi dengan menggunakan data dari hasil model (data kadar estimasi) tersebut. Data hasil
kadar estimasi Fe dapat ditentukan dengan cara mencari error selisihnya antara data kadar
assay Fe yang digunakan. Parameter tingkat kepercayaan hasil validasi silang menggunakan
nilai RMSE (Root Mean Square Error), MAE(Mean Absolute Error)yang dikatakan baik jika
mendekati nol dan nilai koefisien determinasi (r2) yang merupakan akar kuadrat dari koefisien
korelasi yang mendekati nilai satu(Awalidkk, 2013). Koefisien korelasi(r)merupakan hubungan
penyimpangan data kadar estimasi Fe dengan data kadar assay Fe yang digunakan untuk
menaksirkan kadar Fe dilokasi yang tidak tersampel.
Metode geostatistik pada umumnya juga digunakan untuk menganalisa karakteristik
cebakan mineral yang biasanya menggunakan dua cara yakni statistik klasik dan statistik spasial.
Dengan menggunakan dasar teori statistik spasial, ilmu geostatistik berkembang tidak hanya
diaplikasikan untuk endapan cebakan mineral atau pertambangan saja. Untuk mengetahui sejauh
mana hubungan spasial antara titik-titik suatu nilai, maka harus diketahui fungsi struktural
yang dicerminkan oleh model semi variogramnya. Dengan menetapkan model semivariogramnya
merupakan langkah awal dalam perhitungan geostatistik, disusul dengan perhitungan beberapa
macam varian dan perhitungan lainnya yang akan dijelaskan dibawah ini (Wibowo, 2009).
RESUME METODE PERHITUNGAN CADANGAN KONVENSIAONAL
Cadangan adalah bagian dari sumber daya terindikasi dari suatu komoditas mineral yang
diperoleh secara ekonomis dan tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan pemerintah
setempat (Mc.Kelvey, 1973). Klasifikasi cadangan di Indonesia mengikuti aturan Mc.Kelvey yang
juga diusulkan oleh United State Bureau Mine (USBM) dan United State Geological Survey
(USGS). Melalui pertimbangan tingkat keyakinan geologi (endapan, mineral yang meliputi
ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas) dan tingkat kelayakan ekonomi, klasifikasi cadangan terbagi
menjadi tiga yaitu cadangan terukur, cadangan terindikasi, dan cadangan terduga.
Pemilihan metode perhitungan cadangan didasari oleh faktor geologi endapan, metode
eksplorasi, data yang dimiliki, tujuan perhitungan, dan tingkat kepercayaan yang diinginkan.
Berdasarkan metode (teknik, asumsi, pendekatan), maka penaksiran dan perhitungan sumberdaya
atau cadangan terdiri dari metode konvensional yang terbagi menjadi dua, yaitu metode
penampang vertikal (dengan menggunakan rumus mean area, kerucut terpancung, obelisk) dan
penampang horizontal (Metode Poligon, Metode Triangle, dan Metode Circular USGS 1983).
Selain itu, dapat pula dilakukan dengan metode geostatistik dan metode blok.
1. Metode Penampang Vertikal
Metode ini menggambarkan kondisi endapan bijih dan tanah penutup (overburden) pada
penampang-penampang vertikal. Perhitungan dilakukan dengan menghitung luas masing-masing
penampang pada tiap elemen. Perhitungan tonase dan volume dilakukan dengan rumus-rumus
yang sesuai dengan kondisi bijih dan overburden.
Contoh perhitungan menggunakan dua penampang menggunakan rumus prismoida
sebagi berikut:

S1, S2 = luas penampang ujung


M = luas penampang tengah
L = jarak antara S1 dengan S2
V = volume cadangan

Gambar 1. Perhitungan Volume Menggunakan Dua Penampang


2. Metode Penampang Horizontal
Metode yang biasa digunakan pada penampang horizontal adalah metode poligon, isoline,
triangulasi, dan metode circular USGS 1983.
a. metode poligon
Metode ini menggunakan konsep dasar bahwa seluruh karakteristik endapan suatu daerah
diwakili oleh satu titik tertentu. Jarak titik bor di dalam poligon dengan batas poligon sama dengan
jarak batas poligon ke titik bor terdekat. Nilai kadar di dalam poligon diasumsikan konstan sama
dengan kadar pada titik bor di dalam poligon. Perhitungan untuk volume menggunakan rumus
berikut:
𝑉 = 𝐴. 𝑡
dimana
V = Volume
A = luas poligon
t = tebal lapisan batubara di titik contoh
Perhitungan Tonase digunakan rumus sebagai berikut
𝑇 =𝑉×𝑘
dimana
T = tonase (Ton)
V = volume (m3)
k = kadar (% atau Ton/m3)

b. metode isoline
Metode ini menggunakan prinsip dasar isoline, yaitu kurva yang menghubungkan titik-
titik yang memiliki nilai kuantitatif sama. Metode ini digunakan dengan asumsi nilai yang berada
di antara dua buah titik kontinu dan mengalami perubahan secara gradual. Perhitungan volume
dapat dilakukan dengan cara menghitung luas daerah yang terdapat di dalam batas kontur, dilanjut
dengan menggunakan prosedur-prosedur yang umum.
c. metode triangulasi

Metode ini menggunakan konsep dasar menjadikan titik yang diketahui menjadi titik
sudut suatu prisma segitiga. Prisma segitiga diperoleh dengan cara menghubungkan titik-titik yang
diketahui tanpa berpotongan. Perhitungan volume dilakukan dengan rumus:

dimana
S = luas segitiga 123
t1, t2, t3 = ketebalan endapan pada masing-masing titik

d. metode circular USGS 1983


Metode ini menggunakan teknik perhitungan dengan membuat lingkaran-lingkaran pada
setiap titik informasi endapan mineral, yaitu singkapan mineral dan lokasi titik pengeboran.
Perhitungan cadangan terukut berada dalam radius lingkaran 0-400 m dan cadangan terindikasi
berada dalam radius 400-1200 m.
Faktor-faktor pengontrol perhitungan cadangan pada metode ini adalah perlipatan, sesar,
intrusi, dan singkapan batubara di permukaan. Perhitungan tonase (W) digunakan rumus sebagai
berikut:
𝑊 = 𝐿 × 𝑇 × 𝐵𝐽
dimana
L = luas daerah terhitung (m2)
T = tebal rata-rata mineral sejenis (m)
BJ = berat jenis mineral (ons/m3)
REFERENSI
Weckernagel, H. 1995. Multivariate Geostatistics. New York : Cambridge.

Awali, A. Abid., Yasin, H., dan RahmawatiR.,2013, Estimasi Kandungan Hasil Tambang
Menggunakan Ordinary Indicator Kriging, Jurnal Gaussian, Vol.2, No. 1/2013.

Bhakti, Giandari.,dan Subagiada, Kadek., 2016, Analisis Pensebaran Lapisan Batubara Dengan
Menggunakan Metode Ordinary Kriging Di Pit S11gn Pt. Kitadin Desa Embalut Kabupaten
Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, Prosiding Seminar Tugas Akhir FMIPA, UNMUL Maret
2016, ISBN:978-602-72658-1-3.

Isaaks, E. H. and Srivastava, R. M.,1989. An Introduction to Applied Geostatistics, Oxford


University Press, New York, 592 h.
Wibowo, H. (2009), "MODEL BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA
GEOLISTRIK DAN BOR ; STUDI KASUS PENELITIAN Untuk, Lapangan Pltu,
Pembangunan Paiton, D I", itb,.

Anda mungkin juga menyukai