Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM PERPETAAN

ACARA 3
PERHITUNGAN LUAS AREA

Disusun oleh:

Nama : Akbar Nazaruddin


NIM : 1909056020
Kelompok : 9 (Sembilan)
Program studi : Teknik Pertambangan
Asisten : Desron Irvantoni Simbolon

LABORATORIUM GEOLOGI DAN SURVEY


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peta didefinisikan sebagai representasi atau gambaran miniatur dari unsur-unsur (feature)
fisik (alamiah dan buatan manusia) permukaan bumi ke dalam media bidang datar dengan
skala dan sistem proyeksi tertentu. Contoh unsur-unsur alam adalah gunung, sungai,
danau, laut, vegetasi dan sebagainya. Sedangkan contoh unsur-unsur buatan manusia
adalah rumah, jembatan, gardu listrik, gudang, pelabuhan dan sebagainya.

Sistem proyeksi yang dimaksud di sini menyangkut proses hitungan dan cara
menggambarkan “kulit” bumi yang bentuknya mendekati elipsoid menjadi gambar yang
datar. Adapun tujuan dari pembuatan peta adalah untuk mengetahui bagaimana dan apa
saja unsur permukaan bumi suatu daerah dalam pandangan yang kecil, tanpa mendatangi
daerah tersebut, ataupun dapat juga sebagai perhitungan luas area.

Ukuran suatu titik (obyek) di permukaan bumi tidak mungkin sama besar dengan ukuran
titik tersebut di peta. Sehingga diperlukan perbandingan jarak antara dua titik di peta dan
di permukaan bumi (jarak mendatar). Harga (angka) perbandingan tersebut disebut skala
peta. Dalam membuat peta ini juga diperlukan untuk mengetahui sistem koordinat, salah
satu sistem koordinat yang digunakan dalam ukur tanah adalah koordinat rectangular
(kartesian). Pada sistem salib sumbu kartesian dua dimensi, setiap titik secara unik
didefinisikan posisinya dengan koordinat berupa absis (X) dan ordinat (Y).

Oleh karena itu, dilaksanakannya praktikum perpetaan tentang perhitungan luas area ini
dilakukan agar para praktikan nantinya dapat menetukan koordinat untuk membuat peta
koordinat dari proses pengambilan data dengan menembak beberapa titik koordinat di
lapangan yang telah dipasangkan rambu ukur, serta dapat melakukan perhitungan luas
area dengan beberapa metode.
1.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakannya praktikum perpetaan tentang perhitungan luas area ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui luas area dengan menggunakan metode koordinat.
2. Untuk mengetahui luas area dengan menggunakan metode grid.
3. Untuk mengetahui luas area dengan menggunaka metode shimpson.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengukuran luas merupakan pengukuran yang sering dilakukan didalam pekerjaan


sebelum perencanaan desain dilakukan, karena perhitungan dan informasi luas
merupakan salah satu informasi yang dibutuhkan untuk mendesain perencanaan dari hasil
pengukuran dilapangan. Pengukuran luas ini dipergunakan untuk berbagai kepentingan,
baik dalam bidang konstruksi maupun dalam bidang hukum pertanahan, perubahan status
hukum tanah, pajak bumi dan lain sebagainya (Awliya Tribhuwana, 2018).

Pengukuran wilayah yang tidak luas, bisa dilakukan menggunakan patok dan meteran.
Sedangkan pengukuran wilayah dalam skala luas dibutuhkan peralatan yang dapat
menjangkau jarak tersebut. Alat yang umumnya dipakai adalah theodolite, total station,
dan GPS. Theodolite merupakan alat pengukuran luas untuk menentukan sudut yang
dibentuk antara dua titik pada saat pengukuran. Titik koordinat dalam suatu wilayah dapat
diperoleh dengan bantuan theodolite. Penggunaan theodolite memungkinkan untuk
berpindah tepat guna mendapatkan data yang akurat. Selain penggunaan alat yang tepat,
pemilihan metode pengukuran juga berpengaruh terhadap ketepatan hasil pengukuran.
Dalam ilmu ukur wilayah salah satu metode yang dapat digunakan adalah melalui metode
pengukuran poligon (Awliya Tribhuwana, 2018).

Patok poligon adalah sebagai kerangka dasar pemetaan yang memiliki titik-titik, dimana
titik tersebut mempunyai sebuah koordinat X dan Y. Poligon memiliki beberapa jenis
dipandang dari benntuk dan titik referensi yang digunakan sebagai sistem koordinat dan
kontrol kualitas dari pengukuran poligon. Jenis-jenis poligon tersebut yakni poligon
tertutup, poligon terbuka tidak terikat/lepas, poligon terbuka tidak terikat sempurna dan
poligon terbuka terikat sempurna (Ipah Saripah dkk, 2017).

Sistem koordinat adalah bilangan-bilangan yang menyatakan jarak suatu titik dari titik
pusat (o) dan ditulis dalam kurung dibelakang titik-titik yang bersangkutan. Sistem
koordinat yang umum dalam pengukuran adalah koordinat siku-siku, koordinat polar, dan
geografis. Koordinat siku-siku mengandung unsur absis yang bergerak sepanjang sumbu
X dan unsur ordinat yang bergerak sepanjang sumbu Y. koordinat polar dinyatakan
dengan sudut jurusan dan jarak dari 2 (dua) buah titik. Koordinat geografi dinyatakan
dalam lintang dan bujur (Hamzah Yusuf dan Hasmar Halim, 2014).

Poligon merupakan suatu rangkaian segi banyak yang menghubungkan banyak titik detail
di lapangan dan mempunyai banyak sudut. Pada rangkain segi banyak tersebut ada yang
mempunyai dua titik ujung (poligon terbuka), ada yang mempunyai satu titik ujung
(poligon tertutup) dan ada yang mempunyai banyak titik ujung (poligon bercabang). Jika
suatu poligon diketahui satu titik koordinatnya dan diukur sudut jurusannya atau poligon
diketaui dua titik atau lebih, titik koordinatnya. Kemudian diukur sudut-sudut horizontal,
sudut-sudut vertikal dan jaraknya. Dari hasil tersebut kemudian digunakan untuk mencari
koordinat dari titik-titik yang diukur atau titik-titik yang akan dicari koordinatnya. Setelah
koordinat diketahui, kemudian koordinat-koordinat ini digunakan untuk penggambaran
obyek. Maka penggambaran poligon ini disebut poligon numeris. Poligon grafis diperoleh
dari proses penggambaran yang dilakukan langsung dari data ukuran sudut, atau sudut
jurusan dengan bantuan busur derajat sedangkan jaraknya dengan bantuan mistar skala.
Selain itu untuk penggambaran poligon grafis dapat langsung digambarkan dari data
sudut horizontal atau sudut jurusan dan jarak tanpa bantuan busur derajat dan mistar skala
(Seno Aji, 2014).

Dalam ilmu ukur tanah posisi titik di muka bumi, misalnya titik A0 pada bidang datarnya
dinyatakan oleh absis XA dan ordinat YA dalam sistem koordinat kartesian. Sebagai
sumbu Y dalam sistem kartesian adalah dipilih garis meridian yang melalui satu titik.
Pada meridian yang dipilih adalah meridian melalui titik O. Titik ini selanjutnya
ditetapkan sebagai titik awal (titik nol) sistem koordinat. Sebagai sumbu X adalah garis
tegak lurus sumbu Y di titik nol. Maksud dari penentuan posisi horizontal adalah
menentukan koordinat titik baru dari satu atau beberapa titik yang telah diketahui
koordinatnya. Metode penentuan posisi horizontal dapat dikelompokkan ke dalam metode
penentuan titik tunggal (satu titik) dan metode penentuan banyak titik (Ipah Saripah dkk,
2017).
Metode polar adalah menghitung satu titik dari satu titik yang telah diketahui
koordinatnya, sementara jarak AB (dAB) dan sudut jurusan AB (αAB) diukur di
lapangan. Koordinat titik B dihitung dengan rumus, XB = XA + dAB sin αAB dan YB =
YA + dAB cos αAB. Metode perpotongan Ke Muka maka data yang diperlukan adalah
diketahui koordinat A dan B yaitu (XA, YA) dan (XB, YB) serta diukur di lapangan sudut
mendatar di A dan B yaitu β1 dan β2. Koordinat C dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sinus dan pertolongan garis tinggi (t). metode perpotongan ke belakang minimal
diketahui koordinat A, B dan C. Yaitu (XA, YA), (XB, YB) dan (XC, YC), sedangkan
sudut-sudut mendatar di titik D yaitu γ1 dan γ2 diukur di lapangan. (Ipah Saripah dkk,
2017).

Maksud dari penentuan posisi horizontal adalah menentukan koordinat titik baru dari satu
atau beberapa titik yang telah diketahui koordinatnya. Metode penentuan posisi horizontal
dapat dikelompokkan ke dalam metode penentuan titik tunggal (satu titik) dan metode
penentuan banyak titik. Metode yang termasuk penentuan koordinat titik tunggal
diantaranya yaitu metode polar, metode perpotongan ke muka, metode perpotongan ke
belakang. Sedangkan metode yang termasuk penentuan koordinat banyak titik adalah
diantaranya sebagai berikut, metode poligon, metode triangulasi, metode trilaterasi (Ipah
Saripah dkk, 2017).

Pengukuran beda tinggi bermaksud untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik di
muka bumi serta menentukan ketinggian terhadap suatu bidang referensi atau bidang
datum ketinggian tertentu. Per defnisi bidang referensi atau bidang datum adalah suatu
bidang nivo tertentu dimana ketinggian titik-titik mulai dihitung. Bidang geoid atau
permukaan air laut rata-rata (mean sea level/MSL) merupakan bidang referensi ketinggian
yang umum digunakan di dalam praktek (Ipah Saripah dkk, 2017).
Bidang nivo sendiri merupakan suatu permukaan dimana arah gaya berat pada setiap titik
padanya selalu tegak lurus. Contoh sederhana dari bidang nivo adalah permukaan air
dalam keadaan tenang seperti permukaan air di dalam gelas, permukaan air danau atau air
laut (Ipah Saripah dkk, 2017).

Sementara itu ketinggian didefinisikan sebagai jarak tegak di bawah atau di atas bidang
referensi. Beda tinggi antara dua titik adalah merupakan jarak tegak antara dua bidang
nivo yang melalui kedua titik tersebut. Di dalam pengukuran beda tinggi dikenal istilah
benchmark yaitu suatu titik tetap yang diketahui ketinggiannya terhadap suatu bidang
referensi tertentu. Ujung dari benchmark ini dapat terbuat dari pilar beton dengan tanda
diatas/disampingnya sebagai titik ketinggiannya. Pengukuran beda tinggi antara dua titik
dapat ditentukan dengan cara-cara antara lain, cara sipat datar, cara trigonometris, dan
cara barometris (Ipah Saripah dkk, 2017).

Pada pengukuran jarak secara optis dapat kita menentukan suatu jarak atas dasar sudut
paralaktis dan suatu rambu dasar. Pengukuran jarak secara optis pada saat ini sebenarnya
sudah agak jarang digunakan karena adanya peralatan ukur tanah dengan cara elektronis
saat ini (Frick, 1979 dalam Ipah Saripah dkk, 2017).

Pada pembacaan alat ukur sipat datar terdapat tiga benang mendatar diafragma yang
digunakan sebagai acuan untuk membaca tinggi titik pada rambu. Ketiga benang tersebut
adalah benang mendatar atas (BA), benang mendatar tengah (BT) benang mendatar
bawah (BB) (Ipah Saripah dkk, 2017).

Jarak antara dua titik di lapangan dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung digunakan pita atau rantai ukur, sedangkan secara tidak langsung
digunakan cara pengukuran optis yaitu dengan menggunakan bantuan benang silang
diafragma pada theodolit (Purworahardjo, 1986 dalam Ipah Saripah dkk, 2017).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
1. Teodolit
2. Statif
3. Rambu ukur
4. Patok
5. Kompas
6. Paku
7. Payung
8. Kamera

3.1.2 Bahan
1. Alat Tulis
2. Formulir data lapangan
3. Kertas milimeter blok

3.2 Prosedur Percobaan

1. Disiapkan alat dan bahan.


2. Ditandai titik menggunakan patok yang telah diberi paku pada bagian atasnya.
3. Didirikan statif dan dipasang teodolit pada statif, lalu dikunci teodolit
menggunakan pengunci statif.
4. Diatur kaki statif hingga paku pada patok terlihat dan masuk dalam tanda sentering
optis.
5. Diseimbangkan nivo kotak pada teodolit dengan mengatur kaki statif.
6. Diseimbangkan nivo tabung pada teodolit dengan menggunakan sekrup ABC.
7. Dihidupkan teodolit.
8. Diletakkan kompas disamping teodolit dan diarahkan keutara secara bersamaan.
9. Direset pada pembacaan sudut horizontal.
10. Diarahkan teodolit kearah patok 2.
11. Dicatat sudut azimuth kemudian direset lagi.
12. Dibidik rambu ukur pada patok 2 dengan BT yang diinginkan.
13. Dicatat sumbu horizontal, vertikal, BA, BT dari pengukuran menggunakan
teodolit.
14. Diputar teodolit sebesar 180o untuk mencari sudut luar biasa.
15. Dibidik rambu ukur yang ada dipatok 2.
16. Dicatat sumbu horizontal, vertikal, BA, dan BT.
17. Diarahkan teodolit kearah titik detail A.
18. Dicatat sudut horizontal, vertikal, BA, dan BT dari titik A dengan pengukuran
biasa.
19. Diulangi langkah 10 hingga 16 untuk membidik patok 4 (back sight).
20. Diulangi langkah 3 hingga 16 untuk patok 2, 3, dan 4.
21. Diulangi langkah 3 hingga 18 untuk mengukur titik detail B, C, dan D pada patok
2, 3, dan 4.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:


1. Luas area yang didapat dengan metode koordinat yaitu sebesar 1.605,754 m2.
2. Luas area yang didapat dengan metode grid yaitu sebesar 1.480,5 m2.
3. Luas area yang didapat dengan metode shimpson yaitu sebesar 1.421,4 m2.

5.2 Saran
1. Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya digunakan alat ukur perhitungan luas
seperti planimeter.
2. Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya digunakan rambu ukur dengan satuan
yang berbeda.
3. Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya menggunakan kompas geologi dalam
penentuan azimuth awal.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Seno. 2014. Kajian Penentuan Luas Tanah Dengan Berbagai Metode. Universitas
Merdeka Madiun, Madiun
Saripah, Ipah. 2017. Modul 2 Dasar-Dasar Pengukuran Topografi Untuk Pekerjaan
Jalan. Kementrian PUPR, Bandung
Syaripudin, Akhmad. 2013. Pengantar Survey dan Pengukuran. Institut Teknologi
Bandung, Bandung
Tribhuwana, Awliya. 2018. Perbandingan Pengukuran Luas Area Antara Theodolit dan
Global Positioning System (GPS). Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon,
Cirebon
Yusuf, Hamzah dan Hasmar Halim. 2014. Buku Ajar Survey dan Pemetaan. CV Budi
Utama, Yogyakarta

Samarinda, 27 Maret 2021


Asisten Praktikan

Desron Irvantoni Simbolon Akbar Nazaruddin


1709055031 1909056020
LAMPIRAN

Gambar 1 Pencatatan data lapangan Gambar 2 Penembakan titik koordinat

Gambar 3 Pemasangan rambu ukur Gambar 4 Proses Sentering

Anda mungkin juga menyukai