Anda di halaman 1dari 5

“RESUME KULIAH TAMU GEO-ARKEOLOGI”

Disusun Oleh:

AHMAD ADHIM S ( 03411640000006 )

DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2020
RESUME
KULIAH TAMU “HUMAN ORIGIN EXPLORATION SANGIRAN”

1). Sejarah museum sangiran

(Gambar 1. Museum Sangiran)


Museum Sangiran merupakan museum yang menampilkan benda-benda purbakala dari situs
penggalian arkeologis di Jawa Tengah. Lebih tepatnya di Surakarta. Situs penggalian ini
mendapatkan fosil-fosil manusia purba seperti Pithecanthropus erectus, Meganthropus dan
beberapa fosil lain. Pada tahun 1977, pemerintah Indonesia menetapkan area ini sebagai
cagar budaya. Hinggar akhirnya situs Sangiran mendapat perhatian dari UNESCO dan
ditetapkan sebagai situs warisan dunia pada tahun 1996. Kini situs purbakala Sangiran
menjadi salah satu situs yang sangat penting untuk mempelajari fosil manusia. Situs adalah
suatu wilayah yang menyimpan benda-benda peninggalan sejarah yang bermanfaat untuk
penelitian, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sangiran merupakan sebuah situs manusia purba
terpenting di Indonesia, bahkan terkemuka di dunia karena termasuk salah satu dari sedikit
situs hominid dunia. Letak Situs Sangiran berada 15 Km di sebelah utara Kota Solo. Luas
Situs Sangiran meliputi empat wilayah administratif yaitu Kalijambe, Gemolong, dan Plupuh
yang masuk Kabupaten Sragen, serta wilayah Gondangrejo yang masuk Kabupaten
Karanganyar (Simanjuntak, dkk., 1998).
Situs ini memiliki luas kurang lebih 56 km2 dan banyak menyimpan peninggalan masa lalu
berupa sisa-sisa kehidupan manusia purba, fosil fauna, fosil tumbuhan, artefak, dan data
lapisan tanah yang terendapkan secara alamiah tidak kurang dari 2 juta tahun silam yang
merupakan sumber ilmu pengetahuan untuk memahami kehidupan masa lalu. Besarnya
potensi kandungan Situs Sangiran yang sangat signifikan bagi pemahaman evolusi manusia,
lingkungan, dan budayanya selama 2 juta tahun tanpa terputus, membuat situs ini ditetapkan
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya tahun 1977, dan
bahkan pada tahun 1996 mendapatkan pengakuan dunia sebagai situs yang terdaftar dalam
World Heritage List (Warisan Budaya Dunia) UNESCO nomor C593 pada tahun 1996
dengan nama The Sangiran Early man Site.
Situs Sangiran berada pada bentang Solo Depression yang dibatasi oleh Gunung Lawu di
timur dan Gunung Merapi-Merbabu di barat, serta Pegunungan Kendeng di utara dan
Pegunungan Sewu di selatan. Situs ini merupakan sebuah kubah yang dinamakan Kubah
Sangiran. Secara geomorfologis, kubah ini terbentuk oleh proses pengangkatan akibat tenaga
endogen dan kemudian bagian puncak kubah terbuka melalui proses erosi, sehingga
membentuk cekungan besar di pusat kubah yang diwarnai oleh perbukitan bergelombang.
Pada cekungan itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang
kehidupan di masa lampau, ditinjau dari aspek paleoantropologis, paleontologis, geologis
maupun arkeologis. (Widianto dan Simanjuntak, 2009).
Sebenarnya museum dan laboraturium sederhana sudah ada di Sangiran beberapa dekade
sebelum museum yang sekarang dibuka untuk umum mulai Desember 2011. Koleksi fosilnya
mencapai 13809 tapi hanya 2934 yang ditampilkan. Sebagin besar masih disimpan untuk
diteliti. Museum yang sekarang lebih modern, memiliki tiga aula utama, pameran yang
ekstensif dan diorama yang menarik. Diorama ini menggambarkan area Sangiran kira-kira
satu juta tahun yang lalu.

2). Teori Evolusi Manusia Modern

evolusi sebagai perubahan-perubahan dalam pengayaan sifat keturunan dengan modifikasi


yang berkelanjutan melalui tahapan waktu, dan Campbell mengartikan evolusi sebagai suatu
proses yang telah mengubah bentuk kehidupan di atas bumi sejak bentuknya yang paling
awal sampai membentuk keanekaragaman yang sangat luas seperti apa yang ditemukan
sekarang ini. Setelah teori genetik dikembangkan dalam era modern ini, evolusi kini sering
dilihat sebagai perubahan-perubahan dalam frekuensi gen antara populasi leluhur dengan
populasi keturunannya, meskipun diakui sangat mustahil bagi kita untuk secara langsung
mengukur perubahan-perubahan kuantitatif antara kedua hal tersebut. Para ilmuwan tidak
dapat mendeteksi perubahan-perubahan frekuensi gen, dan mereka menelusurinya melalui
perubahan morfologi organisme dalam tahapan waktu. Dalam hal ini, analisis persamaan dan
perbedaan makhluk hidup, khususnya dalam dunia binatang merupakan dasar dari kajian
evolusi. Salah satu kajian itu adalah keanekaragaman jenis binatang yang masih hidup
maupun yang sudah mati. Dilihat dari segi ini, evolusi juga bisa didefinisikan sebagai
perubahanperubahan dalam jumlah dan jenis garis keturunan utama.

3). Geologi Regional Sangiran


Daerah Sangiran dimana tempat manusia-manusia purba serta binatang-binatang
purba ditemukan berada di daerah antiklin Sangiran/ Sangiran Dome yang telah ter erosi
sehingga lapisan-lapisan yang ada di daerah tersebut tersingkap. Dimana di lapisan-lapisan
tersebut fosil-fosil terjebak, sehingga bisa diketahui umur dari suatu fosil melalui lapisan
dimana fosil tersebut ditemukan. Tetapi kita tidak bisa serta merta menebak umur fosil dari
posisi fosil pada suatu lapisan, dikarenakan proses geologi sendiri banyak mengubah posisi
dari fosil tersebut seperti superposisi dimana lapisan yang lebih tua berada diatas lapisan
yang lebih muda.

Daerah sangiran awalnya merupakan daerah laut dalam ke dangkal sehingga banyak
ditemukan fosil-fosil binatang laut. Selanjutnya terbentuk formasi pucangan yang mengubah
lingkungan sangiran menjadi laut dangkal hingga menjadi Rawa, serta ditemukannya
Gastropoda selain itu banyak ditemukannya fosil-fosil mamalia serta fosil Homo Erectus
Arkaik/ Kekar. Setelah itu terdapat formasi Grenzbank dimana sebagai penanda berubahnya
lingkungan rawa menjadi lingkungan darat. Selanjutnya terbentuk Formasi Kabuh akibat
tertutupnya formasi Grenzbank karena letusan-letusan gunung api. Pada lapisan ini
ditemukan adanya banyak sekali fosil-fosil manusia purba dengan ciri fisik tengkorak
manusia purba lebih maju (Homo Erectus Tipik) dibanding dengan manusia purba
sebelumnya (Homo Erectus Arkaik).

4). EVOLUSI MANUSIA DAN PERKEBANGAN ARKEOLOGI


Perkembangan ilmu arkeologi didunia merupakan akibat dari adanya masa kegelapan
(Dark Ages) di Eropa. Dimana pada masa itu semua teori keilmuan harus berasal/ disetujui
dari gereja/ pendeta, jika teori tersebut bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh
gereja/ pendeta maka teori tersebut akan ditolak dan yang mengemukakan pendapat akan
dihukum. Pada zaman itu banyak masyarakat eropa yang menggemari artefak-artefak/
peninggalan benda zaman kuno, tetapi karena masih kurangnya sumber pengetahuan maka
banyak kesimpulan-kesimpulan tentang benda kuno yang ditemukan samar-samar hingga
mirip dongeng. Salah satu yang menentang adanya teori dari gereja yaitu Dubois, serta
didukung oleh Huxley. Akhirnya Dubois berkeliling dunia untuk menemukan fosil-fosil
manusia purba termasuk di Sangiran, Tetapi fosil atau benda purba yang ditemukan tidak
dipublikasikan oleh Dubois sampai Dubois meninggal serta disimpan dibawah tanah dekat
halaman rumahnya. Setelah Dubois meninggal tempat penyimpanan fosil/ benda kuno yang
ditemukan oleh Dubois dibongkar, sehingga masyarakat di eropa mulai menyadari kebenaran
dari teori-teori yang ditemukan oleh Dubois. Sehingga berkembanglah bidang ke arkeologian
dunia.
Dalam evolusi manusia modern di dunia ada 2 teori yang sampai saat ini masih
diperdebatkan, yaitu yang pertama teori “Out of Africa” dan yang kedua “Multiregional”.
Pada Teori “Out Of Africa”, para peneliti berpendapat bahwa semua manusia berasal dari
afrika hal ini dikarenakan sampai saat ini manusia purba paling tua ditemukan di Afrika. Pada
teori evolusi yang pertama dikatakan bahwa manusia bermigrasi dari Africa lalu menyebar
menuju daerah timur tengah, Selanjutnya bermigrasi ke eropa yang selanjutnya menuju benua
Amerika, serta ke daerah asia termasuk Indonesia serta Australia. Sementara pada teori
evolusi manusia modern yang kedua yaitu “ Multiregional”, dimana peneliti berpendapat
bahwa manusia berevolusi di banyak daerah tidak hanya berasal dari Afrika. Pendapat ini
didasarkan bahwa evolusi ada di tempat yang sama dengan jangka waktu tertentu, sehingga
terbentuk manusia-manusia purba secara multi-regional. Teori ini didukung dengan model-
model manusia modern saat ini yaitu seperti mongoloid, kaukasid dll.

5). Eksplorasi Arkeolog


Bidang Geofisika telah digunakan pada eksplorasi arkeologi pada bangunan candi, untuk
mengetahui luasan atau dimensi dari bangunan yang terkubur. Metode yang digunakan yaitu
metode GPR dikarenakan tingkat ketelitian dan kedalaman yang cukup. Tetapi untuk
Ekplorasi Arkeologi Manusia Purba sendiri masih sulit, karena fosil-fosil yang ada
mempunyai dimensi yang terlalu kecil. Karena dimensi yang terlalu kecil sehingga tidak
dapat terbaca pada data-data geofisika. Saat ini sedang dilakukan penelitian penggunaan
metode geofisika untuk menemukan fosil-fosil yang berada di sungai yang keruh dengan
metode geofisika georadar.
Dalam suatu penelitian arkeologi, terutama dalam kegiatan survei sebelum dilakukan
ekskavasi. Georadar (Ground Penetrating Radar) sangat tepat digunakan untuk eksplorasi
dangkal (nearsurface) dengan kedalaman lebih kecil dari 25 meter, dengan ketelitian
(resolusi) yang amat tinggi, serta mampu merekam data setiap 2,4 cm, sehingga benda
arkeologi bawah permukaan yang berdimensi beberapa centimeter mampu terdeteksi.

Anda mungkin juga menyukai