AGIT SUPRIADI
Agit Supriadi
NIM F44100021
ABSTRAK
AGIT SUPRIADI. Implementasi LCA (Life Cycle Assessment) pada Bata Merah
dan Batako. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO.
Bata merah dan batako merupakan material utama dalam proses pembangunan
rumah atau gedung. Belum adanya instrumen yang diterapkan dalam menentukan
material bata merah dan batako yang lebih ramah lingkungan menjadi kendala.
Tujuan penelitian adalah menentukan material diantara bata merah atau batako
yang lebih baik dampaknya terhadap lingkungan berdasarkan metode LCA.
Metode LCA adalah suatu metode yang digunakan untuk mengevaluasi dampak
yang dihasilkan dari suatu proyek atau material atau jasa terhadap lingkungan.
Tahapan LCA ISO 14040 meliputi menentukan tujuan dan ruang lingkup, analisis
inventori, analisis dampak lingkungan, dan interpretasi. Hasil penelitian
diantaranya, kebutuhan bahan baku untuk pembuatan bata merah dalam satu unit
fungsional 1 m2 dinding, tanah 64 liter dan air 1 liter. Kebutuhan bahan baku batako
adalah tanah 45 liter, kapur 11 liter, dan air 1 liter. Tingkat kebisingan lingkungan
pabrik bata merah adalah 83 dB(A), sedangkan pabrik batako sebesar 57 dB(A).
Tingkat kebisingan pabrik bata merah melebihi baku mutu yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor No. KEP- 48/MENLH
/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Energi yang diperlukan untuk
membuat 1 m2 dinding berbahan bata merah sebesar 2047 kkal sedangkan batako
hanya 186 kkal. Berdasarkan metode LCA material pembuat dinding yang lebih
baik dampaknya terhadap lingkungan adalah batako.
ABSTRACT
Red brick and brick are important materials on building project as like house.
Purpose this research is determine the material between red brick and brick who
have less impact to environment. LCA is one of method to evaluate impact
assessment for a project or product. LCA ISO 14040 stage include goal definition
and scoping, inventory analysis, impact assessment, and interpretation. Result this
research is raw materials of red brick to make walls which function unit 1m 2 wall
soil 64 liter, and water 1 liter. Raw materials of brick to make 1 m 2 walls is soil 45
liter, limestone 11 liter, and water 1 liter. Noise level of redbrick fabric is 83 dB(A).
Noise level of brick fabric is 57 dB(A). Value the noise level of redbrick industry
was exceeds the quality standards specified in the Decree of the Minister of
Environment No.:KEP-48/MENLH/11/1996 pertaining on Noise Threshold.
Energy consumption to make redbrick for 1 m2 walls was 2047 kcal whereas energy
consumption for to make 1 m2 brick was 186 kcal. Based on the method of LCA
(Life Cycle Assessment), the best material for make walls between redbrick and
brick was a brick.
Keywords: brick, red brick, life cycle assessment
IMPLEMENTASI LCA (LIFE CYCLE ASSESSMENT)
PADA BATA MERAH DAN BATAKO
AGIT SUPRIADI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Implementasi LCA (Life Cycle Assessment) pada Bata Merah dan Batako. Skripsi
ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen
Teknik Sipil dan Lingkungan, Fateta.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Arief Sabdo
Yuwono, M.Sc sebagai dosen pembimbing atas arahan, bimbingan, motivasi, serta
kesabaran dalam membimbing penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen penguji Bapak Muhammad Fauzan, S.T. M.T dan Bapak Dr. Satyanto Krido
Saptomo, S.Tp, M.Si atas perbaikan terhadap skripsi penulis. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada keluarga Bapak H. Rahman selaku pemilik
pabrik bata merah dan bapak Jumadi selaku pemilik pabrik batako. Terima kasih
penulis ucapkan karena telah diberikan kesempatan untuk belajar banyak hal terkait
bata merah dan batako. Terima kasih juga atas doa dan bimbingan keluarga besar,
rekan-rekan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, dan keluarga DKM
Alhurriyyah.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan
dimasa yang akan datang.
Agit Supriadi
DAFTAR ISI
PRAKATA vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 2
Prosedur Pengumpulan Data 3
Studi Pustaka 3
Observasi Lapangan 3
Wawancara 3
Penilaian Daur Hidup 4
Penggunaan Bahan Baku 4
Penggunaan Energi 4
Dampak Lingkungan 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Tujuan dan Ruang Lingkup (Goal Definition and Scoping) 5
Analisis Inventori (Inventory Analysis) 5
Analisis Dampak Lingkungan (Impact Assessment) 8
Interpretasi (Interpretation) 11
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 12
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kebutuhan bahan baku bata merah dan batako 14
2 Perhitungan kebutuhan energi produksi batako 15
3 Perhitungan kebutuhan energi produksi bata merah 17
4 Perhitungan emisi gas buang 20
5 Metode perngukuran, perhitungan tingkat kebisingan lingkungan 23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah menjadikan LCA sebagai salah
satu metode pemilihan material pembuat dinding yang ramah lingkungan.
Penelitian ini juga bermaksud mengajak masyarakat senantiasa menggunakan
bahan material yang lebih ramah lingkungan.
METODE
Kajian
Penggunaan Bahan Baku, Energi, Analisis
Dampak Lingkungan
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang dibutuhkan.
Studi pustaka dilakukan pada buku-buku acuan, jurnal dan literatur lainnya. Studi
pustaka pada penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data deskripsi produksi
bata merah dan batako serta dampak lingkungan yang ditimbulkan. Studi pustaka
terkait penjelasan metode LCA.
Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk menghitung jumlah bahan baku yang
digunakan. Observasi lapangan dilakukan pada bulan Maret sampai April 2014 di
pabrik produksi bata merah di Desa Leuwisadeng, Kecamatan Leuwisadeng,
Kabupaten Bogor dan tempat pembuatan batako di Desa Giri Harja, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Observasi lapangan juga dilakukan di sejumlah
toko bangunan di Kabupaten Bogor.
Wawancara
Wawancara dilakukan pada pekerja dan pemilik dari pabrik produksi bata
merah dan batako. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data siklus produksi
bata merah dan batako.
Penilaian Daur Hidup
Tahapan LCA yang digunakan mengikuti prosedur LCA yang terdiri dari
empat fase (ISO 14040 1997) yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis
inventori, analisis dampak, dan interpretasi. Tahapan dalam LCA dapat
digambarkan dalam bentuk bagan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Kajian
utama dalam penelitian ini meliputi penggunaan bahan baku, konsumsi energi
selama produksi pembuatan bata merah dan batako, serta analisis dampak yang
terjadi.
Analisis Dampak
Penggunaan Energi
Kebutuhan energi yang digunakan selama proses produksi bata merah dan
batako terdiri dari dua sumber yaitu energi yang berasal dari tenaga mesin dan
energi yang berasal dari manusia. Perhitungan energi manusia menggunakan
Metode SNI 7269 2009 Tentang Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Tingkat
Kebutuhan Kalori Menurut Pengeluaran Energi. Penilaian beban kerja dilakukan
dengan mengukur berat badan pekerja, mengamati aktivitas tenaga kerja, dan
menghitung kebutuhan kalori berdasarkan pengeluaran energi sesuai tabel
perhitungan di SNI 7269 2009. Perhitungan energi dari bahan bakar solar dilakukan
dengan cara mengkonversi jumlah kebutuhan bahan bakar menjadi energi dalam
satuan kilo kalori.
Dampak Lingkungan
Aspek kuantitatif dampak lingkungan yang ditimbulkan selama proses
produksi dianalisis menggunakan analisis inventori. Berdasarkan observasi
lapangan dampak lingkungan yang diperoleh berupa emisi dari proses pencetakan,
pembakaran bata merah, dan proses pengangkutan bahan dari hasil galian tanah
untuk proses produksi batako, serta kebisingan yang ditimbulkan pada proses
pencetakan bata merah. Pada proses produksi batako tidak ditemukan limbah cair
dan limbah padat. Perhitungan emisi dilakukan dengan bantuan faktor emisi dari
literatur yang ada. Kebisingan lingkungan diukur dengan cara sederhana. Alat yang
digunakan adalah Sound Level Meter (SLM). Alat ini mengukur tingkat tekanan
bunyi dB(A) selama 10 menit untuk setiap pengukuran. Pembacaan dilakukan
setiap 5 detik. Hasil pengukuran dibandingkan dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat
Kebisingan serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja.
Bata merah dan batako merupakan salah satu material utama dalam proses
mendirikan suatu bangunan. Kedua material ini berfungsi sebagai komponen untuk
membuat dinding. Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan metode
LCA (Life Cycle Assessment) pada bata merah dan batako. Metode LCA akan
memberikan penjabaran material yang ramah lingkungan antara bata merah dan
batako. Unit fungsional yang ditetapkan pada penelitian ini adalah 1 m 2 dinding.
Ruang lingkup proses yang ditetapkan pada penelitian ini mulai dari
penggalian tanah, pengadukan atau pencampuran bahan sampai batu merah atau
batako siap dipasarkan. Penentuan kriteria bata merah dan batako dipilih
berdasarkan hasil observasi lapangan. Observasi lapangan dilakukan di Kabupaten
Bogor khususnya Bogor Barat meliputi daerah Dramaga, Ciampea, Cibumbulang,
sampai ke daerah Leuwisadeng. Observasi lapangan dilakukan pada bulan Maret
sampai April 2014 di sepuluh (10) pabrik bata merah dan sepuluh (10) pabrik
batako. Berdasarkan observasi lapangan, bata merah yang dipilih berukuran
panjang 20 cm, lebar 10 cm, dan tebal 5 cm. Bata merah yang dimaksud merupakan
campuran dari tanah liat dan air yang dicetak dan dibakar pada suhu yang tinggi
hingga tidak hancur bila direndam air. Proses pembuatan bata merah dicetak dengan
menggunakan dua sumber energi yaitu energi manusia dan mesin. Lokasi
pengambilan data untuk bata merah bertempat di Desa Leuwisadeng Kecamatan
Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Batako yang dijadikan bahan penelitian berukuran
panjang 23 cm, lebar 13 cm, dan tebal 7 cm. Batako ini terbuat dari bahan baku tras,
kapur, dan air. Pembuatan batako dilakukan dengan energi manusia dan mesin.
Pada proses penggalian tanah dibantu dengan tenaga mesin. Pabrik batako yang
menjadi tempat penelitian bertempat di Blok Pabuaran, Desa Giri Harja, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan untuk membuat bata merah adalah tanah
liat dan air. Tanah liat adalah tanah hasil pelapukan batuan keras yang memiliki
sifat salah satunya adalah plastis. Bahan baku batako terdiri dari tras, kapur, dan air.
Tras diartikan sebagai tanah hasil letusan gunung berapi, berbentuk butiran halus
yang mengandung oksida silika yang telah mengalami proses pelapukan hingga
derajat tertentu. Kebutuhan bahan baku untuk pembuatan bata merah dan batako
dalam satu unit fungsional 1 m2 dinding dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan bahan baku
Kebutuhan Energi
Proses pembuatan bata merah atau batako membutuhkan energi. Energi
pembuatan bata merah dan batako berasal dari energi mesin dan tenaga manusia.
Total kebutuhan energi disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Kebutuhan energi untuk produksi 1 m2 dinding berbahan bata merah
Emisi gas buang paling besar berasal dari parameter CO pada pabrik bata
merah sebesar 68.966 g/m2. Penyumbang emisi gas buang terbesar dari pabrik
batako adalah NOx yaitu 0.1 g/m2. Emisi gas buang yang dihasilkan oleh ke lima
(5) parameter ini hanya untuk kebutuhan 1 m2 dinding berbahan bata merah dan
Batako. Nilai dari emisi yang ditimbulkan akan semakin meningkat ketika dikalikan
sejumlah produksi bata merah dan batako pada tahapan produksi pencetakan dan
pembakaran. Emisi yang dihasilkan melebihi baku mutu yang ditimbulkan
berdasarkan Kep-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak. Emisi gas buang yang ditimbulkan dapat mempengaruhi kualitas udara
disekitar pabrik bata merah.
Dampak terakhir terkait efisiensi biaya dari proses produksi bata merah dan
batako. Kondisi ekonomi masyarakat berpengaruh pada proses pemilihan material
bangunan. Masyarakat akan memilih material yang sesuai dengan kemampuan
keuangannya. Kondisi tersebut termasuk dalam memilih material pembuat dinding
antara bata merah dan batako. Berdasarkan observasi lapangan, harga persatuan
bata merah di pabrik bata merah di Desa Leuwisadeng, Kecamatan Leuwisadeng
Kabupaten Bogor adalah Rp520. Harga persatuan batako di pabrik batako di Desa
Giri Harja, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah Rp650. Harga
satuan bata merah lebih murah dari harga satuan batako. Jumlah bata merah untuk
setiap 1 m2 dinding adalah 64 buah sedangkan untuk batako jumlahnya 27 buah.
Sehingga untuk membuat 1 m2 dinding berbahan bata merah diperlukan biaya
sebesar Rp33 280. Biaya yang dibutuhkan untuk 1 m2 dinding dari batako sebesar
Rp17 550. Kebutuhan biaya dalam membuat 1 m2 dinding berbahan bata merah
lebih besar dari bahan batako. Selisih harganya mencapai Rp15 730.
Interpretasi (Interpretation)
Tahapan Material
Parameter Bata Merah Batako
LCA Terbaik
Siklus Hidup 5 tahapan 4 tahapan Batako
Kebutuhan Bahan Baku (liter)
Tanah 64 45 Batako
Kapur 0 11 Bata merah
Air 1 1 Kedua material
Analisis
Kebutuhan Energi (kkal)
Inventori
Penggalian Bahan 12 25 Bata merah
Pencampuran Bahan 15 15 Kedua material
Pencetakan 1834 73 Batako
Penyimpanan 147 73 Batako
Pembakaran 39 0 Batako
2
Emisi gas buang (g/m )
NOx 22 701 0.1 Batako
CO 68 966 0.01 Batako
Analisis
Dampak SO2 3592 0.002 Batako
Lingkungan PM10 26 581 0.003 Batako
VOC 2445 0.004 Batako
Kebisingan Lingkungan
dB(A) 83 57 Batako
Biaya untuk 1 m2 dinding
33 280 17 550 Batako
(Rupiah)
Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode LCA telah dapat diimplementasikan pada bata merah dan batako
yang mencakup batasan tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori,
analisis dampak lingkungan dan interpretasi.
2. Material terbaik antara bata merah atau batako berdasarkan metode LCA
adalah batako. Pilihan ini didasarkan atas keperluan bahan baku yang
lebih sedikit dan dampak lingkungan yang rendah.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Cabeza LF, Rincon L, Vilarino V, Perez G, Castell A. 2013. Life Cycle Assessment
(LCA) And Life Cycle Energy Analysis (LCEA) Of Buildings and The Building
Sector: A Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews. 29:394–416.
doi:10.1016/j.rser.2013.08.037
Finnveden G, Hauschild MZ, Ekvall T, Guinee J, Heijungs R, Hellweg S,
Pennington D, Suh S. 2009. Recent Developments In Life Cycle Assessment.
Journal of Environmental Management. doi:10.1016/j.jenvman.2009.06.018
ISO 14040. 1997. Environmental Management Life Cycle Assessment Principles
and Framework EN ISO 14040. The International Standards Association.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan.
Lin DF, Weng CH. 2001. Use Of Sewage Sludge Ash As Brick Material. Journal
of Environmental Engineering. 10(127): 922–927.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011
Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di
Tempat Kerja.
Sunu P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 140001. Jakarta
(ID). Grasindo.
Thorn MJ, Kraus JL, Parker DR. 2011. Life-Cycle Assessment as a Sustainability
Management Tool: Strengths, Weaknesses, and Other Considerations.
Environmental Quality Management. 20(2011):1-10. doi: 10.1002/tqem.20285
Turgut P. 2012. Manufacturing of Building Bricks Without Portland Cement.
Journal of Cleaner Production. 37(2012): 361-367.
doi:10.1016/j.jclepro.2012.07.047
United State Environmental Protection Agency (US-EPA).1998. Fuel Oil
Combustion. United States Environmental Protection Agency. Washington.
United State Environmental Protection Agency (US-EPA).2003. Wood Residue
Combustion in Boilers. United States Environmental Protection Agency.
Washington.
Zhang L. 2013. Production of Bricks from Waste Materials–A review. Construction
and Building Material. 47(2013):643–655. doi:10.1016/
j.conbuildmat.2013.05.043
Zoebar Y. 2004. Potensi Permintaan dan Harga Batu Bata Dalam Pembangunan
Fasilitas Hunian di Kota Pekanbaru. Jurnal Sains dan Teknologi. 3 (1): 25-29.
Lampiran 1 Kebutuhan bahan baku bata merah dan batako
Faktor
Faktor Emisi Jumlah Emisi untuk
Parameter Emisi US Jumlah kayu Emisi gas Emisi gas
US EPA Produksi bata 1 m2 Bata
Polutan EPA (ton) buang (lb) buang (kg)
(lb/ton) merah (buah) merah (kg)
(lb/MMBtu)
NOx 1.935 0.071 15 1.071 0.486 4860 0.0064
CO 0.134 0.005 15 0.074 0.034 4860 0.0004
SO2 0.050 0.002 15 0.028 0.013 4860 0.0002
PM10 0.057 0.002 15 0.032 0.014 4860 0.0002
VOC 0.0820 0.0030 15 0.0454 0.0206 4860 0.0003
Emisi per
Faktor Jumlah Emisi untuk
Faktor Emisi Emisi gas satuan
Parameter Emisi US Jumlah Emisi gas produksi 1 m2 dinding
US EPA buang bata
Polutan EPA kayu (ton) buang (lb) bata merah Bata merah
(lb/ton) (kg) merah
(lb/MMBtu) (buah) (kg)
(kg)
NOx 0.158 1.466 32 47 21 60.0000 0.355 22 701
CO 0.480 4.454 32 143 65 60.0000 1.078 68 966
SO2 0.025 0.232 32 7 3 60.0000 0.056 3592
PM10 0.185 1.717 32 55 25 60.0000 0.415 26 581
VOC 0.017 0.158 32 5 2 60.0000 0.038 2443
21
Lampiran 4 Perhitungan emisi gas buang
Pengangkutan tanah hasil penggalian untuk produksi batako
Kapasitas angkut mobil 800 kg
1 liter = 14 km
1. Metoda Pengukuran
1) Cara Sederhana
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB (A)
selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5
(lima) detik.
2) Cara Langsung
Keterangan:
Leq = Equivalent Continous Noise Level atau Tingkat Kebisingan
Sinambung Setara ialah nilai tingkat kebisingan dari kebisingan
yang berubah-ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara
dengan tingkat kebisingan dari kebisingan ajeg (steady) pada selang
waktu yang sama. Satuannya adalah dB (A)
LTM5 = Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik
Ls = Leq selama siang hari
Lm = Leq selama malam hari
LSm = Leq siang dan malam hari
23
2. Metoda Perhitungan
3. Metoda Evaluasi
Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat kebisingan yang
ditetapkan dengan toleransi + 3 dB (A)
RIWAYAT HIDUP