PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan mengukur, menilai, dan mengevaluasi sangatlah penting dalam
dunia pendidikan. Hal ini tidak terlepas karena kegiatan tersebut merupakan suatu
siklus yang dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana pencapaian pendidikan telah
terlaksana. Tehnik evaluasi disebut juga instrumen atau alat pengumpul data hasil
belajar (Sudjana, 2006). Di dalam dunia pendidikan, kita mengetahui bahwa
setiap jenis atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode
pendidikan, selalu mengadakan evaluasi. Artinya pada waktu-waktu tertentu
selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang
telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi pelajaran yang diajarkan
sudah tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan
evaluasi atau penilaian. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan
umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan
dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar
selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus dapat
ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Evaluasi memiliki kedudukan yang penting dalam proses pembelajaran.
Dengan melakukan evaluasi, guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat
mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode yang
digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah
ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan
secara tepat untuk menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya . Hasil
penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi
lebih baik di kemudian hari.
Selanjutnya didalam melakukan evaluasi ada dua teknik evaluasi yang kita
kenal yaitu teknik evaluasi menggunakan tes dan evaluasi dengan teknik non tes,
Teknik non tes pada umumnya memegang peranan penting dalam rangka
1
mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap (affective domain)
dan ranah ketrampilan (Psychomotoric domain), sedangkan teknik tes lebih banyak
digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah proses
berfikirnya (cognitif domain) (Sudijono, 2005).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menulis makalah yang berjudul
“INSTRUMEN NON TES”.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan
sasaran pengamatan.
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah
laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam
situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dapat mengukur
atau menilai hasil dan proses belajar, misalnya tingkah laku peserta didik pada
waktu guru pendidikan agama menyampaikan pelajaran dikelas, tingkah laku
peserta didik pada jam-jam istirahat atau pada saat terjadinya kekosongan
pelajaran, perilaku peserta didik pada saat shalat berjama’ah di musholla sekolah,
ceramah-ceramah keagamaan, upacara bendera, ibadah shalat terawih dan
sebagainya.
Observasi dapat dilakukan baik secara partisipatif (participant observation)
maupun nonpartisipantif (nonparticipant observation). Observasi dapat pula
berbentuk observasi eksperimental (experimental observation) yaitu observasi
yang dilakukan dalam situasi buatan atau berbentuk observasi yang dilakukan
dalam situasi yang wajar (nonexperimental observation). Pada observasi
berpartisipasi, observer (dalam hal ini pendidik yang sedang melakukan kegiatan
penilaian, seperti : guru, dosen dan sebagainya) melibatkan diri ditengah-tengah
kegiatan observe (dalam hal ini peserta didik yang sedang diamati tingkah lakunya,
seperti murid, siswa, mahasiswa dan sebagainya) sedangkan pada observasi
nonpartisipasi, evaluator berada “di luar garis”, seolah-olah sebagai penonton
belaka.
Pada observasi eksperimental di mana tingkah laku yang diharapkan
muncul karena peserta didik dikenai perlakuan (treatment) atau suatu kondisi
tertentu, maka observasi memerlukan perencanaan dan persiapan yang benar-benar
matang; sedangkan pada observasi yang dilaksanakan dalam situasi yang wajar,
pelaksanaannya jauh lebih sederhana karena observasi semacam ini dapat
dilakukan secara sepintas lalu saja.
Jika observasi digunakan sebagai alat evaluasi, maka harus selalu diingat
bahwa pencatatan hasil observasi itu pada umumnya jauh lebih sukar daripada
mencatat jawaban-jawaban yang diberikan oleh peserta didik terhadap pertanyaan-
4
pertanyaan yang diberikan dala suatu tes, ulangan atau ujian; sebab respon yang
diperoleh dalam observasi adalah berupa tingkah laku. Mencatat tingkah laku
merupakan pekerjaan yang sulit, sebab observer selaku evaluator harus dapat
dengan secara cepat mencatatnya. Pencatatan terhadap segala sesuatu yang dapat
disaksikan dalam observasi itu penting sekali sebab hasilnya akan dijadikan
landasan untuk menilai makna yang terkandung dibalik tingkah laku peserta didik.
Observasi yang dilaksanakan dengan terlebih dahulu membuat perencanaan
secara matang, dikenal dengan istilah observai sistematis (systematic observation).
Pada observasi jenis ini, observasi dilaksanakan dengan berlandaskan pada
kerangka kerja yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi
dan luas materi observasinya pun telah ditetapkan dan dibatasi secara tegas,
sehingga pengamatan dan sekaligus pencatatan yang diakukan oleh evaluator
dalam rangka evaluasi hasil belajar peserta didik itu sifatnya efektif. Faktor-faktor
yang tercantum dalam pedoman observasi itulah yang diamati dan dicatat.
Pedoman observasi itu wujud kongkretnya adalah sebuah atau beberapa buah
formulir (blangko atau form) yang didalamnya dimuat segi-segi, aspek-aspek atau
tingkah laku yang perlu diamati dan dicatat pada waktu berlangsungnya kegiatan
para peserta didik.
Dalam evaluasi hasil belajar dipergunakan observasi nonsistematis, yaitu
observasi dimana observer atau evaluator dalam melakukan pengamatan dan
pencatatan tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang pasti maka kegiatasn observasi
ini semata-mata hanya dibatasi oleh tujuan dari observasi itu sendiri.
5
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi,
yaitu :
a. Wawancara terpimpin (guided interview) yang juga sering dikenal dengan
istilah wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis
(systematic interview).
b. Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview) yang seing dikenal dengan
istilah wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara tidak
sistematis (non-systematic interview), atau wawancara bebas.
Dalam wawancara terpimpin, evaluator melakukan tanya jawab lisan
dengan pihak-pihak yang diperlukan; misalnya wawancara dengan peserta didik,
wawancara dengan orang tua atau wali murid dan lain-lain, dalam rangka
menghimpun bahan-bahan keterangan untuk penilaian terhadap peserta didiknya.
Wawancara ini sudah dipersiapkan secara matang, yaitu dengan berpegang pada
panduan wawancara (interview guide) yang butir-butir itemnya terdiri dari hal-hal
yang dipandang perlu guna mengungkapkan kebiasaan hidup sehari-hari dari
peserta didik, hal-hal yang disukai dan tidak disukai, keinginan atau cita-citanya,
cara belajarnya, cara menggunakan waktu luangnya, baca-bacaannya, dan
sebagainya.
Wawancara juga dapat dilengkapi dengan alat bantu berupa tape recorder
(alat perekam suara), sehingga jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dapat dicatat dengan secara lebih lengkap. Penggunaan pedoman wawancara dan
alat bantu perekam suara itu akan sangat membantu kepada pewawancara dalam
mengategorikan dan menganalisis jawaban-jawaban yang diberikan oleh peserta
didik atau orang tua pesrta didik untuk pada akhirnya data ditarik kesimpulannya.
Dalam wawancara bebas, pewawancara selaku evaluator mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan
oleh pedoman tertentu. Mereka dengan bebas mengemukakan jawabannya. Hanya
saja pada saat menganalisis dan menarik kesimpulan hasil wawancara bebas ini
pewawancara atau evaluator akan dihadapkan pada kesulitan-kesulitan, terutama
apabila jawaban mereka beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat manusia itu
dibatasi oleh ruang dan waktu, maka sebaiknya hasil-hasil wawancara itu dicatat
6
seketika. Mencatat hasil wawancara terpimpin tidaklah terlalu sulit, sebab
pewawancara sudah dilengkapi dengan alat bantuberupa pedoman wawancara;
sebaliknya mecatat hasil wawancara bebas adalah jauh lebih sulit, dan oleh
karenanya pewawancara harus terampil dalam mencatat pokok-pokok jawaban
yang diberikan oleh para interview.
7
Skala yang mengukur sikap, sangat terkenal dan sering digunakan untuk
mengungkapkan sikap peserta didik adalah skala likert.
8
didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau kesulitan
dalam belajar. Untuk itu guru menjawab tiga percayaan inti dalam studi kasus,
yaitu:
a. Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?
b. Apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut?
c. Bagaimana pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan?
Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian.
Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang
peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan
tingkah laku peserta didik tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru harus
terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan
berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat yang digunakan adalah
depth-interview , yaitu melakukan wawancara secara mendalam, jenis data yang
diperlukan antara lain, latar belakang kehidupan, latar belakang keluarga,
kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan sebagainya.
9
2.3.2 Langkah Penyusunan Wawancara
Sebelum melakukan wawancara terdapat langkah-langkah dalam
penyusunan wawancara diantaranya :
1. Perumusan tujuan.
2. Perumusan kegiatan atau aspek-aspek yang dinilai.
3. Penyusunan kisi-kisi.
4. Penyusunan pedoman wawancara.
5. Lembaran penilaian.
10
B. Kekurangan
1. Seringkali pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada
kesan yang kurang menyenangkan dari observer ataupun observasi itu sendiri.
2. Biasanya masalah pribadi sulit diamati.
3. Jika yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jenuh.
11
B. Kelemahan Angket
1. Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga apabila ada
hal-hal yang kurang jelas maka sulit untuk diterangkan kembali.
2. Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh semua anak,
atau mungkin dijawab tetapi tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Karena anak merasa bebas menjawab dan tidak diawasi secara mendetail.
3. Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dapat dikumpulkan semua,
sebab banyak anak yang merasa kurang perlu hasil dari angket yang diterima,
sehingga tidak memberikan kembali angketnya.
Siswa 1 2 3 4
1 Keaktifan Siswa:
a. Siswa aktif mencatat materi pelajaran
b. Siswa aktif bertanya
c. Siswa aktif mengajukan ide
2 Perhatian Siswa:
a. Diam, tenang
b. Terfokus pada materi
c. Antusias
3 Kedisiplinan:
a. Kehadiran/absensi
12
b. Datang tepat waktu
c. Pulang tepat waktu
4 Penugasan/Resitasi:
a. Mengerjakan semua tugas
b. Ketepatan mengumpulkan tugas sesuai
waktunya
c. Mengerjakan sesuai dengan perintah
Keterangan :
4 : Sangat Baik
3 : Baik
2 : Tidak Baik
1 : Sangat Tidak Baik
Contoh 2 :
13
2.5.2 Contoh atau Format Wawancara
Tujuan : Memperoleh informasi mengenai cara belajar siswa dirumah
Bentuk : Bebas
Responden : Siswa yang memperoleh prestasi yang tinggi
Nama siswa :……………….
Kelas :……………….
Jenis kelamin :……………….
Pertanyaan Jawaban siswa Komentar dan
kesimpulan hasil
wawancara
1. Kapan dan berapa lama
anda belajar dirumah?
2. Bagaimana anda
mempersiapkan diri untuk
balajar secara efektif?
3. Seandainya anda
mengalami kesulitan
dalam mempelajarinya,
usaha apa yang anda
lakukan untuk mengatasi
kesulitan tersebut?
14
Keterangan pilihan jawaban:
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Instrumen non tes diartikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk
mempermudah pihak-pihak tertentu untuk memperoleh kualitas atas suatu objek
dengan tidak menggunakan tes. Jenis-jenis instrumen non tes yaitu observasi,
wawancara, angket, pemeriksaan dokumen, dan studi kasus.
Penilaian yang dilakukan dengan teknis nontes terutama bertujuan untuk
memperoleh informasi yang berkaitan dengan evaluasi hasil belajar peserta didik
dari segi ranah sikap (affective domain) dan ranah ketrampilan (psychomotoric
domain).
Jawaban yang diberikan oleh peserta tes tidak bisa dikategorikan sebagai
jawaban benar atau salah sebagaimana interpretasi jawaban tes. Dengan teknik
nontes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan tanpa
menguji peserta didik melainkan dilakukan dengan cara tertentu.
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang sederhana dan masih banyak kekurangan
dibuat. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan makalah ini.
16