Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Filsafat berakar pada pendekatan Humanis. Mulai pada zaman pra Socrates dan dalam
perkembangan selanjutnya, manusia mendapatkan tempat dalam alam pemikiran filsafaf selain
alam atau bumi (filsafat alam: Kosmologi). Masyarakat Yunani sudah mengimpikan pendidikan
sebagai salah satu jalan atau cara untuk mengembangkan pribadi yang seimbang. Impian itulah
yang dikembangkan dalam apa yang kita kenal dengan sebutan: “Humanities or Humanistic
Approach (Pendekatan Humanistik).
Dengan demikian, akar filsafat Kurikulum Humanis ada pada ide-ide tentang manusia. J.J
Rousseau, seorang Filsuf asal Perancis, mengatakan bahwa, anak dilahirkan dalam keadaan baik
dan dikaruniai hasrat untuk menjaga diri dan rasa simpati serta selalu merasa nyaman terhadap
temannya. Dengan mengatakan ini, Jean Jacques Rousseau menekankan bahwa ethos (bahasa
Yunani: sikap/kepribadian) lebih penting daripada humanis/aspek manusiawi lainnya. Dia juga
mengkritik penggunaam buku pelajaran dalam pendidikan anak. Menurutnya, emosi dan
pengalaman si anak jauh lebih penting dalam membentuk karakter perkembangan pemikiran
anak daripada buku-buku pelajaran yang hanya mementingkan teori.
Selama awal abad 19 sampai dengan abad 20, para filsuf eksistensialis mulai memfokuskan
perhatian pada individu/persona, tidak lagi pada masyarakat atau agama, sebagai satu-satunya
tanggungjawab untuk mengembangkan makhluk hidup. Meskipun demikian, para pemikir
eksistensialis tetap mengkombinasikannya dengan banyak teori dan dari berbagai sudut pandang
yang berbeda.
Humanisme dilihat sebagai sebuah reaksi dan bahkan yang berlawanan dengan pendekatan
Behaviorisme. Pencetus Kurikulum Humanis ini adalah Karl Roger, yang mengatakan bahwa
seorang anak ingin belajar karena mereka, anak-anak itu, secara alami memiliki ambisi untuk
mendapatkan apa yang ingin mereka capai, sementara Behaviorisme lebih menfokuskan diri
pada aspek penelitian. Manusia tidak dilihat sebagai pribadi melainkan sebagai objek penelitian.
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan

1|Kurikulum Humanistik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Karakteristik Kurikulum Humanistik (Itin)
1) Pengertian Kurikulum Humanistik
Pengertian Humanistik secara sederhana berarti “kemanusiaan” atau “yang bersifat
manusia”. Arti ini berlatar belakang dari kata Latin: Humus, yang artinya, “tanah”. Oleh
karena manusia itu juga dipercaya berasal dari tanah, maka dibuatlah kata padanannya
“Homo” yang berarti, “manusia”.
Secara etimologis humanistik adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan
terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas perikemanusiaan;
pengabdi kepentingan sesama umat manusia. Humanis juga didefinisikan sebagai paham
yang menganut bahwa manusia adalah subjek terpenting.
Dalam kaitannya dengan kurikulum, bahwa yang dimaksud dengan kurikulum
humanistic adalah kurikulum yang berorientasikan pada perkembangan kepribadian,
sikap, emosi/perasaan peserta didik.
Munculnya teori pendidikan empiristik merupakan cikal bakal dari munculnya
pendidikan humanis yang kemudian diikuti dengan kemunculan kurikulum humanistik,
hal ini dikarenakan sama-sama mengakui bahwa dalam setiap diri manusia terdapat
potensi, dan potensi itulah yang akan dikembangkan melalui pendidikan.
Pendidikan humanistik merupakan model pendidikan yang berorientasi dan
memandang manusia sebagai manusia (humanisasi), yakni makhluk ciptaan Tuhan
dengan fitrahnya. Maka manusia sebagai makhluk hidup, ia harus mampu
melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Maka posisi
pendidikan dapat membangun proses humanisasi, artinya menghargai hak-hak asasi
manusia, seperti hak untuk berlaku dan diperlakukan dengan adil, hak untuk
menyuarakan kebenaran, hak untuk berbuat kasih sayang, dan lain sebagainya.
2) Tujuan
Kurikulum ini berpusat pada siswa, jadi “student-centered”, dan mengutamakan
perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dan proses
belajar. Para pendidik humanistic yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional
siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberi hasil maksimal.

2|Kurikulum Humanistik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep-diri siswa berkorelasi tinggi dengan
prestasi akademis. Siswa dengan konsep-diri rendah lebih banyak mengalami kesulitan
belajar daripada siswa dengan konsep diri positif.
Selanjutnya siswa hendaknya diturutsertakan dalam penyelenggaraan kelas dan
keputusan instruksional. Mereka hendaknya turut serta dalam pembuatan pelaksanaan
dan pengawasan peraturan sekolah. Mereka hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan
belajar, boleh membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau
kegiatan. Mereka turut bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan bersama.
Pendidikan yang berpusat pada siswa memfokuskan kurikulum pada kebutuhan siswa
baik personal maupun sosial. Murid-murid SD misalnya diajarkan cara bergaul, saling
bertukar pengalaman, berkelakuan sopan santun, mengembangkan rasa percaya akan
kemampuan diri dan konsep diri yang sehat, dan sebagainya.
Di sekolah dibicarakan topik-topik seperti mengembangkan system nilai, memelihara
persahabatan, memupuk hubungan sehat antara anak pria dan wanita, mempersiapkan diri
untuk jabatan, dan sebagainya.
Di Perguruan Tinggi topik-topik yang dapat dibicarakan antara lain mengenai cara
belajar mandiri, mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah lulus, membentuk integritas
pribadi, dan sebagainya.
Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa),
dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Tujuan pengajaran adalah
memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari
lingkungan.
3) Metode
Kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan
murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat dengan murid, juga
mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan materi yang menarik dan mampu
menciptakan situasi yang memperlancar proses belajar. Guru harus memberikan
dorongan kepada murid atas dasar saling percaya. Peran mengajar bukan saja dilakukan
oleh guru tetapi juga oleh murid. Guru tidak memaksakan sesuatu yang disengani murid.
Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum humanistik menekankan integrasi,
yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan

3|Kurikulum Humanistik
tindakan. Kurikulum humanistic juga menekankan keseluruhan. Kurikulum harus mampu
memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal.
Kurikulum ini kurang menekankan sekuens, karena dengan sekuens murid-murid kurang
mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek
perkembangannya.
2.2.Basis For Selecting Learning Activities (Ka Anis)
1) Organization
2) Evaluation
2.3.A Confluent Curriculum (Ka Rizki)
1) Rationale for confluence
2) Essential features of confluent education
3) Activities ……
2.4.Mysticism in the Humanistic Curriculum (Ka Rizki)
2.5.The Radical Critics (Ka Rizki)
2.6.Self-Directed Learning as a Response to “Back to the Basics” ( Ka Don)
2.7.Criticsm of the Humanistic Curriculum (Ka Don)
2.8.Concluding Comments (Ka Don)

4|Kurikulum Humanistik
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

5|Kurikulum Humanistik
DAFTAR RUJUKAN

Arifin, Zainal. 2013. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya

Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

McNeil, John. Curriculum: a Comprehensive Introduction. Amerika: Harper Collins Publishers

Nasution, S. 2010. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Sukmadinata, Nana. 2013. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya

6|Kurikulum Humanistik

Anda mungkin juga menyukai