Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Pertama sekali kami mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang MahaEsa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya jugalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Dan selanjutnya ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing,
teman-teman, dan seluruh pihak yang telah ikut membantu mensukseskan pembelajaran
dalam mata kuliah PROMKES ini membahas mengenai Komunikasi Konseling Dan
Penyuluhan.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulisan banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak
akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan
tentang Komunikasi Konseling Dan Penyuluhan. Akhirnya kepada Allah jualah penulis
mohon taufik hidayah, semoga usaha kami ini mendapat manfaat yang baik. Serta mendapat
ridho dari Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.

Medan, juli 2019


Penulis

Kelompok IV
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................
C. Tujuan .......................................................................................
BAB II DEFINISI ......................................................................................
A. Definisi syok anafilaktik ........................................................
B. Reaksi Anafilaktoid ................................................................
C. Manifestasi klinik ...................................................................
D. Gejala Syok Anafilaktik ...........................................................
E. Penyebab Syok Anafilaktik......................................................
F. Langkah Diagnosis ..................................................................
G. Penanganan Syok Anafilaktik ................................................
H. Cara Mencegah Syok Anafilaktik........................................... .

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Reaksi anafilaksis merupakan sindrom klinis akibat reaksi imunologis (reaksi alergi)
yang bersifat sistemik, cepat dan hebat yang dapat menyebabkan gangguan respirasi,
sirkulasi, pencernaan dan kulit. Jika reaksi tersebut cukup hebat sehingga menimbulkan syok
disebut sebagai syok anafilaktik yang dapat berakibat fatal. Oleh karena itu syok anafilaktik
adalah suatu tragedi dalam dunia kedokteran, yang membutuhkan pertolongan cepat dan
tepat. Tanpa pertolongan yang cepat dan tepat, keadaan ini dapat menimbulkan malapetaka
yang berakibat ganda. Disatu pihak penderita dapat meninggal seketika, dilain pihak
dokternya dapat dikenai sanksi hukum yang digolongkan sebagai kelalaian atau malpratice.
Test kulit yang merupakan salah satu upaya guna menghindari kejadian ini tidak dapat
diandalkan, sebab ternyata dengan test kulit yang negatif tidak menjamin 100 % untuk tidak
timbulnya reaksi anafilaktik dengan pemberian dosis penuh. Selain itu, test kulit sendiri dapat
menimbulkan syok anafilaktik pada penderita yang amat sensitif. Olehnya itu upaya
menghindari timbulnya syok anafilaktik ini hampir tertutup bagi profesi dokter yang selalu
berhadapan dengan suntikan. Satu-satunya jalan yang dapat menolong kita dari malapetaka
ini bukan menghindari penyuntikan, karena itu merupakan senjata ampuh buat kita, tapi
bagaimana kita memberi pertolongan secara lege-artis bila kejadian itu menimpa kita. Untuk
itu diperlukan pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik. Makalah
ini akan memberi petunjuk sederhana tentang usaha-usaha yang harus dilakukan dalam
mengelola syok anafilaktik.

Insidens
Insidens syok anafilaktik 40 – 60 persen adalah akibat gigitan serangga, 20-40 persen
akibat zat kontras radiografi, dan 10 – 20 persen akibat pemberian obat penicillin. Sangat
kurang data yang akurat dalam insiden dan prevalensi terjadinya syok anafilaktik. Anafilaksis
yang fatal hanya kira-kira 4 kasus kematian dari 10 juta masyarakat pertahun.
Di Amerika Serikat insisidens reaksi alergi dan anafilaksis yang dicatat dari bagian gawat
darurat rumah sakit didapatkan bahwa 0,5persen (5 per 1000) dan 0,02 persen (2 per 10.000)
kejadian. Sebagian besar kasus yang serius anafilaktik adalah akibat pemberian antibiotik
seperti penicillin dan bahan zat radiologis. Penicillin merupakan penyebab kematian 100 dari
500 kematian akibat reaksi anafilaksis. Secara umum insidens reaksi anafilakis 0,01 %
eksposue di Amerika. Gigitan serangga hymenoptera merupakan penyebab yang terbanyak
dari syok anafilaktik.

Patofisiologi
Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap
alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem pernafasan
maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan pembentukan IgE spesifik
terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian terikat pada reseptor permukaan mastosit
dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan terikat pada Ige spesifik dan memicu
terjadinya reaksi antigen antibodi yang menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain
histamin dari granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi ini juga memicu
sintesis SRS-A ( Slow reacting substance of Anaphylaxis ) dan degradasi dari asam
arachidonik pada membrane sel, yang menghasilkan leukotrine dan prostaglandin. Reaksi ini
segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin, leukotrine (SRS-A) dan
prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus menyebabkan timbulnya
gejala pernafasan dan syok.
Efek biologis histamin terutama melalui reseptor H1 dan H2 yang berada pada
permukaan saluran sirkulasi dan respirasi. Stimulasi reseptor H1 menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, spasme bronkus dan spasme pembuluh darah koroner
sedangkan stimulasi reseptor H2 menyebabkan dilatasi bronkus dan peningkatan mukus
dijalan nafas. Rasio H1 – H2 pada jaringan menentukan efek akhirnya.
Aktivasi mastosit dan basofil menyebabkan juga respon bifasik dari cAMP intraselluler.
Terjadi kenaikan cAMP kemudian penurunan drastis sejalan dengan pelepasan mediator dan
granula kedalam cairan ekstraselluler. Sebaliknya penurunan cGMP justru menghambat
pelepasan mediator. Obat-obatan yang mencegah penurunan cAMP intraselluler ternyata
dapat menghilangkan gejala anafilaksis. Obat-obatan ini antara lain adalah katekolamin
(meningktakan sintesis cAMP) dan methyl xanthine misalnya aminofilin (menghambat
degradasi cAMP). Pada tahap selanjutnya mediator-mediator ini menyebabkan pula
rangkaian reaksi maupun sekresi mediator sekunder dari netrofil,eosinofil dan
trombosit,mediator primer dan sekunder menimbulkan berbagai perubahan patologis pada
vaskuler dan hemostasis, sebaliknya obat-obat yang dapat meningkatkan cGMP (misalnya
obat cholinergik) dapat memperburuk keadaan karena dapat merangsang terlepasnya
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi syok anafilaktik ?
2. Apa Reaksi Anafilaktoid ?
3. Bagaimana Manifestasi klinik ?
4. Apa Gejala Syok Anafilaktik?
5. Apa Penyebab Syok Anafilaktik?
6. Bagaimana Langkah Diagnosis?
7. Bagaimana Penanganan Syok Anafilaktik ?
8. Bagaimana Cara Mencegah Syok Anafilaktik?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui Definisi syok anafilaktik
2. Dapat mengetahui Reaksi Anafilaktoid
3. Dapat mengetahui Manifestasi klinik.
4. Dapat mengetahui Gejala Syok Anafilaktik?
5. Dapat mengetahui Penyebab Syok Anafilaktik?
6. Dapat mengetahui Langkah Diagnosis?
7. Dapat mengetahui Penanganan Syok Anafilaktik ?
8. Dapat mengetahui Cara Mencegah Syok Anafilaktik?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik adalah kegagalan sirkulasi darah yang terjadi akibat reaksi alergi
berat dan dapat berakibat fatal apabila tidak segara ditangani. Gejala utamanya berupa
tekanan darah rendah, pusing, dan bahkan pingsan yang didahului oleh reaksi alergi berupa
gatal-gatal kemerahan pada kulit, pembengkakan, dan sebagainya.

Kondisi ini tidak memiliki pengertian yang sama dengan anafilaksis, anafilaksis itu
sendiri merupakan jenis alergi berat dengan gejala gatal-gatal dan kemerahan pada kulit,
pembengkakan, penyempitan saluran nafas, dan pelebaran pembuluh darah yang apabila
sampai menimbulkan kegagalaan sirkulasi, maka terjadilah syok anafilaktik. Jadi syok
anafilaktik disebabkan oleh anafilaksis, tapi tidak semua anafilaksis menjadi syok anafilaktik.

Reaksi alergi anafilaksis ataupun syok anafilaktik dapat muncul dalam beberapa menit
atau jam setelah seseorang terpapar atau kontak dengan zat atau bahan penyebab alergi
(alergen), misalnya makan seafood, kacang-kacangan, sengatan serangga, obat-obatan dan
lain-lain.

Reaksi alergi hanya akan muncul ketika orang yang sensitif bertemu dengan alergen
spesifik, e.g. si A alergi dengan zat A, belum tentu bagi si B.

B. Reaksi Anafilaktoid

Reaksi anafilaktoid adalah reaksi yang menyebabkan timbulnya gejala dan keluhan
yang sama dengan reaksi anafilaksis tetapi tanpa adanya mekanisme ikatan antigen antibodi.
Pelepasan mediator biokimiawi dari mastosit melewati mekanisme nonimunologik ini belum
seluruhnya dapat diterangkan. Zat-zat yang sering menimbulkan reaksi anafilaktoid adalah
kontras radiografi (idionated), opiate, tubocurarine, dextran maupun mannitol. Selain itu
aspirin maupun NSAID lainnya juga sering menimbulkan reaksi anafilaktoid yang diduga
sebagai akibat terhambatnya enzim siklooksgenase.

C. Manifestasi klinik

Walaupun gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda gradasinya
sesuai berat ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas seseorang, namun pada
tingkat yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi
dan gangguan respirasi. Kedua gangguan tersebut dapat timbul bersamaan atau berurutan
yang kronologisnya sangat bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa jam. Pada
dasarnya makin cepat reaksi timbul makin berat keadaan penderita.
1. Sistem pernafasan
Gangguan respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang
kemudian segera diikuti dengan udema laring dan bronkospasme. Kedua gejala terakhir ini
menyebabkan penderita nampak dispnue sampai hipoksia yang pada gilirannya menimbulkan
gangguan sirkulasi, demikian pula sebaliknya, tiap gangguan sirkulasi pada gilirannya
menimbulkan gangguan respirasi. Umumnya gangguan respirasi berupa udema laring dan
bronkospasme merupakan pembunuh utama pada syok anafilaktik.

2. Sistem sirkulasi
Biasanya gangguan sirkulasi merupakan efek sekunder dari gangguan respirasi, tapi bisa
juga berdiri sendiri, artinya terjadi gangguan sirkulasi tanpa didahului oleh gangguan
respirasi. Gejala hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik. Hipotensi
terjadi sebagai akibat dari dua faktor, pertama akibat terjadinya vasodilatasi pembuluh darah
perifer dan kedua akibat meningkatnya permeabilitas dinding kapiler sehingga selain
resistensi pembuluh darah menurun, juga banyak cairan intravaskuler yang keluar keruang
interstitiel (terjadi hipovolume relatif).Gejala hipotensi ini dapat terjadi dengan drastis
sehingga tanpa pertolongan yang cepat segera dapat berkembang menjadi gagal sirkulasi
atau henti jantung.

3. Gangguan kulit
Merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi anafilaktik. Walaupun
gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting untuk diperhatikan sebab ini
mungkin merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala yang lebih berat berupa
gangguan nafas dan gangguan sirkulasi. Oleh karena itu setiap gangguan kulit berupa
urtikaria, eritema, atau pruritus harus diwaspadai untuk kemungkinan timbulnya gejala yang
lebih berat. Dengan kata lain setiap keluhan kecil yang timbul sesaat sesudah penyuntikan
obat,harus diantisipasi untuk dapat berkembang kearah yang lebih berat.

4. Gangguan gastrointestinal
Perut kram,mual,muntah sampai diare merupakan manifestasi dari gangguan
gastrointestinal yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala
gangguan nafas dan sirkulasi.
Skema perubahan patofisiologi pada syok anafilaktik
D. Gejala Syok Anafilaktik

Anafilaksis yang merupakan salah satu bentuk alergi memiliki banyak gejala. Sebagian
bisa mirip dengan gejala alergi lainnya, namun perbedaannya, pada anafilaksis, gejalanya
banyak dan muncul sekaligus.

Gejala anafilaksis sebelum terjadinya syok anafilaktik antara lain:

 Kulit gatal kemerahan, terkadang bentol-bentol seperti biduran


 Keluar air dari hidung atau bersin-bersin
 Mulut dan tenggorokan gatal, kesulitan menelan
 Pembengkakan pada bengkak dan lidah
 Tungkai bengkak
 Batuk - batuk
 Kram perut atau bahkan mengalami diare
 Mual-mual dan muntah

Beberapa gejala syok anafilaktik yang membutuhkan pengobatan darurat, termasuk:

 tekanan darah rendah


 denyut nadi cepat dan teraba lemah
 sesak napas atau kesulitan bernapas akibat penyempitan saluran nafas karena
bengkak.
 nyeri dada atau sesak di dada
 pusing atau pingsan
 kebingungan
Gejala syok anafilaksis dapat memburuk sangat cepat. Pengobatan dibutuhkan dalam
waktu 30 sampai 60 menit karena gejala kadang-kadang bisa berakibat fatal.Gejala syok
anafilaktik yang menonjol adalah tekanan darah turun drastis diiringi oleh gejala alergi.

Apabila kita perhatikan gejala anafilaksis cenderung memiliki pola. Sebagai contoh:

 Gejala muncul beberapa menit setelah penderita menyentuh atau makan sesuatu yang
menyebabkan alergi.
 Sejumlah gejala muncul pada waktu yang bersamaan. Misalnya, ruam,
pembengkakan, dan muntah.
 Sekolompok gejala pertama bisa menghilang, tapi kemudian datang kembali delapan
jam sampai 72 jam kemudian.
 Reaksi tunggal terus berlangsung selama berjam-jam.

E. Penyebab Syok Anafilaktik

Anafilaksis terjadi ketika seseorang memiliki antibodi, yang sesungguhnya antibodi


ini digunakan untuk sistem pertahanan tubuh dalam melawan infeksi dan zat asing berbahaya,
namun pada kasus alergi antibodi menjadi bereaksi berlebihan terhadap sesuatu yang tidak
berbahaya seperti makanan atau benda tertentu yang malah merugikan tubuh dengan
sejumlah gejala yang ditumbulkannya.

Syok anafilaktik terjadi ketika reaksi alergi membuat pembuluh darah menjadi melebar
(dilatasi), akibatnya tekanan darah menjadi turun drastis dan darah tidak dapat dipompakan
keseluruh organ dan bagian-bagian tubuh lainnya.Pada anak-anak, penyebab syok anafilaktik
paling umum adalah makanan. Untuk orang dewasa, penyebab utamanya adalah obat.

Pemicu makanan khas pada anak-anak di antaranya:

 Kacang kacangan
 kerang-kerangan
 Ikan
 Susu
 Telur
 Kedelai
 Gandum

Makanan yang umumnya memicu alergi pada orang dewasa di antaranya:

 Kerang-kerangan
 Udang dan ikan
 Kacang kacangan

Adapun obat yang sering menyebabkan anafilaksis di antaranya:

 Penisilin
 Relaksan otot, obat yang sering digunakan untuk anestesi
 Aspirin, ibuprofen, dan obat antinyeri NSAID lainnya
 Obat anti kejang
Anafilaksis juga dapat dipicu oleh beberapa hal lainnya selain yang masuk melalui mulut:

 Serbuk sari
 Sengatan atau gigitan dari lebah, tawon, semut api, dan berbagai jenis serangga
 Lateks, ditemukan dalam sarung tangan, balon, dan karet gelang

Beberapa orang terlalu sensitif, sehingga bau makanan dapat memicu reaksi alergi,
bahkan beberapa juga memiliki alergi terhadap pengawet makanan.

F. Langkah Diagnosis

Berdasarkan hasil wawancara medis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, dokter
sudah dapat menentukan bahwa pasien sedang mengalami syok dan harus segera
mendapatkan penanganan. Namun untuk menentukan apakah benar karena alergi
(anafilaksis) dan apa penyebab alerginya maka dokter perlu melakukan serangkaian
pemeriksaan penunjang.

Beberapa tes yang biasanya diperlukan antara lain: Pemeriksaan alergi dengan cara
tes darah, untuk mengetahui apakah memang itu reaksi alergi. Pemeriksaan lain berupa tes
alergi pada kulit dengan menggunakan alat uji tempel, dengan menempelkan zat-zat alergen
maka akan diketahui penyebab alergi secara pasti. Alergen yang digunakan umumnya berasal
dari makanan, obat-obatan, dan lain-lain telah dicurigai sebelumnya.

Reaksi alergi anafilaksis diklasifikasi efeknya pada tubuh, frekuensi kemunculannya,


serta reaksi apa yang menyebabkannya. Tiga klasifikasi utama reaksi anafilaksis adalah:

 Syok anafilaksis yang terkait dengan vasodilatasi sistemik. Pada kondisi ini tekanan
darah menjadi sangat rendah bahkan mencepai 30% lebih rendah dari batas bawah
nilai standar.
 Anafilaktik bifasik adalah reaksi alergi yang muncul kembali setelah munculnya
reaksi alergi pertama, padahal penderita tidak terpapar alergen lagi. Reaksi kedua
umumnya muncul pada 72 jam setelah reaksi pertama.
 Pseudo anafilaktik atau reaksi anafilaktoid atau nonimun anafilaktik adalah jenis
anafilaksis yang tidak melibatkan reaksi alergi melainkan degranulasi pada sel mast
penghasil zat kimia seperti histamin.

G. Penanganan Syok Anafilaktik

Pertolongan pertama

 Hubungi ambulan segera jika seseorang memiliki gejala-gejala seperti di atas, atau
memiliki riwayat reaksi alergi yang parah ( anafilaksis ).
 Pastikan untuk memindahkan sumber alergi, seperti sengat lebah, sebelum
melanjutkan pertolongan.
 Sambil mengunggu ambulan atau menunggu sampai rumah sakit, posisikan pasien
berbaring dengan kedua kaki ditinggikan (lebih tinggi dari dada).
 Longgarkan pakaian sekitar leher dan jaga kenyamanan pasien.
 Jika pasien berhenti bernapas, lakukan RJP dan pertolongan pertama lainnya sampai
bantuan tiba.
Penanganan di Rumah Sakit

Suntikan adrenalin atau epinefrin adalah pengobatan yang paling efektif untuk syok
anafilatik, dan suntikan harus segera diberikan (biasanya di paha). Suntikan adrenalin dapat
membantu mengurangi pembengkakan, melancarkan saluran napas sehingga melegakan
pernapasan, serta menaikkan tekanan darah pada pasien syok anafilaktik.

Suntikan adrenalin kedua akan diberikan apabila kondisi pasien tidak tampak membaik
setelah 5-10 menit pertama. Jika Anda sudah memiliki reaksi anafilaksis sebelumnya,
mungkin diperlukan dosis yang lebih besar.

Jika pasien tidak dapat bernapas, maka dokter dapat memasang sebuah tabung yang
dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk membantu bernafas. Jika ini tidak berhasil,
maka tindakan operasi yang disebut trakeostomi mungkin diperlukan, dengan cara ini maka
bernafas akan dilakukan melalui tabung langsung menuju ke tenggorokan (trakea).

Pasien mungkin memerlukan cairan untuk menstabilkan sirkulasi darah dan obat-obatan
untuk membantu bernapas lega. Jika gejala tidak hilang, dokter juga mungkin memberikan
obat antihistamin dan steroid. Obat-obat ini juga berguna untuk mengurangi serta mencegah
kembalinya gejala syok anafilaktik.

Pasien mungkin perlu untuk tinggal di ruang gawat darurat selama beberapa jam untuk
memastikan tidak ada lagi reaksi kedua hingga kondisi pasien stabil.

H. Cara Mencegah Syok Anafilaktik

Cara terbaik untuk menghentikan anafilaksis adalah menghindari pemicu alergi:


makanan atau hal-hal lain yang Anda ketahui bahwa itu menyebabkan alergi pada diri Anda.
Dokter dapat membantu mencari tahu zat-zat alergen yang dapat memicu alergi pada diri
Anda dengan tes sederhana seperti tes tusuk kulit atau tes darah.

Dokter kemudian dapat memberikan saran untuk menghindari pemicu alergi. Ini
semua akan membantu mencegah reaksi alergi anafilaksis ataupun syok anafilaktik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Syok anafilaksis merupakan reaksi alergi yang tergolong emergency life-
threatening.
2. Reaksi anafilaksis atau anafilaktoid dapat memberi gejala yang sama, walaupun
mekanismenya berbeda.
3. Test kulit senantiasa diperlukan, pada penggunaan obat-obat yang sangat dicurigai
(untuk kepentingan aspek hukum).
4. Pemberian antihistamin dan steroid pra-exposure dilaporkan sangat bermanfaat.
5. Drug of choise dari syok anafilaktik adalah adrenalin.
6. Keterampilan RKP dan ketersediaan Resusitation kit, emergency drug mutlak
pada tempat-tempat dimana penyuntikan banyak dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rehatta MN.(2000). Syok anafilaktik patofisiologi dan penanganan. In : Update on


Shock.Pertemuan Ilmiah Terpadu.Fakultas Kedoketran Universitas Airlangga
Surabaya.
2. Sanders,J.H, Anaphylactic Reaction Handbook of Medical Emergencies, Med.Exam.
Publ.Co,2 nd Ed.154 : 1978.
3. Austen, K.F, : Systemic Anaphylaxix in Man JAMA, 192 : 2 .1965.
4. Van-Arsdel,P,P ,: Allergic Reaction to Penicillin, JAMA 191 : 3, 1965.

Anda mungkin juga menyukai