Contoh Porto Gangguan Cemas Iship Kodal

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

Portofolio

Nama Peserta:

Nama Wahana:

Topik: Gangguan cemas menyeluruh

Tanggal (kasus): 6 Februari 2017


Nama Pasien: Tn. Y. M No. RM: 059472

Tanggal Presentasi: Nama Pendamping:

Tempat Presentasi:

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Laki-laki, 50 tahun, sering merasa cemas sejak 1 bulan terakhir, terutama bila mendengar berita kematian,
meskipun tidak mengenal orang tersebut. Bila serangan cemas ini muncul, pasien merasakan badannya lemas dan ringan, mual,
dan jantung berdebar-debar keras. Pasien awalnya ± 3 tahun yang lalu mulai merasakan sulit tidur, dan hal ini tiba-tiba dirasakan.
Riwayat Hipertensi: (+)
Tujuan: - Mendiagnosis awal gangguan cemas menyeluruh.

- Menatalaksana gangguan cemas menyeluruh.

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos


Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
: Laki-laki, 50 tahun, sering merasa cemas sejak 1 bulan terakhir, terutama bila mendengar berita kematian, meskipun tidak
mengenal orang tersebut. Bila serangan cemas ini muncul, pasien merasakan badannya lemas dan ringan, mual, dan jantung
berdebar-debar keras. Pasien awalnya ± 3 tahun yang lalu mulai merasakan sulit tidur, dan hal ini tiba-tiba dirasakan.
Riwayat Hipertensi (+)

2. Riwayat Pengobatan: Obat Hipertensi

3. Riwayat kesehatan/Penyakit:Hipertensi sejak ± 4 tahun lalu, terkontrol

4. Riwayat keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular, dan kejiwaan.

5. Riwayat pekerjaan: Pasien adalah seorang pendeta.


6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN): Sosial ekonomi cukup

Daftar Pustaka: (diberi contoh, MEMAKAI SISTEM HARVARD,VANCOUVER, atau MEDIA ELEKTRONIK)

1. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In: Wiguna M, editor. Sinopsis Psikiatri. Edisi ketujuh. Jilid dua. Phyladelphia. 2004:
230-67.
2. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya. 2003: 70-5.
3. 10. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya. 2007: 23-41.

Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis gangguan cemas menyeluruh

2. Tatalaksana gangguan cemas menyeluruh


Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subyektif:
Seorang pasien Laki-laki, 50 tahun, datang ke Poliklinik Jiwa RSUD X pada tanggal 6 Februari 2017 dengan:
Keluhan Utama : Rasa cemas-cemas yang semakin hebat sejak 1 hari ini.
Riwayat Penyakit Sekarang:

Rasa cemas-cemas yang semakin hebat 1 hari ini. Awalnya pasien sudah sering merasa cemas tiba-tiba bila mendengar kabar
kematian, meskipun tidak mengenal orang tersebut. Ini telah dialami pasien sejak 1 bulan yang lalu. Pasien takut menghadapi
kematian meski tanpa kekhawatiran yang jelas. Bila serangan cemas ini muncul, pasien merasakan badannya lemas dan ringan , serta
jantung berdebar-debar. Pasien awalnya ± 3 tahun yang lalu mulai merasakan sulit tidur, dan hal ini tiba-tiba dirasakan.
Riwayat Hipertensi (+)
2. Objektif:
Status Generalis: Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis kooperatif Tekanan Darah : 160/100 mmHg Nadi : 84x/ menit Nafas : 20x/menit Suhu : 36,8 *C
Kontak mata: (+)
Verbal (+)
Psikomotor: tenang
Afek: Disforik
Gangguan Persepsi: Tidak ada
Gangguan isi pikir: Relevan koheren
3. Assessment (Penalaran Klinis)
a. Definisi
Gangguan ansietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai
dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap
berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-
kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk kendalikan dan berhubungan dengan gejala-
gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan
penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaanGAD ditandai dengan
kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya
tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan
timbulnya stres dan mengganggu aktivitas seharihari, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Pasien dengan GAD
biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang
berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.
b. Etiologi
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan terjadinya gangguan ansietas menyeluruh.
Teori-teori tersebut antara lain Kontribusi Ilmu Psikologi
1) Teori Psikoanalitik
Freud merumuskan kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego digunakan
sebagai mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam
kesadaran. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan kecemasan semua tapi
untuk meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu, kemampuan untuk mengalami kecemasan dan menggunakannya sebagai
sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan muncul sebagai respon
terhadap berbagai situasi selama siklus hidup dan, meskipun agen psikofarmakologi mungkin memperbaiki gejala,
mungkin tidak mengatasi situasi hidup atau berkorelasi internal yang telah mendorong keadaan kecemasan
2) Teori Perilaku
Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian
klasik, seorang gadis dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat
ayahnya yang kasar. Melalui generalisasi, dia mungkin akan percaya semua orang. Dalam model pembelajaran sosial,
seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru kecemasan di lingkungan, seperti orang tua
cemas. Teori perilaku beranggapan bahwa terjadinya ansietas ini adalah akibat tanggapan yang salah dan tidak teliti
terhadap bahaya. Ketidaktelitian ini sebagai akibat dari perhatian mereka yang selektif pada detildetil negatif dalam
kehidupan, penyimpangan dalam proses informasi, dan pandangan yang negatif terhadap kemampuan pengendalian
dirinya.
3) Teori Eksistensial
Teori eksistensial menyediakan model untuk kecemasan umum, di mana tidak ada stimulus khus yang diidentifikasi
untuk rasa cemas yang sifatnya kronis. Terjadinya anxietas adalah akibat tidakadanya rangsang yang dapat diidentifikasi
secara spesifik. Ketiadaan ini membuat orang menjadi sadar akan kehampaannya di dalam kehidupan ini

Kontribusi Ilmu Neurologi


1) Sistem Saraf Otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada sistem kardiovaskular (takikardia), otot (sakit
kepala), pencernaan (diare), dan pernapasan (takipnea). Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan gangguan
kecemasan, terutama mereka yang memiliki gangguan panik, menunjukkan nada simpatik yang meningkat, beradaptasi
perlahan terhadap rangsangan berulangulang, dan merespon berlebihan terhadap rangsangan moderat
2) Neurotransmiter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap
terapi obat adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-aminobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen tersebut
untuk mempelajari kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara bersamaan disajikan dengan rangsangan yang
positif (makanan) dan negatif (sengatan listrik). Ansiolitik narotika (benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi
hewan untuk situasi ini, sedangkan obat lain (amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon perilaku hewan.
3) Aksis Hipotalamus Hipofisis Adrenal
Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres psikologis meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol.
Kortisol berfungsi untuk memobilisasi dan untuk melengkapi penyimpanan energi dan kontribusi untuk gairah
meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan memori; penghambatan pertumbuhan dan sistem
reproduksi, dan penahanan dari respon kekebalan. Sekresi kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki
efek samping yang serius, termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin, dislipidemia,
diskoagulation, dan akhirnya aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Perubahan dalam fungsi aksis
hipotalamushipofisis- adrenal telah dibuktikan dalam PTSD. Pada pasien dengan gangguan panik, hormon
adrenocorticoid (ACTH) tumpul terhadap berbagai corticotropin-releasing factor (CRF) telah dilaporkan dalam beberapa
penelitian dan tidak pada orang lain.
4. Corticotropin-Releasing Hormone (CRH)
Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis
adaptif yang terjadi selama stres. Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang dengan stres, mengakibatkan
aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan pelepasan kortisol dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga
menghambat berbagai fungsi neurovegetatif, seperti asupan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin untuk
pertumbuhan dan reproduksi.
5. GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan benzodiazepin, yang meningkatkan
aktivitas GABA pada jenis reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan.
Meskipun potensinya rendah, benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan
kecemasan umum, potensi tinggi obat – obat golongan benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam
efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon), menyebabkan
serangan panik
sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa
pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka, meskipun hubungan ini
belum terbukti secara langsung

Gambaran Klinis
Gambaran klinis dinilai dari dua hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik. Gejala somatik antara lain gemetar,
nyeri punggung dan nyeri kepala, ketegangan otot, napas pendek, hiperventilasi, mudah lelah, sering kaget,
hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering
kencing), parestesia, sulit menelan. Gejala psikologik antara lain rasa akut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol,
sulit konsentrasi, insomnia, libido menurun, rasa mual di perut, hipervigilance (siaga berlebih). Gangguan ansietas
menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ansietas akan merangsang respon hormonal dari
hipotalamus yang akan mengsekresi CRF (Cortisotropin-Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon
hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno-Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan
merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah
akan mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II, dan peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap
katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi
atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis. Pada ansietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada ansietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh
komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada
kecemasan yang kronis kadar adrenalin terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan
akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan ansietas menyeluruh yang terutama berperan adalah
neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3.
Menurut Kabo reseptor 5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat sebagai
eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2
akan meningkatkan tekanan darah

Diagnosis
Kriteria diagnostik gangguan ansietas menyeluruh menurut DSM IV-TR
1) Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari, sepanjang hari terjadi selama
sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah).
2) Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.
3) Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini (dengan sekurangnya beberapa
gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan
terakhir):
- Kegelisahan
- Merasa mudah lelah
- Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
- Iritabilitas
- Ketegangan otot
- Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidak memuaskan) Diagnosis pada anak cukup
satu kriteria.
4) Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah
bukan tentang menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti
pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak
saudara dekat (seperti gangguan ansietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa),
menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada
hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.
5) Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan
pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
6) Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat,
medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan
mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.
Penegakan diagnosis gangguan ansietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai berikut:
1) Pasien harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung hamper setiap hari untuk beberapa
minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja
(sifatnya free floating atau mengambang)
2) Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dan sebagainya)
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai)
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung,
pusing kepala, mulut kering dan sebagainya).
d) Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan
somatik berulang yang menonjol. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Ansietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi
kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan ansietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan
obsesif-kompulsif (F42.-).
Penatalaksanaan
1) Farmakoterapi
a) Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai
mencapai respon terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah
terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off
selama 1-2 minggu.
Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek antiansietas, antikonvulsan, antiinsomnia, dan premedikasi tindakan
operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain:
- Diazepam. Dosis anjuran oral 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi 5-10 mg 9im/iv), broadspectrum
- Chlordiazepoxide. Dosis anjuran 2-3 x 5-10 mg/hari, broadspectrum
- Lorazepam. Dosis anjuran 2-3 x 1 mg/hari, dosis antiansietas dan antiinsomnia berjauhan, lebih efektif sebagai
antiansietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
- Clobazam. Dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, dosis antiansietas dan antiinsomnia berjauhan, lebih efektif sebagai
antiansietas, psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin
tetap aktif.
- Bromazepam. Dosis anjuran 3 x 1,5 mg/hari, dosis antiansietas dan antiinsomnia berjauhan,
lebih efektif sebagai antiansietas.
- Alprazolam. Dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk ansietas tipe antisipatorik,
onset lebih cepat dan mempunyai komponen efek antidepresi.
b) Nonbenzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif disbanding
gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya
baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak
akan memberikan respon yang baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin
dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah
mencapai maksimal.

2) Psikoterapi
a) Terapi kognitif perilaku
Pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, di
mana proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.
Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran
otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat, dan memutuskan kembali. Dengan
mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.
Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan
menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan
kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala
somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
2) Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya,
agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
3) Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek,
serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan komponenkomponen tersebut, kita sebagai terapis dapat
memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya

4.Plan
a. Diagnosis Multipel Axis
I. F.41.1 Gangguan Ansietas Menyeluruh
II. F.32.2 Gangguan Depresi sedang dengan Gejala Somatik
III. tidak ada kelainan
IV. Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
V. GAF 70-61
c. Penatalaksanaan
- Alprazolam 0,5 mg 0- ½ - 1
- Flouxetine 20 mg 0 – 0 – 1
- Folavit 1x1
- Konsul Poli penyakit dalam untuk penanganan hipertensi
- Kontrol Poli jiwa seminggu kemudian
d. Prognosis: baik bila gejala berespon terhadap pengobatan konservatif. Kasus berat membutuhkan psikoterapi adjuvant

Februari 2017

Peserta Pendamping

Anda mungkin juga menyukai