Ariesta Nugraha/170406095
Departemen Arsitektur, Universitas Sumatera Utara
Jl. Abdul Hakim No.1, Medan Telp. (061) 8211633
Email : arisarisaris0028500285@gmail.com
Abstrak
Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan kualitas hidup, dan kesejahteraan
masyarakat berimplikasi terhadap meningkatnya berbagai kebutuhan dan fasilitas yang
semuanya membutuhkan lahan. Sementara itu, jumlah lahan relative tetap sehingga
sering menimbulkan permasalahan dalam penggunaan lahan wilayah pedesaan dan kota.
Pada saat jumlah penduduk masih relatif sedikit penggunaan lahan untuk berbagai
keperluan masih bisa dilakukan secara sederhana dengan memilih lahan-lahan yang
sesuai untuk penggunaan tertentu yang dibutuhkan. Sebaliknya, pada saat jumlah
penduduk banyak dengan beragam kebutuhan sesuai dengan tuntunan zaman,
pengalokasian lahan sudah tidak memungkinkan lagi dilakukan secara tradisional
sehingga perlu dilakukan secara rasional melalui kegiatan evaluasi sumber daya lahan
dan dilanjutkan dengan perencanaan penggunaan lahan. Hal ini penting agar lahan yang
jumlahnya terbatas dapat dioptimalkan penggunaannya melalui cara yang rasional, paling
sesuai dengan sifat dan karakteristik utama lahan tersebut dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Kata Kunci. penggunaan lahan, penduduk, kebutuhan, Rencana Tata Ruang Wilayah
Pendahuluan
Tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan
dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi
tertentu,misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dan lain sebagainya. Rencana tata
guna lahan merupakankerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang
lokasi, kapasitas dan jadwalpembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah,
pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Tata guna lahan
merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Keseimbangan
antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan kunci dari pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Perencanaan tata guna lahan (Land Use Planning) adalah inti praktek perencanaan
perkotaan. Sesuai dengan kedudukannya dalam prencanaan fungsional, perencanaan tata guna
lahan merupakan kunci untuk mengarahkan pembangunan kota. Hal itu ada hubungannya dengan
anggapan lama bahwa seorang perencana perkotaan adalah “seorang yang berpengetahuan
secara umum tetapi memiliki suatu pengetahuan khusus.” Pengetahuan khusus kebanyakan
perencana perkotaan ialah perencana tata guna lahan. Pengembangan tata guna lahan yang
disesuaiakan dengan meningkatkan perekonomian suatu kota atau wilayah.
Catanesse (1988: 281), mengatakan bahwa secara umum ada 4 kategori alat-alat perencanaan
tata guna lahan untuk melaksanakan rencana, yaitu :
Land use Planning memiliki dua aliran yaitu Mix Use Planning dan Single Use Planning :
Mix Use Planning merupakan perencanaan suatu kawasan untuk beberapa fungsi,
industri, fungsi komersil dan sebagainya. Dengan kata lain Mix Use Planning merupakan
pemusatan kegiatan hanya dilakukan di satu kawasan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi kemacetan dan penggunaan kendaraan pribadi karena dengan jarak yang
saling berdekatan maka akan lebih mudah untuk melakukan kegiatan dengan berjalan
kaki.
Single Use Planning merupakan perencanaan suatu kawasan dimana kawasan
pemukiman, kawasan komersil, area industri, dan sebagainya saling terpisah antar satu
sama lain.
Dalam Land Use kita harus memperhatikan land barrying capacity sehingga kita dapat
mendesain penggunaan lahan yang sesuai, baik secara fungsi, kepadatan, maupun ratio ruang
terbangunnya. Faktor yang harus dipertimbangkan dalam land barrying capacity diantaranya
adalah negative externalities, transect planning, aturan yang mengikat seperti KKOP untuk
penerbangan, daerah hutan lindung, dan lain sebagainya. Negative externalities bisa dikatakan
sebagia efek samping yang ditimbulkan dari suatu pembangunan dan aktifitasnya. Misalnya
suatu pabrik dibangun, pembangunan pabrik ini tentunya akan menghasilkan limbah yang akan
mencemari daerah di sekitarnya. Oleh karena itu pabrik ini harus menanggulangi pencemaran
yang diakibatkan dari aktifitasnya, atau dikenakan “hukuman” atau denda.
Terdapat dua pola dalam mendesain Land Use berdasarkan penyediaan pra-sarana, yaitu :
1. Infrastructure Led Development, adalah pembangunan suatu daerah dengan penyediaan pra-
sarananya dahulu baru kemudian terbentuk permukiman dan lain-lain sehingga pembangunan
akan mengikuti alur pra-sarana dan infrastruktur yang telah tersedia.
2. Infrastructure Follow Development, adalah pembangunan sauatu daerah dimana daerah itu
sudah lebih dahulu terbentuk, pemukiman telah ada sehingga pembangunan pra-sarana dan
infrastrukturnya megikuti pola yang sudah terbentuk.
Perlunya perubahan,
Kebutuhan untuk memperbaiki pengelolaan lahan
Kebutuhan akan pola penggunaan lahan yang berbeda.
Tujuan adanya Land Use Planning adalah memilih dan mempraktekkan penggunaan lahan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sambil menjaga kelestarian sumberdaya lahan untuk masa
depan yang meliputi :
Efisiensi
Penggunaan lahan harus ekonomis, sehingga salah satu tujuan tata guna lahan
adalah menyusun penggunaan lahan yang efisien dan produktif. Efisiensi dicapai dengan
mencocokkan berbagai penggunaan lahan dengan kondisi daerah, sehingga menghasilkan
manfaat terbesar dengan biaya terkecil. Untuk individu pengguna lahan, “efisiensi”
berarti keuntungan terbesar atas investasi modal dan tenaga kerja, atau manfaat terbesar
dari lahan yangtersedia. Bagi pemerintah, makna “efisiensi” lebih kompleks; mungkin
termasuk memperbaiki nilai tukar global dengan memproduksi komoditi ekspor atau
substitusi impor
Ekuitas dan Aksebilitas
Penggunaan lahan harus dapat diterima secara sosial, mencakup keamanan
pangan, kesempatan pekerjaan, dan keamanan pendapatan di daerah pedesaan. Perbaikan
lahan dan redistribusi lahan dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan atau untuk
pengentasan kemiskinan.
Sustalnabilitas
Penggnaan lahan yang berkelanjutan adalah yang memenuhi kebutuhan saat ini
dan pada saat yang sama juga melestarikan sumber daya lahan generasi mendatang Hal
ini memerlukan kombinasi sinergistik antara produksi dan konservasi: produksi barang
yang dibutuhkan oleh orang-orang sekarang, dikombinasikan dengan konservasi
sumberdaya lahan untuk memastikan fungsi produksinya berlanjut di masa mendatang.
Suatu komunitas yang merusak sumberdaya lahannya, pasti mengancam masa
depannya.
Penggunaan lahan harus direncanakan bagi masyarakat secara keseluruhan;
karena konservasi lahan, air dan sumberdaya lainnya sering berarti di luar
kepentingan individu pengguna lahan.
Peta studi Land Use berada di Kota Padang Panjang dengan fokus pada koridor jalan
lingkar utara.Secara administratif, sekitar 95% wilayah studi berada di Kecamatan Padang
Panjang Timur yang sebagian besar termasuk kedalam wilayah Kelurahan Ganting danKelurahan
Sigando serta sebagian kecil wilayah Kelurahan Guguk Malintang.
Secara umum proses Land Use Planning adalah survey pendahuluan untuk memperoleh
data dasar, yang meliputi studi pustaka, survey primer di lapangan, dan mengkompilasi data
dasar menggunakan paduan peta tematik. Studi pustaka ini dipergunakan untuk mengetahui
tujuan, prinsip, dan standar minimal terkait penggunaan suatu guna lahan. Misalnya guna lahan
perumahan, perdagangan, industri, perkantoran, dsb yang memiliki karakteristik yang berbeda-
beda.
Melakukan penilaian kapabilitas lahan dari hasil survey dan menganalisis kesesuaian
lahan dengan aktivitas. Hal ini dilakukan melalui analisis SKL (satuan kemampuan lahan) yang
melihat kondisi fisik dasar suatu wilayah, persebaran sarana, dan tata guna lahan eksisting untuk
mengetahui pola aktivitas eksisting.
Identifikasi sifat dan pola perkembangan kota. Apakah terpusat atau bisa jadi meloncar (leap-
frog). Selain itu juga mengidentifikasi kawasan yang belum berkembang dan pusat-pusat
aktivitas untuk membaca pola pertumbuhan kota dan memprediksi perkembangan di masa
mendatang. Menyiapkan rencana lokasi dan tujuan untuk peruntukkan guna lahan.
Pola penggunaan lahan dalam suatu daerah dapat berbeda satu dengan lainnya, hal ini
dipengaruhi oleh banyak hal antara lain kondisi geografis serta kondisi sosial budaya dari
masyarakat setempat. Arahan atau rencana pengembangan suatu wilayah juga turut
mempengaruhi perbedaan-perbedaan pola penggunaan lahan pada wilayah yang berbeda.
Perbedaan pola penggunaan lahan ini tentunya juga memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Hal inilah yang kemudian mendasari munculnya teori-teori mengenai
penggunaan lahan yang telah dibahas sebelumnya. Berikut akan dibahas preseden mengenai
perbedaan pola penggunaan lahan di beberapa negara di Asia Tenggara
Di Thailand perencanaan penggunaan lahan dimulai pada tahun 1980 dengan fokus pada
pengelolaan DAS dan pengurangan opium. Sejak saat itu telah diperluas ke berbagai daerah
pegunungan, khususnya di bagian barat negara, tetapi tidak pernah menjadi prosedur dan
peraturan yang dilembagakan. Elemen perencanaan penggunaan lahan telah diperkenalkan dalam
rencana wilayah sungai yang lebih baru.
Di Indonesia, memiliki ciri khas antara wilayah bagian pusat serta pinggiran wilayah
terjadi kesenjangan pembangunan. Di kabupaten-kabupaten sendiri, untuk pusat wilayahnya
mengalami perkembangan pesat yang ditunjang dengan sarana-prasarana yang lengkap dan
mumpuni sehingga guna lahannya beragam tidak hanya terfokus pada satu jenis guna lahan.
Sedangkan untuk daerah pinggiran yang jauh dari pusat wilayah, untuk jenis guna lahannya
mayoritas ke arah pertanian di mana selaras dengan ciri khas Negara Indonesia yaitu Negara
Agraris.
Kondisi alam yang berpotensi menjadi daerah wisata dan hasil alamnya dapat
memberikan income yang menjanjikan bagi wilayah tersebut, yang dapat menumbuhkan daerah
pinggiran untuk selaras dengan pusat wilayahnya. Kurangnya kualitas dan kuantitas jaringan
jalan yang menjadi penghubung antara pusat dengan pinggiran untuk keperluan kegiatan-
kegiatan pertumbuhan, minimnya sumber dana yang dimana wilayah-wilayah Indonesia masih
belum bisa mandiri, serta belum cukupnya sumber daya manusia yang mumpuni untuk mampu
mengelola keselarasan konteks wilayah menjadi titik lemah pengembangan wilayah-wilayah di
Indonesia sehingga terkesan antara wilayah dan kota terjadi perbedaan padahal berdasar saluran
interaksinya terhubung satu sama lain dan hasilnya adalah adanya daerah terpencil dan paradoks.
KESIMPULAN
Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak teori tentang
perencanaan tata guna lahan, baik terkait dari segi geografis, transportasi, maupun ekonomi yang
berfungsi sebagai dasar dalam merumuskan rencana tata guna lahan yang diharapkan bisa
menghasilkan guna lahan yang sustainable dan produktif. Dengan adanya acuan teori tersebut
dapat digunakan sebagai dasar atau acuan dalam melakukan penyusunan rencana tata guna lahan,
sehingga rencana yang dihasilkan dapat berfungsi dengan baik serta dapat
dipertanggungjawabkan. Pengaplikasian dari teori-teori tata guna lahan tersebut kemudian
memunculkan beberapa pemodelan dalam perencanaan penggunaan lahan, seperti misalnya
Model Zoning yang mengadaptasi Teori Konsentris Burgess. Dengan demikian dapat
dilihat bahwa sudah banyak model perencanaan tata guna lahan yang sudah berdasarkan pada
teori-teori tata guna lahan. Pemodelan berdasar teori ini juga dirasa cukup efektif, efisien, tepat
guna, serta tepat sasaran dalam implementasinya pada kasus pengembangan wilayah dan kota.
Namun demikian meskipun teori yang digunakan adalah sama, bisa saja terdapat perbedaan pola
penggunaan lahan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini tergantung dari aspek
geografis, kondisi sosial budaya masyarakat, serta dokumen arahan atau kebijakan
pengembangan wilayah di daerah tersebut. Dalam beberapa kondisi meskipun memiliki
kemiripan dari segi geografis. Perbedaan kondisi sosial masyarakat dan perbedaan arahan
kebijakan pengembangan wilayahlah yang memicu adanya perbedaan tersebut. Sehingga secara
keseluruhan dapat ditarik pemahaman bahwa dalam merencanakan suatu tata guna lahan perlu
memperhatikan teori-teori terkait tata guna lahan sebagai dasar perencanaan. Selain itu perlu
juga memperhatikan faktor eksternal seperti kondisi geografis, kondisi sosial budaya masyarakat,
serta arahan kebijakan dari peraturan tata ruang yang sudah ada sebelumnya.
Daftar Pustaka
https://psaonone.wordpress.com/2013/01/19/land-use-planning/
https://slideplayer.info/slide/15154393/
https://www.slideshare.net/mobile/dekpian/land-use-planning-35623164
https://www.researchgate.net/profile/Santun_Sitorus/publication/321996261_Perencanaan_Peng
gunaan_Lahan/links/5a3c948faca272dd65e4db64/Perencanaan-Penggunaan-Lahan.pdf
http://ejournal.sumbarprov.go.id/index.php/jpn/article/download/7/6/
https://www.academia.edu/13367793/Teori_Tata_Guna_Lahan_Land_Use_?show_app_store_po
pup=true
http://player.slideplayer.info/download/86/14015080/BI3wM8lRZ1w1Ncr3migNHA/156814076
3/14015080.ppt