Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat merupakan salah satu unsur utama dalam berdirinya suatu negara.Negara yang makmur,
merupakan tanda bahwa negara tersebut memiliki masyarakat yang juga makmur. Kemakmuran ini
didukung oleh banyak faktor.Salah satunya adalah kesehatan lingkungan masyarakat di suatu negara
tersebut.Kesehatan masarakat adalah ilmu yang bertujuan untuk mencegah penyakit,memperpanjang
hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usahapengorganisasian masarakat. Salah satunya
pengorganisasian pelayanan-pelayananmedis dan perawatan untuk diagnosa dini dan pengobatan.
(IAKMI,2012)

Kesehatan lingkungan adalah cabang ilmu kesehatan masyarakat yangberkaitan dengan semua aspek
dari alam dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Kesehatan lingkungan
didefinisi-kan oleh World HealthOrganization sebagai: aspek-aspek kesehatan manusia dan penyakit
yangdisebabkan oleh faktor-faktor dalam lingkungan. Hal ini juga mencakup pada teoridan praktek
dalam menilai dan mengendalikan faktor-faktor dalam lingkunganyang dapat berpotensi mempengaruhi
kesehatan. Kesehatan lingkungan mencakupefek patologis langsung bahan kimia, radiasi dan beberapa
agen biologis, dandampak (sering tidak langsung) di bidang kesehatan dan kesejahteraan fisik yangluas,
psikologis, sosial dan estetika lingkungan termasuk perumahan, pembangunanperkotaan, penggunaan
lahan dan transportasi.(Pirenaningtyas,20070)

Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan halyang essensial di samping
masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan danfaktor keturunan. Lingkungan memberikan
kontribusi terbesar terhadap timbulnyamasalah kesehatan masyarakat. (Pirenaningtyas, 2007)

Salah satu faktor dalam lingkungan yang menyebabkan aspek-aspek kesehatan manusia terganggu dan
munculnya penyakit adalah tingkat pendidikan masyarakatdi suatu daerah tempat mereka tinggal.
Faktor pendidikan dapat mempengaruhirespon masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
• Apa yang di maksud dengan pendidikan kesehatan ?
• Bagaimana ruang lingkup pendidikan kesehatan tersebut ?
• Apa saja metode pendidikan yang digunakan ?
• Apa alat bantu atau media yang digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat ?
• Apa peran pendidikan kesehatan dalam masyarakat tersebut

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penilisan makalah ini adalah :
• Untuk mengetahui apa itu pendidikan kesehatan
• Untuk mengetahui ruang lingkup pendidikan kesehatan dalam masyarakat
• Untuk mengetahui metode pendidikan yang digunakan
• Untuk mengetahui apa alat bantu yang digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat
• Untuk mengetahui peran pendidikan kesehatan dalam masyarakat

BAB II
KAJIAN TEORI

A. PENDIDIKAN KESEHATAN

1. Prinsip – prinsip Pendidikan Kesehatan

Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan itu penting untuk menunjang
program – program kesehatan yang lain. Akan tetapi, pengakuan ini tidak didukung oleh kenyataannya.
Artinya, dalam program – program pelayanan kesehatan kurang melibatkan pendidikan kesehatan,
tetapi kurang memberikan bobot. Argumentasi mereka adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak
segera dan jelas memperlihatkan hasil. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan itu tidak membawa
manfaat bagi masyarakat dan tidak mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar karena merupakan
‘ behavioral investmen’ jangka panjang. Hasil investasi pendidikan kesehatan baru dapat beberapa
tahun kemudian. Dalam waktu yang pendek ( immediate impact) pendidikan kesehatan hanya
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan
pengatahuan saja belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan.

Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (
intermediate impact ) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh
pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran ( outcome ) pendidikan
kesehatan. Hal ini berbeda dengan program kesehatan yang lain, terutama program pengobatan yang
dapat langsung memberikan hasil ( immediate impact ) terhadap penurunan angka kesakitan.

a. Peranan pendidikan kesehatan

Semua ahli kesehatan masyarakat membicarakan status kesehatan mengacu kepada H.L.Blum. dari hasil
penelitiannya di Amerika Serikat, sebagai salah satu negara yang sudah maju. Blum menyimpulkan
bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap kesehatan.

Kemudian berturut – turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan.
Bagaimana proporsi pengaruh factor – factor tersebut terhadap status kesehatan di negara – negara
berkembang, terutama Indonesia, belum ada penelitian. Apabila dilakukan penelitian mungkin hasilnya
berbeda – beda tergantung masyarakatnya.

b. Konsep pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam bidang kesehatan. Dilihat dari
segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogic praktis atau praktik kebidanan. Oleh
sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang
kesehatan.pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses
pertumbuhan, perkebangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang
pada diri individu, kelompok atau masyarakat.

Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa mausia sebagai makhluk sosia dalam kehidupannya unuk
mencapai kelebihan ( lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tau dan sebagainya). Dalam
mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan
belajar.

Kegiatan proses belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseoarang adapat
dikatakan belajar apabila dalam dirinya teradi perubahan, dar tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat
menegrjakan menjadi dapat menegerjakan sesuatu. Namun demikian, tidak semua perubahan semacam
itu terjadi dapat berjalan. Perubahan ini terjadi bukan hasil proses belajar, tetapi karena proses
kematangan.kegiatan belajar mempunyai cirri- cirri :

Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok atau masyarakat
yang sedang belajar, baik actual maupun potensial. Cirri kedua dari hasil belajar adalah bahwa
perubahan tersebut didapatka karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relative lama.
Cirri ketiga adalah bahwa perubahan terjadi karena usaha yang didasari bukan karena kebetulan.

Bertitik tolak dari konsep pendidikan tersebut, maka konsep pendidikan kesehatan itu juga proses
belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dan tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu,
dari tidak mampu mengatasi masalah – masalah kesehatannya sendiri menjadi mampu, fan lain
sebagainya.

Disamping konsep pendidikan kesehatan tersebut, para ahli pendidikan kesehatan juga telah mencoba
membuat batasan tentang pendidikan kesehatan yang berbeda – beda, sesuai dengan konsep mereka
masing – masing tentang pendidikan. Batasan – batasan yang sering dijadikan acuan antara lain dari :
Nyswander, Stuart, Green, tim ahli WHO, dan sebagainya.

c. Pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan


Perbedaan pendidikan dan promosi kesehatan hanya pada penekanan saja. Apabila pendidikan
kesehatan dalam mencapai perubahan perilaku masyarakat ditekan pada factor predisposisi perilaku,
dengan pemberian informasi atau peningkatan pengetahuan dan sikap. Sedangkan promosi kesehatan
upaya perubahan perilaku hidup sehat masyarakat, tidak hanya ditujukan kepada factor predisposisi
atau peningkatan pengetahuan dan sikap saja, tetapi juga terhadap factor yang lain, yakni “enabling” (
pemungkin) dan “ reinforcing” (penguat).

Dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan. Upaya
perubahan perilaku kesehatan bukan hanya ditekankan pada upaya penyuluhan atau pemberian
informasi – informasi kesehatan guna meningkatkan pengetahuan dan sikap positif terhadap kesehatan
saja. Promosi kesehatan juga meandang penting upaya meningkatkan factor- factor lain seperti sarana
dan prasarana atau fasiltas untuk terwujudnya perilaku hidup sehat tersebut. Contoh: agar masyarakat
mau mengonsumsi makanan yang bergizi, minum air bersih, buang air besar dijamban, dan sebagainya,
tidak hanya cukup unuk diberi pengetahuan atau pemahaman tentang hal tersebut.
Tetapi masyarakat juga harus diberi kemampuan atau fasilitasi agar mereka mampu membeli atau
menghasilkan makanan yang bergizi, mempunyai atau mudah mengakses air bersih, mampu membuat
jamban keluarga, dan sebagainya.

Bergesernya pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan, tidak terlepas dari sejarah praktik dan
praksis pendidikan kesehtan masyarakat di Indonesia maupun di negara – negara berkembang lainnya.
Praksis pendidikan kesehatan pada umumnya terlalu menekankan perubahan perilaku masyarakat,
dengan memberikan informasi atau penyuluhan kesehatan melalui berbagai media dan tekhnilogi
pendidikan dengan harapan masyarakat akan berperilaku hidup sehat tersebut sangat lamban, sehingga
dampaknya terhadap pendidikan kesehatan masyarakar sangat kecil. Oleh sebab itu dengan
penggunaan promosi kesehatan sebagai revitalisasi pendidikan kesehatan ini akan lebih baik lagi praktik
dan hasilnya.

B. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KESEHATAN

Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :


1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individual
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga.
b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di institusi pelayanan kesehatan.
d. Pendidikan kesehatan di tempat – tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.
e. Pendidikan kesehatan di tempat – tempat umum.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Promosi kesehatan ( healt promotion )
Dalam tingkat ini diperlukan pendidikan kesehatan misalnya: dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup,
perbaikan sanitasi lingkungan hygine perorangan.
b. Perlindunagan khusus ( spesific protection )
Dalam program ini imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindunagan khusus ini pendidikan kesehatan
sangat diperlukan terutama di negara – negara berkembang.

c. Diagnosis dini dan pengobatan segera ( early diagnosis and promt treatment )
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit,
maka sulit mendeteksi penyakit – penyakit yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan kadang – kadang,
masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya.
d. Pembatasan cacat ( disability limitation)
Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, maka
sering masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain, mereka tidak
melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak
layak dan sempurna dapatmengakibatkan orng yang bersangkutan cacat mengalami ketidakmampuan.
e. Rehabilitatif ( rehabilitation )
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang – kadang orng menjadi cacat. Untuk memulihkan
cacatnya tersebut kadang – kadang diperlukan latihan tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan
kesadaran orang tersebut, ia tidak akan segan melakukan latihan – latihan yang dianjurkan.

C. SUB BIDANG KEILMUAN PENDIDIKAN KESEHATAN

a. Komunikasi
Komunikasi (terutama komunikasi kesehatan) paralel dengan pendidikan (promosi kesehatan). Karena
komunikasi merupakan kegiatan untuk mengondisikan faktor – faktor predisposisi. Kurangnya
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang
negatif tentang penyakit, makanan, lingkungan dan sebagainya, mereka tidak berperilaku sesuai dengan
nilai – nilai kesehatan.untuk itu diperlukan komunikasi dan informasi – informasi tentang kesehatan.
b. Dinamika kelompok
Dinamika kelompok adalah salah satu metode pendidikan kesehatan yang efektif untuk menyampaikan
kesehatan kepada sasaran pendidikan. Oleh sebab itu, dinamika kelompok diperlukan juga dalam
mengondisikan faktor – faktor predisposisi perilaku kesehatan, dan harus dikuasai oleh setiap petugas
kesehatan.
c. Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat ( PPM )
Masyarakat harus mampu untuk mengorganisasi komunitasnya sendiri dalam komunitasnya sendiri
untuk berperan serta dalam penyediaan fasilitas- fasilitas. Untuk itu para petugas kesehatan harus
dibekali ilmu PPM.
d. Pengembangan kesehatan masyarakat desa ( PKMD )
PKMD pada prinsipnya adalah wadah partisipasi masyarakat dalam bidang pengembangan kesehatan.
Filosofi dari PKMD adalah pelayanan kesehatan untuk mereka, dari mereka dan oleh mereka. Disamping
itu PKMD adalah bentuk operasional dari Primary Health Care yang merupakan wahana untuk mencapai
kesehatan internasional.
e. Pemasaran sosial ( Social Marketing )
Dalam rangka pendidikan kesehatan, pemasaran sosial diperlukan untuk intervensi dalam faktor- faktor
pendukung dan pendorong dalam perubahan perilaku masyarakat.
f. Pengembangan organisasi
Agar institusi kesehatan sebagai organisasi pelayanan kesehatan dan organisasi masyarakat mampu
berfungsi sebagai faktor pendukung dan pendorong perubahan perilaku perubahan masyarakat, maka
perlu dinamisasi dari organisasi tersedbut. Oleh sebab itu mahasiswa sebagai calon petugas kesehatan
harus menguasai ilmu pengembangan organisasi ( PO ) tersebut.
g. Pendidikan dan pelatihan ( DIKLAT )
Semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah pendidik
kesehatan ( Health Educator ). Untuk itu maka petugas kesehatan harus mempunyai sikap dan perilaku
yang sesuai dengan nilai – nilai kesehatan. Demikian pula petugas lain atau tokoh masyarakat, juga
merupakan panutan perilaku dalam ( termasuk ) perilaku kesehatan. Oleh sebab itu mereka harus
mempunyai sikap dan perilaku positif.
Untuk mencapai hal tersebut, petugas kesehatan dan para petugas lain harus memperoleh pendidikan
dan pelatihan khusus tentang kesehatan atau pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku. Maka dari itu,
mahasiswa kesehatan harus memperoleh keterampilan pendidikan dan pelatihan.
h. Pengembangan media ( teknologi pendidikan kesehatan)
Fungsi media dalam pendidikan adalah sebagai alat peraga untuk menyampaikan informasi tentang
kesehatan. Oleh sebab itu mahasiswa kesehatan mahasiswa harus menguasai teknik – teknik
pengembangan media.
i. Perencanaan dan evaluasi pendidikan kesehatan
Perencanaan dan evaluasi program pendidikan kesehatan mempunyai kekhususan bila dibandingkan
dengan program dan evaluasi program – program kesehatan lain. Hal ini disebabkan karena tujuan
program pendidikan sebagai indikator keberhasilan dari program pendidikan kesehatan adalah
perubahan pengetahuan, sikap, perilaku sasaran yang memerlukan pengukuran khusus.
j. Antropologi kesehatan
Untuk melakukan pendekatan perubahan perilaku kesehatan, petugas kesehatan harus menguasai
berbagai macam latar belakang budaya masyarakat yang bersangkutan.
k. Sosiologi kesehatan
Petugas kesehatan juga perlu mendalami tentang aspek – aspek sosial masyarkat dan oleh karenany
mereka harus menguasai sosiologi, terutama sosiologi kesehatan.
l. Psikologi.
Psikologi merupakan dasar dari ilmu perilaku untuk memahami perilaku individu, kelompok, maupun
masyarakat, maka tidak lepas dari mempelajari psikologi.

D. METODE PENDIDIKAN PERILAKU


Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan
kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan bahwa dengan adanya pesan
tersebut, masyarakat, dan kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan
yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya.
Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan
perilaku sasaran.
Dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan yaknik
perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor- faktor yang mempengaruhi suatu proses
pendidikan disamping masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas
yang melakukannya, dan alat – alat bantu/alat peraga. Agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka
faktor- faktor tersebut haru bekerjasama secara harmonis. Hal ini berarti bahwa masukan (sasaran
pendidikan ) tertentu harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan dengan
sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan diseesuaikan. Untuk sasaran kelompok, metodenya harus
berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan
sasaran individual dan sebagainya.
1. Metode pendidikan Individual (perorangan).
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu :
1. Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif.
2. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
3. Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh pengertian akan
menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1. Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2. Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah
perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat,
apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2. Metode pendidikan Kelompok


Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau kecil, karena
metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1. Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
2. Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas.
Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang
dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.

b. Kelompok kecil.
1. Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta
agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan
diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak
ada dominasi dari salah satu peserta.

2. Curah pendapat (Brain Storming) ;


Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta
memberikan jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam
flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa
pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi
diskusi.
3. Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu
pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka
tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang
sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya
akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.

4. Kelompok kecil-kecil (Buzz group)


Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan
sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut.
Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
5. Memainkan peranan (Role Play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan
tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota
lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi
sehari-hari dalam melaksanakan tugas.

6. Permainan simulasi (Simulation Game)


Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan
seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan
menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan
sebagian lagi berperan sebagai narasumber.

3. Metode Pendidikan Massa


Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya menggunakan atau
melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking) Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional,
misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio, pada
hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit
atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa.
Contoh : ”Praktek Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan kesehatan massa.
Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab /konsultasi
tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah juga bentuk
pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya
(Pemberantasan Sarang Nyamuk).

E. ALAT BANTU DAN MEDIA PENDIDIKAN KESEHATAN


I. Alat Bantu ( Peraga )
1. Pengertian
Alat bantu pendidikan adalah alat – alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan
pendididikan / pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga, karena berfungsi untuk
membantu dan meragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran.
Alat peraga disusun berdasarkan prinsip bahwa pengatahuan yang ada pada setiap manusia itu
diterimaatau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima
sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh.
Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengarahkan indera sebanyak mungkin kepada
suatu objek , sehingga mempermudah penerimaan pesan.
Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan sekaligus menggambarkan
tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam suatu kerucut. Menempati dasar kerucut adalah
benda asli yang mempunyai intensitas tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara, demonstrasi, field
trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio, tulisan, kata-kata. Penyampaian bahan
dengan kata-kata saja sangat kurang efektif/intensitasnya paling rendah.
a. Faedah Alat Bantu Pendidikan
1. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2. Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3. Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4. Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
5. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.
7. Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku pendidikan.
8. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
9. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya
memberikan pengertian yang lebih baik. Orang yang melihat sesuatu yang memang diperlukan akan
menimbulkan perhatiannya, dan apa yang dilihat dengan penuh perhatian akan memberikan pengertian
baru baginya, yang merupakan pendorong untuk melakukan / memakai sesuatu yangbaru tersebut.
10. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh. Didalam menerima sesuatu yang baru,
manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan atau lupa. Untuk mengatasi hal tersebut” AVA (
Audio Visual Aids ) akan membantu menegakkan pengetahuan – pengetahuan yang telah diterima
manusia, sehingga apa yang diterima akan lebih lama tinggal / disimpan didalam ingatan.

b. Macam – Macam Alat Bantu Pendidikan Kesehatan.


Pada garis besarnya hanya ada 2 alat bantu pendidikan atau alat peraga:
1. Alat bantu melihat ( Visual Aids ).
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera mata ( penglihatan ) pada waktu terjadinya
proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk :
• Alat yang diproyeksikan, misalnya : slide, film, filmstrip, dsb.
• Alat yang tidak diproyeksikan :
 Dua dimensi, gambar peta, bagan
 Tiga dimensi, bola dunia, boneka. Dsb

2. Alat bantu dengar ( Audio Aids )


Adalah alat yang dapat membantu menstimulasi indera pendengaran, pada waktu proses penyampaian
bahan pendidikan / pengajaran, misalnya piringan hitam, radio, pira suara, dsb.

3. Alat bantu lihat – dengar


Seperti televisi, dan video kaset.
Alat peraga juga dapat dibedakan menjadi dua ( 2 ) macam menurut pembuatannya dan
penggunaannya, :
 Alat peraga yang complicated ( rumit ), seperti film, filmstrip, slide, yang memerlukan listrik dan
proyektor
 Alat peraga yang sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan – bahan setempat yang
mudah diperoleh : bambu, karton, kaleng bekas, kertas koran, dsb. Beberapa contoh alat peraga yang
dapat digunakan di berbagai tempat :
• Dirumah tangga seperti leaflet, model buku bergambar, dan benda –benda yang nyata.
• Dikantor dan sekolah seperti papan tulis, flipcart, poster , buku cerita, boneka
• Dimasyarakat, poste, spanduk ,leaflet, flanelgraph.
Ciri – ciri alat peraga kesehatan yang sederhana :
• Mudah dibuat
• Bahan- bahannya dapat diperoleh dari bahan – bahan lokal
• Mencerminkan kebiasaan, kehidupan , dan kepercayaan setempat
• Ditulis ( digambar dengan sederhana )
• Bahasa setempat dan mudah dimengerti oleh masyarakat setempat
• Memenuhi kebutuhan petugas kesehatan dan masyarakat.

c. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan


• Individu atau kelompok
• Kategori – kategori sasaran seperti kelompok umur, pendidikan dan pekerjaan, bahasa yang mereka
gunakan
• Adat istiadat serta kebiasaan
• Minat dan perhatian
• Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima
Alat – alat peraga tersebut sedapat mungkin dapat dipergunakan oleh :
• Petugas – petugas kesehatan
• Kadar kesehatan
• Guru – guru sekolah dan tokoh masyarakat
• Pamong desa

d. Merencanakan dan Menggunakan Alat Peraga


Sebelum membuat alat peraga, kita harus merencanakan dan memilih alat peraga yang paling tepat
untuk digunakan. Oleh karena itu perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Tujuan yang hendak dicapai.
a. Tujuan pendidikan :
• Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep –konsep
• Mengubah sikap dan persepsi
• Menanamkan tingkah laku dan kebiasaan yang baru
b. Tujuan penggunaan alat peraga:
• Sebagai alat bantu dalam latihan
• Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah
• Untuk mengingatkan suatu pesan atau informasi
• Untuk menjelaskan fakta- fakta, prosedur dan tindakan

2. Persiapan penggunaan alat peraga.


Sebelum menggunakan alat peraga sebaiknya petugas mencoba terlibuh dahulu alat – alat tersebut,
yang masih dalam bentuk kasar sebelum diproduksi seluruhnya. Gunanya tes percobaan ini adalah
untuk mengetahui sejauh mana alat peraga tersebut dapat dimengerti oleh sasaran pendidikan.
Cara melakukan percobaan tersebut antara lain :
1. Merencanakan terlebih dahulu tes pendahuluan untuk suatu media yang akan diproduksi.
2. Menentukan pokok – pokok yang akan dipesankan dalam media tersebut
3. Menentukan gambar – gambar pokok atau simbol – simbol yang disesuaikan dengan ciri – ciri
sasaran.
4. Memperlihatkan alat peraga/ media tersebut kepada sasaran tercoba
5. Menanyakan kepada sasaran tercoba :
a. Apakah mereka mengalami kesukaran dalam memahami pesan – pesan, kata- kata dan gambar –
gambar dalam media tersebut
b. Menanyakan hal – hal yang tidak dimengerti
c. Mencatat komentar dari sasaran tercoba
d. Melakukan perbaikan alat peraga tersebut
e. Mendiskusikan alat yang dibuat tersebut dengan orang lain atau para ahli

3. Cara menggunakan alat peraga :


Cara menggunakan alat peraga sangat tergantung pada alatnya. Disamping itu juga dipertimbangkan
faktor sasaran pendidikannya. Untuk masyarakat yang buta huruf akan lain dengan masyarakat yang
telah berpendidikan, dan yang lebih penting alat yang digunakan harus menarik sehingga menibulkan
minat para peserta. Pada waktu menggunakan AVA hendaknya memperhatikan hal berikut :
a. Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati
b. Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan itu adalah penting
c. Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar agar mereka tidak kehilangan kontrol dari pihak
pendidik
d. Nada suara hendaknya ditukar – tukar agar pendengar tidak bosan
e. Ikutsertakan para pesertanya atau pendengar, berikan kesempatan untuk memegang dan mencoba
alat tersebut.
f. Jika perlu berilah selingan humor.

II. Media Pendidikan Kesehatan


Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio visual aids/AVA).
Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk
menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan
pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau ”klien”. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-
pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik, media papan (bill board)
1. Media Cetak
a. Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
b. Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
c. Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
d. Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam
bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat
sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
e. Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan,
atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
f. Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di
tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
g. Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

2. Media Elektronik

a. Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV,
Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll.
b. Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.
c. Video Compact Disc (VCD).Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi
kesehatan.

d. Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.

3. Media Papan (Bill Board)


Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau
informasi – informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada
lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).

F. PERILAKU KESEHATAN

1. Konsep Perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan
antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respons). Ia membagi respons menjadi 2 :
a. Respondent respons/reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu.
Perangsangan semacam ini disebut elicting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif
tetap, misalnya : makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menimbulkan
mata tertutup, dll. Respondent respons (respondent behavior) ini mencakup juga emosi respons atau
emotional behavior. Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang
bersangkutan. Misalnya menangis karena sedih/sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena
marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya
tertawa, berjingkat-jingkat karena senang, dll.

b. Operant Respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembang diikuti
oleh perangsangan tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena
perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh
karena itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang
telah dilakukan. Contoh : Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan, kemudian
memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan
perbuatan tersebut. Dengan kata lain, responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
2. Perilaku Kesehatan
Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup 4 (empat) :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespons, baik pasif
(mengetahui, mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya maupun di luar dirinya,
maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku
terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkatan-tingkatan pencegahan
penyakit, misalnya : perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk
melakukan pencegahan penyakit, misalnya : tidur dengan kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk
malaria, imunisasi,dll. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra.

b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan tradisional maupun modern.
Perilaku ini mencakup respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan
obat-obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguanaan fasilitas, petugas dan
obat-obatan.

c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap makanan
sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita
terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi, pengelolaan makanan, dll.

d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup
kesehatan lingkungan itu sendiri (dengan air bersih, pembuangan air kotor, dengan limbah, dengan
rumah yang sehat, dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya.

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health behavior)
sebagai berikut :
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan
seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk juga tindakan-tindakan untuk
mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.

2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
individu yang merasakan sakit, untuk merasakan merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau
rasa sakit, termasuk kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab
penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.

3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakuakan
oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh
terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama anak-anak
yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
3. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap
rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons berbentuk 2 (dua) macam :
a. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain, misal tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya ;
seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu mencegah suatu penyakit tertentu, meski ia tak membawa
anaknya ke puskesmas, seseorang yang menganjurkan orang lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB.
Dari contoh di atas ibu itu telah tahu guna imunisasi dan orang tersebut punya sikap positif mendukung
KB, meski mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu
perilaku mereka ini masih terselubung (covert behavior).

b. Bentuk aktif, yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh
di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua
sudah ikut KB dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena itu perilaku mereka ini sudah tampak
dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ”overt behavior”.
4. Domain Perilaku Kesehatan
a. Menurut Bloom
1. Perilku kognitif (kesadaran, pengetahuan)
2. Afektif (emosi )
3. Psikomotor (gerakan, tindakan)
b. Menurut Ki Hajar Dewantara.
a. Cipta (peri akal)
b. Rasa (peri rasa)
c. Karsa (peri tindak)
c. Ahli-ahli lain
a. Knowledge (pengetahuan), yaitu hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
(rasa, lihat, dengar, raba, bau) terhadap suatu obyek tertentu.
b. Attitude (sikap), yaitu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus
atau obyek. Ahli lain menyatakan kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak.
c. Practice (tindakan/praktik). Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi
tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar
ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan
(support) dari fihak lain, misal suami atau istri, orang tua atau mertua, sangat penting untuk mendukung
praktek keluarga berencana.
d. Metode pendidikan untuk mengubah masing-masing domain perilaku
Merubah Pengetahuan Merubah Sikap Merubah Praktik
Ceramah Diskusi Kelompok Latihan sendiri
Kuliah Tanya Jawab Bengkel kerja
Presentasi Role Playing Demonstrasi
Wisata Karya Pemutaran film Eksperimen
Curah pendapat Video
Seminar Tape Recorder
Studi kasus Simulasi
Tugas baca
Simposium
Panel
Konferensi

5. Tiga Faktor Pokok Yang Melatarbelakangi/Mempengaruhi Perilaku :


Faktor Predisposing, berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dll.
a. Faktor Enabling/pemungkin, berupa ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, peraturan-peraturan.
b. Faktor Reinforcing/mendorong/memperkuat, berupa tokoh agama, tokoh masyarakat.

PERUBAHAN PERILAKU DAN PROSES BELAJAR


1. Teori Stimulus dan Transformasi
Teori stimulus - respon kurang memperhitungkan faktor internal, dan transformasi yang telah
memperhitungkan faktor internal. Teori stimulus respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi
menyatakan bahwa apa yang terjadi pada diri subjek belajar adalah merupakan rahasia atau biasa dilihat
sebagai kotak hitam ( black box). Belajar adalah mengambil tanggapan - tanggapan dan menghubungkan
tanggapan - tanggapan dengan mengulang - ulang. Makin banyak diberi stimulus, makin memperkaya
tanggapan pada subyek belajar.
Teori transformasi yang berlandaskan psikologi kognitif, menyatakan bahwa belajar adalah merupakan
proses yang bersifat internal di mana setiap proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal,
antara lain metode pengajaran. Faktor eksternal itu misalnya persentuhan, repetisi/pengulangan,
penguat. Faktor internal misalnya fakta, informasi, ketrampilan, intelektual, strategi.
2. Teori-teori belajar sosial (social learning)

a. Teori belajar sosial dan tiruan dari Millers dan Dollard


Ada 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan;

1. Tingkah laku sama (same behavior).


Contoh : dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama.
2. Tingkah laku tergantung (macthed dependent behavior).
Contoh : kakak-beradik yang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka membawa coklat
(ganjaran). Adiknya juga mengikuti. Adiknya yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain
waktu meski kakaknya tak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.
3. Tingkah laku salinan (copying behavior) Perbedaannya dengan tingkah laku bergantung adalah
dalam tingkah laku bergantung ini si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh
model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah
laku model di masa lalu dan masa yang akan datang. Tingkah laku model dalam kurun waktu relatif
panjang ini akan dijadikan patokan si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang
akan datang, sehingga lebih mendekati tigkah laku model.

b. Teori belajar sosial dari Bandura dan Walter


1. Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui asosiasi
sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
2. Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition), dimana tingkah laku yang
tidak sesuai dengan model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah
laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
3. Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah laku-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari
oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.

G. PERAN PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM KESEHATAN MASYARAKAT

Kesehatan merupakan hasil interksi berbagai faktor, baik faktktot internal maupun eksternal. Faktor
eksternal terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor, antara lain
sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis
besar, faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok, maupun masyarakat,
dikelompokkan menjadi 4 ( Blum, 1974 ). Berdasarkan urutan besarnya pengaruh terhadap kesehatan
teresebut adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, lingkungan, dsb.
2. Perilaku
3. Pelayanan kesehatan
4. Hereditas ( keturunan )
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat hendaknya dialamatkan kepada 4 faktor tersebut.
Dengan kata lain, intervensi atau upaya kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4, yakni
intervensi terhadap lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas.
Intervensi terhadap lingkungan fisik adalah dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedangkan
terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, ekonomi, dalam bentuk program – program peningkatan
pendidikan, perbaikan sosial ekonomi masyarakat, penstabilan politik dan keamanan. Intervensi
terhadap faktor pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk penyediaan dan atau perbaikan fasilitas
pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen pelayanan kesehatan. Sedangkan intervensi
terhadap faktor hereditas antara lain, dengan perbaikan gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi ibu
hamil. Dengan gizi yang baik, ibu hamil akan menghasilkan anak yang sehat dan cerdas. Sebaliknya ibu
hamil yang kurang gizi akan melahirkan anak dengan berat badan yang kurang, sakit – sakitan dan
bodoh. Disamping itu pendidikan kesehatan bagi kelompok yang mempunyai faktor resiko menurunkan
penyakit tertentu.
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku. Namun
demikian, ketiga faktor lain ( lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas ) juga memerlukan
intervensi pendidikan kesehatan. Secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Peran pendidikan dalam faktor lingkungan.
Perilaku masyarakat yang tidak mengoptimalkan sanitasi dan fasilitas lainnya, baik berupa fisik maupun
non fisik.

2. Peran pendidikan kesehatan dalam perilaku


Pendidikan kesehatan ialah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilku masyarakat yang
kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau
mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana mencegah atau menghindari
hal – hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari
pengobatan bilamana sakit.

Kesadaran masyarakat tentang kesehatan disebut “Melek Kesehatan “ ( Helath Literacy ). Pendidikan
kesehatan pada akhirnya bukan hanya mencapai melek kesehatan pada masyarakat saja, namun yang
lebih penting ialah mencapai perilaku kesehatan ( Healthy Behaviour ). Kesehatan bukan hanya
diketahui atau disadari ( Knowledge ) dan disikapi ( Attitude ) ,melainkan harus dikerjakan atau
dilaksanakan dalam kehidupan sehari – hari ( Practice ). Hal ini berarti bahwa tujuan akhir dari
pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktekkan hidup sehat bagi diri sendiri dan
bagi masyarakat, atau masyarakat dapat berperilaku hidup sehat ( Healthy Life Style).
3. Peran pendidikan kesehatan dalam pelayanan kesehatan.
Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah indonesia dalam hal ini departemen
kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat dalam bentuk pusat pelayanan kesehatan
masyarakat ( Puskesmas ). Tidak kurang dari 7000 puskesmas tersebar di seluruh indonesia. Namun
pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum optimal.
4. Peran pendidikan kesehatan dalam faktor hereditas.
Orang tua khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan kepada
anak –anak mereka. Orang tua yang sehat dan gizinya baik akan mewariskan kesehatan yang baik pula
kepada anaknya, sebaliknya kesehatan orang tua, khususnya kesehatan ibu yang rendah dan kurang gizi,
akan mewariskan kesehatan yang rendah pula kepada anaknya. Rendahnya kesehatan orang tua
terutama ibu, bukan hanya karena sosial ekonominya rendah, tetapi sering juga disebabkan karena
orang tua, atau ibu tidak mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatannya, atau tidak tahu
makanan yang bergizi yang harus dimakan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan diperlukan pada
kelompokk , agar masyarakat dan orang tua dapat menyadari dan melakukan hal – hal yang dapat
mewariskan kesehatan yang baik kepada keturunan mereka.
Disamping itu, banyak penyakit yang dapat diturunkan kepada anak oleh orang tua, baik itu ayah
maupun ibu. Bagi kelompok masyarakat yang berisiko menderita penyakit turunan ( asma, rematik,
jantung koroner ) harus diberikan pengertian sehubungan dengan penyakti- penyakit tersebut agar lebih
berhati – hati dan mengurangi akibat serius dari penyakit tersebut.
Apabila kita cermati peran kesehatan dalam 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan tersebut, maka
sebenarnya masing – masing faktor tersebut terkati dengan perilaku manusia, yakni perilaku masyarakat
dalam menyikapi dan mengelola lingkungannya. Perilaku masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, perilaku masyarakat dan petugas kesehatan dalam menyikapi dan
mengelola fasilitas atau pelayanan kesehata, kesadaran, praktik hidup sehat dalam mewariskan status
kesehatan kepada anak atau keturunannya.
Untuk mengondisikan faktor- faktor tersebut diperlukan pendidikan kesehatan. Itulah sebabnya maka
pendidikan kesehatan tidak terlepas dari perilaku. Pendidikan kesehatan selalu terikat dengan perilaku.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat sangat diperlukan pendidikan kesehatan. Pendidikan
masyarakat akan diberikan atau di informasikan oleh tenaga kesehatan . Oleh sebab itu seluruh tenaga
kesehatan hendaknya dapat melakukan kegiatan tersebut, seperti memberikan penyuluhan kepada
masyarakat,memberikan bimbingan atau pelatihan kepada kader – kader di dalam ruang lingkup
masyarakat. Dengan adanya pendidikan kesehatan dalam masyarakat hendaknya akan mempengaruhi
atau merubah sikap dan perilaku masyarakat tersebut yaitu (PHBS).

B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu pemakalah mohon
saran agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah dan
pembaca.

Anda mungkin juga menyukai