Anda di halaman 1dari 30

PERUBAHAN FISIK PADA MASA NIFAS

KELOMPOK I
DISUSUN OLEH

1. BAIQ TIKA ARIANTI DEWI


2. BIBIANA KAKA
3. ELIDA DIAN SABRINA
4. HIKMATUL FITRIANI
5. LENI ZEMA NOVIANI
6. NURHAPIJAH
7. RIA HUSNI HARIATI
8. RIRIN JULI AGUSTIN
9. ROLA ROSLAINI
10. RUWAIDAH
11. SAMSI ROHMINI
12. SRI SUHERNI FEBRIYANI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEBIDANAN JENJANG DIII
MATARAM
2019

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini yang berjudul " Perubahan Fisik Pada Masa Nifas" tepat pada
waktunya. Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat
bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat
dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang membantu dalam pembuatan
makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan.

Mataram, 01 September 2019

Kelompok 1
DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Masa Nifas Awal

2.2 Masa Nifas Lanjutan

BAB III

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peran bidan dalam memberikan asuhan masa nifas adalah memberikan asuhan
yang konsisten, ramah dan memberikan dukungan pada setiap ibu dalam
proses penyembuhannya dari stress fisik akibat persalinan dan meningkatkan
kepercayaan diri ibu dalam merawat bayinya. Dalam proses penyesuaian ini,
dituntut kontribusi bidan dalam melaksanakan kompetensi, keterampilan, dan
sensitivitas terhadap kebutuhan dan harapan setiap ibu dan keluarga. Bidan
harus dapat merencanakan asuhan yang akan diberikan pada ibu sesuai dengan
kebutuhan ibu tersebut. (Anggraini, 2010).
Pada periode ini bidan dituntut untuk dapat memberikan asuhan kebidanan
terhadap perubahan fisik dan psikologis ibu, dimana asuhan fisik lebih mudah
diberikan karena dapat dilihat dan dinilai secara langsung, apabila terjadi
ketidak normalan bidan langsung bisa mendeteksi dan memberikan interpensi,
sedangkan pemberian asuhan terhadap emosi dan psikologis ibu
membutuhkan ketelitian dan kesabaran yang lebih dari bidan.Untuk mencapai
hasil yang optimal yang dibutuhkan kerja sama yang baik antara bidan dan
keluarga.
Asuhan kebidanan merupakan suatu penerapan fungsi dan kegiatan yang
menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kebidanan pada pasien
yang mempunyai kebutuhan atau masyalah dalam bidan kesehatan, ibu masa
hamil,nifas, dan bayi baru lahir serta keluaga bencana(Depkes RI ,1999).
Menejemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
menerapkan metode dpemecahan masyalah yang sistematis,mulai dari
pengkajian, analisis data, diagnose kebidanan,perencanaan,pelaksanaan
asuhan, dan efaluasi. Menejemen popartum sendiri dihrapkan dapat memberi
arah yang jelas untuk mengordinasi pelayanan,mengajarkan informasi yang
penting,serta menyiapkan ibu pospartum untuk bisa mandiri dalam rawat diri
dan bayinya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana perubahan fisik pada masa nifas awal

1.2.2 Bagaimana perubahan fisik lanjutan pada masa nifas

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahuiperubahan fisik pada masa nifas awal

1.3.2 Untuk mengetahuiperubahan fisik lanjutan pada masa nifas


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masa Nifas Awal

2.1.1 Tanda-Tanda Vital

Pantau tekanan darah, nadi , dan darah yang keluar setiap 15 menit selama
satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala empat.
Jika ada temuan yang tidak normal, ingkatkan frekuensi observasi dan
penilaian kondisi ibu (APN).

a) Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,2º Celcius. Sesudah
partus dapat naik +0,5 Celcius dari keadaan normal, tetapi tidak
melebihi 38,0º Celcius. Setelaj 12 jam pertama melahirkan, suhu badan
akan kembali normal. Bila suhu badan lebih dari 38,0º Celcius,
mungkin ada infeksi.

Pantau temperatur suhu setiap jam dalam dua jam pertama


pascapersalinan. Jika meningkat pantau dan tatalaksana sesuai dengan
apa yang diiperlukan.

b) Nadi antara 60-80 denyutan permenit. Segera setelah partus dapat


terjadi bradikardia. Bila terdapat takikardia sedangkan badan tidak
panas, mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada
penderita. Pada masa nifas denyut nadi lebih labil dibandingkan
dengan suhu badan (Sarwono, 2007)

c) Tekanan darah
Tekanan darah normal darah yaitu Tekanan darah normal darah yaitu <
140/90 mmHg.Tekanan darah tersebut bisa meningkat dari para
persalinan pada 1-3 hari postpartum.Setelah persalinan sebagian besar
wanita mengalami peningkatan tekanan darah sementara waktu.
Keadaan ini akan kembali normal selama beberapa hari. Bila tekanan
darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan
postpartum.Sebaliknya bila tekanan darah tinggi, merupakan petunjuk
kemungkinan adanya preeklamsi yang bisa timbul pada masa
nifas.Namun hal ini seperti itu jarang terjadi.

Dibawah ini tanda-tanda vital menurut (Asuhan Persalinan Normal)

Penilaian Temuan dari Penilaian dan Rencana asuhan atau Perawatan


Pemeriksaan

 Nadi Tanda atau gejala syok: 1. Baringkan miring ke kiri


 Tekanan  Nadi cepat, lemah 2. Jika mungkin, naikkan
darah (110x/menit atau lebih) kedua tungkai untuk
 Pernapasan  Tekanan darah rendah meningkatkan curah darah

 Keadaan (sistolik <90 mmhG) ke jantung.

umum  Pucat 3. Pasang infuse dengan

 Urin  Keringat dingin, kulit menggunakan jarum besar

lembab (ukuran 16 atau 18) dan

 Nafas cepat ( berikan RL atau NS.


Infuskan 1L dalam 15
sampai 20 menit; jika
mungkin infuskan 2L
dalam waktu 1 jam
pertama, kemudian
turunkan ke 125 cc/jam
4. Segera rujuk kefasilitas
yang memiliki
kemampuan gawat darurat
obstetri dan bayi baru
lahir.
5. Damping ibu ke tempat
rujukan
 Nadi Tanda atau gejala dehidrasi : 1. Anjurkan ibu untuk
 Urin  Meningkatnya nadi minum
 Suhu tubuh (100x/menit atau lebih) 2. Nilai ulang ibu setiap 15
 Tempratur tubuh diatas menit selama 1 jam
38℃ pertama pasca persalinan
 Urin pekat dan setiap 30 menit selama

 Produksi urin sedikit jam ke 2 pasca persalinan

(<30cc/jam) 3. Jika kondisinya tidak


membaik dalam waktu 1
jam, pasang infus dengan
menggunakan jarum besar
(ukuran 16 atau 18) dan
berikan RL atau NS 125
cc/jam
4. Jika temperature tubuh
tetap tinggi ikuti asuhan
untuk infeksi
5. Segera rujuk ke fasilitas
yang memiliki
kemampuan asuhan gawat
darurat obstetric
6. Damping ibu ketempat
rujukan
 Nadi Tanda atau gejala infeksi : 1. Baringkan miring ke kiri
 Suhu  Nadi cepat (110 x/menit 2. Pasang infuse dengan
 Cairan atau lebih) menggunakan jarum besar
vagina  Tempratur tubuh diatas (ukuran 16 atau 18) dan
 Kesehatan 38℃ berikan RL atau NS
dan  Kedinginan 125cc/jam
kenyamana  Cairan vagina yang berbau 3. Berikan ampisilin 2gr atau
n secara busuk amoksilin 2gr/oral
umum 4. Segera rujuk kefasilitas
yang memiliki
kemampuan asuhan gawat
darurat obstetric
5. Dampingi ibu ketempat
rujukan

 Tekakan Tanda atau gejala preeklamsia 1. Nilai ulang tekanan darah


darah ringan : setiap 15menit (pada saat
 Urin  tekanan darah diastolic 90- beristirahat diantara
110 mmHg kontraksi dan meneran).
 proteinuria 2. Jika tekanan darah 110
mmHg atau lebih, pasang
infus menggunakan jarum
besar (ukuran 16 atau 18)
dan berikan RL atau NS
125 cc/jam.
3. Baringkan miring ke kiri.
4. Lihat penatalaksaan
preeclampsia berat.
 Tekanan Tanda dan gejala pre-eklampsia 1. Baringkan miring ke kiri.
darah berat atau eklampsia: 2. Pasang infus dengan
 Tekanan darah diastolic 110 menggunakan jarum besar
mmHg atau lebih (ukuran 16 atau 18) dan
 Tekanan darah diastilik berikan ringer laktat atau
90mmHg atau lebih dengan normal salin 125cc/jam
 Kejang 3. Jika mungkin berikan
dosis awal 4 gr MgSO4
20% lV selama 20 menit.
4. Berikan MgSO4 50%,
10gr (5grIM pada masing-
masing bokong)
5. Segera rujuk ke fasilitas
yang memiliki
kemampuan asuhan gawat
darurat obstetric dan bayi
baru lahir.

2.1.2 Kontraksi

Pemantauan kontraksi dan pecegahan perdarahan pervaginam:


a) Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.
b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin (Pelayanan Kesehatan
Ibu Difasilitas Kesehatan Dan Rujukan).
Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika
uterus tidak berkontraksi dengan baik. Ajarkan ibu/keluarga cara
melakukan masase uterus dan menilai kontraksi, mewaspadai tanda
bahaya pada ibu, serta kapan harus memanggil bantuan medis.
Dibawah ini Rangsangan Taktil (Masase) fundus uteri menurut
(APN)

Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uterus

1. Lentakkan telapak tangan pada fundus uteri.


2. Jelaskan tindakan pada ibu,katakana pada ibu bahwa ibu
mungkin merasa agak tidak nyaman karena tindakan yang di
berikan,anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dan perlahan
dan rileks.
3. Dengan lembut tapi mantap gerakan tangan dengan arah
memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lkukan
penatalaksanaan ovania uteri
4. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya
lengkap dan utuh:
a. Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding
uterus ) untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan
utuh ( tidak ada bagian yang hilang ).
b. Pesangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah
untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang.
c. Periksa plasenta sisi foetal (yang menghadap pada bayi)
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata).
d. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.
5. Periksa kembali uterus setelah 1 hingga 2 menit untuk
memastikan uteru berkontraksi. Jika uterus masih belum
berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan
keluarganya cara melakukan mase uterus hingga mampu untuk
segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik.
6. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama 1 jam pertama
pasca persalinan dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua pasca
persalinan.
Ingat, ada 3 langkah manajmen aktif kala 3 :
1. Berikan oksitosin 10 unit IM dalam waktu 1 menit setelah
bayi lahir
2. Lakukan penegangan tali pusat terkendali
3. Lakukan masase uteri segera setelah plasenta lahir.
2.1.3 Tinggi Fundus Uteri (TFU)

Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera


setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri kurang lebih dua jari dibawah pusat.
Uterus menyerupai suatu buah adssvokat gempeng berukuran panjang kurang
lebih 5cm, lebar kurang lebih 12cm dan tebal kurang lebih 10cm. Dinding uterus
sendiri kurang lebih 5cm sedangkan pada bekas implantasi plasenta lebih tipis
dari bagian lain (saifuddin 2002). Pantau tinggi fundus uteri yang keluar setiap 15
menit selama 1 jam pertama dan setiap 1 mnit selama 1 jam kedua kala 4. Jika ada
temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi
ibu (APN). Tinggi fundus uteri pada masa nifas awal menurut (sulistyawati 2009)
yaitu :

1. Bayi lahir TFU nya setinggi pusat, berat uterus 1000g


2. Uri lahir TfU nya dua jari bawah pusat. Berat uterus 750g

2.1.4 Kandung Kemih

Kecepatan pengisian kandung kemih setelah pelahiran mungkin


dapat bervariasi.Pada banyak rumah sakit, cairan intravena hampir selalu
diberikan melalui infus selama persalinan dan selama sejam setelah
pelahiran.Oksitosin, dalam dosis yang memiliki efek antideuresis,
biasanya diinfuskan setelah persalinan pervaginam.Sebagai akibat cairan
yang diinfuskan dan penghentian efek antideuretik oksitosin secara
mendadak, sering terjadi pengisian cepat kandung kemih. Lebih lanjut
baik sensasi maupun kapasitas kandung kemih untuk melakukan
pengosongan spontan dapat sangat berkurang akibat anestesi, khususnya
anestesi regional, juga episiotomi, laserasi atau hematoma.Karena itu
tidaklah mengherankan bahwa retensi urine dengan overdistensi kandung
kemih merupakan komplikasi yang umum pada awal masa nifas
(Cunningham, 2006).

Untuk mencegah overdistensi diperlukan pengamatan yang ketat


setelah pelahiran untuk menjamin kandung kemih tidak terisi berlebihan
dan setiap berkemih mengosongkan diri secara adekuat.Kandung kemih
dapat teraba sebagai suatu massa kistik suprapubik, atau kandung kemih
yang membesar dapat tampak menonjol di abdomen sebagai akibat tidak
langsung pendorongan fundus uteri diatas umbilikus.

Bila wanita tersebut belum berkemih dalam 4 jam setelah pelahiran,


ada kemungkinan ia tidak dapat melakukannya.Wanita yang pada awalnya
sudah mengalami gangguan berkemih kemungkinan akan mengalami
masalah yang lebih lanjut.Kadang-kadang, diperlukan kateter yang
terfiksasi untuk mencegah overdistensi.Kemungkinan adanya hematoma
traktus genitalia harus dipikirkan jika wanita tersebut tidak dapat
berkemih.Begitu kandung kemih alami overdistensi, kateter terfiksasi
harus tetap terpasang sampai faktor-faktor yang menyebabkan retensi telah
teratasi.Harris dkk.(1977) melaporkan bahwa 40 persen wanita tersebut
akan mengalami bakteriuria, sehingga tampaknya beralasan untuk
memberikan terapi antibiotic jangka pendek setelah kateter dicabut.

Apabila terjadi overdistensi kandung kemih, sebaiknya dibiarkan


kateter terfiksasi selama setidaknya 24 jam, untuk mengosongkan kandung
kemih seluruhnya dan mencegah terjadinya rekurensi, selain juga
kemungkinan pemulihan tonus dan sensasi kandung kemih normal.Bila
kateter dicabut, wanita tersebut harus mampu menunjukkan kemampuan
berkemih normalnya secara berkala.Bila ia tidak mampu berkemih setelah
4 jam, ia harus dikateterisasi kembali dan volume urinnya diukur.Bila
terdapat lebih dari 200 ml urin, tampaknya kandung kemih belum
berfungsi normal.Kateter sebaiknya tetap terpasang dan kndung kemih
dikosongkan untuk hari berikutnya.Jika hanya terdapat kurang dari 200 ml
urin, kateter dapat dicabut dan kandung kemih diperiksa kembali seperti
telah dijelaskan sebelumnya.

Kandung kemih, kesulitan miksi mungkin terjadi pada 24 jam


setelah melahirkan karena reflex penekanan reflex penekanan aktivitas
detresor yang disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih selama
melahirkan. Ibu mungkin merasa kurang nyaman ketika deurusis muncul
setelah melahirkan. Kehamilan menyebabkan dilatasi dan peregangan
pelvis renalis dan ureter. Tetapi akan kembali normal pada minggu
keempat. Jika terjadi inkontensia urine. Sehingga ibu tidak berkemih
dalam 6 jam pertama. Diperlukankateresasi. Relaksasi otot kandung kemih
akan menghilang setelah 3 minggu (Bahiyatun, 2009).

2.1.5 Perdarahan

Dibawah ini perdarahan menurut (Asuhan Persalinan Normal)

Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat


volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol
500ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi 2
botol, ibu telah kehilagan 1 liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah
botol, ibu kehilangan 250ml darah. Memperkirakan kehilangan darah
hanyalah salah satu cara utntuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung
untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan
gejala dan tekanan darah.

Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, dan kesadaran


menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10mmHg dari
kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500ml. Bila
ibu mengalami syok hipovolomik maka ibu telah kehilangan darah 50%
dari total jumlah darah ibu (2000-2500ml). Penting untuk selalu memantau
keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala 4
melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dari kontaksi uterus.

Penilaian Temuan dari Penilaian dan Pemeriksaan

 Perdarahan pasca Tanda atau gejala bagian plasenta yang bertahan :


persalinan  Perdarahan pasca persalinan
 Uterus lembek dan tidak berkontraksi

 Perdarahan pasca Tanda atau gejala robekan vagina, perineum atau serviks:
persalinan  Perdarahan pascapersalinan
 Vagina, perineum,  Plasenta lengkap
serviks  Uterus berkontraksi
 Plasenta Tanda atau gejala robekan vagina, perineum atau serviks:
 Perdarahan per vagina  Bagian permukaan plasenta yang menempel pada
ibu hilang
 Bagian selaput ketuban hilang/robek
 Perdarahan pascapersalinan
 Uterus berkontraksi

2.1.6 Laserasi

a) Tujuan menjahit laserasi atau episiotomy adalah untuk menyatukan


kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan
darah yang tidak perlu (memastikan hemostastis), ingat bahwa setiap
kali jarum masuk jaringan tubuh jaringan akan terluka dan akan
menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu
pada saat menjahit laserasi atau episiotomy gunakan benang yang
cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai
tujuan pendekatan dan hemostastis (Asuhan Persalinan Normal).

b) Nilai perluasan laserasi perinium, liat Lampiran 4 untuk informasi dan


instruksi mengenai penjahit laserasi atau episiotomi.Laserasi
diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan.
1. Derajat satu
a. Mukosa Vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perinium
Tak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka
baik
2. Derajat dua
a. Mukosa Vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perinium
d. Otot perinium
Jahit menggunakan tehnik yang dijelaskan pada
lampiran 4.
3. Derajat tiga
a. Mukosa Vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perinium
d. Otot perinium
e. Otot sfingter ani
4. Derajat empat
a. Mukosa Vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perinium
d. Otot perinium
e. Otot sfingter ani
f. Dinding depan rektum
Penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi laserasi perinium derajat tiga atau empat.
Segera rujuk ke fasilitas rujukan

c) Pencegahan laserasi

Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi


saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat
jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerja
sama dengan ibu dengan gunakan perasat manual yang tepat. Dapat
mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya
laserasi. Kerja sama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi pada
diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena
pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat
melewati introitus dan perineum dapat ,engurangi kemungkinan
terjadinya robekan. Bimbing Ibu untuk meneran dan beristirahat
sdan bernafas dengan cepat pada waktunya.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Yang Dibutuhkan

Perdarahan per vaginam yang melebihi 500 ml setelah bersaalin


didefinisikan sebagai perdarahan pasca persalinan. Terdapat beberapa masalah
mengenai definisi ini, yaitu :

1. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya,


kadang-kadang hanya setengah dari biasanya. Darah tersebut bercampur
cairan amnion atau urine. Darah tersebut pada spon, dan kain dalam ember
dan lantai.
2. Volume darah yang hilang juga bervariasi. Kekurangan darah dapat
diketahui dari kadar hemoglobuin ibu. Seorang ibu dengan kadar HB
normal dapaat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang
mungkin dapat menyebabkan anemia. Seorang ibu yang sehat dan tidak
anemiapun dapat mengalami akibat fatal dari kehilangan darah.
3. Perdarahan dapat terjadi secara laambat dalam waaktu beberapa jam dan
kondisi ini tidak dikenaali sampai terjadi syok.
Penilaian resiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan terjadinya
perdarahan pasca persalinan. Penanganan aktif kala III sebaiknya
dilakukan pada semuaa wanita yang bersalin. Hal ini dapat menurunkan
insiden perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri. Semua ibu pasca
persalinan harus dipantau dengan ketat untuk kemungkinan perdarahan
fase persalinan.

a. Infeksi Masa Nifas

Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi pascaa persalinan. Infeksi


masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi angka kematian ibu (AKI).
Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluaas ke
saluran urinary payudara dan pembedahaan merupakan penyebab terjadinya
AKI tinggi. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari suhu pembengkakan
takikardia dan malaise. Gejala lokalnya berupa uterus lembek,kemeraahan,
rasa nyeri padaa payudaraa, ataau adaanyaa disurya. Ibu beresiko infeksi
postpartum karena adaanya luka pada bekas pelepasan plasenta, laserasi pada
saluran genital, termasuk efisiotomi pada perineum, dinding vagina, dan
serviks. Infeksi pasca seksio sesaaria mungkin terjadi. Penyebab infeksi
adalaah uteri indogen dan iksogen. Factor predisposisi meliputi nutrisi yang
buruk, defisiensi zat besi, persalinan lama, ruktur memberan, efisiotomi, dan
seksio sesaria. Gejala klinis endomentritis tanpak hari ke tiga postpartum
disertai suhu yang mencapai 39 ⁰C dan takikardia,sakit kepala, kadang
terdapat uterus yang lembek. Ibu yang mengalami kondisi ini harus diisolasi.

b. Sakit Kepala, Nyeri Epigastrik, Dan Penglihatan Kabur

Wanita yang baru melahirkan sering mengeluh saakit kepalaa hebat


atau pengelihatan kabur. Penanganan terhadap gangguan ini meliputi :
1. Jika ibu sadar, periksa nadi, tekanan darah, dan pernapasan.
2. Jika ibu tidak bernapas, periksa dan lakukan pentilasi dengan
masker dan balon. Lakukan intubasi jika perlu. Dan jika
pernapasan dangkal, periksa dan bebaskan jalan napas serta beri
oksigen 4-6 liter/menit.
3. Jika pasien tidak sadar/ koma, bebaskan jalan napas, baringkan
miring, ukur suhu, periksa apakah ada kaku tengkuk.
c. Pembengkakan Wajah Atau Ektremitas

Bila terjadi gejala ini, periksa adanya farises, periksa kemerahan pada
betis, dan periksa apakah tulang kering pergelangan kaki, atau kaki
mengalaami edema (perhatikan adanya edema putting, jika ada).

d. Demam Muntah Dan Nyeri Berkemih

Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari plora


prinium. Telah terdapat bukti bahwa beberapa galur escbricbia coli
memiliki pilih yang meningkatkan virulensinya

Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih tehadap tegangan


air kemih didalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan atau
analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan kandung kemih juga
mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh
efisiotomoi yang lebar, laserasi periuretra, atau hematoma dinding vagina.
Setelah melahirkan, terutama saat infus oksitosin dihentikan, terjadi
diuresis yang disertai peningkatan produksi urine dan distensi kandung
kemih, overdistensi yang disertai kaateterisasi untuk mengeluarkan aair
kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih.

e. Payudara Bengkak

Payudarah bengkak yang tidaak disusui secara adekuat dapat


menyebabkan payudara menjadi merah, panas, terasa sakit dan terjadi
mastitis. Puting lecet akan memudahkaan masuknya kuman dan terjadinya
paayudara bengkak. BH/ bra yang terlalu ketat mengakibatkan
engorgement segmental. Bila payudara ini tidak disususkan dengan
adekuat, dapat terjadi mastitis.

Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia mudah


mengalami infeksi. Gejala gangguan ini meliputi :

1. Bengkak dan nyeri pada seluruh payudara aatau local.


2. Keerahan pada seluruh payudarah atau local.
3. Payudara keras dan berbenjol-benjol (merongkol).
4. Panas badan dan rasa sakit umum.
Gangguan ini dapat diatasi dengan :
1. Menyusui tetap dilanjutkan. Pertama, bayi disusukan pada
payudara yang sakit selam dan sesering mungkin. Hal ini
dilakukan agar payudara kosong. Selanjutnya, sususkan bayi
pada payudara yang normal.
2. Beri kompres panas. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengunakan shower hangan atau lap basah panas pada
payudara yang terkena.
3. Ubah posisi menyusui dari waaktu ke waktu, yaitu dengan
posisi berbaring, duduk, atau posisi memegang bola (Football
Position).
4. Pakai BH longgar.
5. Istirahat yang cukup dan makan makanan yang bergizi.
6. Banyak minum (2 liter/hari).
Dengan penatalaksanaan tersebut, biasanya peradangan
akan hilang setelah 48 jam, dan jarang sekali yang menjadi
abses. Tetapi dengan cara-cara tersebut tidak ada perbaikan
setelah 12 jam, ibu perlu diberi antibiotic selama 5-10 hari
dan analgesic.
f. Kehilangan Nafsu Makan Yang Lama

Sesudah bayi lahir , ibu akan merasa lelah dan mungkin juga lemas
karena kehabisan tenaga. Hendaknya ibu lekas diberi minuman hangat dan
susu.
2.2 Masa Nifas Lanjut

2.2.1 Kontraksi

2.2.2 Tinggi Fundus Uteri

Setelah 5 hari postpartum tinggi fundus uteri 1/3 jarak antara simfisis ke pusat.
Dan setelah 10 hari fundus uteri sukar diraba diatas simfisis(Sarwono,2007).
Berikut table involusi uteri yaitu:

Involusi uterus Tinngi fundus Berat uterus Diameter uterus


uteri
7 hari Pertengahan 500gram 7,5cm
antara pusat
simfisis
14 hari Tidak teraba 350gram 5cm
6 minggu Normal 60rram 2,5gram

Setelah dua hari pertama, uterus mulai menyusut, sehinnga dalam dua
minggu organ ini telah turun ke rongga panggul sejati. Organ ini mencapai ukuran
semula sebelum hamil dalam waktu 4 minggu. Uterus setelah melahirkan
mempunyai berat sekitar 1000 g. Akibat infolusi, satu minggu kemudian beratnya
sekitar 500 g, dan segera setelah itu menjadi 100 g atau kurang. Jumlah total sel
otot tidak berkurang banyak namun, sel-selnya sendiri jelas sekali berkurang
ukurannya. Imfolusi rangka jaringan ikat terjadi sama cepatnya.

2.2.3 Lochea

Dengan infolusi uterus seperti yang telah dijelaskan diatas, maka


lapaisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan
menjadi nekrotik (layu/mati). Desidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah yang
dinamakan “lokia”, yang biasanya berwarna merah muda atau putih
pucat. Pengeluaran lokia, biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6
minggu (Maryunani, 2011).

Untuk lebih mengenal lebih jelas mengenai “lokia” berikut ini


penjelasannya :

a. Pengertian lochea:
Berikut ini diuraikan mengenai beberapa pengertian
tentang “lokia”, antara lain :
Lokia adalah ekskresi cairan uterus selama masa nifas.
Lokia adalah istilah untuk secret dari uterus yang keluar
melalui vagina selama masa puerperium/nifas. Lokia
adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina dalam masa nifas.
b. Karakteristik lokia :
Berikut ini adalah beberapa karakteristik atau ciri khas
dari lokia:
Lokia mempunyai reaksi alkali atau basa yang dapat
membuat organisme berkembang lebih cepat dari kondisi
asam yang ada pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau amis, meskipun tidak berbau
menyengat, dan volumenya berbeda beda pada setiap
wanita.
Lokia mengalami perubahan karna proses involusi.
c. Perubahan pada lokia:
Karena adanya perubahan pada lokia, maka lokia dapat dibagi menjadi :
1. Lokia rubra/kruenta (merah)
Ciri-ciri lokia rubra, yakni:
a. Terjadi pada hari ke 1 sampai 3 postpartum.
b. Warna : merah terang sampai dengan merah tua yang mengandung
darah dari perobekan/luka pada plasenta dan jaringan desidua dan
chorion.
2. Lokia serosa :
Ciri-ciri lokia serosa, yakni :
a. Terjadi pada hari ke 3 sampai 4 postpartum.
b. Warna lokia berubah menjadi pink sampai dengan kekuning
kuningan atau kecoklatan.
c. Lokia ini mengandung lebih sedikit darah dan lebih banyak serum,
cairan serosa, jaringan desidua, leukosit dan eritrosit, serta robekan
atau laserasi plasenta.
3. Lokia alba :
Ciri-ciri lokia alba, yakni:
a. Terdapat setelah hari ke -10
b. Warna lokia berubah lebih pucat, dari warna kuning menjai putih
atau putih kekuningan
c. Lokia keluar terus menerus sampai kurang lebih 2 sampai 6
minggu setelah melahirkan, dimana mengandung leukosit, sel
desidua, selaput lender serviks dan serabut jaringan yang mati.
4. Lokia purulenta :
Disebut lokia purulenta apabila terjadi infeksi keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.

2.2.4 Perawatan Luka Jahitan

a) Perawatan setelah jahitan episiotomi

Menurut Manuaba (2003) perawatan luka jahitan episiotomi dilakukan


secara terbuka sehingga kesembuhannya dapat berlangsung alami.

Pada perlukaan totalis sampai mencapai rektum, perlu diberikan obat


yang dapat mematikan bakteri usus besar.

1. Preparat sulfat yang akan mengurangi atau menghilangkan


bakteri usus akan mengurangi infeksi dan pembentukan fistula.
2. Lokal dapat diberikan Bethadine sehingga mengurangi
kontaminasi.
3. Obat-obatan per os:
a. Tergantung pola obat yang ada dan kesenangan dalam
penggunannya.
b. Umumnya dianjurkan menggunakan kombinasi anti-
biotika, antiinflamasi dan analgesik.
4. Early mobilization akan mempercepat kesembuhan.

1. Nasehati ibu untuk:

a. Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering

b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada


perineumnya

c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang


mengalir tiga sampai em pat kali perhari

d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa


penyembuhan lukanya.Ibu harus kembali lebih awal jika ia
mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau
busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi
lebih nyeri.

b) Penatalaksanaan
1. Konsultasi dengan dokter
2. Paduan antisipatif: penatalaksanaan dokter meliputi
debridemen luka, membersihkan luka setiap hari dengan
betadine(povidon-iodin) dan rendam duduk,antibiotic
spektrum luas 1V , memastikan nutrisi dan istrahat yang
cukup, analgesia, dan penggunaan perilamps. Jika kultur
terbukti negative,luka dijahit dengan melakukan anestesi
regional dan diikuti rendam duduk, penggunaan
pelunakfases, dan mengistirahatkan pervis.
3. Pengobatan alternative:
a. Beberapa ahli merekomendasikan obat-obatan Homeo
pati untuk mengatasi infeksi luka
b. Anjuran nutrisi : pastikan ibu mengkonsumsi cukup
zinc dalam dietnya, atau anjurkan suplemen untuk
mempercepat persembuhan perineum.
c. Herbal: lihat pengobatan alternative untuk perawatan
perineum,dengan memperhatikan bahwa ada beberapa
jamu dianjurkan untuk mengobati infeksi. Thyme ,yang
digunakan secara eksternal dalam bentuk tapal atau
losion, merupakan antiseptic yang bermanfaat untuk
pengobatan luka infeksi. Jenis herbal ini tidak
berkomendasikan penggunaannya selama kehamilan
dan harus digunakan dengan hati-hati jika ibu
menyusui.
c) Komplikasi Episiotomi
Kurang dari 1 persen episiotomi atau laserasi mengalami
infeksi. Laserasi derajat empat memiliki resiko infeksi serius yang
paling tinggi. Tepi-tepi luka yang berhadapan menjadi kemerahan,
seperti daging, dan membengkak. Benang sering merobek jaringan
edematosa sehingga tepi-tepi luka nekrotik manganga yang
menyebabkan keluarnya cairan serosa, serosanguinosa, atau jelas
purulen. Lepasnya jahitan episiotomi paling sering berkaitan
dengan infeksi.
Penatalaksanaan
Pada, sebagian wanita yang nyata menderita selulitis tetapi tanpa
pembentukan pus, terapi antimikroba spektrum luas disertai
pengawasan ketat sudah memadai. Sebagian lain, jahitan diangkat
dan luka yang terinfeksi dibuka. Sekarang dianjurkan perbaikan
dini episiotomi yang terlepas. Jika luka telah ditutupi oleh jaringan
granulasi merah muda (biasanya memerlukan waktu 5-7 hari) dapat
dilakukan perbaikan sekunder lapis demi lapis. Perawatan
pascaoperasi mencakup perawatan luka, diet rendah sisa, pelunak
feses, dan tidak memasukkan apa-apa ke dalam vagina atau rektum
sampai luka sembuh (Cunningham, 2003).
2.2.5 Kunjungan Masa Nifas

KUNJUNGAN MASA NIFAS KF1-KF3

KUNJUNGAN WAKTU TUJUAN


1 6-8 jam setelah  Mencegah
persalinan perdarahan karena
atonia uteri
 Mendeteksi dan
mengatasi
perdarahan karena
penyebab lain :
rujuk perdarahan
berlanjut
 Memberikan
konseling pada ibu
atau salah satu
anggota keluarga
bagaimana
mencegah
perdarahan masa
nifas karena atonia
uteri
 Pemberian ASI awal
 Melakukan
hubungan antara ibu
dan bayi baru lahir
 Menjaga bayi tetap
sehat dengan cara
mencegah
hipotermia
 Jika petugas
kesehatan menolong
persalianan ia harus
tinggal dengan ibu
dan bayi baru lahir
untuk 2 jam pertama
setelah kelahiran,
atau sampai ibu dan
bayi dalam keadaan
stabil.
2 6 hari setelah  Memastikan involusi
persalinan uterus berjalan
normal
 Menilai adanya
tanda-tanda demam
 Memastikan ibu
cukup mendapat
makanan, cairan dan
istirahat
 Memastikan ibu
menyusui dengan
baik
 Memberikan
konseling pada ibu
mengenai asuhan
pada bayi bayi

3 2 minggu setelah  Sama seperti diatas


persalinan
4 6 minggu setelah  Menayakan pada ibu
persalinan tentang penyulit-
penyulit yang ia
alami atau bayi
alami
 Memberikan
konseling KB secara
dini
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara mengetahui gejala
atau masalah kesehatan yang dialami oleh ibu nifas dengan
mengumpulkan data objektif dilakukan pemeriksaan terhadap pasien.
Pemeriksaan fisik postpartum sangat penting dilakukan untuk dapat
mendeteksi keadaan ibu apakah normal ataukah terdapat abnormalitas
yang disebabkan oleh proses kehamilan.

Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-


800 cc/menit . jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah
kelahiran plasenta , maka ibu dapat mengalami pendarahan sekitar 350-
500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus
berkontraksi maka myometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah
yang berjallan antara serabut otot. Atonia uteri adalah suatu kondisi
dimana miyometrium tidak dapat berkontraksi bila ini terjadi maka darah
yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali.

Kecepatan pengisian kandung kemih setelah pelahiran mungkin


dapat bervariasi.Pada banyak rumah sakit, cairan intravena hampir selalu
diberikan melalui infus selama persalinan dan selama sejam setelah
pelahiran.Oksitosin, dalam dosis yang memiliki efek antideuresis,
biasanya diinfuskan setelah persalinan pervaginam.Sebagai akibat cairan
yang diinfuskan dan penghentian efek antideuretik oksitosin secara
mendadak, sering terjadi pengisian cepat kandung kemih.

3.2 Saran
Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat untuk setiap orang yang
membacanya dan kami menyadari makalah yang kami buat ini belum
sempurna oleh karena itu kamisangat me gharapkan saran dan kritikan
untuk memperbaiki makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial Bagi Ibu Bersalin Dan Bayi Baru
Lahir Serta Penatalaksanaanya Komplikasi Segera Pascapersalinan Dan Nifas.

Cunningham.2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC

Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan KebidanNifas Normal. Jakarta:EGG.

Maryunani. 2011. Senam Nifas. Jakarta: CV Trans Info Media.

Sinclair. 2010. Buku Saku Kebidanan. Jakarta:EGC.

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Difasilitas Kesehatan Dan Rujukan. Kemenkes.

Rimandini. 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas.Jakarta: CV Trans Info Media.

Pitriani, Risa dan Rika Andriyani.2014.Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu


Nifas Normal.CV Budi Utama:Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai