A. LATAR BELAKANG
Penyakit Jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan penyebab nomor satu kematian di
dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menyebutkan lebih dari 17 juta orang di
dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, atau sekitar 31% dari seluruh kematian di
dunia, sebagian besar atau sekitar 8,7 juta disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Lebih dari 75%
kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan
rendah sampai sedang. Lebih mengkhawatirkan lagi, tren penyakit jantung saat ini tidak hanya diderita
oleh penduduk usia lanjut, namun juga sudah banyak ditemukan pada usia muda.
Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa sebesar 1,5% atau 15 dari
1.000 penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner. Sedangkan jika dilihat dari penyebab
kematian tertinggi di Indonesia, menurut Survei Sample Registration System tahun 2014 menunjukkan
12,9% kematian akibat Penyakit Jantung Koroner.
SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan
secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya
SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari
miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses
inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa
angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST
elevation myocardial infarction / STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala
lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan
pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia.
Penyebabnya antara lain rendahnya pengetahuan dan respon masyarakat terhadap kegawatan sindrom
koroner akut, keterlambatan pengambilan keputusan oleh keluarga, pasien mencari metode pengobatan
lain (misalnya pijat, kerok) serta kurangnya kewaspadaan tenaga kesehatan di tingkat pelayanan
kesehatan primer terhadap kegawatan sindrom koroner akut.
Menurut DR.Dr. Ratna Djuwita Hatma, MPH dalam tulisannya yang berjudul Sosial Determinan Dan
Faktor Risiko Kardiovaskuler, tingginya kadar plasma total cholesterol, hipertensi arterial dan kebiasaan
merokok merupakan 3 faktor risiko utama PJK. Hipercholesterolemia menempati posisi yang sangat
1
penting sebab hipercholesterolemia adalah satu-satunya faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya
atherosclerosis. Pola makan atau diet erat kaitannya dengan hipercholesterolemia. Pola makan atau diet
merupakan salah satu faktor lingkungan utama penyebab timbulnya PJK melalui kolesterol darah.
Obesitas khususnya obesitas central merupakan faktor risiko PKV yang juga dapat dimodifikasi.
Lifestyles atau pola hidup serta kondisi lingkungan dimana seseorang hidup besar pengaruhnya terhadap
derajat status kesehatan sesesorang.
B. DEFINISI
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard
tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard
gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial
infarction/STEMI).
2
C. KLASIFIKASI
1.Angina Pektoris Tak Stabil
Pengertian :
Adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara kebutuhan (demand) dan
suplai aliran arteri koroner.
Klasifikasi derajat angina sesuai Canadian Cardiovascular Society (CCS)
Kelas 1: Keluhan angina terjadi saat aktifitas berat yang lama
Kelas 2: Keluhan angina terjadi saat aktifitas yang lebih berat dari aktifitas sehari-hari
Kelas 3: Keluhan angina terjadi saat aktifitas sehari-hari
Kelas 4: Keluhan angina terjadi saat istirahat
Manifestasi klinis :
Nyeri dada, Substernal saat aktifitas, Dapat menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, dan ulu hati,
Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing manis, kolesterol, darah tinggi, dan keturunan.
Pada angina pektoris tidak stabil terjadi erosi atau fisur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil
dan menimbulkan oklusi trombus yang transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi
sementara yang berlangsung
antara 10-20 menit
pemeriksaan penunjang :
1. Angina Pectoris CCS1-2:
Dilakukan pemeriksaan ischemic stress test meliputi Treadmill test, atau Echocardiografi Stress test,
atau Stress test perfusion scanning atau MRI. MSCT dilakukan sebagai alternative
2. Angina Pectoris CCS3-4 (simptomatik) atau riwayat infark miokard lama :
Memerlukan pemeriksaan angiografi koroner perkutan. Pemeriksaan Angiografi koroner dapat
dikerjakan pada pasien usia >40 tahun yang akan
menjalani prosedur bedah jantung
Terapi :
Medikamentosa
Aspilet1x80-160mg
Simvastatin1x20-40 mg atau Atorvastatin 1x 20-40 mg atau Rosuvastatin1x10-20mg
Betabloker: Bisoprolol 1x5-10 mg/ Carvedilol 2x25 mg/ Atau Metoprolol 2x50mg, Ivabradine
3
2x5mg jika pasien intoleran dengan beta bloker
Isosorbid dinitrat 3x 5-20mg atau Isosorbid mononitrat 2x 20mg
Indikasi CABG : Lesi multiple stenosis (> 2 pembuluh koroner) dengan atau tanpa diabetes mellitus.
Pada kasus-kasus multivessel disease dimana CABG mempunyai risiko tinggi (Fraksi ejeksi rendah,
usia >75 tahun atau pembuluh distal kurang baik untuk grafting) maka dapat dilakukan PCI selektif dan
bertahap (selective and Stagging PCI) dengan mempertimbang- kan kondisi klinis pasien, lama radiasi,
jumlah zat kontras dan lama tindakan.
PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3 bulan kemudian jika kondisi klinis stabil.
PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat keluhan bermakna (simptomatik).
diagnosis :
Pemeriksaan EKG:
Tidak ada elevasi segmen ST
Ada perubahan segmen ST atau gelombang T
Terdapat peningkatan abnormal enzim CKMB dan/atau Troponin
4
Pemeriksaan penunjang :
EKG
Laboratorium: Hb, Ht,Leko, Trombo, Natrium, Kalium, Ureum, Kreatinin, Gula darah sewaktu,
SGOT, SGPT, CK-MB, dan hs Troponin atau Troponin
Rontgen Thoraks AP
Ekokardiografi
Pada NSTEMI kerusakan pada plak lebih berat dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten dan
berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Pada kurang lebih ¼ pasien NSTEMI, terjadi oklusi trombus
yang berlangsung lebih dari 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terdapat koleteral. Trombolisis
spontan, resolusi vasikonstriksi dan koleteral memegang peranan penting dalam mencegah
terjadinya STEMI
terapi :
Fase Akut di UGD
Bed rest total
Oksigen 2-4L/menit
Pemasangan IV FD
Obat-obatan ; Aspilet 160mg kunyah, Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan tidak rutin
mengkonsumsi clopidogrel) berikan 300 mg atau Ticagrelor 180mg, Nitrat sublingual 5mg,
dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada keluhan, dilanjutkan Nitrat iv bila keluhan
persisten, Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
Monitoring jantung
Stratifikasi risiko di IGD untuk menentukan strategi invasif.
Pasien risiko sangat tinggi sebaiknya dikerjakan PCI dalam 2 jam dengan mempertimbangkan
ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab. Kriteria risiko sangat tinggi bila terdapat salah satu
kriteria berikut: Angina berulang, Syok kardiogenik,Aritmia malignant (VT, VF,TAVB)
Hemodinamik tidak stabil.
Pasien dengan peningkatan enzim jantung namun tanpa kriteria risiko sangat tinggi di atas,
dirawat selama 5 hari dan dapat dilakukan PCI saat atau setelah pulang dari rumah sakit
dengan mempertimbangkan kondisi klinis dan ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab.
Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaikan enzim, dilakukan iskemik stress test: Treadmil ltest,
Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion scanning atau MRI.
Bila skemik stress test negatif, boleh dipulangkan.
5
Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam):
Obat-obatan: Simvastatin 1x20-40mg atau Atorvastatin 1x20-40mg atau rosuvastatin 1 x 20
mg jika kadar LDL di atas target, Aspilet 1x80-160 mg, Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor
2x90mg, Bisoprolol 1x5-10mg jika fungsi ginjal bagus, atau Carvedilol 2x 12,5 mg jika fungsi
ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontra indikasi, Ramipril1 x 10
mg atau Lisinopril 1x 10, Captopril 3x25mg atau jika LV fungsi menurun EF <50% dan
diberikan jika tidak ada kontra indikasi , Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan
obat golongan ARB: Candesartan 1 x 16, Valsartan 2x80 mg, Obat pencahar 2xIC (7) Diazepam
2x5 mg
Heparinisasi dengan:
UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 12
unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam atau Enoxaparin 2x60 mg SC (sebelumnya dibolus 30mg iv
di UGD) atau Fondaparinux 1x2,5 mg SC.
Monitoring kardiak
Puasa 6 ja
Diet jantung I 25-35 kkal/KgBB/24jam , Totalcairan 25-35 cc/KgBB/24jam
Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam urat
Infark miokard dengan elevasi ST adalah adanya manifestasi khas angina, disertai dengan peningkatan
enzim penanda jantung, dengan adanya gambar elevasi segmen ST pada EKG. STEMI terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembanganya banyak kolateral sepanjang
6
waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vascular,
dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada STEMI disrupsi plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan terbentuknya
trombus yang fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang
berlangsung lebih dari 1 (satu) jam dan menyebabkan
nekrosis miokard transmural
manifestasi klinis :
Nyeri dada: Substernal
Lama > 20 menit
Disertai keringat dingin
Dapat menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, ulu hati
Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing manis, kolesterol, darah tinggi, keturunan
Diagnosis :
EKG : Elevasi segmen ST> 1 mm di minimal dua lead yang berdekatan, Terdapat evolusi pada
EKG 1 jam kemudian
Pemeriksaan penunjang :
EKG : Laboratorium: Hb, Ht, Leko, Trombo, Natrium, Kalium, Ureum, Kreatinin, Gula darah
sewaktu, SGOT, SGPT, CK-MB, hsTroponin
Rontgen Thoraks AP
Ekokardiografi
Terapi :
Fase Akut di UGD
Bed rest total
Oksigen 2-4 liter/menit
Pemasangan IVFD
Obat-obatan : Aspilet 160mg kunyah, Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan tidak rutin
mengkonsumsi clopidogrel) berikan 300 mg jika pasien mendapatkan terapi fibrinolitik atau
7
Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor1 80mg jika pasien mendapatkan primary PCI, Atorvastatin
40mg, Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada keluhan, dan
dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten, Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
Monitoring jantung
Jika onset < 12jam
Fibrinolitik (di IGD) atau
Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab siap melakukan dalam 2 jam
8
Stress test perfusion scanning atau MRI
1. Rehabilitasi dan Prevensi sekunder
D. ETIOLOGI
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena
penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak
aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari
plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan
penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis
progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan
(PCI).
9
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi
pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa
penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard,
dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA jenis ini
antara lain karena :
Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosis
Berkurangnya aliran darah koroner
10
E. PATOFISIOLOGI
11
12
13
14
15
16
17
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektrokardiografi (EKG), membantu menentukan area jantung dan arteri koroner mana yang
terlibat
2. Ekokardiografi, menunjukkan keabnormalan pergerakan dinding ventrikular dan mendeteksi
ruptur otot papiler atau septal
3. Rangkaian kadar enzim kardiak dan protein, menunjukkan kenaikan khas pada CK – MB,
protein troponin T dan I serta mioglobin
4. Sinar X dada, menunjukkan gagal jantung sisi kiri, kardiomegali atau penyebab non kardiak
lain terhadap dispnea serta nyeri di dada
5. Ekokardiografi transesofageal, memperlihatkan area berkurangnya pergerakan dinding otot
jantung yang mengindikasikan iskemia
6. Scan citra nuklir menggunakan thallium 201 atau technetium 99 m, untuk mengidentifikasi
area infarksi dan sel otot yang aktif
7. Pengujian laboratoris, memperlihatkan jumlah sel darah putih yang meningkat dan tingkat
sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang naik;
8. Kateterisasi kardiak, untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat, memberikan informasi
mengenai fungsi ventrikular srta tekanan dan volume didalam jantung.
18
19
20
21
G. TATA LAKSANA
Penanganan Awal
Penanganan awal dimulai dengan pemberian beberapa terapi medikamentosa yang telah terbukti dapat
memperbaiki prognosis jangka panjang seperti pemberian antiplatelet jangka panjang untuk menurunkan
risiko thrombosis arteri koroner berulang, penyekat beta dan statin.
Agen Antiplatelet Peran aktivasi dan agregasi platelet merupakan target utama pada penanganan pasien
SKA. Pemberian antiplatelet dilakukan untuk mengurangi risiko komplikasi iskemia akut dan kejadian
aterotrombosis berulang.
22
- Penyekat Glycoprotein IIb/IIIa Pengunaan GIIb/IIIa akan meningkatkan kejadian perdarahan
mayor, sehingga potensi keuntungannya harus dinilai bersama dengan risiko perdarahannya.
- Antikoagulan Antikoagulan diberikan untuk mencegah generasi thrombin dan aktivitasnya.
Banyak studi telah membuktikan bahwa kombinasi antikoagulan dan antiplatelet sangat
efektif dalam mengurangi serangan jantung akibat thrombosis.
Revaskularisasi Koroner
Pada pasien dengan risiko tinggi menjalani kematian dan kejadian kardivaskular, pemeriksaan angiografi
koroner dengan tujuan untuk revaskularisasi (strategi invasif) telah terbukti mengatasi simptom,
memperpendek hari perawatan dan memperbaiki prognosis.
23
H. ASUHANKEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. ANAMNESA
Gangguan kardiovaskuler dapat terjadi tanpa kelainan fisik, sehingga anamnesis sangat penting untuk
penegakan diagnosis.
Keluhan utama yang sering ditemukan, yaitu dispnea, nyeri dada, palpitasi, sinkop dan edema.
Keluhan yang paling sering dirasakan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler, yaitu:
- DISPNEA
Peningkatan upaya bernapas Ortopnea (terjadi saat berbaring), dispnea paroksismal nokturnal
(sesak napas mendadak yang membangunkan pasien dari tidurnya
- NYERI DADA
Perasaan tidak nyaman yang dirasakan pada dada yng dapat menyebar ke lengan, leher dan
rahang
- PALPITASI
Perasaan tidak enak pada denyutan jantung Dirasakan seperti dipukul-pukul, berdetak keras,
tidak teratur, atau ‘meloncat-loncat’
- SINKOP
- -EDEMA
Akumulasi kelebihan cairan dalam ruang interstisial Terlihat jelas pada tungkai bawah atau
sakrum Edema Sumber: Douglas, Nicol & Robertson (2013). Macleod’s Clinical
Examination (13 th ed.). Elsevier Ltd.
24
RIWAYAT KESEHATAN
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan dirasakan, faktor yang menimbulkan, memperparah
dan memperingan keluhan?
Tanyakan masalah kesehatan yang pernah dialami, apakah pernah dirawat, apakah menderita hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes dan/atau demam reumatik?
Riwayat keluarga. Tanyakan masalah kesehatan yang pernah dialami keluarga Kebiasaan. Tanyakan
kebiasaan hidup seperti merokok, minum alkohol, konsumsi obat tertentu, pola hidup stres. Riwayat
Kesehatan
25
2. PEMERIKSAAN FISIK
26
Observasi Umum
Kesulitan bernapas
Sianosis
Pucat
Edema
Tangan
Periksa adanya:
27
Periksa adanya:
Pengisian kapiler Lebih 2 detik hipovolemia atau perfusi perifer tidak efektif
TD≥140/90 hipertensi
TD≤90/60 hipotensi
Hitung Tekanan Nadi (TDS – TDD) Sempit :stenosis aorta. Lebar : regurgitasi aorta
Nadi : Kaji frekuensi, irama dan kekuatan . Jika teratur, frekuensi dpt dihitung 30 detik, kemudian
dikalikan 2
Radio-radial delay
Palpasi kedua nadi radialis bersamaan Jika normal akan berdenyut bersamaan. Jika ada keterlambatan
denyut koarktasio aorta
Collapsing Pulse
Pastikan pasien tidak mengalami nyeri bahu. Palpasi nadi radialis Angkat lengan vertikal di atas kepala
pasien. Jika kolaps regurgitasi aorta Nadi.
28
Wajah dan Mata
Konjungtiva
29
Leher
Jugular venous pressure (JVP) Posisikan pasien 45° Minta pasien menoleh ke kiri Identifikasi denyut
vena jugularis di lekuk suprasternal atau di belakang otot SCM Ukur ketinggian vertikal antara pulsasi
dan sudut sternum
Hepatojugular Reflux
Tekan area hepar (kuadran kanan atas) Amati peningkatan pada JVP Positif, jika meningkat ≥4 cm
gagal jantung kanan, regurgitasi trikuspid
Thoraks
Inspeksi adanya thorakotomi (minimally valve surgery), sternotomi (CABG/valve surgery), klavikula
(pacemaker)
30
Point of Maximum Impuls (Denyut Apeks)
Palpasi impuls jantung Tentukan lokasi apeks dengan meletakkan jari pada dada Luas pulsasi berdiameter
1-2 cm atau satu jari Pelabaran atau pergeseran pulsasi cardiomegaly
Thrill Palpasi pada empat area katup Rasakan adanya getaran palpable murmur
Bunyi Jantung
31
32
Normal Bunyi Jantung
bunyi jantung S1 Terjadi akibat penutupan katup atriventrikularis Terdengar lebih jelas pada area
trikuspid dan mitral Terdengar seperti ‘lub’
Bunyi Jantung S2 Terjadi akibat penutupan katup semilunaris Terdengar lebih jelas pada area aorta dan
pulmonal terdengar seperti ‘dub’.
Bunyi Jantung S4 Terjadi akibat tahanan terhadap pengisian ventrikel karena menurunnya komplians paru
dan hipertropi ventrikel kiri.
Ditemukan pada penyakit jantung hipertensif dan stenosis aorta 26 Bunyi Jantung Tambahan (S3 dan S4)
33
Bising (Murmur)
Auskultasi dilakukan sambil meraba nadi karotis/radialis untuk menentukan murmur bersifat sistolik atau
diastolik
34
Murmur Sistolik
Stenosis Aorta
Stenosis Pulmonal
Regurgitasi Mitral
Regurgitasi Trikuspidal
Prolapsus Mitral
Hypertropic Cardiomyopaty
Murmur Diastolik
Regurgitasi Aorta
Regurgitasi Pulmonal
Stenosis Mitral
Stenosis Trikuspidal
Kaki
Kaji adanya sacral oedema dan pedal oedema gagal jantung kanan
35
3. Pemeriksaan Diagnostik
Cardiothoracic Ratio (CTR) Perbandingan diameter jantung dan thoraks Lebih dari 50%
kardiomegali
36
Diagnosis yang mungkin ditegakkan pada gangguan kardiovaskuler, yaitu:
3. Hipervolemia
4. Nyeri Akut
6. Intoleransi Aktivitas
1. Perubahan Irama
Palpitasi
Bradikardia/Takikardia
EKG Aritmia
2. Perubahan Preload
Lelah
Edema
Murmur
Hepatomegali
3. Perubahan Afterload
37
Nadi Perifer Teraba Lemah
4. Perubahan Kontraktilitas
Ortopnea
38
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Dispnea, orthopnea TTV dalam batas normal; kepada klien dan keluarga.
Edema : ekstremitas Kutit Anak 4th: 100 x /menit vasodilator, anti koagulan, terapi
dingin / lembab Capilary Anak10-14th:85- 90x/menit cairan & oksigenasi), sosial pastoral,
39
Frekuensi denyut jantung Anak >10th: 90/60 mmHg Perawatan sirkulasi
dan respirasi meningkat Umur 1 0-30 th:110/75 mmHg Monitor tanda kelebihan cairan,
Sianosis Umur 30-40 th:125,q:',5 mmHg asupan cairan, haluaran urine
Distensi vena jugularis Umur 40-60 th:140/90 Monitor denyut perifer, pengisian
Enzirn jantung abnormal: nmmHgUmur > 60 the 150190 suhu, dan warna ekstremitas
………………………….. mmHg Auskultasi bunyi paru untuk
…………………………. mengetahui adanya ronchi basah,
atau bunyi tambahan Monitor tanda
vital
Monitor TTV tiap . jam.
Monitor tanda vital saat klien
berbaring, duduk, berdiri, sebelum,
selama, dan sesudah klien aktifitas.
……………………..
…………………….
40
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
41
Penurunan Ajarkan klien dan keluarga untuk
Hb............Hct:....... memperhatikan penyebab, cara
Elektrolite:........... mengatasi edema , pembatasan diit
……………………. dosis dan efek samping pemberian
……………………. obat.
42
Data Obvektif adekuat, ekspansi dinding terapi nebulizer inhaler, insersi jalan
Dispnea dada simetris, suara bersih, nafas
Takikardi tidak ada : penggunaan otot- ………………………..
Sianosis. otot nafas tambahan, retraksi
PCO2) TTV dalam batas normal Monitor status mental, elektrolit, dan
kedalaman nafas abnormal kognitif baik, dan status Monitor tanda-tanda gagal nafas.
43
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Kontraksi uterus yang Mengenali faktor yang Kelola nyeri pasca operasi dengan
kuat menyebabkan nyeri pemberian analgesik tiap 4 jam, dan
Psikologis Melaporkan nyeri terkontrol monitor keefektifan tindakan
Data Subyektif Tanda vital dalatn rentang yang Ajarkan tehnik non
Tingkah laku ekspresif : Umur 10-30 th:110/75 mmHg Informasikan kepada klien tentang
gelisah, merintih, Umur 30-40 th: 125/85 mmHg prosedur yang dapat meningkatkan
44
menangis, nafas panjang Umur 40-60 th: 140/90 mmHg nyeri : misal klien cemas, kurang
Tingkah laku berhati hati: Umur > 60 th : 150/90 mmHg tidur, posisi tidak rileks.
gerakan Ajarkan pada klien dan keluarga
melindungi,posisimengura RR : tentang penggunaan analgetik dan
ngi nyeri Anak : 22 x / menit efek sampingnya
P-Penyebab …………. Dewasa: 16-20x/menit Kolaborasi medis untuk pemberian
Q- Type nyeri……….. analgetik, fisioterapis/ akupungturis.
R-Regio: …………….
S –Skala……………..
T- Time………………
45
Data Obyektif Klien mengungkapkan secara perawatan diri.
Nadi dan tekanan darah verbal, pemahaman tentang Letakkan benda-benda yang sering
tidak normal: kebutuhan oksigen, digunakaa pada tempat yang mudah
………………….. pengobatan dan atau alat yang dijangkau
Perubahan EKG dapat meningkatkan toleransi Kelola energi pada klien dengan
menunjuklcan iskemia & terhadap aktifitas. pemenuhan kebutuhan makanan,
disritmia Klien mampu berpartisipasi cairan, kenyamanan / digendong
Dispnoe dalam perawatan did tanpa untuk mencegah tangisan yang
ID RR: ......x/mnt bantuan atau dengan bantuan menurunkan energi.
………………… minimal tanpa menunjukkan Kaji pola istirahat klien dan adanya
kelelahan faktor menyebabkan kelelahan.
……………………
Terapi Aktivitas
Bantu klien melakukan ambulasi
yang dapat ditoleransi.
Rencanakan jadwal antara aktifitas
dan istirahat.
Bantu dengan aktifitas fisik teratur :
misal: ambulasi, berubah posisi,
perawatan personalsesuai kebutuhan.
Minimalkan anxietas dan stress. dan
berikali istirahat yang adekuat
Kolaborasi dengan medis untuk
pemberian terapi, sesuai indikasi
46
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
47
DAFTAR PUSTAKA
DEPKES, 2014. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
PERKI, 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut, Jakarta: Centra Communications.
SIKI, D. & P. (2016)Standar ntervensi Keperawatan Indonesia : definisi dan indicator dignostik (Edisi
1) . Jakarta.
SDKI, D. & P. (2016)Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan indicator dignostik (Edisi
1) . Jakarta.
DEPKES, 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
Binfar. Depkes. Go. Id. Pharmaceutical care untuk pasien penyakit jantung koroner. DBKDANA
KESEHATAN, Jakarta 2019
48