Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN AKUT KORONARI SINDROM

A. LATAR BELAKANG

Penyakit Jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan penyebab nomor satu kematian di
dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menyebutkan lebih dari 17 juta orang di
dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, atau sekitar 31% dari seluruh kematian di
dunia, sebagian besar atau sekitar 8,7 juta disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Lebih dari 75%
kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan
rendah sampai sedang. Lebih mengkhawatirkan lagi, tren penyakit jantung saat ini tidak hanya diderita
oleh penduduk usia lanjut, namun juga sudah banyak ditemukan pada usia muda.

Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa sebesar 1,5% atau 15 dari
1.000 penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner. Sedangkan jika dilihat dari penyebab
kematian tertinggi di Indonesia, menurut Survei Sample Registration System tahun 2014 menunjukkan
12,9% kematian akibat Penyakit Jantung Koroner.

SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan
secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya
SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari
miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses
inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa
angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST
elevation myocardial infarction / STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala
lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan
pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia.

Penyebabnya antara lain rendahnya pengetahuan dan respon masyarakat terhadap kegawatan sindrom
koroner akut, keterlambatan pengambilan keputusan oleh keluarga, pasien mencari metode pengobatan
lain (misalnya pijat, kerok) serta kurangnya kewaspadaan tenaga kesehatan di tingkat pelayanan
kesehatan primer terhadap kegawatan sindrom koroner akut.
Menurut DR.Dr. Ratna Djuwita Hatma, MPH dalam tulisannya yang berjudul Sosial Determinan Dan
Faktor Risiko Kardiovaskuler, tingginya kadar plasma total cholesterol, hipertensi arterial dan kebiasaan
merokok merupakan 3 faktor risiko utama PJK. Hipercholesterolemia menempati posisi yang sangat

1
penting sebab hipercholesterolemia adalah satu-satunya faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya
atherosclerosis. Pola makan atau diet erat kaitannya dengan hipercholesterolemia. Pola makan atau diet
merupakan salah satu faktor lingkungan utama penyebab timbulnya PJK melalui kolesterol darah.
Obesitas khususnya obesitas central merupakan faktor risiko PKV yang juga dapat dimodifikasi.
Lifestyles atau pola hidup serta kondisi lingkungan dimana seseorang hidup besar pengaruhnya terhadap
derajat status kesehatan sesesorang.

B. DEFINISI
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard
tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard
gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial
infarction/STEMI).

2
C. KLASIFIKASI
1.Angina Pektoris Tak Stabil
Pengertian :
Adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara kebutuhan (demand) dan
suplai aliran arteri koroner.
Klasifikasi derajat angina sesuai Canadian Cardiovascular Society (CCS)
Kelas 1: Keluhan angina terjadi saat aktifitas berat yang lama
Kelas 2: Keluhan angina terjadi saat aktifitas yang lebih berat dari aktifitas sehari-hari
Kelas 3: Keluhan angina terjadi saat aktifitas sehari-hari
Kelas 4: Keluhan angina terjadi saat istirahat

Manifestasi klinis :
Nyeri dada, Substernal saat aktifitas, Dapat menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, dan ulu hati,
Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing manis, kolesterol, darah tinggi, dan keturunan.
Pada angina pektoris tidak stabil terjadi erosi atau fisur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil
dan menimbulkan oklusi trombus yang transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi
sementara yang berlangsung
antara 10-20 menit

pemeriksaan penunjang :
1. Angina Pectoris CCS1-2:
Dilakukan pemeriksaan ischemic stress test meliputi Treadmill test, atau Echocardiografi Stress test,
atau Stress test perfusion scanning atau MRI. MSCT dilakukan sebagai alternative
2. Angina Pectoris CCS3-4 (simptomatik) atau riwayat infark miokard lama :
Memerlukan pemeriksaan angiografi koroner perkutan. Pemeriksaan Angiografi koroner dapat
dikerjakan pada pasien usia >40 tahun yang akan
menjalani prosedur bedah jantung

Terapi :
Medikamentosa
 Aspilet1x80-160mg
 Simvastatin1x20-40 mg atau Atorvastatin 1x 20-40 mg atau Rosuvastatin1x10-20mg
 Betabloker: Bisoprolol 1x5-10 mg/ Carvedilol 2x25 mg/ Atau Metoprolol 2x50mg, Ivabradine

3
2x5mg jika pasien intoleran dengan beta bloker
 Isosorbid dinitrat 3x 5-20mg atau Isosorbid mononitrat 2x 20mg

PCI atau CABG


Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif dilakukan jika ditemukan bukti iskemik dari
pemeriksaan penunjang di atas disertai lesi signifikan berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner.
Kriteria lesi signifikan : LM stenosis 50%, LAD stenosis di osteal/proksimal >50%, LAD stenosis di
mid-distal > 70%, LCx stenosis > 70%, dan RCA stenosis >70%.
Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti adanya iskemia yang luas memerlukan pemeriksaan
menggunakan FFR (flow fraction ration). Nilai FFR < 0,8 menunjukkan lesi signifikan. Pada tempat
yang tidak memiliki fasilitas FFR maka pemeriksaan iskemik stress test dapat membantu apakah lesi
sebagai penyebab iskemik.

Indikasi CABG : Lesi multiple stenosis (> 2 pembuluh koroner) dengan atau tanpa diabetes mellitus.
Pada kasus-kasus multivessel disease dimana CABG mempunyai risiko tinggi (Fraksi ejeksi rendah,
usia >75 tahun atau pembuluh distal kurang baik untuk grafting) maka dapat dilakukan PCI selektif dan
bertahap (selective and Stagging PCI) dengan mempertimbang- kan kondisi klinis pasien, lama radiasi,
jumlah zat kontras dan lama tindakan.

PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3 bulan kemudian jika kondisi klinis stabil.
PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat keluhan bermakna (simptomatik).

2. Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI)


Pengertian :
Adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh oklusi parsial atau emboli distal arteri koroner,tanpa
elevasi segmen ST pada gambaran EKG.

diagnosis :
 Pemeriksaan EKG:
 Tidak ada elevasi segmen ST
 Ada perubahan segmen ST atau gelombang T
 Terdapat peningkatan abnormal enzim CKMB dan/atau Troponin

4
Pemeriksaan penunjang :
 EKG
 Laboratorium: Hb, Ht,Leko, Trombo, Natrium, Kalium, Ureum, Kreatinin, Gula darah sewaktu,
SGOT, SGPT, CK-MB, dan hs Troponin atau Troponin
 Rontgen Thoraks AP
 Ekokardiografi
Pada NSTEMI kerusakan pada plak lebih berat dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten dan
berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Pada kurang lebih ¼ pasien NSTEMI, terjadi oklusi trombus
yang berlangsung lebih dari 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terdapat koleteral. Trombolisis
spontan, resolusi vasikonstriksi dan koleteral memegang peranan penting dalam mencegah
terjadinya STEMI

terapi :
Fase Akut di UGD
 Bed rest total
 Oksigen 2-4L/menit

 Pemasangan IV FD
 Obat-obatan ; Aspilet 160mg kunyah, Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan tidak rutin
mengkonsumsi clopidogrel) berikan 300 mg atau Ticagrelor 180mg, Nitrat sublingual 5mg,
dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada keluhan, dilanjutkan Nitrat iv bila keluhan
persisten, Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
 Monitoring jantung
 Stratifikasi risiko di IGD untuk menentukan strategi invasif.
 Pasien risiko sangat tinggi sebaiknya dikerjakan PCI dalam 2 jam dengan mempertimbangkan
ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab. Kriteria risiko sangat tinggi bila terdapat salah satu
kriteria berikut: Angina berulang, Syok kardiogenik,Aritmia malignant (VT, VF,TAVB)
Hemodinamik tidak stabil.
 Pasien dengan peningkatan enzim jantung namun tanpa kriteria risiko sangat tinggi di atas,
dirawat selama 5 hari dan dapat dilakukan PCI saat atau setelah pulang dari rumah sakit
dengan mempertimbangkan kondisi klinis dan ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab.
 Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaikan enzim, dilakukan iskemik stress test: Treadmil ltest,
Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion scanning atau MRI.
 Bila skemik stress test negatif, boleh dipulangkan.

5
Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam):
 Obat-obatan: Simvastatin 1x20-40mg atau Atorvastatin 1x20-40mg atau rosuvastatin 1 x 20
mg jika kadar LDL di atas target, Aspilet 1x80-160 mg, Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor
2x90mg, Bisoprolol 1x5-10mg jika fungsi ginjal bagus, atau Carvedilol 2x 12,5 mg jika fungsi
ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontra indikasi, Ramipril1 x 10
mg atau Lisinopril 1x 10, Captopril 3x25mg atau jika LV fungsi menurun EF <50% dan
diberikan jika tidak ada kontra indikasi , Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan
obat golongan ARB: Candesartan 1 x 16, Valsartan 2x80 mg, Obat pencahar 2xIC (7) Diazepam
2x5 mg
 Heparinisasi dengan:
 UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 12
unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam atau Enoxaparin 2x60 mg SC (sebelumnya dibolus 30mg iv
di UGD) atau Fondaparinux 1x2,5 mg SC.
 Monitoring kardiak
 Puasa 6 ja
 Diet jantung I 25-35 kkal/KgBB/24jam , Totalcairan 25-35 cc/KgBB/24jam
 Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam urat

Fase perawatan biasa


Sama denganlangkah 2 a-f (diatas)
Stratifikasi Risiko untuk prognostic sesuai skala prioritas pasien (pilih salah satu) : Treadmill test,
Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion scanning atau MRI

 Rehabilitasi dan Prevensi sekunder

3. Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)


Pengertian :
Adalah kejadian oklusi mendadak di arteri koroner epikardial dengan gambaran EKG elevasi segmen ST.

Infark miokard dengan elevasi ST adalah adanya manifestasi khas angina, disertai dengan peningkatan
enzim penanda jantung, dengan adanya gambar elevasi segmen ST pada EKG. STEMI terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembanganya banyak kolateral sepanjang

6
waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vascular,
dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

Pada STEMI disrupsi plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan terbentuknya
trombus yang fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang
berlangsung lebih dari 1 (satu) jam dan menyebabkan
nekrosis miokard transmural

manifestasi klinis :
 Nyeri dada: Substernal
 Lama > 20 menit
 Disertai keringat dingin
 Dapat menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, ulu hati
 Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing manis, kolesterol, darah tinggi, keturunan

Diagnosis :
 EKG : Elevasi segmen ST> 1 mm di minimal dua lead yang berdekatan, Terdapat evolusi pada
EKG 1 jam kemudian

Pemeriksaan penunjang :
 EKG : Laboratorium: Hb, Ht, Leko, Trombo, Natrium, Kalium, Ureum, Kreatinin, Gula darah
sewaktu, SGOT, SGPT, CK-MB, hsTroponin
 Rontgen Thoraks AP
 Ekokardiografi

Terapi :
Fase Akut di UGD
 Bed rest total
 Oksigen 2-4 liter/menit
 Pemasangan IVFD
 Obat-obatan : Aspilet 160mg kunyah, Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan tidak rutin
mengkonsumsi clopidogrel) berikan 300 mg jika pasien mendapatkan terapi fibrinolitik atau

7
Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor1 80mg jika pasien mendapatkan primary PCI, Atorvastatin
40mg, Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada keluhan, dan
dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten, Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
 Monitoring jantung
 Jika onset < 12jam
 Fibrinolitik (di IGD) atau
 Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab siap melakukan dalam 2 jam

Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam)


Obat-obatan : Simvastatin 1x20 atau Atorvastatin 1x20 mg atau 1x40 mg jika kadar LDL di atas target
Aspilet 1 x 80mg, Clopidogrel 1 x 75 mg atau Ticagrelor 2 x 90mg, Bisoprolol 1x1.25 mg jika fungsi
ginjal bagus, Carvedilol 2x3,125 mg jika fungsi ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika
tidak ada kontra indikasi Ramipril 1 x 2,5 mg jika terdapat infark anterior atau LV fungsi menurun EF
<50%; diberikan jika tidak ada kontra indikasi
Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan ARB: Candesartan 1 x 16 mg,
Valsartan 2x80mg
Obat pencahar 2 x 1 sendok makan
Diazepam2 x 5 mg
Jika tidak dilakukan primary PCI diberikan heparinisasi dengan:
UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 12 Unit/kgBB
maksimal 1000 Unit/jam atau Enoxaparin 2 x 60mg (sebelumnya dibolus 30mg iv) atau Fondaparinux 1
x 2,5 mg
 Monitoring kardiak
 Puasa 6 jam
 Diet Jantung I1800 kkal/24 jam
 Total cairan 1800 cc/24 jam
 Laboratorium: profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam urat

Fase perawatan biasa


 Sama dengan langkah 2 a-f(diatas)
 Stratifikasi Risiko untuk prognostik sesuai skala prioritas pasien (pilih salah satu) : 6 minutes
walk test, Treadmill test, Echocardiografi Stress test,

8
 Stress test perfusion scanning atau MRI
1. Rehabilitasi dan Prevensi sekunder

D. ETIOLOGI
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada

Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena
penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak
aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari
plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan
penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.

2. Obstruksi dinamik

Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin


diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner
epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi
endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi
abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.

3. Obstruksi mekanik yang progresif

Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis
progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan
(PCI).

4. Inflamasi dan/atau infeksi

Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan


dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi
plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak
meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat
mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat
mengakibatkan SKA.

9
5. Faktor atau keadaan pencetus

Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi
pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa
penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard,
dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA jenis ini
antara lain karena :
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosis
 Berkurangnya aliran darah koroner

 Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan


hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan
banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai
lebih dari satu penyebab dan saling terkait.
6. Faktor risiko
 Dislipidemia
 Merokok
 Hipertensi
 DM
 CAD
 Usia laki-laki >45 tahun, perempuan >55 tahun
 Gaya hidup (obesitas, kurang olah raga, diet tinggi lemak)
 Kelainan sistem koagulasi
 Inflamasi kronis
 Berbagai risiko genetik

10
E. PATOFISIOLOGI

11
12
13
14
15
16
17
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektrokardiografi (EKG), membantu menentukan area jantung dan arteri koroner mana yang
terlibat
2. Ekokardiografi, menunjukkan keabnormalan pergerakan dinding ventrikular dan mendeteksi
ruptur otot papiler atau septal
3. Rangkaian kadar enzim kardiak dan protein, menunjukkan kenaikan khas pada CK – MB,
protein troponin T dan I serta mioglobin
4. Sinar X dada, menunjukkan gagal jantung sisi kiri, kardiomegali atau penyebab non kardiak
lain terhadap dispnea serta nyeri di dada
5. Ekokardiografi transesofageal, memperlihatkan area berkurangnya pergerakan dinding otot
jantung yang mengindikasikan iskemia
6. Scan citra nuklir menggunakan thallium 201 atau technetium 99 m, untuk mengidentifikasi
area infarksi dan sel otot yang aktif
7. Pengujian laboratoris, memperlihatkan jumlah sel darah putih yang meningkat dan tingkat
sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang naik;
8. Kateterisasi kardiak, untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat, memberikan informasi
mengenai fungsi ventrikular srta tekanan dan volume didalam jantung.

18
19
20
21
G. TATA LAKSANA
Penanganan Awal
Penanganan awal dimulai dengan pemberian beberapa terapi medikamentosa yang telah terbukti dapat
memperbaiki prognosis jangka panjang seperti pemberian antiplatelet jangka panjang untuk menurunkan
risiko thrombosis arteri koroner berulang, penyekat beta dan statin.

Terapi Anti-Iskemia dan Analgesik


1. Oksigen dianjurkan bila saturasi O₂ perifer < 90%.
2. Nitrogliserin, isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual dan dilanjutkan dengan pemberian kontinu
melalui intravena.
3. Morphine diberikan untuk mengatasi nyeri dada dan ansietas.
4. Penyekat beta secara kompetitif mengambat efek katekolamin terhadap miokard dengan cara
menurunkan laju jantung, kontraktilitas dan tekanan darah, sehingga konsumsi oksigen oleh miokard
menurun.

Agen Antiplatelet Peran aktivasi dan agregasi platelet merupakan target utama pada penanganan pasien
SKA. Pemberian antiplatelet dilakukan untuk mengurangi risiko komplikasi iskemia akut dan kejadian
aterotrombosis berulang.

22
- Penyekat Glycoprotein IIb/IIIa Pengunaan GIIb/IIIa akan meningkatkan kejadian perdarahan
mayor, sehingga potensi keuntungannya harus dinilai bersama dengan risiko perdarahannya.
- Antikoagulan Antikoagulan diberikan untuk mencegah generasi thrombin dan aktivitasnya.
Banyak studi telah membuktikan bahwa kombinasi antikoagulan dan antiplatelet sangat
efektif dalam mengurangi serangan jantung akibat thrombosis.

Revaskularisasi Koroner
Pada pasien dengan risiko tinggi menjalani kematian dan kejadian kardivaskular, pemeriksaan angiografi
koroner dengan tujuan untuk revaskularisasi (strategi invasif) telah terbukti mengatasi simptom,
memperpendek hari perawatan dan memperbaiki prognosis.

Intervensi Koroner Perkutan (PCI)


Intervensi koroner perkutan (PCI) umumnya menggunakan stent/cincin untuk mengurangi kejadian oklusi
tiba-tiba (abrupt closure) dan penyempitan kembali.

Intervensi Bedah: Coronary Artery Bypass Graft (CABG)


Proses trombosis merupakan target terapi antiplatelet dan antikoagulan, sehingga bila pasien menjalani
CABG risiko perdarahan dan komplikasi perioperatif lebih tinggi. Secara umum bila memungkinkan,
CABG dilakukan setelah minimal 48-72 jam.

Tatalaksana Jangka Panjang


Pasien dengan SKA non ST elevasi memiliki risiko tinggi untuk berulangnya iskemia setelah fase awal.
Oleh sebab itu, prevensi sekunder secara aktif sangat penting sebagai tatalaksana jangka panjang, yang
mencakup :
1. Perbaikan gaya hidup seperti berhenti merokok, aktivitas fisik teratur, dan diet.
2. Penurunan berat badan pada pasien obesitas dan kelebihan berat badan overweight.
3. Intervensi terhadap profil lipid yaitu :
 Statin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA tanpa ST elevasi, diberikan hari ke 1-4,
dengan tujuan menstabilisasi dinding plak aterosklerosis, efek pleitropik.
 Disarankan terapi penurunan level lipid secara intensif dengan target LDL
4. Meneruskan pemakaian anti-platelet.
5. Pemakaian penyekat beta harus diberikan pada semua pasien, termasuk pasien dengan fungsi ventrikel
kiri yang menurunkan, dengan atau tanpa gejala gagal jantung.

23
H. ASUHANKEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. ANAMNESA
Gangguan kardiovaskuler dapat terjadi tanpa kelainan fisik, sehingga anamnesis sangat penting untuk
penegakan diagnosis.

Keluhan utama yang sering ditemukan, yaitu dispnea, nyeri dada, palpitasi, sinkop dan edema.

Keluhan yang paling sering dirasakan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler, yaitu:

- DISPNEA

Peningkatan upaya bernapas Ortopnea (terjadi saat berbaring), dispnea paroksismal nokturnal
(sesak napas mendadak yang membangunkan pasien dari tidurnya

- NYERI DADA

Perasaan tidak nyaman yang dirasakan pada dada yng dapat menyebar ke lengan, leher dan
rahang

- PALPITASI

Perasaan tidak enak pada denyutan jantung Dirasakan seperti dipukul-pukul, berdetak keras,
tidak teratur, atau ‘meloncat-loncat’

- SINKOP

- Hilangnya kesadaran akibat hipoperfusi serebral

- -EDEMA

Akumulasi kelebihan cairan dalam ruang interstisial Terlihat jelas pada tungkai bawah atau
sakrum Edema Sumber: Douglas, Nicol & Robertson (2013). Macleod’s Clinical
Examination (13 th ed.). Elsevier Ltd.

24
RIWAYAT KESEHATAN

Riwayat kesehatan saat ini:

Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan dirasakan, faktor yang menimbulkan, memperparah
dan memperingan keluhan?

Riwayat kesehatan masa lalu.

Tanyakan masalah kesehatan yang pernah dialami, apakah pernah dirawat, apakah menderita hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes dan/atau demam reumatik?

Riwayat keluarga. Tanyakan masalah kesehatan yang pernah dialami keluarga Kebiasaan. Tanyakan
kebiasaan hidup seperti merokok, minum alkohol, konsumsi obat tertentu, pola hidup stres. Riwayat
Kesehatan

25
2. PEMERIKSAAN FISIK

26
 Observasi Umum

- Perhatikan penampilan umum pasien

- Apakah pasien tampak:

 Kesulitan bernapas

 Sianosis

 Pucat

 Edema

 Tangan

Periksa adanya:

Splinter haemorrages (garis-garis perdarahan pada kuku)  endokarditis infektif

Clubbing finger. Lakukan Schamroth’s window test  penyakit jantung kongenitaL

27
Periksa adanya:

Splinter haemorrages (garis-garis perdarahan pada kuku)  endokarditis infektif

Clubbing finger. Lakukan Schamroth’s window test  penyakit jantung kongenital

Warna Warna biru kehitaman (sianosis) hipoksia

Suhu kulit Teraba dingin penurunan CO, hipovolemia

Tar Staining Perokok faktor risiko KV

Pengisian kapiler Lebih 2 detik hipovolemia atau perfusi perifer tidak efektif

 Tekanan Darah dan nadi

TD≥140/90 hipertensi

TD≤90/60 hipotensi

Hitung Tekanan Nadi (TDS – TDD) Sempit :stenosis aorta. Lebar : regurgitasi aorta

Nadi : Kaji frekuensi, irama dan kekuatan . Jika teratur, frekuensi dpt dihitung 30 detik, kemudian
dikalikan 2

Radio-radial delay

Palpasi kedua nadi radialis bersamaan Jika normal akan berdenyut bersamaan. Jika ada keterlambatan
denyut koarktasio aorta

Collapsing Pulse

Pastikan pasien tidak mengalami nyeri bahu. Palpasi nadi radialis Angkat lengan vertikal di atas kepala
pasien. Jika kolaps regurgitasi aorta Nadi.

28
 Wajah dan Mata

Konjungtiva

Minta pasien menarik kelopak mata bawah Jika pucat anemia

Arkus senilis/kornea. Tampak kekuningan/keabuan di sekitar iris hiperkolesterolemia Xanthelasma.


Tampak gumpalan lemak pada kelopak mata –>hiperkolesterolemia

 Bibir dan mulut

Mukosa kering dehidrasi

Mukosa mulut atau lidah kebiruan sianosis sentral

29
 Leher

Jugular venous pressure (JVP) Posisikan pasien 45° Minta pasien menoleh ke kiri Identifikasi denyut
vena jugularis di lekuk suprasternal atau di belakang otot SCM Ukur ketinggian vertikal antara pulsasi
dan sudut sternum

JVP meningkat hipervolemia, gagal jantung kanan, regurgitasi trikuspid

Hepatojugular Reflux

Tekan area hepar (kuadran kanan atas) Amati peningkatan pada JVP Positif, jika meningkat ≥4 cm
gagal jantung kanan, regurgitasi trikuspid

 Thoraks

Inspeksi adanya thorakotomi (minimally valve surgery), sternotomi (CABG/valve surgery), klavikula
(pacemaker)

Deformitas bentuk dada, seperti pectus excavatum, pectus carinatum

30
Point of Maximum Impuls (Denyut Apeks)

Palpasi impuls jantung Tentukan lokasi apeks dengan meletakkan jari pada dada Luas pulsasi berdiameter
1-2 cm atau satu jari Pelabaran atau pergeseran pulsasi cardiomegaly

Thrill Palpasi pada empat area katup Rasakan adanya getaran palpable murmur

 Bunyi Jantung

Auskultasi 4 area dengan diafragma stetoskop:

Mitral (ICS 5 midklavikula)

Trikuspid (ICS 4 sternalis kiri)

Pulmonal (ICS 2 sternalis kiri)

Aorta (ICS 2 stenalis kanan)

Ulangi auskultasi dengan bel stetoskop

31
32
 Normal Bunyi Jantung

bunyi jantung S1 Terjadi akibat penutupan katup atriventrikularis Terdengar lebih jelas pada area
trikuspid dan mitral Terdengar seperti ‘lub’

Bunyi Jantung S2 Terjadi akibat penutupan katup semilunaris Terdengar lebih jelas pada area aorta dan
pulmonal terdengar seperti ‘dub’.

 Bunyi Jantung Tambahan

Bunyi Jantung S3 Terjadi akibat kelebihan beban volume ventrikel.

Terdengar pada awal diastol .

Terdengar lebih jelas pada area mitral .

Terdengar seperti ‘lub- dub-DUB’ (S1-S2-S3)

Ditemukan pada gagal jantung atau regurgitasi mitral

Bunyi Jantung S4 Terjadi akibat tahanan terhadap pengisian ventrikel karena menurunnya komplians paru
dan hipertropi ventrikel kiri.

Terdengar pd akhir diastole.

Terdengar lebih jelas pd area mitral

Terdengar seperti ‘LUB- lub-dub’ (S4-S1-S2)

Ditemukan pada penyakit jantung hipertensif dan stenosis aorta 26 Bunyi Jantung Tambahan (S3 dan S4)

33
 Bising (Murmur)

Terjadi akibat aliran turbulen yang melewati katup abnormal

Auskultasi adanya bunyi mendesir atau meniup

Auskultasi dilakukan sambil meraba nadi karotis/radialis untuk menentukan murmur bersifat sistolik atau
diastolik

34
Murmur Sistolik

 Stenosis Aorta

 Stenosis Pulmonal

 Regurgitasi Mitral

 Regurgitasi Trikuspidal

 Prolapsus Mitral

 Atrial Septal Defect (ASD)

 Ventricular Septal Defect (ASD)

 Hypertropic Cardiomyopaty

Murmur Diastolik

 Regurgitasi Aorta

 Regurgitasi Pulmonal

 Stenosis Mitral

 Stenosis Trikuspidal

 Kaki

Kaji adanya sacral oedema dan pedal oedema gagal jantung kanan

35
3. Pemeriksaan Diagnostik

 EKG aritmia atau iskemia/infark miokard

 Pemeriksaan Darah Glukosa darah Diabetes

 Enzim Jantung (CK, CKMB, Triponin) infark miokard

 ANP (atrial natriuretic peptide) –>gagal jantung kongestif

 BNP (beta-type natriuretic peptide) overload volume ventrikel, gagal jantung

 Ekhokardiografi penurunan CO, penurunan kontraktilitas

 Rontgen Thoraks kardiomegali

 Cardiothoracic Ratio (CTR) Perbandingan diameter jantung dan thoraks Lebih dari 50% 
kardiomegali

36
Diagnosis yang mungkin ditegakkan pada gangguan kardiovaskuler, yaitu:

1. Penurunan Curah Jantung

2. Gangguan Pertukaran Gas

3. Hipervolemia

4. Nyeri Akut

5. Perfusi Miokard Tidak efektif

6. Intoleransi Aktivitas

Etiologi dan Tanda/Gejala Diagnosis Penurunan Curah Jantung

1. Perubahan Irama

Palpitasi

Bradikardia/Takikardia

EKG Aritmia

2. Perubahan Preload

Lelah

Edema

Distensi Vena Jugularis

Murmur

Hepatomegali

3. Perubahan Afterload

Sesak Napas (Dispnea)

Tekanan Darah Naik/Turun

37
Nadi Perifer Teraba Lemah

CRT > 3 detik Pucat/Sianosis

4. Perubahan Kontraktilitas

Ortopnea

Suara Jantung S3 dan S4

Ejection Fraction (EF) Turun

38
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan

1. Penurunan curah jantung  Pompa jantung efektif Perawatan Jantung


berhubungan dengan :  Status sirkulasi adekuat  Kaji tekanan darah, sianosis,status
 Status tanda vital dalam pemafasan dan status mental
 Anomali jantung rentang yang diharapkan  Kaji toleransi aktivitas : mulainya
 Toksisitas obat nafas pendek, nyeri, palpitasi, atau
 Disfungsi konduksi listrik Setelah dilakukan Asuhan pusing
 Hipovolemia keperawatan selama ...X 24 jam.:  Monitor denyut jantung, irama dan
 Peningkatan beban kerja nadi Monitor efektifitas pemberian
ventrikel  Gambaran ECG normal O2
 Kerusakan ventrikel  Tidak ada edema paru, perifer,  Monitor status mental: gelisah,
 Ischemia ventrikel acites, distensi vena jugularis cemas
 Dapat mentoleransi aktifitas,  Atur posisi tidur sesuai kondisi
Data Subyektif tidak ada kelelahan. klien.
 Mien mengatakan :  Tidak sianosis  Hindari Valsafa Manuver :
 Nyeri dada  Nilai AGD normal (Pa02: 70- mengejan, bersin, menahan bowel,

 Sesak nafas 110 mmHg, PaCO2: 3644 menahan bab/bak

 Kelelahan mmHg, pH art.: 7,36-7,44,  Jelaskan penggunaan, dosis, efek

 Cemas HCO3: 22-26 mmo1/1 ) samping pengobatan kepada klien

 Berdebar-debar BJ urine normal :1,010-,025 mg/1 dan keluarga.


 Urine output normal (30  Berikan informasi meliputi

Oata Obyektif cc/jam) pembatasan aktifitas, perubahan diet

 Dispnea, orthopnea  TTV dalam batas normal; kepada klien dan keluarga.

Disritmia - Nadi: Bayi: 140x /menit  Kolaborasi : medis (untuk

 Perubahan EKG Anak 2th: 120 x /menit pemberian antiaritmia, nitrogliserin,

 Edema : ekstremitas Kutit Anak 4th: 100 x /menit vasodilator, anti koagulan, terapi

dingin / lembab Capilary Anak10-14th:85- 90x/menit cairan & oksigenasi), sosial pastoral,

Refill>3 detik Laki2dewasa:60-70x Imenit ahli gizi.


Premp.dewasa:70-85x /meni  ………………………
 Kekuatan denyut nadi
- TD (RR):
menurun / melemah

39
 Frekuensi denyut jantung Anak >10th: 90/60 mmHg Perawatan sirkulasi
dan respirasi meningkat Umur 1 0-30 th:110/75 mmHg  Monitor tanda kelebihan cairan,
 Sianosis Umur 30-40 th:125,q:',5 mmHg asupan cairan, haluaran urine
 Distensi vena jugularis Umur 40-60 th:140/90  Monitor denyut perifer, pengisian
Enzirn jantung abnormal: nmmHgUmur > 60 the 150190 suhu, dan warna ekstremitas
………………………….. mmHg  Auskultasi bunyi paru untuk
…………………………. mengetahui adanya ronchi basah,
atau bunyi tambahan Monitor tanda
vital
 Monitor TTV tiap . jam.
 Monitor tanda vital saat klien
berbaring, duduk, berdiri, sebelum,
selama, dan sesudah klien aktifitas.
 ……………………..
 …………………….

40
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan

2. Kelebihan volume cairan  Pengendalian cairan tubuh Manajemen Cairan


berhubungan dengan : yang berlebih terkontrol  Monitor TTV & hemodinamik tiap
 Asupan cairan yang  Keseimbangan cairan  jam
berlebihan hiperglikemia adekuat  Monitor intake & output yang
 Asupan Natrium yang  Keseimbangan elektrolit dan akurat dalam 24 jam
berlebihan asam basa adekuat  Observasi adanya odem, efusi
 Disfungsi ginjal, gagal  Fungsi ginjai efektif pleura, asites, peningkatan BB,
jantung sesak nafas, dispnoe, orthopnoe
Setelah dilakukan asuhan  Pantau hasil lab yang yang relevan
 Data subyektif klien keperawatan ......x 24 jam. terhadap retensi cairan : perubahan
mengatakan : Mengeluh elektrolit, peningkatan BJ urine,
sesak nafas, sakit bila  Tidak ada odema , peningkatan BUN, penurunan Hct
menarik nafas peningkatan BB ,efusi pleura ,  Ajarkan pada klien dan keluarga
 Mengeluh haus dan asites. tentang pembatasan intake cairan
 Intake lebih banyak dari  Intake dan out put seimbang  Kolaborasi untuk konseling nutrisi.
pada output  Sesak nafas, dispnea,  Kolaborasi pemberian 02, cairan,
 Peningkatan BB yang cepat orthopnea teratasi/berkurang terapi diuretik, EKG, pemeriksaan
 Terbebas dari distensi vena Lab. yang spesifik, dan tindakan
Data Obyektif jugularis. HD/Peritonial dialisis sesuai
 Perubahan TD:........mm Hg  Output jantung dan vital indikasi.
 Oedem sign dalam batas normal.
 Oliguria, Azotemia  Terbebas dari kelelahan Monitoring Cairan
 Perubahan status mental : kecemasan, kebingungan.  Kaji edema ekstremitas , gangguan
Gelisah, cemas  Hasil pemeriksaan Lab.kearah sirkulasi, dan integritas kulit
 Perubahan pola respirasi: perbaikan :  Monitor kenaikan BB, lingkar perut
Dyspnea, nafas dangkal ………………………..  Monitor indikasi kelebihan / retensi
 Orthopnea  ……………………….. cairan: ronchi, peningkatan CVP,
 Suara abnormal : Rales, oedem, distensi JVP, dan asites.
Crakles  Monitor TD orthostatik, dan
 Effusi pleura  perubahan irama jantung.
 Distensi vena jugularis  Kolaborasi untuk pemasangan DC

41
 Penurunan  Ajarkan klien dan keluarga untuk
Hb............Hct:....... memperhatikan penyebab, cara
 Elektrolite:........... mengatasi edema , pembatasan diit
 ……………………. dosis dan efek samping pemberian
 ……………………. obat.

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan

3. Gangguan pertukaran gas  Status respirasi : Pertukaran Manajemen Jalan Nafas


berhubungan dengan : gas adekuat  Kaji bunyi paru, frekuensi,
 Ketidak seimbangan  Status respirasi : Ventilasi kedalaman, nafas, dan produksi
perfusi ventilasi : efektif sputum.
bronkospasme / PPOM ,  Keseimbangan elektrolit dan  Identifikasi kebutuhan insersi jalan
bronkiektasis, empisema, asam basa nafas dan siapkan klien untuk
asthma tindakan ventilasisesuai indikasi
 Perubahan membran Setelah dilakukan asuhan  Monitor vital sign tiap ...jam, adanya
kapiler alveoli : atelektase, keperawatan selama x 24 jam : sianosis dan efektifitas pemberian
kolaps jalan nafas, edem oksigen yang dilembabkan.
paru, effusi pleura, sekresi  Menunjukkan pertukaran gas  Jelaskan penggunaan slat bantu yang
berlebihan / perdarahan efektif klien : oksigen, mesin penghisap, dan
aktif - pH: 7.35 7A5 bantu nafas
Data Subyektif Klien - PaCO2 : 35- 45 %  Ajarkan tehnik nafas dalam, batuk
mengatakan : - Pa02 : 85 - 100 % efektif
 Sakit kepala - BE : + 2 s/d- 2 meq/L  Lakukan tindakan untuk mengurangi
 Gangguan penglihatan / - SaO2 : 96-97 % konsumsi.oksigen : kendalikan
visual : pandangan kabur demam, nyeri, ansielas, dan
 Kelelahan  Tidak ada dyspnea dan tingkatkan periode istirahat yang
 Sesak nafas sianosis, mampu bernafas adekuat
 Merasa kebingungan dengan mudah  Kolaborasi dgn Tim medis :
 Menunjukkan ventilasi pemberian O2obat bronkhodilator,

42
Data Obvektif adekuat, ekspansi dinding terapi nebulizer inhaler, insersi jalan
 Dispnea dada simetris, suara bersih, nafas
 Takikardi tidak ada : penggunaan otot-  ………………………..
 Sianosis. otot nafas tambahan, retraksi

 Gelisah dinding dada, nafas cuping Manajemen Elektrolit & Asam-basa

 Hipoksia(penurunan P02) hidung, dyspnea, taktil  Pertahankan kepatenan IV line, dan

 Hiperkarbia(peningkatan fremitus balamt: cairan

PCO2)  TTV dalam batas normal  Monitor status mental, elektrolit, dan

 Irma r frekuensi  Menunjukkan orientasi abnormalitas serum

kedalaman nafas abnormal kognitif baik, dan status  Monitor tanda-tanda gagal nafas.

 Tensi mmHg mental adekuat Hasil AGD abnormal, kelelahan

 RR x /mnt  Menunjukkan  Berikan terapi oksigen sesuai indikasi

 Nadi ...... x/mnt keseimbanganelektrolit dan  Monitorstatusneurologi dan atau


asam basa neuromuskular : tingkat kesadaran
 SpO2 ………………..%
Na : 135-145 meq/L dan adanya kebingungan, parestesia,
 AGO / BGA abnormal
CI : 100-106 meq kejang
K : 3,5 - 5.5 meq/L  Kolaborasi dengan Tim medis untuk
Mg :1,5 2,5 meq / L pemeriksaan AGD, pencegahan d&
Ca : 8,5- 10,5 meq /L penanganan asidosis dan alkalosis:
BUN : 10-20 mg/dl Respiratorik & Metabolik

 ……………… Hemodynamic regulation
 Monitor status hemodinamik: saturasi
oksigen, nadi perifer, capillary refill,
suhu dan warna ekstremitas, edema,
distensi JVP
 Kolaborasi dgn Tim Medis untuk
obat vasodilator dan atau
vasokonstriktor

43
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan

4. Nyeri bernubungan dengan :  Perilaku pengendalian nyeri Manajemen nyeri


penyebab cedera efektif  Kaji tingkat nyeri yang
Biologis:  Tingkat Nyeri terkontrol komprehensif : lokasi, durasi,
 Infeksi, inflarnasi  Tingkat kenyamanan terpenuhi karakteristik, frekuensi. intensitas,
 Gigitan binatang factor pencetus sesuai dengan usia
Fisik Setelah dilakukan asuban dan tingkat perkembangan
 Trauma ………… keperawatan x 24 jam :  Monitor skala nyeri dan observasi
 Cedera ……….  Melaporkan gejala nyeri tanda non verbal dari
 Luka bakar / paparan terkontrol ketidaknyamanan
panas  Melaporkan kenyamanan fisik  Gunakan tindakan pengendalian
 Operasi dan psikologis nyeri sebelum menjadi berat

 Kontraksi uterus yang  Mengenali faktor yang  Kelola nyeri pasca operasi dengan
kuat menyebabkan nyeri pemberian analgesik tiap 4 jam, dan
Psikologis  Melaporkan nyeri terkontrol monitor keefektifan tindakan

 Takut (skala nyeri: <4) mengontrol nyeri

 Cemas  Tidak menunjukkan respon non  Kontrol faktor lingkungan yaag

Kimia verbaladanya nyeri mempengaruhi respon klien

 Terpapar bahan kimia  Menggunakan terapi analgetik terhadap ketidaknyamanan : suhu

dan non analgetik ruangan, cahaya, kegaduhan.

Data Subyektif  Tanda vital dalatn rentang yang  Ajarkan tehnik non

Klien mengungkapkan : diharapkan farmakologiskepada klien dan

 Nyeri secara verbal / Nadi : keluarga : relaksasi, distraksi, terapi

nonverbal Umur 4th: 100xmenit musik, terapi bermain,terapi

Umur 10-14th:85-90x/mnt. aktivitas, akupresur, kompres panas/

Data Obyektif Laki-laki dewasa :60-70x/mnt dingin, masase. Imajinas

 Perubahan respon otonom: Prempuan dewasa:70-85x/mnt terbimbing(guidedimagery),hipnosis

dianoresis, perubahan TD: (hipnoterapy) dan pengaturan

TD: …., RR:……,Nadi…. Umur> 10th: 90/60 mmHg posisi.

 Tingkah laku ekspresif : Umur 10-30 th:110/75 mmHg  Informasikan kepada klien tentang

gelisah, merintih, Umur 30-40 th: 125/85 mmHg prosedur yang dapat meningkatkan

44
menangis, nafas panjang Umur 40-60 th: 140/90 mmHg nyeri : misal klien cemas, kurang
 Tingkah laku berhati hati: Umur > 60 th : 150/90 mmHg tidur, posisi tidak rileks.
gerakan  Ajarkan pada klien dan keluarga
melindungi,posisimengura RR : tentang penggunaan analgetik dan
ngi nyeri Anak : 22 x / menit efek sampingnya
 P-Penyebab …………. Dewasa: 16-20x/menit  Kolaborasi medis untuk pemberian
 Q- Type nyeri……….. analgetik, fisioterapis/ akupungturis.
 R-Regio: …………….
 S –Skala……………..
 T- Time………………

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan

5. Intoleransi aktivitas  Toleransi daya tahan Adekuat Managemen Energi


berhubungan dengan :  Penghematan energi efektif  Tentukan penyebab keletihan: :nyeri,
 Tirah baring atau imobilisasi  Perawatan diri optimal aktifitas, perawatan , pengobatan
 Kelemahan umum  Kaji respon emosi, sosial dan
 Ketidakseimbangan antara Setelah dilakukan Asuhan spiritual terhadap aktifitas.
kebutuhan & suplay 02 keperawatan selama ….x 24jam  Evaluasi motivasi dan keinginan
 Gaya hidup yang monoton  Klien mampu klien untuk meningkatkan aktifitas.
 Nyeri kronis mengidentifikasi aktifitas dan  Monitor respon kardiorespirasi
situasi yang menimbulkan terhadap aktifitas takikardi,
Data Subyektif kecemasan yang disritmia, dispnea, diaforesis, pucat.
 Klien mengatakan : Merasa berkonstribusi pada  Monitor asupan nutrisi untuk
kelelahan & lemah intoleransi aktifitas. memastikan ke adekuatan sumber
 Penurunan aktifitas  Klien mampu berpartisipasi energi.
 Tidak nyaman yang sangat dalam aktifitas fisik tanpa  Monitor respon terhadap pemberian
 ………………… disertai peningkatan TD, N, oksigen : nadi, irarna jantung,
RR dan perubahan ECG frekuensi Respirasi terhadap aktifitas

45
Data Obyektif  Klien mengungkapkan secara perawatan diri.
 Nadi dan tekanan darah verbal, pemahaman tentang  Letakkan benda-benda yang sering
tidak normal: kebutuhan oksigen, digunakaa pada tempat yang mudah
………………….. pengobatan dan atau alat yang dijangkau
 Perubahan EKG dapat meningkatkan toleransi  Kelola energi pada klien dengan
menunjuklcan iskemia & terhadap aktifitas. pemenuhan kebutuhan makanan,
disritmia  Klien mampu berpartisipasi cairan, kenyamanan / digendong
 Dispnoe dalam perawatan did tanpa untuk mencegah tangisan yang
 ID RR: ......x/mnt bantuan atau dengan bantuan menurunkan energi.
 ………………… minimal tanpa menunjukkan  Kaji pola istirahat klien dan adanya
kelelahan faktor menyebabkan kelelahan.
 ……………………
Terapi Aktivitas
 Bantu klien melakukan ambulasi
yang dapat ditoleransi.
 Rencanakan jadwal antara aktifitas
dan istirahat.
 Bantu dengan aktifitas fisik teratur :
misal: ambulasi, berubah posisi,
perawatan personalsesuai kebutuhan.
 Minimalkan anxietas dan stress. dan
berikali istirahat yang adekuat
 Kolaborasi dengan medis untuk
pemberian terapi, sesuai indikasi

46
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan

6. Kerusakan Integritas kulit  Respon Alergh lokal Pencegahan Alergi terhadap


berhubungan dengan : terkontrol Latek
Eksternal  Integritas kulit dan  ldentifikasi respon allergi /
 Hipo/Hiperthermia membrane mukosa utuh Steven Johnson
 Imobillisasi fisik  Regenerasi luka primer dan  ……………………………..
 Faktor mekanik (alat yang sekunder sesuai rentang
dapat menyebabkan luka, waktu yang diharapkan Perawatan Luka
penekanan, restrain)  Identifikasi derajad luka
 Kelembaban kulit Setelah dilakukan asuhan  Jelaskan pada klien dan keluarga
 Umur Ekstrem : lansia keperawatan selama ...x 24 jam bahaya pemakaian alat yang
 Medikasi: alergi, steven  Integritas kulit dan membran dapat meningkatkan kerusakan
johnson mukosa balk : kulit utuh, integritas kulit :bantal pemanas
dapat berfungsi dengan baik.  Berikan cairan dan nutrisi yang
Internal  Regenerasi sel dan jaringan adekuat sesuai kondisi
 Perubahan kondisi metabolic membaik  Lakukan perawatan luka sesuai
(DM, ....)  Hipersensitif respon immune kondisi, dan kolaborasi untuk
 Penonjolan tulang Defisit terkendali pemberian terapi dan nutrisi yang
immunologi  Akes hemodialisa adekuat
 Perubahan status nutrisitas (pemasangan AV Shunt)
(obesitas, kurus) berfungsi baik : tidak ada Pengelolaan Tekanan pada kulit

 Perubahan turgor. perdarahan, tidak terjadi  Pasang kasur dekubitus / bantal

 Perubahan status cairan : infeksi angina cincin tumit bila


oedema  Klien menunjukkan diperlukan

 ……………. pemahaman dalam proses  Mobilisasi / ubah posisi tidur


perbaikan kulit dan klien tiap 2 jam sesuai jadwal
penyembuhan luka.  Ajarkan cars mobilisasi klien
 Jaga kebersihan kulit dan alat
tenon klien agar tetap bersih,
kering dan terhindar dari lipatan
/kerutan

47
DAFTAR PUSTAKA
DEPKES, 2014. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
PERKI, 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut, Jakarta: Centra Communications.
SIKI, D. & P. (2016)Standar ntervensi Keperawatan Indonesia : definisi dan indicator dignostik (Edisi
1) . Jakarta.
SDKI, D. & P. (2016)Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan indicator dignostik (Edisi
1) . Jakarta.
DEPKES, 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.

Binfar. Depkes. Go. Id. Pharmaceutical care untuk pasien penyakit jantung koroner. DBKDANA
KESEHATAN, Jakarta 2019

48

Anda mungkin juga menyukai