Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11) E-ISSN: 2460-6319
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan kompetensi kognitif yang perlu
dikuasai oleh guru dalam materi apresiasi sastra anak dalam pembelajaran
bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data
diperoleh berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur. Data dianalisis
menggunakan pendekatan analisis dengan menggunakan analisis kualitatif.
Subjek penelitian ini berjumlah dua belas orang, terdiri atas enam orang guru
inti SD dan enam orang dosen PGSD UNP. Target dari penelitian ini adalah
menghasilkan kerangka kompetensi kognitif yang perlu dikuasai guru dalam
materi apresiasi sastra anak dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah
Dasar.
Kata-kata kunci: kompetensi kognitif, apresiasi sastra, sekolah dasar
Abstract
This article aims to describe the cognitive competencies that need to be
controlled by the teacher in the material appreciation of children's literature in
learning Indonesian. This study used a qualitative approach. Data obtained on
the basis of semi -structured interviews. Data were analyzed using analysis
approach using qualitative analysis. This research subject twelve people,
consisting of six core elementary school teachers and six lecturers PGSD UNP.
The target of this research is to produce a framework of cognitive
competencies that need to be mastered in a matter of appreciation of teachers
of children's literature in Indonesian language learning in primary school.
karena pembelajaran sastra yang dilakukan mengajar sastra dan bagaimana cara
baru pada tahap pengembangan ranah mengapresiasinya. Rendahnya penampilan
kognitif dan sedikit ranah psikomotor, mengajar guru dalam menyelenggarakan
sedangkan ranah afektifnya belum pendidikan juga disebabkan oleh
dikembangkan secara optimal. rendahnya kualitas guru dalam hal
Pembelajaran apresiasi sastra harus penguasaan materi ajar dan keterampilan
mengembangkan tiga kompetensi mengajar. Unesco melaporkan tingkat
sekaligus, yaitu kompetensi kognitif, penguasaan bahan ajar dan keterampilan
afektif, dan psikomotor. Kekurangan dan dalam menggunakan metode mengajar
ketertinggalan pembelajaran sastra di yang inovatif masih kurang, umumnya
sekolah terlihat pada hasil penelitian yang guru menggunakan metode ceramah. Hasil
dilakukan oleh Taufiq Ismail terhadap uji coba tes kompetensi, rata-rata skor
pengajaran sastra dan mengarang, yang untuk semua bidang studi di bawah 50%.
melakukan perbandingan di 13 negara Untuk guru bahasa Indonesia 54%
yang menunjukkan bahwa pengajaran (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003).
sastra dan mengarang di negara Indonesia Berdasarkan permasalahan tersebut,
sampai saat ini masih jauh tertinggal dari penulis memandang kreativitas guru dalam
negara-negara lain (Ismail, 2000). Untuk pembelajaran sastra perlu ditingkatkan
itu, perlu adanya usaha untuk karena dengan adanya guru sastra yang
mereaktualisasikan pembelajaran sastra di kreatif diharapkan pembelajaran sastra
sekolah yang selama ini dianggap belum yang terjadi benar-benar disenangi oleh
mencapai sasaran secara optimal. para siswa. Dengan guru yang kreatif,
Permasalahan lainnya dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor
pembelajaran sastra di sekolah dasar juga akan dikembangkan secara
terletak pada guru. Hal ini tergambar proporsional, karena pembelajaran sastra
dengan jelas berdasarkan beberapa yang mengembangkan ketiga ranah
penemuan dan pendapat, seperti Alwasilah tersebut memiliki peran dan fungsi yang
(1994; 1999), Wei (1999), dan Mansour cukup penting dalam mengembangkan
(1999). Menurut Alwasilah (1994), kepribadian siswa. Oleh karena itu,
pengetahuan guru tentang sastra sangat pengembangan kompetensi guru dalam
rendah; sastra diajarkan oleh guru-guru pembelajaran apresiasi sastra anak perlu
yang tidak profesional, guru tidak ditingkatkan agar tujuan pembelajaran
memahami cara mengajar sastra dengan apresiasi sastra dapat tercapai.
baik (Wei,1999); guru dan strategi Berdasarkan permasalahan itu, penulis
mengajar mereka penyebab rendahnya ingin menjelaskan kompetensi kognitif
kualitas pengajaran sastra (Mansour,1999). yang perlu dikuasai guru dalam
Namun, pendapat Alwasilah bahwa sastra pembelajaran apresiasi sastra di SD.
diajarkan oleh guru-guru yang tidak
profesional, bertentangan dengan Metode
penemuan Rudy (2005). Menurut Rudy Penelitian ini menggunakan
(2005), sastra mampu diajar oleh semua pendekatan kualitatif. Data diperoleh
guru bahasa karena komponen terpenting melalui wawancara dengan responden.
dalam apresiasi sastra adalah strategi Masalah-masalah yang dikemukakan pada
mengajar dan mengapresiasinya. Dengan responden dilakukan dengan wawancara
demikian, kesepakatan awal tentang guru semi terstruktur. Wawancara melibatkan
yang menjadi masalah utama, bukan karya 12 orang responden, yang terdiri dari enam
sastra, karena guru tidak mengetahui cara orang guru inti dan enam orang dosen.
sastra merupakan ekpresi jiwa dan batin dipahami sebagai seseorang yang
penciptanya. Oleh karena itu diperlukan dipaparkan dalam teks cerita naratif yang
seperangkat teori keilmuan yang mengkaji, oleh pembaca ditafsirkan mempunyai
membahas, memperkatakan, dan kualitas moral dan kecenderungan tertentu
menjelaskan perihal apa, mengapa, dan sebagaimana yang dinyatakan melalui
bagaimana karya sastra itu. kata-kata dan ditunjukkan dalam tindakan.
Jika diamati cuplikan hasil Dalam kaitannya dengan sebuah teks
wawancara, teori yang digunakan oleh cerita, alur berhubungan dengan pelbagai
guru dalam pembelajaran apresiasi sastra hal seperti peristiwa, konflik yang berlaku,
adalah teori struktural. Teori ini melihat dan ahkirnya mencapai klimaks, serta
sastra sebagai suatu subjek yang otonom. bagaimana kisah yang diselesaikan. Alur
Sastra sebagai karya otonom terdiri dari berkaitan dengan masalah bagaimana
dua unsur penting. Kedua unsur itu adalah peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu yang
unsur-unsur yang membangunnya dari luar digerakkan sehingga menjadi sebuah
dan dari dalam. Unsur itulah yang disebut rangkaian cerita yang padu dan menarik.
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Hal Alur merupakan aspek utama yang perlu
itu tertera di dalam dokumen kurikulum dipertimbangkan, kerana aspek inilah yang
sekolah 1975, 1984, 1987, kurikulum menentukan menarik tidaknya cerita dan
1994, 2006 dan kurikulum 2013. Jadi, mengajak anak untuk secara total untuk
pada dasarnya teori strukturallah yang mengikuti cerita.
mewarnai teori sastra yang digunakan Tema sebuah karya sastra harus
untuk pembelajaran di sekolah. diawali dengan menjelaskan tentang tokoh
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur dan perwatakannya serta keadaan dan jalan
yang membangun karya sastra itu cerita yang ada, sehingga tema boleh
sendiri.Unsur-unsur intrinsik tersebut dikatakan sebagai gagasan pusat yang
adalah unsur-unsur yang (secara langsung) menjadi asas cerita. Nurgiyantoro
turut serta membangun cerita,yaitu (2009:80) menyatakan bahwa tema dalam
meliputi tokoh. plot, penokohan, tema, sebuah cerita dapat dipahami sebagai
latar, sudut pandang penceritaan, bahasa sebuah maknayang mengikat keseluruhan
atau gaya bahasa, dan sebagainya isi cerita, sehingga cerita hadir sebagai
(Nurgiyantoro, 2009).Tokoh cerita satu kesatuan yang padu. Selanjutnya
merupakan pemain, pelaku, pelakon atau Lukens (2003:129) menyatakan bahawa
orang yang berada atau yang mempunyai tema juga boleh dipahami sebagai sebuah
peranan dalam cerita tersebut. Dalam gagasan utama atau sebagai makna utama
cerita fiksi, tokoh cerita tidak harus dari sebuah tulisan. Jadi dalam hal ini tema
berwujud manusia, seperti anak-anak atau merupakan asas pengembangan sebuah
orang dewasa lengkap dengan nama dan cerita. Tema sebuah cerita fiksi merupakan
wataknya, melainkan juga dapat berupa sebuah gagasan utama atau makna utama
binatangatau suatu objek yang lain yang cerita.
biasanya merupakan bentuk personifikasi Latar atau setting adalah tempat
manusia. terjadinya peristiwa, kapan terjadinya
Oleh karena itu, tokoh cerita dapat peristiwa, dan latar belakang kehidupan
dipahami sebagai kumpulan kualitas sosial-budaya masyarakat tempatpara
mental, emosional, dan sosial yang tokoh berinteraksi dengan sesamanya.
membedakan seseorang dengan orang lain Bentuknya dapat bermacam-macam,
(Lukens, 2003). Nurgiyantoro (2009) contohnya, nama kampung, nama kota,
mengemukakan bahwa tokoh cerita dapat nama daerah dan nama negara; yang dapat
diamati dengan pancaindera kita, seperti sebuah cara, strategi atau siasat yang
suasana pasar malam. Biasanya latar ini secara sengaja dipilih pengarang untuk
muncul pada semua bahagian cerita atau menyampaikan cerita dan
penggalan cerita.Menurut Lukens (2003), gagasannya.Pemilihan sudut pandang
dalam fiksi dewasa latar boleh berlaku di dalam cerita fiksi akan menjejaskan
mana saja termasuk dalam benak tokoh, kebebasan dan keobjektifan dalam
sehingga tidak terlalu banyak memerlukan bercerita
maklumat tentang tokoh. Namun, tidak Adapun unsur-unsur intrinsik yang
demikian halnya dalam cerita fiksi anak. membangun puisi kanak-kanak adalah
Dalam cerita fiksi anak hampir semua tema, amanat, tipografi, bunyi, citraan,
peristiwa yang dikisahkan kejelasan irama, dan gaya bahasa.Lukens (2003)
tempat dan waktu kejadian, oleh karena itu menjelaskan bahwa isi puisi adalah emosi
memerlukan keterangan latar secara lebih dan mempunyai sumbangan yang
detil.Kejelasan cerita tentang latar dalam signifikan bagi kehidupan. Dorongan
banyak hal akan membantu anak untuk menulis puisi biasanya muncul
memahami alur cerita. karena penulis mempunyai pengalaman
Bahasa yang dipergunakan dalam emosional yang kuat. Pada kegiatan
teks sastra merupakan bagian sebuah style, menulis puisi anak, kehadirannya
yaitustylepenulisnya. Style merupakan didahului oleh adanya pengalaman
sebuah cara mengungkapkan dalam emosional yang menuntut untuk
bahasa, cara bagaimana seseorang diungkapkan.
mengungkapkan sesuatu yang akan Jika penulis puisi itu anak-anak,
diungkapkan atau bagaimana seorang kandungan isi puisi yang dihasilkan juga
pengarang mengungkapkan sesuatu tidak jauh dari anak, pengalaman anak, dan
sebagai ekspresi apa yang mau dikatakan. bagaimana cara anak memandang hal-hal
Menurut Lukens (2003),style pada yang menurut orang dewasa tergolong
hakikatnya adalah cara pengekspresian sederhana. Menurut Mitchell (2003), tema-
jatidiri seseorang, karena tiap orang akan tema yang banyak ditemui pada puisi anak
mempunyai cara-cara tersendiri yang antara lain adalah masalah keluarga,
berbeda dengan orang lain.Style yang persahabatan, dan lain-lain. Kandungan
indah adalah style yang mampu dalam puisi anak, antara lain berkaitan
membawakan cerita dengan sangat dengan dengan hal-hal yang ada di sekitar
mengena sehingga mampu mempengaruhi anak. Misalnya orang tua, guru, teman
pembaca dan menjadi sesuatu yang amat sepermainan, binatang kesukaan,
mengesankan. Itulah sebabnya Mitchell persekitaran alam, dan lain-lain.
(2003) mendefinisikan style sebagai Amanat merupakan salah satu unsur
sesuatu yang amat mengesankan. yang membangun puisi anak-anak.
Sudut pandang dapat dipahami Amanat dalam puisi adalah nasihat yang
sebagai cara sebuah cerita dikisahkan. disampaikan oleh pengarang kepada
Menurut Nurgiyantoro (2009), sudut pembaca atau pendengar. Oleh karena itu,
pandang merupakan suatu cara atau amanat hanya boleh dirumuskan oleh
pandangan yang dipergunakan pengarang pembaca atau para pecinta, sehingga
sebagai satu cara untuk memaparkan terjadi perbedaan pendapat antara satu
tokoh, tindakan, latar, dan berbagai tokoh dengan tokoh lain. Perbedaan ini
peristiwa yang membentuk cerita dalam disebabkan karena latar belankang tokoh,
sebuah teks fiksi kepada pembaca. Jadi, baik dari sisi pengetahuan, latar agama,
sudut pandang pada hakikatnya adalah latar budaya, dan sebagainya.