Anda di halaman 1dari 11

JURNAL GRAMATIKA ISSN: 2442-8485

Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11) E-ISSN: 2460-6319

KOMPETENSI KOGNITIF PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA


DI SEKOLAH DASAR

Elfia Sukma binti Bachtiar dan Ahmad Johari Sihes


Fakulti Pendidikan, Universiti Teknologi Malaysia,
Skudai-Johor, Malaysia
Email: elfiasukma105@gmail.com

Submitted :05-05-2016, Reviewed:30-05-2016, Accepted:31-10-2016


http://dx.doi.org/10.22202/JG.2016.v2i1.1395

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan kompetensi kognitif yang perlu
dikuasai oleh guru dalam materi apresiasi sastra anak dalam pembelajaran
bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data
diperoleh berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur. Data dianalisis
menggunakan pendekatan analisis dengan menggunakan analisis kualitatif.
Subjek penelitian ini berjumlah dua belas orang, terdiri atas enam orang guru
inti SD dan enam orang dosen PGSD UNP. Target dari penelitian ini adalah
menghasilkan kerangka kompetensi kognitif yang perlu dikuasai guru dalam
materi apresiasi sastra anak dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah
Dasar.
Kata-kata kunci: kompetensi kognitif, apresiasi sastra, sekolah dasar

Abstract
This article aims to describe the cognitive competencies that need to be
controlled by the teacher in the material appreciation of children's literature in
learning Indonesian. This study used a qualitative approach. Data obtained on
the basis of semi -structured interviews. Data were analyzed using analysis
approach using qualitative analysis. This research subject twelve people,
consisting of six core elementary school teachers and six lecturers PGSD UNP.
The target of this research is to produce a framework of cognitive
competencies that need to be mastered in a matter of appreciation of teachers
of children's literature in Indonesian language learning in primary school.

Keywords: cognitive competencies, literary apreciation, primary school

1 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat


ISSN: 2442-8485
JURNAL GRAMATIKA E-ISSN: 2460-6319
Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11)

Pendahuluan karya sastra. Kalau pembelajaran sastra


Pembelajaran sastra anak merupakan sudah dilakukan sesuai dengan pedoman
bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia yang ada dalam kurikulum, diharapkan
di sekolah dasar. Pembelajaran sastra anak keluhan-keluhan tentang kurang
bertujuan mendorong tumbuhnya sikap berhasilnya pembelajaran sastra di sekolah
apresiatif terhadap karya sastra yaitu sikap dapat berkurang.
menghargai dan mencintai karya sastra. Kinayati (2006) dalam kajiannya
Huck, Hepler, dan Hickman (1987) menyatakan bahwa karya sastra
berpendapat bahwa pembelajaran sastra di mempunyai kaitan dengan masalah-
sekolah dasar harus memberikan masalah pendidikan dan pembelajaran.
pengalaman kepada siswa yang Oleh sebab itu, sangat keliru bila dunia
berkontribusi pada: (1) pencarian pendidikan selalu menganggap bidang
kesenangan pada buku (discovering delight eksakta lebih utama, lebih penting
in books), (2) menginterpretasi bacaan dibandingkan dengan ilmu sosial atau
sastra (interpreting literature), (3) ilmu-ilmu kemanusiaan. Masyarakat
mengembangkan kesadaran bersastra memandang karya sastra hanyalah
(literary awareness), dan (4) khayalan pengarang yang penuh
mengembangkan kesadaran bersastra kebohongan sehingga timbul klasifikasi
(developing apreciation). Untuk itu, siswa dan diskriminasi. Padahal karya sastra
harus diakrabkan dengan beragam bentuk mempunyai pesona tersendiri bila kita mau
sastra anak dan diberi kesempatan membacanya. Karya sastra dapat
memahami, menikmati, dan merespons membukakan mata pembaca untuk
bacaan sastra anak yang telah mereka baca mengetahui realitas sosial, politik dan
dengan cara menarik minat mereka. budaya dalam rangka pembinaan moral
Menurut Rusyana (2002) tiga dan estetika. Dari dulu sampai sekarang
kompetensi utama dalam pembelajaran pesona karya sastra tidak pernah pudar.
sastra di sekolah, yaitu (1) kemampuan Dalam kenyataan, karya sastra boleh
mengapresiasi sastra yang dapat dilakukan dipakai untuk mengembangkan wawasan
melalui kegiatan mendengarkan hasil berpikir bangsa. Karya sastra dapat
sastra, menonton hasil sastra, dan memberikan pencerahan pada masyarakat
membaca hasil sastra berupa puisi, cerita modern.
pendek, novel, dan drama; (2) kemampuan Kecerdasan manusia dapat
berekspresi sastra dilakukan melalui diperhatikan melalui tiga ranah, yaitu
kegiatan melisankan hasil sastra, dan ranah kognitif, psikomotor, dan afektif.
menulis karya cipta sastra berupa puisi, Pengembangan ranah kognitif dapat
cerita pendek, novel, dan drama; dan (3) meningkatkan kemampuan berpikir.
kemampuan menelaah hasil sastra yang Secara empiris, kemampuan berpikir guru
dapat dilakukan melalui kegiatan menilai belum dikembangkan secara optimal.
hasil sastra, meresensi hasil sastra, dan Pengembangan kemampuan kognitif baru
menganalisis hasil sastra. Pembelajaran dikembangkan sampai pada tingkat
sastra ditujukan untuk meningkatkan analisis, sedangkan kemampuan menilai
kemampuan siswa dalam menikmati, belum dikembangkan. Hal ini dapat dilihat
menghayati, dan memahami karya sastra dari nilai rata-rata hasil Uji Kompetensi
serta mengambil hikmat atas nilai-nilai Guru (UKG) secara nasional sebesar 42,7
luhur yang terselubung di dalamnya. (Kementerian Pendidikan Nasional, 2012).
Pengetahuan tentang sastra hanyalah Kekurangoptimalan pembelajaran
sebagai penunjang dalam mengapresiasi sastra anak di sekolah dasar, antara lain

2 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat


ISSN: 2442-8485
JURNAL GRAMATIKA E-ISSN: 2460-6319
Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11)

karena pembelajaran sastra yang dilakukan mengajar sastra dan bagaimana cara
baru pada tahap pengembangan ranah mengapresiasinya. Rendahnya penampilan
kognitif dan sedikit ranah psikomotor, mengajar guru dalam menyelenggarakan
sedangkan ranah afektifnya belum pendidikan juga disebabkan oleh
dikembangkan secara optimal. rendahnya kualitas guru dalam hal
Pembelajaran apresiasi sastra harus penguasaan materi ajar dan keterampilan
mengembangkan tiga kompetensi mengajar. Unesco melaporkan tingkat
sekaligus, yaitu kompetensi kognitif, penguasaan bahan ajar dan keterampilan
afektif, dan psikomotor. Kekurangan dan dalam menggunakan metode mengajar
ketertinggalan pembelajaran sastra di yang inovatif masih kurang, umumnya
sekolah terlihat pada hasil penelitian yang guru menggunakan metode ceramah. Hasil
dilakukan oleh Taufiq Ismail terhadap uji coba tes kompetensi, rata-rata skor
pengajaran sastra dan mengarang, yang untuk semua bidang studi di bawah 50%.
melakukan perbandingan di 13 negara Untuk guru bahasa Indonesia 54%
yang menunjukkan bahwa pengajaran (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003).
sastra dan mengarang di negara Indonesia Berdasarkan permasalahan tersebut,
sampai saat ini masih jauh tertinggal dari penulis memandang kreativitas guru dalam
negara-negara lain (Ismail, 2000). Untuk pembelajaran sastra perlu ditingkatkan
itu, perlu adanya usaha untuk karena dengan adanya guru sastra yang
mereaktualisasikan pembelajaran sastra di kreatif diharapkan pembelajaran sastra
sekolah yang selama ini dianggap belum yang terjadi benar-benar disenangi oleh
mencapai sasaran secara optimal. para siswa. Dengan guru yang kreatif,
Permasalahan lainnya dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor
pembelajaran sastra di sekolah dasar juga akan dikembangkan secara
terletak pada guru. Hal ini tergambar proporsional, karena pembelajaran sastra
dengan jelas berdasarkan beberapa yang mengembangkan ketiga ranah
penemuan dan pendapat, seperti Alwasilah tersebut memiliki peran dan fungsi yang
(1994; 1999), Wei (1999), dan Mansour cukup penting dalam mengembangkan
(1999). Menurut Alwasilah (1994), kepribadian siswa. Oleh karena itu,
pengetahuan guru tentang sastra sangat pengembangan kompetensi guru dalam
rendah; sastra diajarkan oleh guru-guru pembelajaran apresiasi sastra anak perlu
yang tidak profesional, guru tidak ditingkatkan agar tujuan pembelajaran
memahami cara mengajar sastra dengan apresiasi sastra dapat tercapai.
baik (Wei,1999); guru dan strategi Berdasarkan permasalahan itu, penulis
mengajar mereka penyebab rendahnya ingin menjelaskan kompetensi kognitif
kualitas pengajaran sastra (Mansour,1999). yang perlu dikuasai guru dalam
Namun, pendapat Alwasilah bahwa sastra pembelajaran apresiasi sastra di SD.
diajarkan oleh guru-guru yang tidak
profesional, bertentangan dengan Metode
penemuan Rudy (2005). Menurut Rudy Penelitian ini menggunakan
(2005), sastra mampu diajar oleh semua pendekatan kualitatif. Data diperoleh
guru bahasa karena komponen terpenting melalui wawancara dengan responden.
dalam apresiasi sastra adalah strategi Masalah-masalah yang dikemukakan pada
mengajar dan mengapresiasinya. Dengan responden dilakukan dengan wawancara
demikian, kesepakatan awal tentang guru semi terstruktur. Wawancara melibatkan
yang menjadi masalah utama, bukan karya 12 orang responden, yang terdiri dari enam
sastra, karena guru tidak mengetahui cara orang guru inti dan enam orang dosen.

3 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat


ISSN: 2442-8485
JURNAL GRAMATIKA E-ISSN: 2460-6319
Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11)

Untuk memudahkan penyajian data, menguasai unsur-unsur intrinsik untuk


keenam guru inti tersebut diberi inisial A1, mengapresiasi karya sastra seperti cerita,
A2, A3, A4, A5, dan A6. Begitu juga puisi, dan pantun. Pengetahuan tentang
dengan enam orang dosen tersebut diberi unsur intrinsik juga diperlukan untuk
inisial B1, B2, B3, B4, B5, dan B6. memparafrse seperti yang dinyatakan oleh
Dalam penelitian kualitatif, peneliti responden A6.
merupakan instrumen utama dalam Responden B1 dan B4 menyatakan
pengumpulan data dan membuat analisis. bahwa mahasiswa perlu mengetahui teori
Wawancara dilakukan dengan panduan tentang sastra yaitu teori tentang puisi dan
garis besar pertanyaan dan alat perekam drama. Selanjutnya ia menyatakan
suara. Hasil rekaman dibuat dalam bentuk walaupun kepada siswa SD tidak diberikan
transkrip. Data yang telah terkumpul teori, tetapi guru perlu menguasainya.
dianalisis dengan menggunakan Pernyataan ini dipertegas oleh responden
pendekatan analisis kualitatif untuk B3 dan B6 bahwa mahasiswa tidak bisa
mengembangkan tema-tema dan kode- mengapresiasi sastra apabila tidak tahu
kode tertentu. teori seperti unsur-unsur intrinsik. Di
samping itu, responden B3 dan B5 bahwa
Pembahasan hakikat tentang sastra seperti pengertian,
Berikut ini dideskripsikan hasil jenis dan tujuan pembelajaran penting
analisis terhadap data yang diperoleh untuk diketahui oleh mahasiswa.
berdasarkan hasil wawancara dengan dua
belas orang orang responden tersebut. Dari Metode Pembelajaran Sastra
ranah kognitif, kompetensi yang perlu Metode pembelajaran adalah suatu
dikuasai guru dalam proses pembelajran cara atau upaya yang dilakukan oleh para
sastra di SD adalah (1) pengetahuan pendidik agar proses belajar-mengajar
tentang teori sastra, (2) metode pada siswa tercapai sesuai dengan tujuan.
pembelajaran sastra, dan (3) penilaian. Metode pembelajaran ini sangat penting di
lakukan agar proses belajar mengajar
Pengetahuan tentang Teori Sastra tersebut nampak menyenangkan dan tidak
Pengetahuan tentang teori sastra membuat para siswa tersebut suntuk, dan
diperlukan oleh mahasiswa dalam juga para siswa tersebut dapat menangkap
pembelajaran apresiasi sastra anak seperti ilmu dari tenaga pendidik dengan mudah.
diungkapkan oleh responden guru (A) dan Seperti yang dinyatakan oleh responden
dosen (B). Untuk mengapresiasi karya A6 bahwa penggunaan metode dan strategi
sastra secara produktif guru memerlukan penting untuk mengajarkan apresiasi
teori seperti yang diungkapkan oleh sastra. Pernyataan ini dperkuat oleh
responden A3 bahwa guru memerlukan responden A6. Apabila guru tidak
materi bagaimana tata cara menulis menggunakan metode dan strategi maka
karangan seperti cara menentukan topik pembelajaran dapat membosankan siswa.
dan kerangka karangan. Responden A5 Namun dalam kenyataannya masih ada
menyatakan bahwa guru perlu guru yang belum mengetahui konsep dan
pengetahuan tentang bagaimana langkah-langkah pembelajaran. Seperti
menggunakan pilihan kata yang tepat yang dinyatakan oleh responden A4 bahwa
dalam menulis puisi, sedangkan untuk guru penting untuk menguasai berbagai
mengapresiasireseptif guru perlu jenis metode pembelajaran dan bagaimana
pengetahuan tentang teori seperti yang langkah-langkah mengajarkannya.
dinyatakan oleh responden A4 guru perlu

4 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat


ISSN: 2442-8485
JURNAL GRAMATIKA E-ISSN: 2460-6319
Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11)

Apabila guru telah menggunakan Penilaian


metode dalam pembelajaran, maka proses Penilaian adalah suatu pemeriksaan
interaksi antara siswa dengan guru, siswa terhadap pelaksanaan suatu program yang
dengan siswa, dan siswa dengan media telah dilakukan dan yang akan digunakan
akan terlaksana. Seperti yang diungkapkan untuk meramalkan, mengambil data, dan
oleh responden A1 bahwa dalam mengendalikan pelaksanaan program
pembelajaran apresiasi sastra guru perlu kedepannya agar jauh lebih baik. Oleh
menciptakan interaksi, misalnya dengan sebab itu, penilaian perlu dkuasi oleh guru
meminta siswa merespons karya sastra. untuk mengetahui tingkat penguasaan
Selanjutnya responden A3 menyatakan siswa terhadap pembelajaran yang telah
bahwa guru perlu menguasai pembelajaran dilaksanakan seperti yang diungkapkan
terpadu dalam pembelajaran yaitu adanya oleh responden A3 guru perlu mengetahui
keterpaduan antara menyimak, berbicara, penilaian yang dilakukan dalam membaca
membaca, dan menulis. puisi dan apa kriteria penilaiannya.
Pentingnya metode dalam Pernyataan ini diperkuat oleh responden
pembelajaran apresiasi sastra perlu A4 bahwa belum semua guru memahami
dikuasai mahasiswa, seperti yang penilaian sastra. Selanjutnya pernyataan
dinyatakan oleh responden B3, bahwa responden A5 dan A6 adalah guru juga
sebagai calon guru di SD, mahasiswa perlu perlu menguasai penilaian proses dan
mengetahui bagaimana cara penilaian akhir.
membelajarkan sastra kepada siswanya. Pembelajaran sastra seperti
Selanjutnya ia menyatakan bahwa membacakan puisi atau membcakan cerita
mahasiswa perlu memikirkan metode dan tidak hanya sekedar membacakan saja,
strategi yang cocok dengan materi sastra. tetapi mahasiswa perlu memperhatikan
Dalam pemilihan metode pembelajaran, krteria yang perlu diperhatikan dal kegiata
yang penting diperhatikan oleh mahasiswa tersebut. Selanjutnya mahasiswa perlu
adalah bagaimana nilai yang terkandung mengetahui prosedur penilaian
dalam karya sastra sampai pada siswa. Hal
ini sesuai dengan pernyataan yang Pengetahuan tentang Teori Sastra
diungkapkan oleh responden B1 dan B5 Hasil penelitian menujukkan bahwa
bahwa pengembangan pendidikan karakter teori sastra perlu dikuasai mahasiswa
melalui karya sastra bagus dikembangkan. dalam pembelajaran apresiasi sastra. Pada
Selanjutnya responden B4 memperkuat hakikatnya, teori sastra membahas secara
bahwa pembelajaran sastra merupakan rinci aspek-aspek yang terdapat di dalam
landas tumpu untuk menanamkan niali- karya sastra. Menurut (Yunus, 1990) teori
nilai moral. Untuk mewujudkannya dosen sastra umumnya berusaha menjelaskan
perlu memberikan contoh pembelajaran kepada pembaca prihal karya sastra
sastra yang menarik. Menciptakan sebagai karya seni yang menggunakan
pembelajaran yang menarik misalnya bahasa sebagai mediumnya. Perlunya
dapat dilakukan dengan menggunakan pemahaman terhadap teori karena menurut
media dan bercerita seperti yang (Teeuw, 1984) karya sastra mempunyai
dinyatakan oleh responden B1 dan B6. Di kekhasan bahasa itu menunjukkan bahwa
samping itu mahasiswa perlu diberi karya sastra bukanlah komunikasi biasa,
latihan-latihan dalam kegiatan bersastra melainkan komunikasi yang unik dan
seperti yang diungkapkan oleh responden dapat menimbulkan multi makna dan
B6. penafsiran. Selanjutnya, Sastrowardoyo
(1988) mengungkapkan bahwa karya

5 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat


ISSN: 2442-8485
JURNAL GRAMATIKA E-ISSN: 2460-6319
Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11)

sastra merupakan ekpresi jiwa dan batin dipahami sebagai seseorang yang
penciptanya. Oleh karena itu diperlukan dipaparkan dalam teks cerita naratif yang
seperangkat teori keilmuan yang mengkaji, oleh pembaca ditafsirkan mempunyai
membahas, memperkatakan, dan kualitas moral dan kecenderungan tertentu
menjelaskan perihal apa, mengapa, dan sebagaimana yang dinyatakan melalui
bagaimana karya sastra itu. kata-kata dan ditunjukkan dalam tindakan.
Jika diamati cuplikan hasil Dalam kaitannya dengan sebuah teks
wawancara, teori yang digunakan oleh cerita, alur berhubungan dengan pelbagai
guru dalam pembelajaran apresiasi sastra hal seperti peristiwa, konflik yang berlaku,
adalah teori struktural. Teori ini melihat dan ahkirnya mencapai klimaks, serta
sastra sebagai suatu subjek yang otonom. bagaimana kisah yang diselesaikan. Alur
Sastra sebagai karya otonom terdiri dari berkaitan dengan masalah bagaimana
dua unsur penting. Kedua unsur itu adalah peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu yang
unsur-unsur yang membangunnya dari luar digerakkan sehingga menjadi sebuah
dan dari dalam. Unsur itulah yang disebut rangkaian cerita yang padu dan menarik.
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Hal Alur merupakan aspek utama yang perlu
itu tertera di dalam dokumen kurikulum dipertimbangkan, kerana aspek inilah yang
sekolah 1975, 1984, 1987, kurikulum menentukan menarik tidaknya cerita dan
1994, 2006 dan kurikulum 2013. Jadi, mengajak anak untuk secara total untuk
pada dasarnya teori strukturallah yang mengikuti cerita.
mewarnai teori sastra yang digunakan Tema sebuah karya sastra harus
untuk pembelajaran di sekolah. diawali dengan menjelaskan tentang tokoh
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur dan perwatakannya serta keadaan dan jalan
yang membangun karya sastra itu cerita yang ada, sehingga tema boleh
sendiri.Unsur-unsur intrinsik tersebut dikatakan sebagai gagasan pusat yang
adalah unsur-unsur yang (secara langsung) menjadi asas cerita. Nurgiyantoro
turut serta membangun cerita,yaitu (2009:80) menyatakan bahwa tema dalam
meliputi tokoh. plot, penokohan, tema, sebuah cerita dapat dipahami sebagai
latar, sudut pandang penceritaan, bahasa sebuah maknayang mengikat keseluruhan
atau gaya bahasa, dan sebagainya isi cerita, sehingga cerita hadir sebagai
(Nurgiyantoro, 2009).Tokoh cerita satu kesatuan yang padu. Selanjutnya
merupakan pemain, pelaku, pelakon atau Lukens (2003:129) menyatakan bahawa
orang yang berada atau yang mempunyai tema juga boleh dipahami sebagai sebuah
peranan dalam cerita tersebut. Dalam gagasan utama atau sebagai makna utama
cerita fiksi, tokoh cerita tidak harus dari sebuah tulisan. Jadi dalam hal ini tema
berwujud manusia, seperti anak-anak atau merupakan asas pengembangan sebuah
orang dewasa lengkap dengan nama dan cerita. Tema sebuah cerita fiksi merupakan
wataknya, melainkan juga dapat berupa sebuah gagasan utama atau makna utama
binatangatau suatu objek yang lain yang cerita.
biasanya merupakan bentuk personifikasi Latar atau setting adalah tempat
manusia. terjadinya peristiwa, kapan terjadinya
Oleh karena itu, tokoh cerita dapat peristiwa, dan latar belakang kehidupan
dipahami sebagai kumpulan kualitas sosial-budaya masyarakat tempatpara
mental, emosional, dan sosial yang tokoh berinteraksi dengan sesamanya.
membedakan seseorang dengan orang lain Bentuknya dapat bermacam-macam,
(Lukens, 2003). Nurgiyantoro (2009) contohnya, nama kampung, nama kota,
mengemukakan bahwa tokoh cerita dapat nama daerah dan nama negara; yang dapat

6 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat


ISSN: 2442-8485
JURNAL GRAMATIKA E-ISSN: 2460-6319
Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11)

diamati dengan pancaindera kita, seperti sebuah cara, strategi atau siasat yang
suasana pasar malam. Biasanya latar ini secara sengaja dipilih pengarang untuk
muncul pada semua bahagian cerita atau menyampaikan cerita dan
penggalan cerita.Menurut Lukens (2003), gagasannya.Pemilihan sudut pandang
dalam fiksi dewasa latar boleh berlaku di dalam cerita fiksi akan menjejaskan
mana saja termasuk dalam benak tokoh, kebebasan dan keobjektifan dalam
sehingga tidak terlalu banyak memerlukan bercerita
maklumat tentang tokoh. Namun, tidak Adapun unsur-unsur intrinsik yang
demikian halnya dalam cerita fiksi anak. membangun puisi kanak-kanak adalah
Dalam cerita fiksi anak hampir semua tema, amanat, tipografi, bunyi, citraan,
peristiwa yang dikisahkan kejelasan irama, dan gaya bahasa.Lukens (2003)
tempat dan waktu kejadian, oleh karena itu menjelaskan bahwa isi puisi adalah emosi
memerlukan keterangan latar secara lebih dan mempunyai sumbangan yang
detil.Kejelasan cerita tentang latar dalam signifikan bagi kehidupan. Dorongan
banyak hal akan membantu anak untuk menulis puisi biasanya muncul
memahami alur cerita. karena penulis mempunyai pengalaman
Bahasa yang dipergunakan dalam emosional yang kuat. Pada kegiatan
teks sastra merupakan bagian sebuah style, menulis puisi anak, kehadirannya
yaitustylepenulisnya. Style merupakan didahului oleh adanya pengalaman
sebuah cara mengungkapkan dalam emosional yang menuntut untuk
bahasa, cara bagaimana seseorang diungkapkan.
mengungkapkan sesuatu yang akan Jika penulis puisi itu anak-anak,
diungkapkan atau bagaimana seorang kandungan isi puisi yang dihasilkan juga
pengarang mengungkapkan sesuatu tidak jauh dari anak, pengalaman anak, dan
sebagai ekspresi apa yang mau dikatakan. bagaimana cara anak memandang hal-hal
Menurut Lukens (2003),style pada yang menurut orang dewasa tergolong
hakikatnya adalah cara pengekspresian sederhana. Menurut Mitchell (2003), tema-
jatidiri seseorang, karena tiap orang akan tema yang banyak ditemui pada puisi anak
mempunyai cara-cara tersendiri yang antara lain adalah masalah keluarga,
berbeda dengan orang lain.Style yang persahabatan, dan lain-lain. Kandungan
indah adalah style yang mampu dalam puisi anak, antara lain berkaitan
membawakan cerita dengan sangat dengan dengan hal-hal yang ada di sekitar
mengena sehingga mampu mempengaruhi anak. Misalnya orang tua, guru, teman
pembaca dan menjadi sesuatu yang amat sepermainan, binatang kesukaan,
mengesankan. Itulah sebabnya Mitchell persekitaran alam, dan lain-lain.
(2003) mendefinisikan style sebagai Amanat merupakan salah satu unsur
sesuatu yang amat mengesankan. yang membangun puisi anak-anak.
Sudut pandang dapat dipahami Amanat dalam puisi adalah nasihat yang
sebagai cara sebuah cerita dikisahkan. disampaikan oleh pengarang kepada
Menurut Nurgiyantoro (2009), sudut pembaca atau pendengar. Oleh karena itu,
pandang merupakan suatu cara atau amanat hanya boleh dirumuskan oleh
pandangan yang dipergunakan pengarang pembaca atau para pecinta, sehingga
sebagai satu cara untuk memaparkan terjadi perbedaan pendapat antara satu
tokoh, tindakan, latar, dan berbagai tokoh dengan tokoh lain. Perbedaan ini
peristiwa yang membentuk cerita dalam disebabkan karena latar belankang tokoh,
sebuah teks fiksi kepada pembaca. Jadi, baik dari sisi pengetahuan, latar agama,
sudut pandang pada hakikatnya adalah latar budaya, dan sebagainya.

7 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat


ISSN: 2442-8485
JURNAL GRAMATIKA E-ISSN: 2460-6319
Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11)

Tipografi adalah ukiran bentuk puisi tentang sastra digunakan sebagai


yang biasanya berupa susunan baris, ke penunjang dalam mengapresiasi karya
bawah. Ada yang menyebutkan istilah sastra.. Untuk memahami, menikmati dan
tipografi dengan sebutan tata wajah puisi. menghayati karya sastra siswa wajib
Baik tipografi maupun tata wajah membaca karya sastra.
mempunyai pengertian yang sama, yaitu Pembelajaran apresiasi sastra di SD
salah satu unsur puisi yang menjadikan dilaksanakan secara terpadu dengan
puisi lebih indah. pembelajaran bahasa baik dengan
Aspek bunyi pada sebuah puisi ketrampilan menulis, membaca,
merupakan hal yang penting, yaitu menyimak, maupun berbicara. Dalam
menentukan keberhasilan sebuah puisi praktiknya, pembelajaran sastra berupa
sebagai sebuah karya seni. Puisi boleh pengembangan kemampuan menulis
dipandang sebagai permainan bahasa sastra, membaca sastra, menyimak sastra,
melalui pemilihan kata-kata. Aspek bunyi dan berbicara sastra. Oleh sebab itu
pada puisi akan memberi kesan kepuitisan pembelajaran sastra mencakup
puisi. Adanya unsur kepuitisan dalam puisi mendengarkan dan merefleksikan
memberi semacam jaminan bahwa puisi pembacaan puisi, dongeng, pementasan
itu indah. drama. Membaca karya sastra dan
Citraan atau pengimajian adalah memahami maknanya, baik terhadap karya
susunan kata yang dapat menjelaskan apa sastra yang berbentuk puisi, prosa, maupun
yang dinyatakan oleh penyair. Mengingat naskah drama. Menulis puisi, menulis
puisi bukanlah hanya untuk sekadar dibaca cerita, menulis drama. Berbalas pantun,
maka penyair menggunakan citraan ini deklamasi, mendongeng, bermain peran,
sebagai cara untuk memperjelaskan agar menceritakan kembali isi karya sastra.
para pecinta memahami puisi ciptaannya Berdasarkan hal tersebut, kegiatan
melalui citraan yang disajikan dalam mengapresiasi karya sastra dapat dilakukan
beberapa bentuk citraan:(1) Wawasan secara langsung, artinya siswa harus secara
(visual imagery), (2) pendengaran langsung membaca bermacam sajak,
(auditory imagery), (3) bau (smille cerita, atau drama dari berbagai sastrawan
imagery). atau secara langsung mendengarkan sajak
Gaya bahasa atau irama adalah cara dideklamasikan atau dibacakan dan
khas yang dipakai penyair untuk menyaksikan drama yang dipentaskan. Hal
menimbulkan kesan estetik (keindahan) itu dimaksudkan agar siswa memperoIeh
pada karya sastra puisi yang dihasilkannya. pemahaman yang sebaik-baiknya tentang
Perhatikan contoh pengulangan bunyi dan wujud karya sastra dan dapat
pengulangan kata pada puisi ini yang menghargainya secara wajar. Kegiatan
menimbulkan bunyi teratur dan mencipta tersebut, seperti membaca, mendengar,
irama. menyaksikan, harus dilakukan secara
sungguh-sungguh.
Metode Pembelajaran Sastra Selanjutnya kegiatan apresiasi dapat
Pembelajaran bahasa dan sastra di SD dilakukan secara tidak langsung. Sesudah
diarahkan pada kompetensi siswa untuk siswa berdialog langsung, dan mendalami
berbahasa dan berapresiasi sastra.. karya sastra, mengenal, memahami,
Sedangkan pembelajaran sastra, ditujukan menganalisis, menghayati, mereka
untuk meningkatkan kemampuan siswa diperkuat dengan pengetahuan tentang
dalam memahami, menikmati, dan sastra. Selain itu, dua kegiatan lagi sebagai
menghayati karya sastra. Pengetahuan pelengkap, yaitu kegiatan dokumentasi dan

8 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat


ISSN: 2442-8485
JURNAL GRAMATIKA E-ISSN: 2460-6319
Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11)

kegiatan kreatif. Kegiatan dokumentasi Kurikulum KTSP dan Kurikulum


berupa kegiatan mengumpulkan dan 2013 menyarankan penggunaan
menyusun buku-buku dan majalah-majalah pendekatan kontekstual dalam
sastra, membuat kliping, dan sebagainya, pembelajaran. Penggunaan pendekatan
sedangkan kegiatan kreatif berupa kegiatan pembelajaran itu mengharuskan guru
belajar atau berlatih menciptakan sendiri untuk menggunakan penilaian otentik
puisi, cerita, atau drama. dalaml mengukur hasil belajar siswa.
Berdasarkan pendapat di atas dapat Menurut Stiggins (dalam Mueller, 2008),
disimpulkan bahwa proses pembelajaran penilaian otentik merupakan penilaian
sastra perlu melibatkan guru sastra, pihak kinerja (performansi) yang meminta siswa
yang mengajarkan sastra, dan siswa, untuk mendemonstrsikan keterampilan dan
subjek yang belajar sastra. Usaha yang kompetensi tertentu yang merupakan
bisa dilakukan agar siswa dapat belajar penerapan pengetahuan yang dikuasainya.
sastra dengan efektif adalah menggunakan Berdasarkan pengertian tersebut, penilaian
metode pembelajaran sastra. Metode otentik merupakan penilaian terhadap
merupakan suatu cara yang dalam tugas-tugas yang dilakukan siswa sesuai
fungsinya adalah alat untuk mencapai dengan kenyataan di dunia nyata. Tujuan
tujuan. Semakin baik metode maka penilaian itu adalah untuk mengukur
semakin efektif pula pencapaian berbagai keterampilan dalam berbagai
tujuannya. Menurut Surakhmad (1980:75), konteks yang mencerminkan situasi di
metode merupakan suatu cara yang dalam dunia nyata dimana keterampilan-
fungsinya adalah alat untuk mencapai keterampilan tersebut digunakan.
tujuan. Semakin baik metode maka Misalnya siswa ditugaskan untuk
semakin efektif pula pencapaian menulis topik-topik tertentu seperti dalam
tujuannya. Metode yaitu rencana kehidupan nyata, berpartisipasi dalam
keseluruhan dalam menyajikan materi diskusi, menulis surat. Dalam kegiatan itu,
bahasa secara teratur (Anthony,1972; baik materi pembelajaran maupun
Baradja, 1985). Dalam suatu pendekatan penilaiannya terlihat atau bahkan alamiah.
akan terdapat beberapa metode. Jadi, penilaian ini menekankan pada
pengukuran kinerja, melakukan sesuatu
Penilaian yang merupakan penerapan ilmu
Penilaian dalam proses pembelajaran pengetahuan yang telah dikuasai secara
dilakukan oleh guru sebagai bagian teoritis. Salah satu contoh yaitu KD 4.4
integral dari pembelajaran itu sendiri. menyampaikan teks cerita diri personal
Artinya, penilaian tidak dapat dipisahkan tentang keluarga secara mandiri dalam
dari penyusunan dan pelaksanaan bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat
pembelajaran. Proses penilaian mencakup diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk
pengumpulan bukti yang menunjukkan membantu penyajian. Indikatornya
pencapaian belajar siswa. Menurut Griffin menceritakan kembali isi teks. Rubrik
dan Nix (1991), penilaian merupakan suatu penilaian untuk indikator tersebut adalah
pernyataan berdasarkan sejumlah fakta keruntutan pengungkapan isi teks,
untuk menjelaskan karakteristik seseorang kelancaran dan kewajaran, ketepatan diksi.
atau sesuatu. Selain itu, menurut Sunarti
(2014), penilaian diartikan sebagai
kegiatan menafsirkan data hasil
pengukuran atau kegiatan untuk Simpulan
memperoleh informasi.

9 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat


ISSN: 2442-8485
JURNAL GRAMATIKA E-ISSN: 2460-6319
Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11)

Kompetensi yang diperlukan oleh Griffin, P., &Nix, P.1991.Educational


guru dalam mengapresiasi karya sastra Assessment and Reporting:
pada mata pelajaran bahasa Indonesia A NewApproach. Sydney:
harus dikuasi oleh guru di SD. Penguasaan Harcourt Brace
tersebut penting agar pembelajaran yang JovanovichPublishers.
dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang Huck, C., Hepler, S., &Hicman, J.
diharapkan. Tujuan tersebut adalah 1987.Children’s Literature in The
mendorong tumbuhnya sikap apresiatif Elementary School. Chicago:
terhadap karya sastra yaitu sikap Rand McNally College Company.
menghargai dan mencintai karya sastra. Ismail, Taufik. 2000. “Pengajaran Sastra
Oleh sebab itu, kompetensi yang yang Efektif dan Efisien di
perlu dikuasai guru dalam mengapresiasi SLTA”, Widyaparwa Nomor 54.
sastra di SD adalah (1) pengetahuan Yogyakarta: Balai Bahasa.
tentang teori sastra, (2) metode Kementerian Pendidikan Nasional. 2012.
pembelajaran sastra (3) penilaian. “Hasil Uji Kompetensi Guru”.
Pemahaman guru tentang teori sastra perlu Jakarta.
ditingkatkan. Guru juga perlu menguasai Kinayati. 2006. Analisis Teks Sastra dan
metode pembelajaran, agar dapat Pengajarannya. Yogyakarta:
melaksanakan pembelajaran yang Pustaka.
menyenangkan. Penilaian pembelajaran Lukens, R. J. 2003. A Critical Handbook
perlu dikuasai untuk memperoleh of Children Literature. Boston:
informasi tentang pencapaian belajar Allyn and Bacon.
siswa. Mansour, Wisam.1999.
“ApreciatingPoetry”. English
Daftar Rujukan Teaching Forum.Vol.37/4
Mitchell, W. 2003, “Designing the
Alwasilah, A. Chaedar.1999. “Literature Learning Space”.Campus
Deserves a Place in Our School Technologyhttp://www.campuste
Lesson”. The Jakarta Post, June chnology/article.aspx?aid=3946.
18. Mueller, John. 2008. “Authentic
Anthony, Edward M. 1972. "Approach, Assessment Toolbox”. North
Method, and Technique" dalam Central College http://www.
Allen & Campbell, ed., Teaching noctrl.edu/,Napervill
English as a Second Language: A e,http://jonathan.-
Book of Readings. New York: mueller.faculty.noctrl.edu/
McGrawHill. toolbox/ index.htm (Diunduh 25
Baradja, M.F. 1985. “A Way to Analyze November 2014).
Method”. Makalah. Semarang: Nurgiyantoro, Burhan. 2009.
Akademi Bahasa 17 Agustus 1945. PenilaiandalamPengajaranBaha
Direktorat Tenaga Kependidikan, Dirjen sadanSastra. Yogyakarta:
Dikdasmen. 2003. Standar BPFE.
Kompetensi Guru. Jakarta: Rudy, Rita Inderawati. 2005. “Keefektifan
Depdiknas. Model Respons Pembaca dan
Effendi, S. 1984. Bimbingan Apresiasi Simbol Visual dalam
Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Pembelajaran Sastra di SD.”
Alam. Makalah. Dipresentasikan dalam
Konferensi Internasional

10 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat


ISSN: 2442-8485
JURNAL GRAMATIKA E-ISSN: 2460-6319
Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia V2.i1 (1-11)

Himpunan Sarjana Kesusasteraan


Indonesia (HISKI) XVI di
Palembang, 18–21 Agustus 2005.
Rusyana, Yus. 2002.
“KurikulumBahasadanSastradala
mGamitanKurikulumBerbasisKo
mpetensi.” Makalah yang
disajikanpada Seminar
NasionalMenyongsongKurikulum
Bahasa Indonesia
BerbasisKompetensi:
PeluangdanTantangan di UPI
Bandung.

Sastrowardoyo, Subagio. 1988.


MencariJejakTeoriSatraSendiri
(RenunganSeorangAwam),
dalamMursalEsten.
MenjelangTeoridanKritikSusaster
a Indonesia yang Relevan.
Bandung: Angkasa.
Surakhmad, Winarno. 1980.
MetodologiPengajaranNasional.
Bandung: Jemmars.
Sunarti. 2014. Penilaian dalam Kurikulum
2013. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Teeuw, A.
1984.MembacadanMenilaiSastra.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Yunus, Umar. 1990.
TiadaBermimpiLagidanSerangkai
anTulisantentangSastera.Pekanba
ru: UNRI Press.
Wei, Shu. 1999. “Literature Teaching.”
English Teaching Forum. Vol.
37/3.

11 Jurnal Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat

Anda mungkin juga menyukai