Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

T uberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang


disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. TB masih terus menjadi masalah
kesehatan di dunia terutama di negara berkembang. Insiden TB yang
terus meningkat menjadi penyakit re-emerging sehingga Organisasi
Kesehatan Sedunia / WHO pada tahun 1995 mendeklarasikan TB
sebagai suatu global health emergency.

Menurut WHO,2009 Indonesia merupakan negara dengan


pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan
dan Nigeria. Diperkirakan jumlah paien TB di Indonesia sekitar 5,8%
dari total jumah pasien TB di dunia. Diperkirakan, setiap tahun ada
429.730 kasus baru dan kematian 62.246 orang. Insiden kasus TB
BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyatakan penyakit TB merupakan
penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit stroke, baik di perkotaan
maupun di pedesaan. Berdasarkan data statistik rumah sakit tahun
2007, TB menempati urutan pertama dalam proporsi penyakit menular
(27,8%) dan menempati urutan ke 14 sebagai penyakit terbanyak di
rawat inap, sedangkan tahun 2008 menempati urutan ke 7 sebagai
penyakit terbanyak di rawat jalan.

Kondisi ini diperparah oleh kejadian HIV yang semakin


meningkat dan bertambahnya jumlah kasus kekebalan ganda kuman
TB terhadap OAT ( Obat Anti Tuberkulosis ) atau MDR-TB (Multidrug
Resistance TB) bahkan XDR-TB (Extensively atau Extremely Drug
Resistence TB). Keadaan ini akan memicu epidemi TB yang sulit dan
terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama.

Pada tahun 1995 WHO merekomendasikan strategi DOTS


(Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) sebagai
salah satu langkah yang paling efektif dan efesien dalam
penanggulangan TB. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai
salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 1


(cost-efective) Intervesi dengan strategi DOTS ke dalam pelayanan
kesehatan dasar (Puskesmas) telah dilakukan sejak tahun 1995.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu :

1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan


pendanaan
2. Penemuaan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopik yang
terjamin mutunya
3. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan dengan
pasien
4. Sistem pengelolaan dan ketersediannya OAT yang efektif
5. Sitem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian tehadap hasil pengobatan pasien dan kinerja
program.

Fokus utama DOTS adalah penemuaan dan penyembuhan


pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini
akan memutuskan penularaan TB dan dengan demikian menurunkan
insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program
dibanyak negara , kemudian strategi DOTS di atas oleh Global stop TB
partnership strategi DOTS diperluas menjadi :

1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS


2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan
4. Melibatikan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta
5. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian.

B. Tujuan

1. Tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat


Indonesia,
2. Menurunkan angka kesakitan dan kematian tuberkulosis untuk
mencapai Millenium Development Goals.
3. Menurunkan resistensi terhadap OAT

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 2


C. Ruang Lingkup Pelayanan

Ruang lingkup pelayanan Tuberkulosis di Rumah Sakit Daerah


Kota Tidore Kepulauan adalah :

1. Penjaringan pasien tuberkulosis, menegakkan diagnosa dan


pengobatan.
2. Pencatatan dan pelaporan pasien tuberkulosis.
3. Menginformasikan dan atau mengirim pasien ke unit TB DOTS
puskesmas atau rumah sakit lain.
4. PKRS berfungsi sebagai pelaksana penyuluhan TB DOTS di rumah
sakit.

D. Batasan Operasional

Batasan operasional dalam pelayanan Tuberkulosis adalah


memberi asuhan keperawatan kepada pasien Tuberkulosis.

E. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah sakit.


2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor
20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penaggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3447.
5. Keputusan Menteri Kesehatan No. 203/Menkes/SK/III/1999 tentang
gerakan terpadu nasional penanggulangan tuberkulosis.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009
tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 3


BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)

ualifikasi Sumber Daya Manusia yang ada dalam pelayanan TB


KDOTS Rumah sakit Daerah Kota Tidore Kepulauan .

No. Jabatan Kualifikasi Tenaga yang


tersedia
1. Dokter Sudah pernah mengikuti 2
pelatihan TB DOTS
2. Perawat Sudah pernah mengikuti 3
pelatihan TB DOTS
3. Farmasi Sudah pernah mengikuti 1
pelatihan TB DOTS
4. Laboran Sudah pernah mengikuti 2
pelatihan TB DOTS

B. Distribusi Ketenagaan
Untuk distribusi ketenagaan di setiap instalasi ada satu orang
koordinator dan bergabung dalam tim TB DOTS.

C. Pengaturan Jaga
Untuk waktu kerja masing-masing koordinator ini disesuaikan
dengan kondisi masing-masing instalasi dimana petugas / tim TB
DOTS bekerja.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 4


BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan

R uang TB DOTS terletak di samping kiri poliklinik dan samping


kanan ruang diklat. (lampiran)

B. Standar Fasilitas
Kriteria umum ruangan
a. Struktur fisik
 Lantai porselen dan dinding dicat terang.
b. Kebersihan
 Cat dan lantai berwarna terang dan sehingga kotoran terlihat
dengan mudah. Ruangan bersih bebas dari debu dan kotoran
sampah atau limbah ini berlaku pula untuk mebel, perlengkapan,
instrumen, pintu, jendela, steker listrik, dan langit-langit.
c. Pencahayaan
 Listrik berfungsi baik, kabel dan steker tidak membahayakan
dan semua lampu berfungsi baik dan kokoh. Pencahayaan terang
dari cahaya alami atau listrik.
d. Ventilasi
 suhu ruangan dijaga 24-26 C dan pendingin ruangan berfungsi
dengan baik
e. Pencucian tangan
 Wastafel dilengkapi dengan dispenser sabun, serta tissu untuk
mengeringkan tangan

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 5


BAB IV

TUBERKULOSIS SECARA GLOBAL

A. Tuberkulosis dan Riwayat alamiahnya

T uberkulosis adalah penyakit menular langsung yang


disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.

1. Cara penularan
• Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
• Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
• Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan
dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
• Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut.
• Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.

2. Risiko penularan
• Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan
dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif.
• Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan
AnnualRisk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi
penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI
sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun.
• Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1 -3 %

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 6


• Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin
negatif menjadi positif.

3. Resiko menjadi sakit TB


• Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
• Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-
rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100
orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50
diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
• Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya
infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
• HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi
TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas
sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) dan merupakan
faktor risiko paling kuat bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi sakit
TB (TB Aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB
di masyarakat akan meningkat pula.
Bagan Faktor Risiko Kejadian TB
Transmisi
• Diagnosis tepat dan
Risiko menjadi TB bila dengan
Jumlah kasus TB BTA cepat
HIV :
+ faktor lingkungan : • Pengobatan tepat
5-10 % setiap tahun
• Ventilasi dan lengkap
>30% lifetime
• Kepadatan • Kondisi kesehatan
• Dalam ruangan mendukung
faktor perilaku HIV (+)
SEMBUH

TERPAJAN INFEKSI TB
MATI
10 % kas
Konsentrasi Kuman • us
Keterlambatan
Lama Kontak diagnosis dan
• Malnutrisi pengobatan
• Penyakit DM, • Tatalaksana tak
immune-supresan memadai
• Kondisi kesehatan

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 7


4. Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati. Pasien yang tidak
diobati, setelah 5 tahun, akan:
• 50% meninggal
• 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
• 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 8


BAB V
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. PENEMUAN PASIEN TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek,
diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan
pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program
penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB
menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan
kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus
merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di
masyarakat.
1) Strategi Penemuan
- Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di Unit pelayanan
Kesehatan: di dukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh
petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka pasien TB
- Pemeriksaan Terhadap Kontak pasien TB, terutama mereka yang
BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menunjukan gejala sama, harus di periksa dahaknya.
- Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, di anggap tidak cost
efektif.

2) Gejala klinis pasien TB


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama
2 – 3 minggu atau lebi. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan. Gejala
gejala tersebut di atas dapat di jumpai pula pada penyakit paru
selain TB seperti bronkiektasi, bronkitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masi
tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala
tersebut di atas, di anggap sebagai seorang tersangka ( suspek )
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 9


3) Pemeriksaan dahak mikroskopik
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS),
 S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
 P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas di UPK.
 S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.

4) Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada
penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien
yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan.
Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman
serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam
beberapa situasi :
a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
b. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
c. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan
ganda.

5) Pemeriksaan Tes Resistensi


Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium
yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes
resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan
pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium
supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan
tersebut memberikan simpulan yang benar sehinggga
kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 10


B. DIAGNOSIS TB

1) Diagnosis TB Paru
- Semua suspek TB diperiksa spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu -pagi - sewaktu (SPS).
- Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA) Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
- Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
- Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit.
- Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB
paru.

2) Diagnosis TB Ekstra Paru


- Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.
- Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat
(presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

3) Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks


Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama
ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan
tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi
sebagai berikut :

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 11


 Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada
kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk
mendukung diagnosis TB* paru BTA positif.
 Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat
yang memerlukan penanganan khusus (seperti : pneumotorak,
pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural ) dan pasien
yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).

C. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis


memerlukan suatu “defenisi kasus yang meliputi empat hal :
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru ;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA
positif atau BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah
diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah :


1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :


1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung ( pericardium ), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 12


b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,
yaitu pada TB Paru :
1) Tuberkulosis paru BTA positif :
a) Sekurang/kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif :
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.


1) TB paru negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan
2) Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan
atau keadaan umum pasien buruk.
3) TB tipe pasien, yaitu :-paru dibagi berdasarkan pada tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu :
a) TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral , tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi
menjadi beberapa tipe pasien, yaitu :
 Baru, adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 13


 Kambuh (Relaps), adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan
BTA positif (apusan atau kultur).
 Pengobatan setelah putus berobat (Default), adalah pasien yang
telah berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
 Gagal (Failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan.
 Pindahan (Transfera in), adalah pasien yang dipindahkan dari
UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
 Lain-lain,

D. PENGOBATAN TB

Tujuan pengobatan TB adalah:


- Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien
- Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
- Mencegah kekambuhan TB
- Mengurangi penularan TB kepada orang lain
- Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat

World Health Organization merekomendasikan obat kombinasi


dosis tetap (KDT) untuk mengurangi risiko terjadinya TB resisten obat
akibat monoterapi. Dengan KDT pasien tidak dapat memilih obat yang
diminum, jumlah butir obat yang harus diminum lebih sedikit sehingga
dapat meningkatkan ketaatan pasien dan kesalahan resep oleh dokter
juga diperkecil karena berdasarkan berat badan. Dosis harian KDT di
Indonesia distandarisasi menjadi empat kelompok berat badan 30-37
kg BB, 38-54 kg BB, 55-70 kg BB dan lebih dari 70 kg BB.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 14


Jenis, sifat dan dosis OAT
Dosis yang
Jenis OAT Sifat direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin Bakterisid 10 10
(R) (8-12) (8-12)
Pyraziamide Bakterisid 25 35
(Z) (20-30) (30-40)
Streptomuci Bakterisid 15
n (S) (12-18)
Ethambutol Bakteriostatik 15 30
(E) (15-20) (20-35)

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai


berikut :
 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beber pa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap(OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat , dilakuka
pengawasan langsung (DOT = Direcly Observed Treatment) oleh
Pengawas Menelan Obat. (PMO).
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal
(intensif) dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)


o Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negative (konversi) dalam 2 bulan.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 15


Tahap lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

E. PANDUAN OAT YANG DIGUNAKAN DI INDONESIA


 WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and
Lung Diseases) merekomendasikan panduan OAT standar yaitu :
Katagori 1 :
- 2HRZE /4H3R3
- 2HRZE/4HR
- 2HRZE/6HE
Katagori 2 :
- 2HRZES /HRZE /5H3R3E3
- 2HRZES /HRZE/5HRE
Katagori 3 :
- 2HRZ/4H3R3
- 2HRZ/4HR
- 2HRZ/6HE
 Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penaggulangan Tuberkulosis di Indonesia :
o Kategori 1 : 2HRZE / 4 (HR)3
o Kategori 2 : 2HRZES / (HRZE) / 5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini , disediakan panduan OAT Sisipan :


HRZE dan OAT Anak : 2HRZ / 4HR.

 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk


paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara inidisediakan dalam bentuk OAT
kombipak . Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4
jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.

 Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 16


Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk
paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.
Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.

KDT mempnyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :


1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan
pasien

F. PEMANTAUAN RESPON PENGOBATAN


Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons terapi.
Pemantauan yang regular akan memfasilitasi pengobatan lengkap,
identifikasi dan tata laksana reaksi obat tidak diinginkan. Semua
pasien, PMO dan tenaga kesehatan sebaiknya diminta untuk
melaporkan gejala TB yang menetap atau muncul kembali, gejala efek
samping OAT atau terhentinya pengobatan
Berat badan pasien harus dipantau setiap bulan dan dosis OAT
disesuaikan dengan perubahan berat badan. Respons pengobatan TB
paru dipantau dengan apusan dahak BTA. Perlu dibuat rekam medis
tertulis yang berisi seluruh obat yang diberikan, respons bakteriologis,
resistensi obat dan reaksi tidak diinginkan untuk setiap pasien pada
Kartu Berobat TB.
WHO merekomendasi pemeriksaan apusan dahak BTA pada akhir
fase intensif pengobatan untuk pasien yang diobati dengan OAT lini
pertama baik kasus baru dan pengobatan ulang. Apusan dahak BTA
dilakukan pada akhir bulan kedua (2RHZE/4RH) untuk kasus baru dan
akhir bulan ketiga (2RHZES/1RHZE/5RHE) untuk kasus pengobatan
ulang. Rekomendasi ini juga berlaku untuk pasien dengan apusan
dahak BTA negatif. Apusan dahak BTA positif pada akhir fase intensif
mengindikasikan beberapa hal berikut ini:
- Supervisi kurang baik pada fase inisial dan ketaatan pasien yang
buruk;

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 17


- Kualitas OAT yang buruk;
- Dosis OAT di bawah kisaran yang direkomendasikan;
- Resolusi lambat karena pasien memiliki kavitas besar dan jumlah
kuman yang banyak;
- Terdapatnya komorbid yang mengganggu ketaatan pasien atau
respons terapi;
- Pasien memiliki M. tuberculosis resisten obat yang tidak
memberikan respons terhadap terapi OAT lini pertama;
- Bakteri mati yang terlihat oleh mikroskop.
Foto toraks untuk memantau respons pengobatan tidak diperlukan,
tidak dapat diandalkan.

G. PENGAWASAN MENELAN OBAT


Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT
jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin
keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
1. Persyaratan PMO
- Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati
oleh pasien.
- Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
- Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
- Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan pasien
2. Siapa yang bis jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di
desa, Perawat,Pekarya, sanitarian, Juru Immunisasi , dan lain -
lain . Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinka,
PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,anggota PPTI,
PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
3. Tugas seorang PMO
- Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan.
- Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
- Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu
yang telah ditentukan.
- Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 18


mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan
kepada pasien dan keluarganya :
- TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
- TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
- Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
- Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
- Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
- Kemungkinan terjadi efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan di UPK.

H. PEMANTAUAN DAN HASIL PENGOBATAN TB


 Pemantauan kemajuan pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang


dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara
mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalammemantau
kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan
untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk
TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan
pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi).
Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut
negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif,
hasil pemeriksaan ulang dahak terseb ut dinyatakan positif.
Tindak lanjut hasil pemriksaan ulang dahak mikroskopis dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 19


Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

Tipe Pasien TB Uraian Hasil BTA Tindak Lanjut


Negatif Tahap lanjutan dimulai
Positif Dilanjutkan dengan OAT
Akhir tahap sisipan selama 1 bulan. Jika
Pasien baru BTA intensif setelah sisipan masih tetap
positif dengan positif, tahap lanjutan tetap
pengobatan diberikan.
kategori 1 Sebulan Negatif OAT dilanjutkan
sebelum akhir Positif Gagal, ganti dengan OAT
pengobatan kategori 2 mulai dari awal.
Akhir Negatif dan Sembuh.
pengobatan minimal satu
(AP) pemeriksaan
sebelumnya
negatif
positif Gagal, ganti dengan OAT
kategori 2 mulai dari awal.
Pasien baru BTA Akhir intensif Negatif Berikan pengobatan tahap
negatif dan foto lanjutan samapai selesai,
toraks mendukung kemudian pasien dinyatakan
TB dengan Pengobatan Lengkap.
pengobatan Positif Ganti dengan kategori 2 mulai
kategori 1 dari awal.
Akhir intensif Negatif Teruskan pengobatan dengan
tahap lanjutan.
Positif Beri sisipan 1 bulan. Jika
setelah sisipan masih tetap
positif, teruskan pengobatan
tahap lanjutan. Jika ada
fasilitas, rujuk untuk uji
Pasien BTA positif kepekaan obat.
dengan Negatif Lanjutkan pengobatan hingga
pengobatan Sebulan selesai.
kategori 2 sebelum akhir Positif Pengobatan gagal, disebut
pengobatan kasus kronik, bila mungkin
lakukan uji kepekaan obat,
bila tidak rujuk ke unit
pelayanan spesialistik.
Negatif Sembuh
Akhir Positif Pengobatan gagal, disebut
pengobatan kasus kronik, jika mungkin,
(AP) lakukan uji kepekaan obat,
bila tidak rujuk ke unit
pelayanan spesialistik

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 20


Tatalaksana Pasien yang berobat tidak teratur

Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan :


 Lacak pasien
 Diskusi dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur
 Lanjut pengobatan sampai seluruh dosis selesai.

Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan :

Tindakan-1 Tindakan-2
 Lacak pasien Bila hasil BTA Lanjutkan pengobatan sampai
 Diskusikan dan negatif atau seluruh dosis selesai.
cari masalah TB extra paru
 Periksa 3 kali :
dahak (SPS) Bila satu atau Lama Lanjutkan
dan lanjutkan lebih hasil pengobatan pengobatan sampai
pengobatan BTA positif sebelumnya seluruh dosis
semntara kurang dari 5 selesai
menunggu hasil bulan *)
Lama 
Kategori-1 :
pengobatan mulai kategori-
sebelumnya 2
lebih dari 5 Kategori-2 :
bulan. rujuk, mungkin
kasus kronk
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default)

 Periksa 3 kali Bila hasil BTA Pengobatan dihentikan, pasien


dahak SPS negatif atau diobservasi bila gejalanya semakin
 Diskusikan dan TB extra paru parah perlu dilakukan pemeriksaan
cari masalah : kembali (SPS dan atau biakan)
 Hentikan Bila satau Kategori-1 Mulai kategori-2
pengobatan atau lebih
sambil hasil BTA Kategori-2 Rujuk, mungkin
menunggu hasil positif kasus kronik.
pemeriksaan
dahak.
Keterangan :

*) tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama
pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan:
Lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan
sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 21


 Hasil Pengobatan Pasien TB BTA Positif

1. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak ( follow-up) hasilnya negatif pada Akhir
Pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow-up
sebelumnya negatif.
2. Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
3. Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena
sebab apapun.
4. Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03
yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui
5. Default (Putus Berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut/turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
6. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

I. EFEK SAMPING OAT DAN PENA T ALAKSANAANNYA

Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat


dengan pendekatan gejala.

Efek samping ringan OAT

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan


Tidak ada nafsu Rifampisin Semua OAT diminum
makan, mual, sakit malam sebelum tidur
perut
Nyeri sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan sampai INH Beri vitamin B6
dengan rasa terbakar (piridoxin) 100mg
di kaki perhari
Warna kemerahan Rifampisin Tidak perlu diberi apa-
pada air seni (urine) apa tapi perlu
penjelasan kepada
pasien.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 22


Efek samping berat OAT

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan


Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Ikuti petunjuk
kulit penataksanaan di
bawah *)
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
diganti dengan
Etambutol
Gangguan Streptomisin Streptomisin dihentikan
keseimbangan diganti dengan
Etambutol
Ikterus tanpa Hampi semua OAT Hentikan semua OAT
penyebab lain sampai ikterus
menghilang
Bingung dan muntah- Hampi semua OAT Hentikan semua OAT,
muntah (permulaan lakukan tes fungsi hati.
ikterus karena obat)
Gangguan Etambutol Hentikan Etambutol
penglihatan

Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan Rifampisin.


(syok)

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan


kulit”:
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengelu& gatal-
gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. berikan dulu anti-
histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal
tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien
malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini,hentikan
semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala
efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.
Pada UPK Rujukan penanganan kasus- kasus efek samping
obat dapat dilakukandengan cara sebagai berikut :
 Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui,
maka pemberian kembali OAT harus dengan cara “drug
challenging” dengan menggunakan obat lepas . Hal ini
dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan
penyebab dari efek samping tersebut.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 23


 Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi
hipersensitivitas atau karena kelebihan dosis. Untuk
membedakannya, semua OAT dihentikan dulu kemudian diberi
kembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechallenge . Bila
dalam proses reccallenge yang dimulai dengan dosis rendah sudah
timbul reaksi, berarti hepatotoksisitas karena reakasi
hipersensitivitas.
 Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah
diketahui , misalnya pirasinamid atau etambutol atau streptomisin,
maka pengobatan TB dapat diberikan lagi dengan tanpa obat
tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain.
Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan
menurunkan risiko terjadinya kambuh.
 Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas
(kepekaan) terhadap Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini
merupakanjenis OAT yang paling ampuh sehingga merupakan obat
utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek. Bila
pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid atau
Rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan
desensitisasi. Namun, janganlakukan desensitisasi pada pasien
TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadi
keracunan yang berat.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 24


BAB VI

LOGISTIK

A. Logistik OAT
Paket OAT dewasa terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu :
 Dalam bentuk kombinasi dosis tetap terdiri dari paket kategori 1,
kategori 2, dan sisipan yang dikemas dalam blister berisi 29 tablet
 Dalam bentuk kombipak terdiri dari paket kategori 1, kategori 2,
dan sisipan, yang dikemas dalam blister untuk satu dosis.
Kombipak ini disediakan khusus untuk mengatasi efek samping
KDT.

B. Logistik Non OA T
 Alat laboratorium terdiri dari : mikroskop, slie box, pot sputum, kaca
sediaan , rak pewarna dan pengering, lampu spirtus, ose, botol
plastik bercorong, pipet, kertas pembersih lensa mikroskop,
kertas saring.
 Bahan diagnostik terdiri dari : reagen Ziehl neelsen, eter
alkohol, minyak imersi, lysol, tuberculin PPD RT 23.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 25


BAB VII

KESELAMATAN PASIEN

a. Defenisi

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah


suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman.

b. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhada pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapakan (KTD) di Rumah Sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan

c. Standart Patien Safety.


1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi , tepat prosedur , tepat pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien cedera jatuh.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 26


BAB VIII

KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit


membuat kerja / aktifitas petugas lebih aman. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
pribadi ataupun rumah sakit.

Agar tidak terjadi infeksi silang maka dilakukan upaya pencegahan


dan pengendalian infeksi melalui komponen kewaspadaan standar
meliputi :
 Cuci tangan
 APD (sarung tangan, masker, pelindung mata dan wajah,
gaun/apron)
 Peralatan perawatan pasien
 Pengendalian lingkungan
 Penanganan linen
 Penanganan limbah
 Kesehatan karyawan
 Penempatan pasien
 Penyuntikan yang aman
 Batuk efektif

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 27


BAB IX

PEMANTAPAN MUTU

Pengendalian mutu dilakukan untuk mencegah kesalahan dalam


pemeriksaan, penegakan diagnosis, pengobatan maupun pemeriksaan
laboratorium agar hasil pemeriksaan tepat dan benar.
Pemantauan Mutu OAT. Mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan
pengamatan fisik obat yang meliputi :
1. Keutuhan kemasan dan wadah.
2. Penandaan/label termasuk persyaratan penyimpanan.
3. Pengontrolan nomer batch dan tanggal kadaluarsa.
Pemantauan Mutu Laboratorium. Pada prinsipnya pemantauan
mutu laboratorium berdasarkan standar pemeriksaan laboratorium.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 28


BAB X

PENUTUP

Pada dasarnya pelayanan TB DOTS baik di rawat jalan maupun di


rawat inap merupakan bagian pelayanan di rumah sakit tidak saja
membutuhkan ketrampilan teknis medis ataupun asuhan keperawatan
saja, tetapi unsur pengelolaan / manajemen pelayanan juga sangat
mempengaruhi keberhasilan pelayanan ini. Dimana masing-masing pihak
terkait dapat memahami perannya yang selanjutnya akan melakukan
pelayanan sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

Telah disusun suatu Pedoman Pelayanan TB DOTS di Rumah


Sakit Daerah Kota Tidore Kepulauan sebagai acuan untuk melaksanakan
dan mengelola pelayanan kesehatan tuberkulosis di ruang lingkup Rumah
Sakit.

Pedoman Pelayanan TB DOTS RSD TIKEP Page 29

Anda mungkin juga menyukai