Anda di halaman 1dari 10

RESUME BUKU ILMU SOSIAL & BUDAYA DASAR

Judul Buku : Ilmu Sosial & Budaya Dasar


Buku : Lokal
Penulis : Elly M. Setiadi, Kama A. Hakam, Ridwan Effendi
Penerbit : Kencana Prenadamedia Group
Cetakan ke- : 13
Tahun Terbit : 2017
Jml. Halaman : 226

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) adalah sebuah disiplin ilmu yang terdiri atas dua
ilmu dasar, yaitu ilmu sosial dan ilmu budaya. Apabila kita telaah satu persatu, pengertian lebih
lanjut tentang ilmu sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang menggunakan berbagai macam
disiplin ilmu untuk menanggapi masalah-masalah sosial yang dialami manusia, sedangkan ilmu
budaya adalah ilmu yang termasuk dalam pengetahuan budaya, mengkaji masalah kemanusiaan
dan budaya. Disiplin ilmu ISBD di sini termasuk kategori general education (pendidikan umum)
yang bertujuan membina individu (mahasiswa) untuk menjadi warga negara yang baik dalam
kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan hidup. Dari kacamata tersebut, maka buku Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar ini disusun menggunakan pendekatan lintas disiplin sebagai upaya
menghadirkan potret tentang manusia dalam berbagai perspektif. Adapun Bab I Pendahuluan
merupakan sebuah bab yang mengawali buku ini, dimana Bab I ini menceritakan tentang dasar
pemikiran serta latar belakang mengapa kita harus mempelajari ilmu ISBD ini. Bab ini memiliki
enam buah sub bab yang akan dipaparkan lebih lanjut pada pembahasan di bawah.

1. Sub Bab 1 - Dasar Pemikiran

Sub Bab pertama dalam Bab I ini membahas dasar pemikiran dari mata kuliah ISBD yang
diimplementasikan dari cara dosen mengajar di kelas. Pada sub bab ini, terdapat 2 macam
sudut pandang yaitu latar belakang pedagogis dan dasar yuridis. Latar belakang pedagogis
membahas tentang gaya mengajar dosen sebagai tenaga pendidik di kelas. Keinginan untuk
memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa menjadi dorongan

1
yang logis bagi dosen tatkala mengajar di kelas. Tentu saja, cara yang paling mudah untuk
dilakukan adalah dengan metode ceramah dan meminta mahasiswa untuk siap mendengarkan
segala informasi yang diberikan. Fungsi pembelajaran seperti ini sering menempatkan dosen
sebagai pusat dari proses belajar mengajar yang ada di kelas serta sebagai pusat informasi
tunggal. Hal ini tentunya akan menciptakan suasana kelas yang pasif dan tidak menarik.
Mahasiswa menjadi apatisme sementara peranan dosen menjadi mendominasi. Untuk itu,
perlu dilakukan inovasi yang kreatif dalam upaya membuat suasana belajar mengajar di kelas
menjadi lebih menarik dan efektif sehingga posisi antara dosen dan mahasiswa menjadi
seimbang dan tidak saling mendominasi satu sama lainnya. Dengan hal ini, diharapkan
proses pembelajaran akan memberikan hasil lebih, baik tambahan ilmu pengetahuan,
meningkatnya sikap positif, dan bertambahnya keterampilan mahasiswa.
Upaya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik mendorong UNESCO (1998)
menciptakan 4 pilar pembelajaran yaitu: (1) learning to know (pembelajaran untuk tahu), (2)
learning to do (pembelajaran untuk berbuat), (3) learning to be (pembelajaran untuk
membangun jati diri), (4) learning to live together (pembelajaran untuk hidup bersama secara
harmonis. Semua ini bukan hanya teori saja, tapi digunakan sebagai alat untuk mengkaji
fenomena dan problematika yang terjadi, sehingga mampu untuk memecahakan masalah
sosial ataupun budaya tersebut.
Pembahasan selanjutnya adalah mengenai dasar yuridis yang mana pada bagian ini
membahas lebih jauh tentang gaya mengajar dosen beserta hukum atau pasal yang
berhubungan dengan hal tersebut. Salah satu contoh pasal dalam UUD yang berkaitan
dengan hal ini adalah UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 40
ayat 1 butir e yang memiliki inti bahwa pendidik serta tenaga kependidikan berhak untuk
memperoleh hak menggunakan sarana prasarana untuk menunjang kelancaran tugas. Selain
itu, pasal 40 ayat 2 butir a juga mendukung poin ini di mana dikatakan bahwa pendidik
berkewajiban menciptakan suasana perkuliahan yang kreatif, dinamis, dan dialogis. Jika kita
lihat dari dua pasal di atas, interaksi belajar yang monolog dan komunikasi satu arah tidak
lagi merupakan model peembelajaran yang efektif karena dinilai dapat menciptakan
mahasiswa yang pasif dan statis.
Dengan harapan merealisasikan hal tersebut, tidak mungkin kita hanya memperkenalkan
konsep-konsep teoritis tanpa memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengkaji,

2
mengkritisi, dan menganalisi permasalahan yang ada. Untuk itu, dosen harus menempatkan
mahasiswa sebagai subjek didik, mitra pembelajaran, anggota masyarakat, dan warga negara.
Dengan metode pembelajaran tersebut, diharapkan perguruan tinggi dapat mempersiapkan
mahasiswa sebagai anggota masyarakat yang mampu berpartisipasi secara aktif untuk
mengaktualisasikan serta melembagakan masyarakat.

2. Sub Bab 1 - Visi, Misi, Tujuan, dan Bahan ISBD

Visi : “Mahasiswa selaku individu dan makhluk sosial yang beradab memiliki
landasan pengetahuan, wawasan, serta keyakinan untuk bersikap kritis, peka, dan
arif dalam menghadapi persoalan sosial dan budaya yang berkembang di
masyarakat.”
Misi :1. Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang keragaman, kesetaraan dan
martabat manusia sebagai individu dan makhluk sosial dalam kehidupan
masyarakat.
2. Memberikan dasar-dasar nilai estetika, etika, moral, hukum, dan budaya
sebagai landasan untuk menghormati dan menghargai antara sesama manusia
sehingga akan terwujud masyarakat yang tertib, teratur, dan sejahtera.
3. Memberikan dasar-dasar untuk memahami masalah sosial dan budaya serta
mampu bersikap kritis, analitis, dan responsif untuk memecahkan masalah
tersebut secara arif di masyarakat.
Tujuan : 1. Mengembangkan kesadaran mahasiswa untuk menguasai pengetahuan tentang
keragaman dan kesetaraan manusia sebagai indiviu dan makhluk sosial dalam
kehidupan bermasyarakat.
2. Menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif pada mahasiswa dalam memahami
dan memecahkan masalah sosial-budaya dengan landasan estetika, etika, moral,
dan hukum dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Memberikann landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan
kepada mahasiswa sebagai bekal hidup bermasyarakat, selaku individu, dan
makhluk sosial yang beradab dalam mempraktikan pengetahuan akademis dan
keahliannya.

3
Berdasarkan visi, misi, tujuan ISBD maka ISBD termasuk pada kategori general
education (pendidikan umum) yang bertujuan untuk membina individu (mahasiswa) untuk
menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik, yaitu pendidikan yang berkanaan
dengan pengembangan keseluruhan kepribadian seseorang dalam kaitannya dengan
masyarakat dan lingkungan hidup.
Selanjutnya Phenix dalam Nursyid S., (2002: 109) mengatakan bahwa makna-makna
esensial yang melekat dalam kehidupan masyarakat dan budaya manusia meliputi enam pola
yaitu makna simbolis meliputi bahasa, upacara-upacara, atau tanda-tanda kebesaran.
Selanjutnya makna empiris yaitu makna yang mengembangkan kemampuan teoretis,
konseptual, analitis, generalisasi berdasarkan fakta-fakta dan kenyataan yang bisa diamati.
Makna estetik meliputi makna yang berkaitan dengan karya seni, dan lain-lain. Makna
senoetik adalah makna yang berkenaan tentang kesan, penghayatan, dan kesadaran yang
mendalam. Lalu ada makna etik yaitu berkenaan dengan aspek-aspek moral, akhlak, dan
perilaku, serta yang terakhir makna sinoptik adalah pengertian mendalam mengenai agama,
filsafat, dan pengetahuan sejarah. Apabila dianalisis hakikat ISBD mulai dari kewajiban
pendidik (Pasal 40 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003) dan keputusan Dirjen DIKTI Pasal 2
tentang misi serta Pasal 5 tentang metode pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa isi
ISBD terdiri atas disiplin-disiplin ilmu sosial dan humaniora beserta kegiatan dasar manusia,
sedangkan metode berpikirnya mengadopsi ilmu pengetahuan alam, serta menggunakan
disiplin ilmu pendidikan dan psikologi pendidikan untuk teori belajar dan mengajarnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka bahan ISBD harus lebih banyak memerhatikan: (a)
kebutuhan dan minat mahasiswa; (b) masalah-masalah sosial dan budaya; (c) keterampilan
berpikir, khususnya keterampilan menyelidik; (d) pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan
alam; (e) kegiatan dasar manusia yang dicantumkan dalam program studi; (f) organisasi
kurikulum yang bervariasi (integrated, correlated, dan separated); (g) pendekatan yang
bervariasi (struktural, fungsional, dan interfield); (h) iklim kelas menjadi lab demokrasi,
improvisasi, dan apresiasi; (i) evaluasi bukan hanya menyangkut kognitif, afektif, dan psiko-
motorik, tetapi juga evaluasi proses; dan (j) bahan bukan hanya diperkaya oleh ilmu-ilmu
sosial dan budaya, tetapi juga agama, serta sains dan teknologi.

4
3. Sub Bab 1 - Pentingnya Pendekatan Interdisipliner dalam ISBD
Setelah munculnya Basic Social Studies (Ilmu Sosial Dasar) dan Basic Humanities (Ilmu
Budaya Dasar). Sekitar tahun 1970-an, mendorong mahasiswa untuk melihat permasalahan
dalam masyarakat dengan menggunakan pendekatan interdispliner. Pendekatan ini selaras
dengan Pasal 5 ayat 1 Keputusan Dirjen Dikti dan akan sulit tercapai jika tidak menggunakan
pendekatan ini, tetapi menggunakan pendekatan monodisiplin. Dengan masalah ini perlu
menggunakan pendekatan multidisiplin karena masalahnya yang kompleks sehingga
memerlukan kajian dari berbagai disiplin ilmu baik secara intredisipliner dan crossdisipliner
atau transdisipliner. Pendekatan multidisipliner dalam pembelajaran ISBD adalah
pendekatan struktural. Struktur disiplin dalam pendekatan ini adalah sistematika, karena
masalah yang dikaji sangat erat dan banyak kaitannya dengan disiplin tertentu. Dengan
demikian, seluruh bahasan itu harus disusun terlebih dahulu secara sistematis. Selain
menggunakan pendekatan sistematika, pendekatan fungsional juga dapat digunakan.
Pendekatan fungsional adalah pembelajaran yang bertitik tolak dari masalah sosial budaya
yang ada dalam masyarakat atau di lingkungan mahasiswa, dimana mahasiswa tersebut
terlibat dalam masalah itu. Selain itu, pendekatan interfield bisa digunakan. Pendekatan
interfield yaitu pendekatan yang bertitik tolak dari ruang lingkup yang luas.
4. Sub Bab 1 - Beberapa Alternatif Model Pembelajaran ISBD

Bila pendekatan multidisiplin atau interdisipliner digunakan dalam ISBD, maka metode
ceramah tidak bisa lagi mendominasi aktivitas perkuliahan. Multimetode harus digunakan
secara bervariasi sesuai dengan kebutuhan interaksi kelas. Ceramah, Tanya jawab, dan
diskusi tentu saja masih dipandang penting terutama untuk memberikan penjelasan dasar-
dasar ilmiah serta materi esensial yang menjadi basic concept masalah yang akan dibahas,
akan teteapi model pembelajaran problem solving, inquiry, klasifikasi nilai, science
technology and society, social action model, serta portofolio based learning sangat
diperlukan untuk mengembangkan empat pilar pendidikan yang dikemukakan UNESCO.
John Dewey dalam bukunya How We Think (1910), melakukan langkah
pemecahan masalah sebagai berikut : (a) a feeling of perplex; (b) the definition of the
problem; (c) suggesting and testing hypotheses; (d) development of the best solution by
reasoning; and (e) testing of the conclution followed by reconsideration of necessary. Kalau
disederhanakan sama dengan langkah-langkah kegiatan ilmiah, yaitu mulai: (a) merasakan

5
adanya masalah; (b) merumuskan masalah; (c) menetapkan hipotesis atau membuat
pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk memecahkan masalah; (d) menetapkan sumber data
yang akan dijadikan objek penelitian; (e) membuat instrumen untuk melakukan penelitian; (f)
melakukan pengumpulan data; (g) melakukan klasifikasi dan analisis data; (h) menguji
hipotesis atau pembahasan hasil penelitian; dan (i) rekomendasi. Model pemecahan masalah
dari John Dewey ini mendasari model-model pembelajaran lain yang melibatkan mahasiswa
untuk melakukan penyelidikan.
5. Sub Bab 1 - Proses Pembelajaran Berbasis Portofolio
Dalam konteks pendidikan, pengertian portofolio menurut D. Budimansyah (2002: 1-2)
bisa diartikan sebagai "wujud benda fisik", yaitu bundle, adalah sekumpulan atau
dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik , seperti bundelan hasil pre-test, tugas, post-test,
dan lain-lain. Adapun sebagai model pembelajaran, Boediono (2001) mengatakan bahwa
portofolio merupakan bentuk dari praktik belajar kewarganegaraan, yaitu inovasi
pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara
mendalam melalui pengalaman belajar praktik-empiris.
Dengan demikian, model pembelajaran berbasis portofolio merupakan pembelajaran
yang melibatkan mahasiswa secara aktif dan kooperatif mulai dari menentukan masalah
secara demokratis, mengumpulkan data, mengoleksi data, menampilkan data, menentukan
solusi permasalahan sehingga dia mampu menilai, dan memengaruhi kebijakan umum dari
hasil temuannya.
Langkah-langkah pembelajaran berbasis portofolio (D. Budimansyah, 2002) meliputi
kegiatan sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi masalah
Dalam kegiatan ini mahasiswa diminta untuk menjawab hal-hal seperti (a) apakah
masalah ini merupakan masalah penting bagi saudara atau masyarakat (mengapa)?
dan (b) di manakah kalian akan mendapat informasi lebih banyak tentang masalah
tersebut?
b. Memilih Masalah untuk Kajian Kelas
Terdapat dua kegiatan yaitu: pertama, menyusun daftar masalah ditulis di papan
tulis; kedua, melakukan pemungutan suara untuk memilih salah satu masalah untuk
menjadi kajian kelas.
c. Mengumpulkan Informasi tentang Masalah yang Akan Dikaji oleh Kelas
Kegiatan pertama, yang dilakukan adalah mengidentifikasi sumber-sumber
informasi, dengan menentukan kriteria sumber informasi manakah yang memberikan

6
banyak informasi dan sumber mana yang kurang. Kegiatan kedua adalah membentuk
tim peneliti berdasarkan jenis sumber informasi yang telah ditetapkan (dalam
kegiatan ini semua mahasiswa harus terbagi habis berdasarkan jenis sumber informasi
yang telah diterapkan). Informasi yang telah dikumpulkan disusun secara sistematis
berdasarkan sub-subkajian, mulai dari latar belakang terjadinya masalah (faktor-
faktor penyebab), pandangan individu atau masyarakat terhadap masalah tersebut,
dasar yuridis, historis, sosiologis, ekonomis, dan kultural masalah tersebu, kebijakan
publik yang berhubungan dengan masalah tersebut, serta faktor-faktor yang
mendukung dan menghambat penyelesaian masalah, pada suatu bundel dokumentasi
yang disebut bundel portofolio.
d. Mengembangkan Portofolio Kelas
Pada sesi ini, mahasiswa dikelompokkan kembali menjadi empat kelompok:
Pertama kelompok yang akan menjelaskan masalah. Kedua, kelompok yang
mengkaji berbagai kebijakan alternatif untuk memecahkan masalah. Ketiga,
kelompok yang mengusulkan kebijakan publik untuk mengatasi masalah. Keempat,
kelompok yang mengusulkan rencana tindakan, yang menunjukkan bagaimana
seorang warga negara atau warga masyarakat dapat memengaruhi pemerintah untuk
menerima kebijakan yang didukung oleh kelas. Hasil pekerjaan empat kelompok ini
harus disertai penjelasan tertulis tentang kelompok mana saja di masyarakat yang
akan mendukung ataupun menentang rencana tindakan tersebut. Keempat kelompok
di atas, setelah menjawab pertanyaan masing-masing harus: a) menampilkan
kajiannya secara grafis dalam bentuk peta, gambar, foto, grafik, karikatur, kartun
politik, judul surat kabar, tabel statistik, dan ilustrasi-ilustrasi lainnya.yang dapat
memperjelas kajian kelompoknya masing-masing; b) mengidentifikasi sumber
informasi apakah sumber itu dari lembaga, orang, bahan cetak, berita radio, atau TV
dalam lembar yang diketik. Hasil pekerjaan (dokumentasi) setiap kelompok disajikan
pada bab sesuai nomor kelompok. Khusus untuk buku, makalah, perundang-undangan
dan sejenisnya, bila terlampau panjang cukup memasukkan abstrak atau judul buku
tersebut.
e. Penyajian Portofolio (Show-case)
Hal-hal yang perlu dipersiapkan terdiri atas: (1) Persiapan. Pertama, memastikan
bundel portofolio sudah memadai; Kedua, menyiapkan panel penayangan materi tiap

7
kelompok yang telah disatukan; Ketiga, mempersiapkan penyajian lisan; Keempat,
menyiapkan ruangan yang representatif dan sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan;
Kelima, mengundang juri; Keenam, menetapkan moderator. (2) Pembukaan,
dilakukan oleh moderator yang diawali dengan informasi yang dikaji serta
memperkenalkan anggota dan juri. (3) Penyajian lisan tiap kelompok, dimana dalam
penyampaiannya dilakukan secara terurut dimulai dari kelompok dengan nomor urut
terkecil. (4) Tanggapan hadirin/undangan, bila terdapat poin penting dapat dicatat. (5)
Pengumuman dewan juri, didasarkan pada kualitas portofolio penayangan dan
dokumentasi serta kualitas penyajian dan tanya jawab waktu penyajian.
Tujuan utama semua itu antara lain untuk berbagai ide dan pengalaman belajar
antar young citizens yang secara psikososial dan sosiokultural pada gilirannya kelak
akan menumbuhkan etos demokrasi dalam konteks harmony in diversety (U.
Syarifudin, 2001: 32). Setelah acara dengar pendapat, diadakan kegiatan "refleksi"
yang bertujuan agar mahasiswa dan dosen merenungkan dampak perjalanan panjang
proses belajar bagi perkembangan pribadi sebagai warga negara.
f. Kriteria penilaian Portofolio
Adapun kriteria penilaian portofolio adalah : (1) kelengkapan; (2) kejelasan; (3)
informasi; (4) dukungan; (5) data grafis; (6) dokumentasi; dan (7) argumentasi.

Berdasarkan teori diatas, kami bermaksud untuk menjadikannya sebagai dasar dalam
menyelesaikan permasalahan yang terjadi di daerah asal salah satu anggota kelompok kami
yaitu penurunan keadaan emosi atau depresi pasca gagal mencalonkan diri menjadi salah satu
anggota legislatif di tingkat kabupaten.
Permasalahan ini terjadi di Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Awal
permasalahan ini adalah adanya seorang laki-laki yang mencalonkan diri sebagai anggota
legislatif di daerahnya. Beliau awalnya merupakan pekerja swasta yang memiliki istri dan
keempat anaknya. Anak pertamanya saat ini duduk di tahun terakhir di Sekolah Menengah
Atas (SMA). Sebelum mencalonkan diri sebagai calon legislatif, beliau sangat giat dalam
menekuni pekerjaannya sebagai pegawai swasta. Pada satu kesempatan, beberapa pihak di
sekitar beliau menawarkannya untuk menjadi anggota partai mereka yang selanjutnya
diajukan sebagai calon legislatif. Salah satu pihak tersebut merupakan orang-orang yang
berwenang di pemerintahan. Kondisi ini menimbulkan kepercayaan diri yang cukup tinggi
dalam diri laki-laki ini. Beliau menganggap bahwa dirinya berpotensi untuk menang lebih

8
besar karena para orang yang berwenang khususnya di pemerintahan menawarkan langsung
posisi ini padanya.
Dengan keyakinan tersebut, beliau memutuskan untuk melepas pekerjaan yang ia tekuni
sebelumnya dan fokus pada pencalonan dirinya sebagai calon legislatif. Seperti yang kita
ketahui, untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat atau anggota legislatif, diperlukan
biaya yang sangat besar. Hal ini pun dialami pula oleh beliau. Beliau mengeluarkan dana
yang sangat banyak, baik itu dari dirinya sendiri maupun keluarganya, bahkan dari partai
yang ia ikuti untuk mempersiapkan pencalonan dirinya.
Namun nasib berkata lain, beliau gagal dalam pencalonan diri menjadi anggota legislatif.
Kepercayaan dirinya yang sangat tinggi menjadikannya mendapat kekalahan yang sangat
dalam. Beliau akhirnya stres dan mengalami penurunan keadaan emosi bahkan hingga
depresi. Untuk mengalihkan rasa stres yang dialaminya, beliau mulai mengonsumsi
minuman-minuman keras. Frekuensi merokoknya juga meningkat sehingga pola hidupnya
tidak sehat. Beliau juga menjadi mudah tersinggung dengan perlakuan masyarakat di
sekitarnya, yang sebenarnya tidak bermaksud menyinggung dirinya. Seringkali ia bersikap
kasar dan melampiaskan amarahnya ke lingkungan sekitar dan membuat masyarakat tidak
nyaman dengan tingkah lakunya. Beliau sama sekali tidak memiliki keinginan dan usaha
untuk mencari pekerjaan karena rasa gengsi yang ada dalam dirinya. Keadaan ini
menyebabkan istrinya terpaksa menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga dan
menghidupi keempat anak mereka. Permasalahan ini pada dasarnya seringkali terjadi di
beberapa daerah lain khususnya di kota-kota besar pasca pemilihan calon wakil rakyat.
Jika dikaitkan dengan mata kuliah dasar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD),
permasalahan yang dialami beliau masuk ke dalam ruang lingkup masalah sosial dan sedikit
menyinggung ke arah politik. Salah satu misi dalam Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD)
yaitu memberikan dasar-dasar untuk memahami masalah sosial dan budaya serta mampu
bersikap kritis, analitis, dan responsif untuk memecahkan masalah tersebut secara arif dan
bijaksana di masyarakat. Berdasarkan misi tersebut kami berkenan untuk memberikan
beberapa langkah untuk menyelesaikan permasalahan yang telah ada di atas.
Ada dua macam solusi yang dapat kami tawarkan yaitu secara preventif dan kuratif.
Preventif disini memiliki arti pencegahan, dimana dalam kasus ini yang dapat disiapkan
sebelumnya tentu mental. Hal ini bertujuan agar para calon legislatif nantinya tidak berujung

9
pada stres dan depresi ketika mengalami kegagalan sehingga mereka tetap bisa menjalani
kehidupan mereka secara normal setelahnya. Selain itu, para calon juga dapat menyiapkan
rencana alternatif jikalau mereka gagal dalam pencalonan dan memiliki arah yang jelas untuk
kedepannya. Dana yang dianggarkan pun tidak seharusnya digunakan secara keseluruhan
namun harus disisakan sedikit untuk keperluan yang tidak terduga.
Solusi kedua yang kami tawarkan adalah solusi secara kuratif. Penyelesaian secara kuratif
dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa melalui langkah persembahyangan, penenangan pikiran, ataupun meditasi. Jika kegiatan
ini rutin dilakukan, maka pikiran yang kacau atau kalut akan berangsur-angsur tenang.
Kedua, apabila kondisi mental sudah memburuk sebaiknya keluarga membawa korban
menuju psikiater untuk mendapatan diagnosis dan penanganan lebih lanjut terkait masalah
mental yang dihadapi. Namun, solusi kedua ini sedikit dipersulit akibat stigma masyarakat
bahwa orang yang pergi ke psikiater sudah pasti mengidap penyakit kejiwaan atau sering
disebut gila. Tentunya, kita sebagai generasi muda bangsa Indonesia harus mampu
meluruskan stigma yang salah ini dengan pemberian sosialisasi dan penyuluhan secara
berkala sehingga korban dan keluarganya merasa nyaman berkonsultasi ke psikiater.
Dari permasalahan yang telah kami paparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
apabila kita akan merencanakan atau memutuskan sesuatu sebaiknya kita tidak terlalu
percaya diri dan tetap siap dengan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi. Selain itu,
kita juga harus mempertimbangkan dampak positif maupun negatif dari keputusan yang kita
ambil sehingga nantinya kita mampu menyiapkan rencana alternatif apabila kenyataan yang
terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

10

Anda mungkin juga menyukai