Anda di halaman 1dari 3

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem persarafan terdiri atas otak, medula spinalis, dan saraf perifer. Struktur
ini bertanggung jawab mengendalikan dan menggordinasikan aktivitas sel tubuh
melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut berlangsung
melalui serat-serat saraf dan jaras-jaras. Secara langsung dan terus menerus.
Perubahan potensial elektrik menghasilkan respons yang akan mentransmisikan
sinyal-sinyal (Batticaca, F., 2008).
Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti kontraksi otot,
peristiwa viseral yang berubah dengan cepat, menerima ribuan informasi dari
berbagai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikannya untuk menentukan
reaksi yang harus dilakukan tubuh. Membran sel bekerja sebagai suatu sekat
pemisah yang amat efektif dan selektif antara cairan ektraselular dan cairan
intraselular antara cairan ektraselular dan cairan intraselular . Didalam ruangan
ekstra selular ektraselular, disekitar neuron terdapat cairan dengan kadar ion
natrium dan klorida, sedangkan dalam cairan intraselular terdapat kalium dan
protein yang lebih tinggi. Perbedaan komposisi dan kadar ion-ion didalam dan
diluar sel mengakibatkan timbulnya suatu potensial membran.
Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua
bagian cranium (adakalanya disebut kalvaria) terdiri atas delapan tulang, dan
kerangka wajah terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai
permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai
dengan otak dan pembuluh darah (Pearce, E., 2002).
Kemajuan teknologi dan adanya perbaikan prosedur pencitraan dan teknik
pembedahan memungkinkan ahli bedah neuro melokalisasi dan mengatasi lesi
intrakranial dengan ketepatan lebih besar dari pada sebelumnya. (Cicilia UzuMaki
BanGeuD di 20.53, 2011)
Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu
intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya
kraniotomi dilakukan dengan maksud pengambilan sel atau jaringan intrakranial
yang dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia atau dapat juga

1
2

dilakukan dengan pembedahan yang dimasudkan pembenahan letak anatomi


intrakranial. (Cicilia UzuMaki BanGeuD di 20.53, 2011)
Pada pasien kraniotomi akan terlihat tanda dan gejala berupa pada penurunan
kesadaran, nyeri kepala sebentar kemudian membaik beberapa waktu kemudian
timbul gejala yang berat dan sifatnya progresif seperti: nyeri kepala hebat, pusing,
penurunan kesadaran, pada kepala terdapat hematoma subkutan, pupil dan isokor,
kelemahan respon motorik konta lateral, reflek hiperaktif atau sangat cepat, bila
hematoma semakin meluas maka timbul gejala deserebrasi dan gangguan tanda
vital serta fungsi respirasi (Brunner & Suddarth, 2002).
Setiap dilakukan tindakan kraniotomi, biasanya pasien selalu lebih sensitif
terhadap suara yang keras. Pada pasien bisa juga terjadi afasia, kemungkinan lain
yang bisa terjadi adalah paralisis, buta, dan kejang. Pasien yang tidak mengalami
komplikasi, kemungkinan dapat segera keluar dari rumah sakit. Gangguan
kognitif dan bicara setelah operasi memerlukan evaluasi psikologis, terapi bicara,
dan rehabilitasi (Brunner & Suddarth, 2002).
Komplikasi bedah kraniotomi meliputi peningkatan tekanan intraokuler (TIK),
infeksi dan defisit neurologik. Selanjutnya peningkatan TIK dapat terjadi sebagai
akibat edema serebral atau pembengkakan dan diatasi dengan manitol, diuretik
osmotik, Disamping itu pasien juga memerlukan intubasi dan penggunaan agens
paralisis. Infeksi mungkin karena insisi terbuka, pasien harus mendapat terapi
antibiotik dan balutan serta sisi luka harus dipantau untuk tanda infeksi,
peningkatan drainase,bau menyengat,drainase purulen dan kemerahan serta
bengkak sepanjang garis insisi, defisit neurologik dapat diakibatkan oleh
pembedahan. Pada pasca operasi status neurologik pasien dipantau dengan ketat
untuk adanya perubahan, apabila tindakan ini tidak segera dilakukan akan
menyebabkan kematian (Brunner & Suddarth, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah pada kasus Post Op.
Craniotomy yakini sebagai berikut: Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. S
dengan diagnosa medis Post Op. Craniotomy di Ruang ICU RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
3

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa
medis Post Op. Craniotomy dengan indikasi SDH di Ruang ICU RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendapatkan pengalaman Klinik dalam perawatan Pasien dengan masalah
Post Op. Craniotomy.
2. Mendapatkan pengalaman klinik dalam melakukan pengkajian, menganalisa
masalah, mengangkat diagnosa keperawatan, menentukan rencana
keperawatan, melakukan implementasi keperawatan dan mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan
3. Melatih keterampilan Klinik
4. Melatih berpikir kritis terhadap berbagai keadaan pasien
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis adalah untuk mendapatkan pengalaman klinis dalam perawatan
klien dengan Post Op. Craniotomy.
2. Bagi Pembaca adalah untuk menambah gambaran kejadian dan sebagai bahan
referensi untuk menentukan perawatan yang efektif pada kasus yang serupa.

Anda mungkin juga menyukai