Anda di halaman 1dari 27

I.

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

A. Identitas Kepala Keluarga dan Pasangan Kepala Keluarga

1. Kepala Keluarga

a.Nama : Suripno

b.Usia : 70 tahun

c.Jenis kelamin : Laki-laki

d.Agama : Islam

e.Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

f. Pekerjaan : Buruh

g. Alamat lengkap : Desa Jompo Kulon RT 3 RW 3 Sokaraja

h. Bentuk keluarga : Keluarga inti

2. Pasangan Kepala Keluarga

a.Nama : Suminah

b.Usia : 70 tahun

c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Agama : Islam

e. Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

f. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

3. Anak Pertama

a. Nama : Eni Sukasi


b. Usia : 48 tahun

c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Agama : Islam

e. Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

f. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

4. Mantu anak pertama

a. Nama : Adam

b. Usia : 49 tahun

c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Agama : Islam

e. Pendidikan : SMP

f. Pekerjaan : Karyawan Swasta

5. Anak kelima

a. Nama : Urip Wahono

b. Usia : 36 tahun

c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Agama : Islam

e. Pendidikan : SMP

f. Pekerjaan : Karyawan

6. Mantu anak kelima


a. Nama : Satini

b. Usia : 36 tahun

c. Jenis Kelamin : Perempuan

d. Agama : Islam

e. Pendidikan : SMP

f. Pekerjaan : Karyawan

B. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Satu Rumah

Daftar anggota keluarga Bapak Suripno yang tinggal dalam satu rumah dapat
dilihat pada Tabel 1.1 di bawah berikut.

Tabel 1.1. Daftar anggota keluarga yang tinggal satu rumah

Nama L/P Usia Kedudukan Pekerjaan Pendidikan Ket.

Kepala
Suripno L 70 Buruh SD Pasien
keluarga

Ibu
Istri
Suminah P 70 Istri Rumah SD
pasien
tangga

Ibu
Eni Anak Anak
P 48 Rumah SD
Sukasi pertama pasien
Tangga

Mantu anak Karyawan Mantu


Adam L 49 SMP
pertama Swasta pasien
Urip Anak Anak
L 36 Karyawan SMP
Wahono kelima pasien

Mantu anak Mantu


Satini P 36 Karyawan SMP
kelima pasien
II. STATUS PENDERITA

A. Identitas Penderita

Nama : Suripno

Usia : 70 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia (WNI)

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SR (Sekolah Rakyat)/ SD

Penghasilan/bulan : Rp 500.000-1.000.000/bulan

Alamat : Jompo RT/RW: 03/03, Sokaraja,


Purwokerto

Pengantar : Tidak diantar

Hubungan dengan Bapak Suripno : -

B. Hasil Anamnesis
1. Keluhan Utama

Bapak Suripno datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri pada jari


kaki sebelah kanan yang kemudian menjalar sampai ke telapak kaki sejak 3
hari yang lalu.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


a. Asam urat atau gout arthritis

Keluhan dirasakan dengan adanya nyeri pada telapak kaki kanan


pasien saat dibuat beraktivitas (berjalan, berdiri, dsb). Keluhan dirasa
sejak 3 hari yang lalu dan semakin memberat. Sebelumnya Pak Suripno
juga suka mengeluhkan adanya rasa nyeri berulang dan tidak nyaman
pada telapak kakinya saat berjalan dari 5 tahun yang lalu namun tidak
perrnah diobati karena keluhan tersebut dirasa belum terlalu berat dan
masih bisa dibuat untuk beraktivitas.

Pada 3 hari yang lalu, saat Pak Suripno hendak menyalakan


motornya, telapak kakinya tertekan dengan mesin motor dan setelah itu
keluhan dirasa semakin sakit sampai akhirnya diperiksakan ke
Puskesmas. Bila dibuat beristirahat nyeri tersebut berkurang, tetapi saat
dibawa berjalan, nyeri timbul kembali.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Bapak Suripno memiliki riwayat asam urat yang dirasakan sudah lama,
kira-kira sejak 5 tahun yang lalu dan sering ditandai dengan rasa nyeri
berulang pada telapak kaki kanannya saat berjalan. Sebelumnya, keluhan
tersebut dirasakan masih tidak terlalu berat dan masih bisa menjalani aktivitas
seperti biasa, namun sejak 3 hari yang lalu keluhan dirasakan semakin berat
sehingga diperiksakan ke Puskesmas. Pak Suripno tidak pernah
mengkonsumsi obat apapun sebelumnya untuk mengobati rasa nyeri tersebut.

Riwayat alergi tidak diketahui baik terhadap obat, makanan, zat, serta
alergen lain. Riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Orang tua Pak Suripno tidak ada yang mengalami penyakit serupa.
Namun, istri Pak Suripno mengalami hal yang sama dengan beliau.
5. Riwayat Sosial Ekonomi

Bapak Suripno sehari-hari hidup tanpa pekerjaan yang menetap, hanya


terkadang beliau pergi ke sawah untuk mengambil hasil panen dan jika ada
tawaran maka beliau suka membantu untuk menjadi buruh di tempat tersebut.
Dalam sebulan Pak Suripno memiliki penghasilan kurang dari Rp 500.000,00.
Namun meski begitu, anak-anak Bapak Suripno yang masih tinggal satu
rumah dengan beliau juga ikut membantu untuk kebutuhan hidup Pak Suripno
dan istrinya.

Dalam satu rumah, Pak Suripno dan istrinya tinggal bersama 2 anaknya,
yaitu anak yang pertama dan kelima. Tiga anak lainnya, tinggal bersama
suaminya di kota yang berbeda. Semua anaknya telah menikah dan memiliki
anak, namun anak-anak Pak Suripno masih suka membantu untuk mencukupi
kebutuhan Pak Suripno dan istrinya.

Pak Suripno memiliki riwayat merokok aktif sejak kelas 3 SD sampai


sekarang, dalam sehari Pak Suripno bisa menghabiskan ½-1 bungkus rokok.
Riwayat konsumsi obat maupun alkohol disangkal.

Rumah yang ditinggali Pak Suripno tidak begitu luas namun bersih dan
nyaman untuk ditempati. Ventilasi ruangannya baik dan udara dapat berputar
dengan lancar, namun rumah satu dan lainnya cukup berdempitan. Dalam satu
kotak rumah ada 3 kamar/ ruangan, yang di dalam satu ruangan tersebut
dilengkapi kamar mandi dalam masing-masing yang bersih. Dalam satu
ruangan diisi oleh 1 keluarga kecil, misal ruangan pertama dihuni oleh Pak
Suripno dan istri, ruang dua dihuni oleh anak pertama Pak Suripno dengan
pasangan juga anaknya, dan seterusnya. Diantara ketiga ruangan tersebut, ada
tempat untuk keluarga berkumpul jika memiliki waktu luang.

C. Pemeriksaan Fisik

Data pemeriksaan fisik Pak Suripno didapatkan dari hasil pemeriksaan saat di
Puskesmas. Berikut adalah hasil pemeriksaan fisik pasien:
1. Keadaan umum dan kesadaran, pasien tampak sedikit lelah dan compos
mentis

2. Antropometri:

Tinggi badan : 174,5 cm

Berat badan : 49 kg

IMT : 16,22 kg/m2 (underweight)

3. Tanda Vital:

Denyut nadi : 82 kali/menit

Laju respirasi : 20 kali/menit

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Suhu tubuh : 37,5oC

4. Pemeriksaan Kepala dan Leher:

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : Dalam batas normal

Telinga : Dalam batas normal

Mulut : Dalam batas normal

Leher : Dalam batas normal, pembesaran kelenjar getah bening


(-/-)

5. Pemeriksaan Thoraks

Inspeksi : bentuk thoraks Dalam batas normal, pengembangan


dada Dalam batas normal
Palpasi : vokal fremitus Dalam batas normal

Perkusi : Dalam batas normal, sonor pada seluruh lapang


paru, redup

pada bagian jantung, batas paru jantung normal

Auskultasi : vesikuler pada seluruh lapang paru, suara

jantung S1 dan S2 normal.

6. Pemeriksaan Abdomen, yaitu Dalam batas normal

7. Pemeriksaan Ekstremitas

Pada inspeksi terdapat bekas luka dan edem pada kedua punggung
kaki Pak Suripno

8. Pemeriksaan Status Lokalis

Dilakukan pemeriksaan lokalis pada bagian kaki kanan pasien,


didapatkan nyeri tekan dan edem pada bagian jemari dan kaki pasien sebelah
kanan.

9. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan genitalia, anorektal, dan neurologis tidak dilakukan karena


tidak merujuk pada keluhan pasien serta tidak dimungkinkan untuk dilakukan
di rumah pasien.

D. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan kadar asam urat dan didapatkan hasil 7,8 (meningkat).
III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Fisiologis dengan APGAR

Menghitung keberhasilan fungsi fisiologis keluarga dapat dilakukan dengan


melakukan wawancara dengan metode APGAR, yaitu:

1. Adaptation

Merupakan tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang


dibutuhkannya dari anggota keluarga lainnya.

2. Partnership

Partnership adalah tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi,


urun rembug dalam mengambil suatu keputusan dan atau menyelesaikan masalah
yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga.

3. Growth

Merupakan tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang


diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan setiap
anggota keluarga.

4. Affection

Definisinya adalah tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang


serta interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.

5. Resolve

Merupakan tingkat kepuasan anggota keluarga dalam kebersamaan membagi


waktu dan ruang antar anggota keluarga.

Dari hasil penggalian informasi yang dilakukan terhadap keluarga Bpk.


Suripno, didapatkan skor APGAR 9. Skor tersebut menunjukan keluarga Bpk.
Suripno memiliki fungsi fisiologis keluarga yang dinilai sehat.
B. Fungsi Holistik

1. Fungsi Biologis

Saat ini Bpk. Suripno menderita penyakit Gout Arthritis karena dari data
anamnesis yang kami dapatkan yairu sakit dan bengkak di bagian telapak kaki dan
punggung kaki kanan dan pada pemeriksaan penunjang asam urat dalam darah
didapatkan diatas normal yaitu 7,8 mg/Dl, sehingga Bpk. Suripno di diagnosis Gout
Arthritis

2. Fungsi Psikologis

Dari hasil penggalian informasi, hubungan psikologis antar keluarga masih


berjalan dengan baik dan harmonis.

3. Fungsi Sosial Ekonomi

Kondisi ekonomi Bpk. Suripno beserta keluarganya rendah, dikarnakan Bpk.


Suripno hanya sebagai pensiunan dan pekerjaan sehari-harinya menjadi petani yang
menggarap sawah orang hanya padaa saat panen saja. Akan tetapi berkecukupan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, anak-anak dari Bpk. Suripno
sering membantu kebutuhan Bpk. Suripno dan istri.

C. Fungsi Psikologik

1. Fungsi Sosial dan Kultural

Bpk. Suripno dan istrinya sudah berada pada masa tuanya, yang mana seluruh
anaknya sudah dapat mandiri. Kebersamaan dengan masyarakat dikatakan baik.
Pekerjaan Bpk. Suripno saat ini adalah sebagai pensiunan.

2. Fungsi Religius

1. Ibadah di rumah : Iya, kadang di masjid

2. Ruangan khusus ibadah : Ada


3. Fungsi Ekonomi

a. Pemenuhan finansial : Tidak menentu

b. Pemenuhan kebutuhan : Sekunder

4. Fungsi Edukasi

a. Semua anak sekolah : Ya

b. Perencanaan khusus untuk anak sekolah : Tidak

c. Dana khusus untuk pendidikan : Tidak

d. Pendidikan paling tinggi : SMA

B. Fungsi Genetik

Dasila Iskanda
Wirji marhamah
h r
Lingkaran : perempuan
Persegi : laki-laki
Warna hijau : terkena
Gout Arthritis
Garis merah : meninggal
Suripn Suripn Garis hitam : hidup
oi oi

Adam Satim Wahyono


Eni
m i p

Muhamer Bayu
Pada genogram dapat dilihat bahwa Bpk. Suripno saat ini tinggal bersama
anak dan cucunya. Kedua anaknya sudah mempunyai keluarga dan tidak lagi tinggal
satu rumah dengan Bpk. Suripno.

C. Fungsi Interaksi

1. Fungsi Perilaku

Aspek ini meliputi pengetahuan tentang kesehatan, kesadaran akan


pentingnya kesehatan serta tindakan yang mencerminkan pola hidup sehat. Ketika
mengetahui Bpk. Suripno menderita Gout Arthritis, Bpk. Suripno lebih sadar akan
kondisinya, sehingga pola hidup yang sehat saat ini sedang diupayakan untuk terus
dilakukan oleh Bpk. Suripno.

2. Fungsi Non-Perilaku

Aspek ini meliputi adanya kepedulian memeriksakan diri ke tempat pelayanan


kesehatan. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan tersedia di wilayah tersebut,
serta jarak rumah dengan puskesmas + 1 km. Jika dilihat dari rekam medik, Bpk.
Suripno rutin untuk pergi ke puskesmas untuk mengetahui keluhan yang dirasakan.
IV. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESEHATAN

Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan seseorang menderita penyakit


asam urat, diantaranya:

1. Pola makan yang tidak terkontrol. Asupan makanan yang masuk kedalam
tubuh dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah. Makanan yang
mengandung zat purin yang tinggi akan diubah menjadi asam urat.

2. Seseorang dengan berat badan berlebih (obesitas)

3. Peminum alkohol. Alkohol dapat menyebabkan pembuangan asam urat lewat


urine ikut berkurang, sehingga asam urat tetap bertahan didalam tubuh.

4. Seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit asam urat.

5. Sesorang kurang mengkonsumsi air putih

6. Seseorang dengan gangguan ginjal dan hipertensi

7. Seseorang yang menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu lama

8. Seseorang yang mempunyai penyakit diabetes melitus.


V. DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PENANGANAN KOMPREHENSIF

A. Diagnosis Holistik

1. Aspek Personal

a. Keluhan utama pasien yaitu nyeri pada telapak kaki dan semakin berat bila dibuat
beraktivitas

b. Keluhan penyerta berupa kram dikedua tangan bila kelelahan

c. Idea atau hal yang dipikirkan pasien adalah pasien memiliki penyakit nyeri sendi
dan ingin berobat ke dokter puskesmas.

d. Anxiety atau hal yang dicemaskan pasien adalah nyeri saat beraktivias terutama
berjalan, sehingga membuat pasien lebih banyak istirahat dan kurang produktif

e. Expectation atau harapan pasien yaitu ingin cepat sembuh dan nyaman saat
beraktivitas.

2. Aspek Klinis

Diagnosis kerja dan diagnosis banding berupa:

a. Gout Artrhtitis, dengan diagnosis banding Rheumatoid Arthritis

b. Prehipertensi, dengan diagnosis banding hipertensi esensial

3. Aspek Faktor Risiko Internal (Intrinsik) sebagai Confounding Factors

a. Jenis kelamin yaitu pada laki-laki prevalensinya lebih tinggi dibanding wanita

b. Usia yaitu ada kemungkinan peningkatan kadar asam urat pasien seiring dengan
meningkatnya usia, mengingat juga saat ini usia pasien mencapai 70 tahun

c. Perilaku individu sakit perokok aktif sejak kelas 3 SD dan suka makan makanan
berkuah santan, berminyak, dan makanan tinggi purin lain
4. Aspek Faktor Risiko Eksternal (Ekstrinsik) sebagai determinant factors
a. Perilaku sakit anggota keluarga lain
Pak Suripno tinggal bersama istri, kedua anaknya dan keluarganya.
Interaksi Pak Suripno cukup baik meskipun pada siang hari anggota keluarganya
sibuk bekerja.
b. Hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal baik dengan skoar APGAR 9, sehingga bukan
sebuah faktor risiko.
c. Sosial ekonomi

Keluarga Pak Suripno termasuk keluarga sosial ekonomi menengah ke


bawah dengan penghasilan total sekitar Rp 500.000-1.000.000 untuk 2 orang, hal
ini terkait dengan capaian pelayanan kesehatan dan pemenuhan nutrisi sehari-hari.

d. Pendidikan

Pak Suripno dan istrinya sama-sama memiliki tingkat pendidikan sampai


sekolah rakyat (SR) atau SD sehingga mempengaruhi beberapa hal seperti, pola
diet yang tidak baik dan kebiasaan merokok. Pak Suparno masih sering
mengonsumsi makanan yang bersantan dan berminyak.

e. Lingkungan rumah
Rumah Pak Suripno terlihat bersih dan rapi dengan lantai keramik. Ventilasi
juga baik dan udara serta cahaya bisa masuk ke rumah dengan baik. Tiap ruang
untuk kamar juga cukup baik dan layak.

f. Lingkungan lokal sekitar


Lokasi tempat tinggal Pak Suripno cukup padat namun tidak kumuh. Jarak
rumah satu dengan lainnya juga berdempetan. Jalan di depan rumahnya cukup
luas dan bersih dan tidak dekat dengan kandang hewan.

5. Aspek Skala Fungsi Sosial (Derajat Keparahan Penyakit)

Penilaian aspek skala fungsi sosial Pak Suripno dapat dicocokkan dengan
menggunakan Tabel 5.1 di bawah berikut
Skala Aktivitas Ketergantungan
Menjalankan terhadap Orang
Fungsi Lain

1 Melakukan Mandiri dalam


pekerjaan seperti perawatan diri dan
sebelum sakit bekerja di dalam dan
luar rumah

2 Pekerjaan ringan Aktivitas kerja


sehari-hari, di dalam mulai berkurang
dan luar rumah
Tabel
5.1 3 Pekerjaan ringan dan Pekerjaan ringan Skala
bisa melakukan dan perawatan diri Fungsi
perawatan diri masih dikerjakan Sosial
sendiri

4 Perawatan diri hanya Tidak melakukan


keadaan tertentu, aktivitas kerja.
posisi duduk dan Perawatan diri oleh
berbaring keluarga

5 Perawatan diri oleh Sangat bergantung


orang lain, posisi dengan orang lain
berbaring pasif (misal tenaga medis)

Berdasarkan pengamatan terhadap kondisi Pak Suripno, aspek skala sosial


beliau terletak pada skala 1, karena masih dapat melakukan aktivitas dan pekerjaan
biasanya seperti sebelum sakit dan mandiri saat berobat ke puskesmas dan perawatan
diri.

B. Penanganan Komprehensif

Penanganan komprehensif meliputi penanganan pada fokus personal, keluarga,


dan komunitas.

1. Fokus Personal
a. Rencana Penegakan Diagnosis (Pemeriksaan penunjang)
1) Pemeriksaan profil lipid seperti kolesterol, LDL, HDL, trigliserid
2) Pemeriksaan asam urat, kreatinin serum, kalium serum
3) EKG
a. Initial theraphy
1) Perbaiki gaya hidup
2) Berhenti merokok
3) Alloprinol 3x1
4) Ibuprofen 3x1
5) Kalk 2x1
b. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
1) Edukasi untuk penyakit yang diderita yaitu tentang gout arthrtitis dan
prehipertensi
2) Beri keterangan yang jelas tentang jenis obat, cara pemakaian, dan frekuensi
pemakaiannya
3) Edukasi tentang pola diet dan meningkatkan asupan makanan yang lebih
bernutrisi seperti buah-buahan, sayuran hijau dan tomat, telur, dsb.
4) Edukasi supaya mengistirahatkan persendiannya
5) Edukasi tentang bahaya merokok
6) Konsumsi obat secara teratur dan disiplin
7) Edukasi tentang penyakit familial.
8) Kontrol ke fasilitas pelayanan kesehatan secara rutin.
c. Monitoring dan Evaluasi
1) Medical check up rutin
2) Pemeriksaan kadar asam urat rutin dan tekanan darah rutin
3) Kontrol dan mengambil obat setiap bulan
4) Monitoring kadar asam urat dan tekanan darah
2. Family Care/ Family Focus
a. Meminta suport dari istri dan keluarga untuk memberi semangat dan nasihat segala
hal, termasuk dalam menjaga kesehatan, perilaku atau kebiasaan makannya.
Keluarga diharapkan tidak membiarkan Pak Suripno mengonsumsi makanan-
makanan yang tidak seharusnya, seperti makanan berlemak, bersantan, dan makanan
tinggi purin lainnya juga mensuport Pak Suripno untuk berhenti merokok
b. Mengimbau Pak Suripno, istri, dan keluarga di rumahnya untuk saling terbuka
tentang masalah yang dialami, sehingga Pak Suripno tetap terjaga secara emosional
yang membantu proses pengobatan dan kualitas hidupnya.
c. Pak Suripno dan semua anggota keluarga harus menaati dan menghormati aturan
yang telah disepakati bersama.
d. Meningkatkan komunikasi yang baik antaranggota keluarga, terutama keluarga yang
tinggal serumah. Pak Suripno juga diimbau mengingatkan keluarganya di rumah
supaya melakukan skrining dan perbaikan gaya hidup untuk deteksi dini penyakit
familial.
3. Local Community Care/ Focus Community
a. Edukasi penyakit gout arthritis dan prehipertensi beserta pencegahannya pada orang-
orang yang berisiko.
b. Edukasi masyarakat untuk mengubah pola hidangan pada hajatan dan kegiatan-
kegiatan sosial dengan makanan yang lebih sehat dan bergizi, menghindari dan
berhenti merokok, juga kebiasaan untuk berolahraga teratur
c. Screening penyakit pada lokal komunitas.
VI. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gout Arthritis
1. Definisi

Gout Arthritis merupakan sebuah peradangan sendi yang paling sering


ditemukan. Ditandai dengan adanya penumpukan kristal monosodium urat di
dalam maupun sekitar persendian. Monosoium urat tersebut berasal dari hasil
metabolisme purin yang dikonsumsi dalam jumlah tinggi (Zahara, 2013).

2. Epidemiologi

Dari waktu ke waktu jumlah pasien dengan gout arthritis semakin


meningkat. Prevalensi asam urat di AS mencapai 2,6% dari 1000 kasus yang ada.
Prevalensi tersebut didapatkan semakin meningkat seiring bertambahnya usia,
terutama pada laki-laki yaitu sebanyak 90% dibanding wanita 10% (Duffon J,
2011).

Di China, tahun 2006 prevalensi gout arthritis mencapai 0,36% pada orang
dewasa dengan rentang usia 20-74 tahun (Kumalasari, 2009). Sedangkan di
Indonesia, total prevalensi untuk gout arthritis mencapai 32% (Pratiwi VF, 2013).

3. Faktor Risiko

Gout arthritis atau asam urat sering dianggap sebagai penyakit yang umum
dialami semua orang dengan usia lanjut, faktor risiko yang menyebabkan orang
terserang penyakit asam urat adalah sebagai berikut (Andry, 2009) :

a. Usia, pasien dengan rentang usia 30-75 tahun akan lebih mudah untuk terserang
asam urat. Prevalensinya juga semakin meninggi seiring peningkatan usia pasien
b. Jenis kelamin, pada laki-laki lebih sering terserang asam urat (90%), karena laki-
laki tidak memiliki hormon estrogen yang dapat mengeluarkan asam urat lewat
urin sehingga dapat menjaga kadarnya dalam darah untuk tetap normal
c. Konsumsi alkohol berlebih
d. Kurang aktivitas fisik, karena penimbunan kristal monosodium urat yang diikuti
dengan konsumsi purin berlebih
e. Hipertensi dan penyakit jantung
f. Obat-obat tertentu, terutama golongan diuretik
g. Gangguan fungsi ginjal
4. Manifestasi Klinis

Gout terjadi dalam empat tahap. Tidak semua kasus berkembang menjadi tahap
akhir. Perjalanan penyakit asam urat mempunyai 4 tahapan, yaitu:

a. Tahap 1 (Tahap Gout Artritis akut)

Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan
setelah 60 tahun pada perempuan. Onset sebelum 25 tahun merupakan bentuk tidak
lazim artritis gout, yang mungkin merupakan manifestasi adanya gangguan
enzimatik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin. Pada 85-90%
kasus, serangan berupa artritis monoartikuler dengan predileksi MTP-1 yang biasa
disebut podagra. Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang sangat
akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala
apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan.
Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan
sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan
peningkatan endap darah. Sedangkan gambaran radiologis hanya didapatkan
pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan cepat membaik setelah
beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun (Altman, R et al., 1986; Graham, A.,
1995).

Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama jika tanpa terapi yang adekuat,
serangan dapat mengenai sendi-sendi yang lain seperti pergelangan tangan/kaki, jari
tangan/kaki, lutut dan siku, atau bahkan beberapa sendi sekaligus. Serangan menjadi
lebih lama durasinya, dengan interval serangan yang lebih singkat, dan masa
penyembuhan yang lama. Diagnosis yang definitive/gold standard, yaitu
ditemukannya Kristal urat (MSU) di cairan sendi atau tofus (Altman, R et al., 1986;
Graham, A., 1995).
Gambar 1. Bengkak dan kemerahan pada podagral (Altman, R et al., 1986;
Graham, A., 1995)
b. Tahap 2 (Tahap Gout interkritikal)

Pada tahap ini penderita dalam keadaan sehat selama rentang waktu tertentu.
Rentang waktu setiap penderita berbeda-beda. Dari rentang waktu 1-10 tahun. Namun
rata-rata rentang waktunya antara 1-2 tahun. Panjangnya rentang waktu pada tahap ini
menyebabkan seseorang lupa bahwa dirinya pernah menderita serangan gout Artritis
akut. Atau menyangka serangan pertama kali yang dialami tidak ada hubungannya
dengan penyakit Gout Artritis. (Altman, R et al., 1986; Graham, A., 1995)

c. Tahap 3 (Tahap Gout Artritis Akut Intermitten)

Setelah melewati masa Gout Interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala,


maka penderita akan memasuki tahap ini yang ditandai dengan serangan artritis yang
khas seperti diatas. Selanjutnya penderita akan sering mendapat serangan (kambuh)
yang jarak antara serangan yang satu dengan serangan berikutnya makin lama makin
rapat dan lama serangan makin lama makin panjang, dan jumlah sendi yang terserang
makin banyak. Misalnya seseorang yang semula hanya kambuh setiap setahun sekali,
namun bila tidak berobat dengan benar dan teratur, maka serangan akan makin sering
terjadi biasanya tiap 6 bulan, tiap 3 bulan dan seterusnya, hingga pada suatu saat
penderita akan mendapat serangan setiap hari dan semakin banyak sendi yang
terserang (Altman, R et al., 1986; Graham, A., 1995).

d. Tahap 4 (tahap Gout Artritis Kronik Tofaceous)

Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau
lebih. Pada tahap ini akan terbentuk benjolan-benjolan disekitar sendi yang sering
meradang yang disebut sebagai Thopi. Thopi ini berupa benjolan keras yang berisi
serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Thopi ini
akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang disekitarnya. Bila ukuran thopi
semakin besar dan banyak akan mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakana
sepatu lagi (Altman, R et al., 1986; Graham, A., 1995).

Gambar 2. Tangan pasien yang memasuki stadium gout tahap lanju t (Altman, R et
al., 1986; Graham, A., 1995).

5. Penatalaksanaan
Secara umum, penanganan gout artritis adalah memberikan edukasi, pengaturan
diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak
terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain. Pengobatan gout arthritis akut
bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat,
antara lain: kolkisin, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), kortikosteroid atau
hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti alupurinol atau obat urikosurik tidak
dapat diberikan pada stadium akut. Namun, pada pasien yang secara rutin telah
mengkonsumsi obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pada stadium
interkritik dan menahun, tujuan pengobatan adalah menurunkan kadar asam urat,
sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat
dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat alupurinol
bersama obat urikosurik yang lain (Albar, 2010; Terkeltaub, 2008)

a. Nonstereoidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs)

NSAIDs dimulai dengan dosis maksimum pada tanda pertama dari serangan, dan
dosis diturunkan pada saat gejala sudah mulai mereda. Namun pemberian obat harus
terus diberikan sampai 48 jam setelah gejala sudah tidak muncul lagi (Albar, 2010;
Terkeltaub, 2008).

b. Kolkisin

Kolkisin terbukti efektif digunakan untuk menangani akut gout artritis, kolkisin
dapat memberikan efek meredakan nyeri dalam waktu 48 jam untuk sebagian pasien.
Kolkisin akan menghambat polimerisasi mikrotubul dengan mengikat mikrotubul
subunit mikroprotein dan mencegah agregasinya. Kolkisin juga menghalangi
pembentukan kristal, mengurangi mobilitas dan adhesi leukosit polimorfonuklear dan
menghambat fosoforilasi tirosin dan generasi leukotriene B4. Dosis efektif kolkisin
pada pasien dengan akut gout artritis sama dengan penyebab gejala pada saluran
gastrointestinal, sehingga pemberian obat ini diberikan secara oral dengan dosis
inisiasi 1 mg dan diikuti dengan dosis 0,5 mg setiap dua jam sampai rasa tidak
nyaman pada perut atau diare membaik atau dengan dosis maksimal yang diberikan
perharinya adalah 6 mg – 8 mg. sebagian besar pasien akan merasakan nyerinya
berkurang dalam 18 jam dan diare dalam 24 jam. Peradangan nyeri sendi berkurang
secara bertahap dari 75 % - 80 % dalam waktu 48 jam. Pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal atau hati, ataupun pada pasien usia tua, pemberian kolkisin pada dosis
ini dikatakan aman meskipun akan menimbulkan sedikit ketidaknyamanan pada
pasien (Albar, 2010; Terkeltaub, 2008).

c. Kortikosteroid dan Hormon Adenokortikotropik

Pada pasien yang kontraindikasi dengan menggunakan kolkisin, atau pada pasien
yang gagal diterapi dengan kolkisin dapat diberikan ACTH. Prednison 20 – 40 mg
per hari dapat diberikan 3 – 4 kali dalam sehari. Dosis kemudian diturunkan secara
bertahap setiap 1 – 2 minggu. ACTH diberikan secara intramuscular dengan dosis 40
– 80 IUm dengan dosis inisial 40 IU setiap 6 – 12 jam untuk beberapa hari. Pasien
dengan gout di 1 atau 2 sendi besar dapat mengambil keuntungan dari drainase, yang
diikuti dengan injeksi intra-articular triamcinolone 10 -40 mg atau dexamethasone 2 –
10 mg yanhg dikombinasikan dengan lidokain (Albar, 2010; Terkeltaub, 2008).

Gout biasanya akan merespon dengan pemberian dosis single dari kolkisin,
NSAIDs atau kortikosteroid. Akan tetapi apabila terapi ditunda atau merupakan
serangan yang berat, 1 agen mungkin tidak bisa efektif. Pada 16 situasi ini diperlukan
terapi kombinasi dan terapi nyeri juga perlu ditambahkan (Firestein, 2009).
VII. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Bapak Suripno datang ke puskesmas pada Rabu, 15 Mei 2018 dan didiagnosis
menderita asam urat.

2. Telah dilakukan pemeriksaan laboraturium didapatkan hasil asam urat 7,8

3. Telah dilakukan pembahasan penanganan kepada Bapak Suripno

B. Saran

1. Disarankan bagi Bapak Suripno untuk dapat semaksimal mungkin mengurangi


asupan makanan yang banyak mengandung purin seperti jeroan (hati, usus, ampela),
daging, kacangkacangan, melinjo, burung unggas, teh dan kopi. Karena dapat
meningkatkan kadar asam urat darah di dalam tubuh.

2. Disarankan bagi keluarga untuk membantu aktifitas fisik Bapak Suripno dan
menjaga pola makan serta mensuport untuk berhenti merokok
DAFTAR PUSTAKA

Albar, Zuljasri. Gout: Diagnosis and Management. Rheumatology division, Department


of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta,
Indonesia.2010.

Altman R et al. The American College of Rheumatology criteria for the classification and
reporting of osteoarthritis os the knee. Arthritis Rheum.1986.
Andry, Saryono, Arif Setyo Upoyo. 2009. Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi
Kadar Asam Urat pada Pekerja Kantor di Desa Karang Turi, Kecamatan
Bumiayu, Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman
Journal of Nursing). Vol 4(1). Maret 2009.

Dufton J. 2011. The Pathophysiology and Pharmaceutical Treatment of


Gout.Pharmaceutical Education Consultants. Inc: Maryland.

Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S,Sergen JS. (eds) Kelley’s Textbook of
Rheumatology, 8th ed. W.B Saunders, Philadelphia. 2009:1481-1506.

Graham Apley, Louis Solomon. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 7. Jakarta: Perpustakaan Nasional;1995.hal.214

Pratiwi VF. 2013. Gambaran Kejadian Asam Urat (Gout) Berdasarkan Kegemukan
dan Konsumsi Makanan (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kecamatan
Kalisat Kabupaten Jember). Skripsi. Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember: Jember.

Diperberat oleh Aktifitas Mekanik Pada Kepala Keluarga dengan Posisi


Menggenggam Statis. Medula, Vol 1(3). Oktober 2013

Terkeltaub RA, Gout: treatment. New York:Springer:2008.p.258-262.

Zahara R. 2013. Artritis Gout Metakarpal dengan Perilaku Makan Tinggi Purin

Anda mungkin juga menyukai