1. Kepala Keluarga
a.Nama : Suripno
b.Usia : 70 tahun
d.Agama : Islam
f. Pekerjaan : Buruh
a.Nama : Suminah
b.Usia : 70 tahun
d. Agama : Islam
3. Anak Pertama
d. Agama : Islam
a. Nama : Adam
b. Usia : 49 tahun
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMP
5. Anak kelima
b. Usia : 36 tahun
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMP
f. Pekerjaan : Karyawan
b. Usia : 36 tahun
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMP
f. Pekerjaan : Karyawan
Daftar anggota keluarga Bapak Suripno yang tinggal dalam satu rumah dapat
dilihat pada Tabel 1.1 di bawah berikut.
Kepala
Suripno L 70 Buruh SD Pasien
keluarga
Ibu
Istri
Suminah P 70 Istri Rumah SD
pasien
tangga
Ibu
Eni Anak Anak
P 48 Rumah SD
Sukasi pertama pasien
Tangga
A. Identitas Penderita
Nama : Suripno
Usia : 70 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Penghasilan/bulan : Rp 500.000-1.000.000/bulan
B. Hasil Anamnesis
1. Keluhan Utama
Bapak Suripno memiliki riwayat asam urat yang dirasakan sudah lama,
kira-kira sejak 5 tahun yang lalu dan sering ditandai dengan rasa nyeri
berulang pada telapak kaki kanannya saat berjalan. Sebelumnya, keluhan
tersebut dirasakan masih tidak terlalu berat dan masih bisa menjalani aktivitas
seperti biasa, namun sejak 3 hari yang lalu keluhan dirasakan semakin berat
sehingga diperiksakan ke Puskesmas. Pak Suripno tidak pernah
mengkonsumsi obat apapun sebelumnya untuk mengobati rasa nyeri tersebut.
Riwayat alergi tidak diketahui baik terhadap obat, makanan, zat, serta
alergen lain. Riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal.
Orang tua Pak Suripno tidak ada yang mengalami penyakit serupa.
Namun, istri Pak Suripno mengalami hal yang sama dengan beliau.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Dalam satu rumah, Pak Suripno dan istrinya tinggal bersama 2 anaknya,
yaitu anak yang pertama dan kelima. Tiga anak lainnya, tinggal bersama
suaminya di kota yang berbeda. Semua anaknya telah menikah dan memiliki
anak, namun anak-anak Pak Suripno masih suka membantu untuk mencukupi
kebutuhan Pak Suripno dan istrinya.
Rumah yang ditinggali Pak Suripno tidak begitu luas namun bersih dan
nyaman untuk ditempati. Ventilasi ruangannya baik dan udara dapat berputar
dengan lancar, namun rumah satu dan lainnya cukup berdempitan. Dalam satu
kotak rumah ada 3 kamar/ ruangan, yang di dalam satu ruangan tersebut
dilengkapi kamar mandi dalam masing-masing yang bersih. Dalam satu
ruangan diisi oleh 1 keluarga kecil, misal ruangan pertama dihuni oleh Pak
Suripno dan istri, ruang dua dihuni oleh anak pertama Pak Suripno dengan
pasangan juga anaknya, dan seterusnya. Diantara ketiga ruangan tersebut, ada
tempat untuk keluarga berkumpul jika memiliki waktu luang.
C. Pemeriksaan Fisik
Data pemeriksaan fisik Pak Suripno didapatkan dari hasil pemeriksaan saat di
Puskesmas. Berikut adalah hasil pemeriksaan fisik pasien:
1. Keadaan umum dan kesadaran, pasien tampak sedikit lelah dan compos
mentis
2. Antropometri:
Berat badan : 49 kg
3. Tanda Vital:
5. Pemeriksaan Thoraks
7. Pemeriksaan Ekstremitas
Pada inspeksi terdapat bekas luka dan edem pada kedua punggung
kaki Pak Suripno
9. Pemeriksaan Lain
D. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan kadar asam urat dan didapatkan hasil 7,8 (meningkat).
III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
1. Adaptation
2. Partnership
3. Growth
4. Affection
5. Resolve
1. Fungsi Biologis
Saat ini Bpk. Suripno menderita penyakit Gout Arthritis karena dari data
anamnesis yang kami dapatkan yairu sakit dan bengkak di bagian telapak kaki dan
punggung kaki kanan dan pada pemeriksaan penunjang asam urat dalam darah
didapatkan diatas normal yaitu 7,8 mg/Dl, sehingga Bpk. Suripno di diagnosis Gout
Arthritis
2. Fungsi Psikologis
C. Fungsi Psikologik
Bpk. Suripno dan istrinya sudah berada pada masa tuanya, yang mana seluruh
anaknya sudah dapat mandiri. Kebersamaan dengan masyarakat dikatakan baik.
Pekerjaan Bpk. Suripno saat ini adalah sebagai pensiunan.
2. Fungsi Religius
4. Fungsi Edukasi
B. Fungsi Genetik
Dasila Iskanda
Wirji marhamah
h r
Lingkaran : perempuan
Persegi : laki-laki
Warna hijau : terkena
Gout Arthritis
Garis merah : meninggal
Suripn Suripn Garis hitam : hidup
oi oi
Muhamer Bayu
Pada genogram dapat dilihat bahwa Bpk. Suripno saat ini tinggal bersama
anak dan cucunya. Kedua anaknya sudah mempunyai keluarga dan tidak lagi tinggal
satu rumah dengan Bpk. Suripno.
C. Fungsi Interaksi
1. Fungsi Perilaku
2. Fungsi Non-Perilaku
1. Pola makan yang tidak terkontrol. Asupan makanan yang masuk kedalam
tubuh dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah. Makanan yang
mengandung zat purin yang tinggi akan diubah menjadi asam urat.
A. Diagnosis Holistik
1. Aspek Personal
a. Keluhan utama pasien yaitu nyeri pada telapak kaki dan semakin berat bila dibuat
beraktivitas
c. Idea atau hal yang dipikirkan pasien adalah pasien memiliki penyakit nyeri sendi
dan ingin berobat ke dokter puskesmas.
d. Anxiety atau hal yang dicemaskan pasien adalah nyeri saat beraktivias terutama
berjalan, sehingga membuat pasien lebih banyak istirahat dan kurang produktif
e. Expectation atau harapan pasien yaitu ingin cepat sembuh dan nyaman saat
beraktivitas.
2. Aspek Klinis
a. Jenis kelamin yaitu pada laki-laki prevalensinya lebih tinggi dibanding wanita
b. Usia yaitu ada kemungkinan peningkatan kadar asam urat pasien seiring dengan
meningkatnya usia, mengingat juga saat ini usia pasien mencapai 70 tahun
c. Perilaku individu sakit perokok aktif sejak kelas 3 SD dan suka makan makanan
berkuah santan, berminyak, dan makanan tinggi purin lain
4. Aspek Faktor Risiko Eksternal (Ekstrinsik) sebagai determinant factors
a. Perilaku sakit anggota keluarga lain
Pak Suripno tinggal bersama istri, kedua anaknya dan keluarganya.
Interaksi Pak Suripno cukup baik meskipun pada siang hari anggota keluarganya
sibuk bekerja.
b. Hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal baik dengan skoar APGAR 9, sehingga bukan
sebuah faktor risiko.
c. Sosial ekonomi
d. Pendidikan
e. Lingkungan rumah
Rumah Pak Suripno terlihat bersih dan rapi dengan lantai keramik. Ventilasi
juga baik dan udara serta cahaya bisa masuk ke rumah dengan baik. Tiap ruang
untuk kamar juga cukup baik dan layak.
Penilaian aspek skala fungsi sosial Pak Suripno dapat dicocokkan dengan
menggunakan Tabel 5.1 di bawah berikut
Skala Aktivitas Ketergantungan
Menjalankan terhadap Orang
Fungsi Lain
B. Penanganan Komprehensif
1. Fokus Personal
a. Rencana Penegakan Diagnosis (Pemeriksaan penunjang)
1) Pemeriksaan profil lipid seperti kolesterol, LDL, HDL, trigliserid
2) Pemeriksaan asam urat, kreatinin serum, kalium serum
3) EKG
a. Initial theraphy
1) Perbaiki gaya hidup
2) Berhenti merokok
3) Alloprinol 3x1
4) Ibuprofen 3x1
5) Kalk 2x1
b. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
1) Edukasi untuk penyakit yang diderita yaitu tentang gout arthrtitis dan
prehipertensi
2) Beri keterangan yang jelas tentang jenis obat, cara pemakaian, dan frekuensi
pemakaiannya
3) Edukasi tentang pola diet dan meningkatkan asupan makanan yang lebih
bernutrisi seperti buah-buahan, sayuran hijau dan tomat, telur, dsb.
4) Edukasi supaya mengistirahatkan persendiannya
5) Edukasi tentang bahaya merokok
6) Konsumsi obat secara teratur dan disiplin
7) Edukasi tentang penyakit familial.
8) Kontrol ke fasilitas pelayanan kesehatan secara rutin.
c. Monitoring dan Evaluasi
1) Medical check up rutin
2) Pemeriksaan kadar asam urat rutin dan tekanan darah rutin
3) Kontrol dan mengambil obat setiap bulan
4) Monitoring kadar asam urat dan tekanan darah
2. Family Care/ Family Focus
a. Meminta suport dari istri dan keluarga untuk memberi semangat dan nasihat segala
hal, termasuk dalam menjaga kesehatan, perilaku atau kebiasaan makannya.
Keluarga diharapkan tidak membiarkan Pak Suripno mengonsumsi makanan-
makanan yang tidak seharusnya, seperti makanan berlemak, bersantan, dan makanan
tinggi purin lainnya juga mensuport Pak Suripno untuk berhenti merokok
b. Mengimbau Pak Suripno, istri, dan keluarga di rumahnya untuk saling terbuka
tentang masalah yang dialami, sehingga Pak Suripno tetap terjaga secara emosional
yang membantu proses pengobatan dan kualitas hidupnya.
c. Pak Suripno dan semua anggota keluarga harus menaati dan menghormati aturan
yang telah disepakati bersama.
d. Meningkatkan komunikasi yang baik antaranggota keluarga, terutama keluarga yang
tinggal serumah. Pak Suripno juga diimbau mengingatkan keluarganya di rumah
supaya melakukan skrining dan perbaikan gaya hidup untuk deteksi dini penyakit
familial.
3. Local Community Care/ Focus Community
a. Edukasi penyakit gout arthritis dan prehipertensi beserta pencegahannya pada orang-
orang yang berisiko.
b. Edukasi masyarakat untuk mengubah pola hidangan pada hajatan dan kegiatan-
kegiatan sosial dengan makanan yang lebih sehat dan bergizi, menghindari dan
berhenti merokok, juga kebiasaan untuk berolahraga teratur
c. Screening penyakit pada lokal komunitas.
VI. TINJAUAN PUSTAKA
A. Gout Arthritis
1. Definisi
2. Epidemiologi
Di China, tahun 2006 prevalensi gout arthritis mencapai 0,36% pada orang
dewasa dengan rentang usia 20-74 tahun (Kumalasari, 2009). Sedangkan di
Indonesia, total prevalensi untuk gout arthritis mencapai 32% (Pratiwi VF, 2013).
3. Faktor Risiko
Gout arthritis atau asam urat sering dianggap sebagai penyakit yang umum
dialami semua orang dengan usia lanjut, faktor risiko yang menyebabkan orang
terserang penyakit asam urat adalah sebagai berikut (Andry, 2009) :
a. Usia, pasien dengan rentang usia 30-75 tahun akan lebih mudah untuk terserang
asam urat. Prevalensinya juga semakin meninggi seiring peningkatan usia pasien
b. Jenis kelamin, pada laki-laki lebih sering terserang asam urat (90%), karena laki-
laki tidak memiliki hormon estrogen yang dapat mengeluarkan asam urat lewat
urin sehingga dapat menjaga kadarnya dalam darah untuk tetap normal
c. Konsumsi alkohol berlebih
d. Kurang aktivitas fisik, karena penimbunan kristal monosodium urat yang diikuti
dengan konsumsi purin berlebih
e. Hipertensi dan penyakit jantung
f. Obat-obat tertentu, terutama golongan diuretik
g. Gangguan fungsi ginjal
4. Manifestasi Klinis
Gout terjadi dalam empat tahap. Tidak semua kasus berkembang menjadi tahap
akhir. Perjalanan penyakit asam urat mempunyai 4 tahapan, yaitu:
Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan
setelah 60 tahun pada perempuan. Onset sebelum 25 tahun merupakan bentuk tidak
lazim artritis gout, yang mungkin merupakan manifestasi adanya gangguan
enzimatik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin. Pada 85-90%
kasus, serangan berupa artritis monoartikuler dengan predileksi MTP-1 yang biasa
disebut podagra. Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang sangat
akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala
apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan.
Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan
sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan
peningkatan endap darah. Sedangkan gambaran radiologis hanya didapatkan
pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan cepat membaik setelah
beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun (Altman, R et al., 1986; Graham, A.,
1995).
Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama jika tanpa terapi yang adekuat,
serangan dapat mengenai sendi-sendi yang lain seperti pergelangan tangan/kaki, jari
tangan/kaki, lutut dan siku, atau bahkan beberapa sendi sekaligus. Serangan menjadi
lebih lama durasinya, dengan interval serangan yang lebih singkat, dan masa
penyembuhan yang lama. Diagnosis yang definitive/gold standard, yaitu
ditemukannya Kristal urat (MSU) di cairan sendi atau tofus (Altman, R et al., 1986;
Graham, A., 1995).
Gambar 1. Bengkak dan kemerahan pada podagral (Altman, R et al., 1986;
Graham, A., 1995)
b. Tahap 2 (Tahap Gout interkritikal)
Pada tahap ini penderita dalam keadaan sehat selama rentang waktu tertentu.
Rentang waktu setiap penderita berbeda-beda. Dari rentang waktu 1-10 tahun. Namun
rata-rata rentang waktunya antara 1-2 tahun. Panjangnya rentang waktu pada tahap ini
menyebabkan seseorang lupa bahwa dirinya pernah menderita serangan gout Artritis
akut. Atau menyangka serangan pertama kali yang dialami tidak ada hubungannya
dengan penyakit Gout Artritis. (Altman, R et al., 1986; Graham, A., 1995)
Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau
lebih. Pada tahap ini akan terbentuk benjolan-benjolan disekitar sendi yang sering
meradang yang disebut sebagai Thopi. Thopi ini berupa benjolan keras yang berisi
serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Thopi ini
akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang disekitarnya. Bila ukuran thopi
semakin besar dan banyak akan mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakana
sepatu lagi (Altman, R et al., 1986; Graham, A., 1995).
Gambar 2. Tangan pasien yang memasuki stadium gout tahap lanju t (Altman, R et
al., 1986; Graham, A., 1995).
5. Penatalaksanaan
Secara umum, penanganan gout artritis adalah memberikan edukasi, pengaturan
diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak
terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain. Pengobatan gout arthritis akut
bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat,
antara lain: kolkisin, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), kortikosteroid atau
hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti alupurinol atau obat urikosurik tidak
dapat diberikan pada stadium akut. Namun, pada pasien yang secara rutin telah
mengkonsumsi obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pada stadium
interkritik dan menahun, tujuan pengobatan adalah menurunkan kadar asam urat,
sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat
dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat alupurinol
bersama obat urikosurik yang lain (Albar, 2010; Terkeltaub, 2008)
NSAIDs dimulai dengan dosis maksimum pada tanda pertama dari serangan, dan
dosis diturunkan pada saat gejala sudah mulai mereda. Namun pemberian obat harus
terus diberikan sampai 48 jam setelah gejala sudah tidak muncul lagi (Albar, 2010;
Terkeltaub, 2008).
b. Kolkisin
Kolkisin terbukti efektif digunakan untuk menangani akut gout artritis, kolkisin
dapat memberikan efek meredakan nyeri dalam waktu 48 jam untuk sebagian pasien.
Kolkisin akan menghambat polimerisasi mikrotubul dengan mengikat mikrotubul
subunit mikroprotein dan mencegah agregasinya. Kolkisin juga menghalangi
pembentukan kristal, mengurangi mobilitas dan adhesi leukosit polimorfonuklear dan
menghambat fosoforilasi tirosin dan generasi leukotriene B4. Dosis efektif kolkisin
pada pasien dengan akut gout artritis sama dengan penyebab gejala pada saluran
gastrointestinal, sehingga pemberian obat ini diberikan secara oral dengan dosis
inisiasi 1 mg dan diikuti dengan dosis 0,5 mg setiap dua jam sampai rasa tidak
nyaman pada perut atau diare membaik atau dengan dosis maksimal yang diberikan
perharinya adalah 6 mg 8 mg. sebagian besar pasien akan merasakan nyerinya
berkurang dalam 18 jam dan diare dalam 24 jam. Peradangan nyeri sendi berkurang
secara bertahap dari 75 % - 80 % dalam waktu 48 jam. Pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal atau hati, ataupun pada pasien usia tua, pemberian kolkisin pada dosis
ini dikatakan aman meskipun akan menimbulkan sedikit ketidaknyamanan pada
pasien (Albar, 2010; Terkeltaub, 2008).
Pada pasien yang kontraindikasi dengan menggunakan kolkisin, atau pada pasien
yang gagal diterapi dengan kolkisin dapat diberikan ACTH. Prednison 20 40 mg
per hari dapat diberikan 3 4 kali dalam sehari. Dosis kemudian diturunkan secara
bertahap setiap 1 2 minggu. ACTH diberikan secara intramuscular dengan dosis 40
80 IUm dengan dosis inisial 40 IU setiap 6 12 jam untuk beberapa hari. Pasien
dengan gout di 1 atau 2 sendi besar dapat mengambil keuntungan dari drainase, yang
diikuti dengan injeksi intra-articular triamcinolone 10 -40 mg atau dexamethasone 2
10 mg yanhg dikombinasikan dengan lidokain (Albar, 2010; Terkeltaub, 2008).
Gout biasanya akan merespon dengan pemberian dosis single dari kolkisin,
NSAIDs atau kortikosteroid. Akan tetapi apabila terapi ditunda atau merupakan
serangan yang berat, 1 agen mungkin tidak bisa efektif. Pada 16 situasi ini diperlukan
terapi kombinasi dan terapi nyeri juga perlu ditambahkan (Firestein, 2009).
VII. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bapak Suripno datang ke puskesmas pada Rabu, 15 Mei 2018 dan didiagnosis
menderita asam urat.
B. Saran
2. Disarankan bagi keluarga untuk membantu aktifitas fisik Bapak Suripno dan
menjaga pola makan serta mensuport untuk berhenti merokok
DAFTAR PUSTAKA
Altman R et al. The American College of Rheumatology criteria for the classification and
reporting of osteoarthritis os the knee. Arthritis Rheum.1986.
Andry, Saryono, Arif Setyo Upoyo. 2009. Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi
Kadar Asam Urat pada Pekerja Kantor di Desa Karang Turi, Kecamatan
Bumiayu, Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman
Journal of Nursing). Vol 4(1). Maret 2009.
Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S,Sergen JS. (eds) Kelleys Textbook of
Rheumatology, 8th ed. W.B Saunders, Philadelphia. 2009:1481-1506.
Graham Apley, Louis Solomon. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 7. Jakarta: Perpustakaan Nasional;1995.hal.214
Pratiwi VF. 2013. Gambaran Kejadian Asam Urat (Gout) Berdasarkan Kegemukan
dan Konsumsi Makanan (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kecamatan
Kalisat Kabupaten Jember). Skripsi. Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember: Jember.
Zahara R. 2013. Artritis Gout Metakarpal dengan Perilaku Makan Tinggi Purin