Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Erb’s paralysis adalah kelumpuhan pada lengan yang disebabkan oleh adanya cedera

pada kelompok saraf lengan atas, khususnya C5 - C6 yang merupakan bagian dari plexus

brachialis. Lesi di radiks servikal atas (C5 dan C6) atau trunkus superior dan biasanya terjadi

akibat trauma. Pada bayi terjadi karena penarikan kepala saat proses kelahiran dengan

penyulit distosia bahu, sedangkan pada orang dewasa terjadi karena jatuh pada bahu dengan

kepala terlampau menekuk kesamping. Presentasi klinis pasien berupa waiter’s tip

position dimana lengan berada dalam posisi adduksi (kelemahan otot deltoid dan

supraspinatus), rotasi internal pada bahu (kelemahan otot teres minor dan infraspinatus),

pronasi (kelemahan otot supinator dan brachioradialis) dan pergelangan tangan fleksi

(kelemahan otot ekstensor karpi radialis longus dan brevis). Selain itu terdapat pula

kelemahan pada otot biseps brakhialis, brakhialis, pektoralis mayor, subscapularis,

rhomboid, levator scapula dan teres mayor. Refleks bisep biasanya menghilang,

sedangkan hipestesi terjadi pada bagian luar (lateral) dari lengan atas dan tangan.

A. Anatomi dan Fisiologi

Plexus brachialis berada dalam regio colli posterior, dibatasi disebelah caudal oleh

clavicula dan terletak di sebelah posterolateral m. sternocleidomastoideus, berada disebelah

cranial dan dorsal a.subclavia, disilangi oleh m. omohyoideus venter inferior. Struktur yang

berada di superficial adalah m. platysma myoides, n. supraclavicularis, v. jugularis externa,

venter inferior m.omohyoideus, m.scalaneus anterior, dan a.transversa colli. Plexus brachialis
masuk ke dalam fossa axillaris bersama-sama a. axillaris, pada sisi inferolateral m. pectoralis

minor, di sebelah ventral m. subscapularis, tampak percabangan terminal dari plexus ini.

Ramus anterior nervus spinalis C5-C6 bersatu membentuk truncus superior. Truncus

medius hanya dibentuk oleh nervus spinalis C7, dan truncus inferior dibentuk oleh nervus

spinalis C8 dan T1. Setiap truncus terbagi dua menjadi cabang anterior dan cabang dorsal

yang masing-masing mempersarafi bagian anterior dan posterior ekstremitas superior.

Cabang anterior dari truncus superior dan truncus medius bersatu membentuk fasciculus

lateralis, terletak di sebelah lateral arteri axillaris. Cabang anterior dari truncus inferior

membentuk fasciculus medialis, terletak di sebelah medial a. axillaris dan cabang posterior

dari ketiga truncus tersebut membentuk fasciculus posterior, berada di sebelah posterior a.

axillaris.

Ketiga fasciculus plexus brachialis terletak di atas dan lateral terhadap bagian pertama

a. aksillaris (bagian pertama a. aksillaris terletak dari pinggir lateral iga 1 sampai batas atas

m. pectoralis minor, dan bagian III terletak dari pinggir bawah m. pectoralis minor sampai

pinggir bawah m. teres major). Fasciculus medialis menyilang dibelakang arteri untuk

mencapai sisi medial bagian II arteri. Fasciculus posterior terletak di belakang bagian kedua

arteri, dan fasciculus lateralis terletak bagian II arteri. Jadi fasciculus plexus membatasi

bagian kedua a. axillaris yang dinyatakan seperti namanya. Sebagian besar cabang fasciculus

yang membentuk trunkus saraf utama ekstremitas superior melanjutkan hubungan dengan

bagian kedua a. aksillaris.

Plexus brachialis menerima komponen simpatis melalui ganglion stellatum untuk

nervus spinalis C6-7-8, dan melalui ganglion paravertebra T1-T2 untuk nervus spinalis T1-

dan T2. Terdapat enam saraf penting yang keluar dari plexus brachialis, saraf-saraf tersebut

adalah :
1. N. Torakalis longus berasal dari radiks pleksus brachialis di leher dan masuk aksilla

dengan berjalan turun melewati pinggir lateral iga I di belakang a. aksillaris dan pleksus

brachialis. Saraf ini berjalan turun melewati permukaan lateral m. serratus anterior yang

dipersarafinya.

2. N. Aksillaris merupakan cabang yang besar dari fasciculus posterior. Berada di sebelah

dorsal a. aksillaris, meninggalkan fossa aksillaris tanpa memberi persarafan di sisi

n. aksillaris berjalan di antara m. subscapularis dan m. teres minor, berada di sebelah

lateral caput longum m. triceps brachii, berjalan melaui fissure aksillaris lateralis

bersama-sama dengan arteri circumflexa humeri posterior, n. aksillaris terletak bersandar

pada columna chirurgicum humeri.

3. N. Radialis merupakan lanjutan langsung fasciculus posterior plexus brachialis dan

terletak di belakang a. aksillaris. N. radialis adalah cabang terbesar plexus brachialis.

Sebelum meninggalkan aksilla, saraf ini mempercabangkan saraf untuk caput longum

dan caput medial m. triceps dan n. cutaneus brachii posterior.

4. N. Musculocutaneus merupakan cabang dari fasciculus lateralis dan berpusat pada

medulla spinalis segmen C5-C7, mempersarafi m. coracobrachialis, dan meninggalkan

aksilla dengan menembus otot tersebut. Saraf ini meninggalkan tepi lateral m. biceps

brachii, menembus fascia dan melanjutkan diri sebagai n. cutaneus antebrachii lateralis,

yang mempersarafi permukaan lateral region antebrachium.

5. N. Medianus dibentuk oleh radiks superior dan fasciculus lateralis dan radiks inferior dan

fasciculus medialis, berada di sebelah lateral a. aksillaris. Menerima serabut-serabut yang

berpusat pada medulla spinalis segmen C5-T1. Sepanjang brachium, n. medianus

berjalan berdampingan dengan a. brachialis, mula-mula di sebelah lateral, lalu menyilang

disebelah ventral arteri tersebut kira-kira pada pertengahan brachium, selanjutnya

memasuki fossa cubiti dan berada di sebelah medial a. brachialis. Nervus ini tidak
memberi percabangan di daerah brachium. Memasuki daerah antebrachium, nervus ini

berjalan di antara kedua kaput m. pronator teres, berjalan ke distal di bagian median

(tengah-tengah) antebrachium, oleh karena itu disebut n.medianus.

6. N. Ulnaris adalah cabang utama dari fasciculus medialis, berjalan turun antara

a. aksillaris dan v. aksillaris. Pada pertengahan brachium saraf ini berjalan kearah dorsal

menembus septum intermusculare mediale, berjalan terus ke caudal dan berada pada

permukaan dorsal epicondylus medialis humeri, yaitu di dalam sulcus nervi ulnaris. Di

tempat ini n.ulnaris ditutupi oleh kulit sehingga dapat dipalpasi.Di daerah brachium,

n.ulnaris tidak memberi percabangan.

B. Etiologi

Saraf-saraf yang mencakup plexus brachial berjalan dibawah kulit leher dan aksilla,

sehingga rentan terhadap trauma. Ketika leher dan tangan terkena pada saat trauma

(misalnya pada kecelakaan mobil, motor, dan saat jatuh) maka saraf-saraf tersebut tertarik

dan robek satu sama lain. Jika kekuatan dorongan sangat hebat maka saraf dapat tertarik

keluar dari tempat asalnya yaitu medulla spinalis.

Selain itu penyebab cedera plexus brachialis juga dibedakan berdasarkan mekanisme

trauma, antara lain : 1) cedera akibat traksi (traumatic traction injuries) merupakan penyebab

yang terbanyak cedera plexus brakhialis yang disebabkan oleh dislokasi bahu atau tangan

kearah bawah karena adanya tarikan yang kuat, seringkali disertai fleksi lateral leher pada

arah yang berlawanan, hal ini biasanya terjadi kecelakaan kendaraan bermotor khususnya

motor, 2) trauma penetrasi pada bahu atau leher, luka trauma akibat tusukan pisau, laserasi

kaca, atau luka tembak pada regio supra atau infraklavikula menyebabkan kontusio atau

robeknya plexus brachialis, karena letak pembuluh darah subklavia dan jugular eksternal
yang lebih proksimal maka dapat pula terkait dengan cedera pembuluh darah, 3) kelemahan

yang terkait dengan kelahiran, cedera pada plexus brachialis yang terjadi akibat dengan

kelahiran, hal ini umumnya terkait dengan berat bayi besar dan distosia bahu, bayi lahir

normal dengan presentasi bokong, ataupun pada persalinan dengan partus lama, 4) penyebab

yang jarang antara lain trauma tumpul pada bahu, lesi kompresi, radiasi, dan neoplasma.

C. Patofisiologi

Bagian akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus yang mengalami traksi atau

kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif tetap pada

prevertebral fascia dan pertengahan lengan akan melukai pleksus. Traksi dan kompresi dapat

juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh darah. Kompresi yang berat dapat

menyebabkan pendarahan intraneural, dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya.

Derajat kerusakan pada lesi saraf perifer dapat dilihat dari klasifikasi Sheddon (1943)

dan Sunderland (1951). Klasifikasi Sheddon, yaitu : 1) Neuropraksia, pada tipe ini terjadi

kerusakan mielin namun akson tetap intak, dengan adanya

kerusakan mielin dapat menyebabkan hambatan konduksi saraf, pada tipe cedera

seperti ini tidak terjadi kerusakan struktur terminal sehingga proses penyembuhan

lebih cepat dan merupakan derajat kerusakan paling ringan, 2) Aksonotmesis, terjadi

kerusakan akson namun semua struktur selubung saraf termasuk endoneural masih tetap

intak, terjadi degenerasi aksonal segmen saraf distal dari lesi (degenerasi Wallerian).

Regenerasi saraf tergantung dari jarak lesi mencapai serabut otot yang denervasi tersebut,

pemulihan sensorik cukup baik bila dibandingkan motorik, 3) Neuronotmesis, terjadi ruptur

saraf dimana proses pemulihan sangat sulit terjadi meskipun dengan penanganan bedah, bila
terjadi pemulihan biasanya tidak sempurna dan dibutuhkan waktu serta observasi yang lama.

Merupakan derajat kerusakan paling berat.

Klasifikasi Sunderland lebih merinci kerusakan saraf yang terjadi dan membaginya

dalam 5 tingkat, yaitu : 1) tipe I, hambatan dalam konduksi (neuropraksia), 2) tipe II, cedera

akson tetapi selubung endoneural tetap intak (aksonotmesis), 3) tipe III, aksonotmesis yang

melibatkan selubung endoneural tetapi perineural dan epineural masih intak, 4) tipe IV,

aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural, tetapi epineural masih baik, 5) tipe

V, aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural dan epineural (neurotmesis).

D. Prognosis

Prognosis lesi pleksus brakhialis bervariasi tergantung pada patofisiologi yang

mendasari, meliputi tempat dan derajat kerusakan saraf dan kecepatan mendapat terapi.

Proses regenerasi saraf terjadi kira-kira 1-2 mm/hari atau 1 inci/bulan, sehingga mungkin

diperlukan beberapa bulan sebelum tanda pemulihan dapat dilihat.

Neuropraksia merupakan tipe kerusakan yang paling ringan dan mempunyai

prognosis yang paling baik, dimana perbaikan spontan dapat terjadi beberapa minggu hingga

bulan (3-4 bulan setelah cedera). Pada tipe aksonotmesis, perbaikan diharapkan dapat terjadi

dalam beberapa bulan dan biasanya komplit kecuali terjadi atrofi motor endplate dan reseptor

sensorik sebelum pertumbuhan akson mencapai organ-organ ini. Perbaikan fungsi sensorik

mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan motorik karena reseptor sensorik dapat

bertahan lebih lama dibandingkan motor endplate (kira-kira 18 bulan). Sedangkan

neurotmesis, regenerasi dapat terjadi namun fungsional sulit kembali sempurna. Faktor-faktor

yang mempengaruhi keluaran yaitu luasnya lesi jaringan saraf, usia (dimana usia tua
mengurangi proses pertumbuhan akson), status medis pasien, kepatuhan dan motivasi pasien

dalam menjalani terapi.

Untuk lesi pleksus brakhialis yang berat, hasil yang memuaskan dapat terjadi pada

lebih dari 70% pasien post operatif setelah perbaikan primer dan 48% setelah graft saraf.

Kira-kira 50-85% pasien dengan TOS non-neurogenik mengalami perbaikan dengan latihan.

Prognosis lesi pleksus brakhialis pada daerah supraklavikular kurang memuaskan

dibanding daerah infraklavikular, oleh karena biasanya disertai dengan adanya avulsi radiks.

Pada neonatus dengan lesi pleksus brakhialis bila terdapat sedikit kontraksi

pada bulan pertama dan kontraksi pada bulan kedua maka kita dapat mengharapkan

pemulihan spontan yang komplit. Jika kontraksi belum terlihat pada bulan ketiga biasanya

pemulihan tidak akan mencapai fungsi normal sepenuhnya.

E. Teknologi Intervensi Fisioterapi

1. Massage

Metode massage yang digunakan pada erb’ paralisis adalah friction dan tapping gentle

(mencerai - ceraikan perlengketan jaringan), slapping (menstimulus saraf sensoris) akan

menimbulkan reflek efek. Adanya mekanisme penekanan mekanis pada vena dan pembuluh limfe

superfisial dan terjadi reflek dilatasi karena stimulus pada kulit ketika terjadi manual contact

sehingga menekan ujung saraf sensoris. Massage juga dapat meningkatkan peredaran darah

ketika jumlah nutrisi dan oksigen yang tersedia untuk otot terpenuhi (Imelda, 2013).
2. Terapi Latihan

Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan gerak

tubuh secara passive untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan

kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan

kemampuan fungsional. Terapi latihan yang di gunakan dalam kondisi erb’s paralysis ini

adalah menggunakan latihan relax passive movement (Hardjono, 2007). Relax Passive

Movement merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai

gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif,

yang mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot (Hardjono, 2007).

Anda mungkin juga menyukai