A. Pengertian
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi ususpada traktus intestinal (Sylvia A, Price, 2012). Obstruksi usus
merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus
dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional. (Tucker, 1998)
C. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Faktor mekanis yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi
munal dari tekanan pada usus, diantaranya :
a. Intususepsi
b. Tumor dan neoplasma
c. Stenosis
d. Striktur
e. Perlekatan (adhesi)
f. Hernia
g. Abses
2) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. (Brunner and Suddarth, 2002)
E. Patofisiologi
Perubahan patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan
teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan). Hal ini
mengakibatkan peningkatan tekanan intralumen, sehingga menurunkan
pengaliran air dan natrium dari usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter
cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi
dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan
penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan
utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan
ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan, dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan, yaitu
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.
Efek lokal peregangan adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam
rongga peritonium dan sirkulasi sistemik (Price, 2006).
F. Pathway
Refluks inhibisi spingter Akumulasi gas dan cairan dalam lumen Klien rawat inap
Terganggu bagian proksimal letak obstruksi
H. Komplikasi
1) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ
intra abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
4) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001)
I. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan
cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat
dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain
pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube
(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan
operasi : Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau
adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi
maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam
cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru
yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena
keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis. (Sabara, 2007)
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
dan gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen
tegang dan kaku.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada sistem
pencernaan, atau adanya riwayat operasi pada sistem pencernaan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien
c. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien.
2. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
3. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
4. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
5. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika
syok hipovolemik
6. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak
ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus.
7. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
9. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
10. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan
keefektifan penyerapan usus
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan distensi abdomen
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absorbsi nutrisi
e. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
f. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Bedah. Jakarta
: EGC
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Mansjoer.Arif .ddk .2007. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Price and Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit edisi 6
volume 1. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Bare (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner &
Suddarth.Edisi 10.Volume 2. Jakarta, EGC
Sjamsuhidayat R, Win de Jong. (2005). Usus Halus Apendiks Kolon dan Anorektum
Buku Ajar Ilmun Bedah. Jakarta : EGC.
Sylvia A. Price, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi . Edisi 7 . Jakarta: EGC
Tucker, Susan Martin (1998). Standar Perawatan Pasien .Jakarta : EGC