Askep Anak Hiperbilirubun
Askep Anak Hiperbilirubun
DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA
A. Pengkajian
1. Identitas data
a. Nama : By. Z
b. Umur : 5 hari
c. Agama : Islam
d. Kultur : Indonesia
e. Diagnose : Hiperbilirubinemia
f. Nama Ayah/ Ibu : Ny A
g. Pekerjaan Ayah / Ibu :-
h. Pendidikan Ayah / Ibu :-
2. Keluhan utama / alasan masuk rumah sakit : Ny. A mengatakan, tubuh pasien
tampak kuning dan feses berwarna seperti dempul
3. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST) :
a. P (Provokativ / paliatif) : Ny. A mengatakan tubuh pasien tampak kuning
dan feses berwarna seperti dempul
b. Q (qualitas / quantitas) : Ny. A mengeluh, warna kulit bayi kuning sejak
lahir namun hingga minggu ke tiga, warna kuning di tubuh semakin terlihat jelas
c. R (region) : Warna kuning berawal badan bagian atas dan
bawah, lengan dan kak dan lutut dan mata
d. S ( Saverity / scale ) : tubuh pasien tampak lemah dan refleks
menghisap berkurang
e. T (Timing) :-
Ayah Ibu
By. Z
8. Pemeriksaan fisik :
- Kepala dan Rambut : Rambut kemerahan dan masih jarang
- Abdomen : Peristaltik meningkat
- Genetalia : Warna kemerahan pada Kulit daerah anus
- Integumen : Warna kuning diseluruh tubuh Kebutuhan dasar
9. Pemeriksaan penunjang
a. Bilirubin : 15 mg/dl
DS :
Ny. A mengatakan Perubahan
feses seperti (Akibat kadar protein berkurang dan Nutrisi kurang
dempul peningkatan bilirubin) dari kebutuhan
DO : berhubungan
- Pemeriksaan dengan protein
feses tampak berkurang dan
seperti Perubahan
dempul kadar bilirubin
- Urine tampak
pekat
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah
berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang
mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai
joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi
Smith,G,1988).
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada
neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian
lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi
dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX
alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat
lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta
dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin
dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin
terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada
dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation
hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses
konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada
kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan
selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam
usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi
enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada
hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik
tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit
neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya
fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai
puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar
bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari
12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih
dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila
produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi
di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan
kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa
dihari kemudian.
B. SARAN
Sebagai generasi penerus dibidang keperawatan kita harus lebih memahami dan
lebih mengerti apa, mengapa, dan bagaimana terjadinya hiperbilirubinemia. Agar
kita bisa memberikan penanganan yang tepat kepada pasien kita kelak.
DAFTAR PUSTAKA