Anda di halaman 1dari 121

TESIS

ANALISIS SECARA SIMULTAN KANDUNGAN SULFADOKSIN DAN


PIRIMETAMIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN
METODE DUAL WAVELENGTH DAN
RATIO SUBTRACTION

Diajukan untuk mUniversitas Sumatera Uta


OLEH:
MUHAMMAD ANDRY
NIM 177014019

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
ANALISIS SECARA SIMULTAN KANDUNGAN SULFADOKSIN DAN
PIRIMETAMIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN
METODE DUAL WAVELENGTH DAN
RATIO SUBTRACTION

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

Diajukan untuk mUniversitas Sumatera Uta


OLEH:
MUHAMMAD ANDRY
NIM 177014019

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PENGESAHAN TESIS

ANALISIS SECARA SIMULTAN KANDUNGAN SULFADOKSIN DAN


PIRIMETAMIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN
METODE DUAL WAVELENGTH DAN
RATIO SUBTRACTION

OLEH:
MUHAMMAD ANDRY
NIM 177014019

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing, Komisi Penguji,

Prof. Dr.rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt
NIP 195306191983031001 NIP195707231986012001

Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt Prof. Dr. Morin Sinaga, M.Sc., Apt
NIP195006221980021001 NIP 1950082819760320002

Prof. Dr.rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt


NIP 195306191983031001

Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt


NIP195006221980021001

Medan, Oktober 2019


Mengetahui, Disahkan Oleh:
Ketua Program Studi Dekan,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt
NIP 195301011983031004 NIP195707231986012001
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Analisis Secara Simultan Kandungan Irbesartan dan Hidroklorotiazid dalam
Sediaan Tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan Metode Dual
Wavelength dan Ratio Subtraction”. Shalawat dan salam untuk Rasulullah
Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.
Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini, penulis telah banyak
mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun
materil, Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Rektor Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum.,selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada
penulis untuk mengikuti Program Studi Magister.
2. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara, yang telah menyediakan fasilitas kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Magister di
Fakultas Farmasi.
3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.,selaku Ketua Program Studi Magister
Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Sc., Apt., selaku Sekretaris Program
Studi Magister Farmasi yang telah banyak memberikan motivasi dan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
4. Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si, Apt., dan Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S.,
Apt.,selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak
membantu memberikan saran, koreksi dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. rer.nat. Efffendy De Lux Putra, SU., Apt., dan Ibu Prof. Dr.
Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt., selaku ketua dan anggota komisi penguji
yang telah banyak memberikan saran dan koreksi kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.

iv
6. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Studi Magister Farmasi atas
bimbingannya selama penulis menjalani pendidikan.
7. Ayahanda Aiptu Zulfikar dan Ibunda Lindawati, S.K.M., M.Si., yang telah
membesarkan, merawat dan mendidik penulis sejak kecil, serta memberikan
doa, motivasi dan kasih sayang kepada penulis.
8. Abangku Dr. Alzi Kardiasyah dan Kakakku Martarina S.Si., M.M., yang
telah mendukung dan menasehati selama penulis menjalani pendidikan.
9. Bang Fauzan, Bang Mahatir, Bang Andry, Syukur, Kak Ade, Kak Gita, Kak
Devi serta Rekan-rekanMagister Farmasi dan seluruh teman-temanyang
tidak penulis sebutkan satu persatu atas kerjasama dan kekompakannya
selama penulis menjalani pendidikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan perlu
mendapatkan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berharap
adanya kritik dan saran membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, 25April 2019


Penulis,

Hafid Syahputra
NIM 177014015

v
ANALISIS SECARA SIMULTAN KANDUNGAN IRBESARTAN DAN
HIDROKLOROTIAZID DALAM SEDIAAN TABLET SECARA
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN METODE DUAL
WAVELENGTH DAN RATIO SUBTRACTION

ABSTRAK

Irbesartan dan hidroklorotiazid merupakan kelompok obat anti hipertensi


yang sangat efektif dan aman digunakan untuk menurunkan tekanan darah serta
edema. Obat tersebut sering diberikan dalam kombinasi bahan aktif tersebut dapat
menimbulkan masalah dalam analisis kuantitatif untuk kontrol kualitas sediaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode spektrofotometri secara
dual wavelength method dan ratio subtraction method pada analisis irbesartan dan
hidroklorotiazid secara simultan pada sediaan tablet tanpa adanya pemisahan.
Penelitian dilakukan dengan mengoptimasi jenis pelarut yaitu NaOH,
campuran NaOH dapar fosfat pH 8; pH 9; pH 10 serta metanol dapar fosfat pH 4;
pH 5; pH 6. Metode spektrofotometri teknik dual wavelength method dan ratio
subtraction method kemudiandiuji validitasnya berdasarkan parameter validasi
yaitu liniearitas, akurasi, presisi, LOD dan LOQ serta intraday dan interday.
Kemudian, metode ini diaplikasikan untuk menetapkan kadar irbesartan dan
hidroklorotiazid pada sediaan tablet.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa NaOH merupakan pelarut terbaik
yang digunakan sebagai pelarut untuk analisis. Aplikasi secaradual wavelength
method pada penetapan kadar dilakukan pada λ 263,4 nm dan 281 nm untuk
irbesartan serta hidroklorotiazid pada λ 243,4 nm dan 247,6 nm secara berurutan,
Pada aplikasi secara ratio subtraction method kadar irbesartan dan
hidroklorotiazid ditetapkan kadarnya pada λ 247,6 nm dan 273.6 nm secara
berurutan.
Berdasarkan hasil penelitian ini baik metode spektrofotometri ultraviolet
secara dual wavelength methoddan ratio subtraction method, keduanya berhasil
diterapkan untuk analisis formulasi farmasi secara simultan, tanpa gangguan dari
eksipien seperti yang ditunjukkan oleh hasil parameter validasi berada dalam
kisaran yang dapat diterima.

Kata kunci: Irbesartan, Hidroklorotiazid, dual wavelength method, ratio


subtraction method.

vi
SIMULTANEOUS ANALYSIS OF IRBESARTAN AND
HYDROCLOROTIAZID CONNECTIONS IN TABLET SUPPLIES
SPECTROFOTOMETRY ULTRAVIOLET USING DUAL WAVELENGTH
AND RATIO SUBTRACTION METHODS

ABSTRACT

Irbesartan and hydrochlorothiazide are a group of anti-hypertensive drugs


that are very effective and safe to use to reduce blood pressure and edema. These
drugs often given in combination with these active ingredients can cause problems
in quantitative analysis for the control of the quality of preparations. This study
aims to develop a spectrophotometric method with a double wavelength method
and a ratio reduction method for simultaneous analysis of irbesartan and
hydrochlorothiazide on tablet Creparations without any additions.
The study was carried out by optimizing the type of solvent namely
NaOH, NaOH mixture buffer phosphate pH 8; pH 9; pH 10 and methanol buffer
phosphate pH 4; pH 5; pH 6. The spectrophotometric method of the double
wavelength technique and the ratio reduction method are then calculated for
validity based on the validation parameters, namely linearity, accuracy, precision,
LOD and LOQ as well as intraday and interday. Then, this method was applied to
regulate irbesartan and hydrochlorothiazide levels in tablet Creparations.
The results showed that NaOH was the best solvent used as a solvent for analysis.
The application with the double wavelength method on the level
determination was carried out at λ 263.4 nm and 281 nm for irbesartan and
hydrochlorothiazide at λ 243.4 nm and 247.6 nm respectively, in the application
ratio the method of reducing irbesartan and hydrochlorothiazide levels required
levels of λ 247.6 nm and 273.6 nm in sequence.
Based on the results of this study, both the ultraviolet spectrophotometry
method through the double wavelength method and the ratio reduction method,
were successfully used to analyze pharmaceutical formulations simultaneously,
without changes in excipients such as those produced by the parameters validated
according to the acceptable.

Keywords: Irbesartan, Hydrochlorothiazide, multiple wavelength method, ratio


reduction method.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN TESIS ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ...............................................................................5
1.3 Perumusan Masalah ........................................................................................7
1.4 Hipotesis .........................................................................................................7
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................................8
1.6 Manfaat Penelitian ..........................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................9


2.1 Uraian Bahan .....................................................................................................9
2.1.1 Irbesartan .........................................................................................................9
2.1.2 Hidroklorotiazid ............................................................................................10
2.2 Analisis Irbesartan dan Hidroklorotiazid .........................................................11
2.3 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis) ............................................. 12
2.3.1 Pengertian Spektrofotometri Ultraviolet-Visible...........................................12
2.3.2 Penyerapan Radiasi oleh Molekul .................................................................13
2.3.3Hukum Lambert-Beer ....................................................................................14
2.4Analisis Multikomponen ...................................................................................18
2.5 Dual Waveleanght Method (DWM) .................................................................20
2.6Ratio Substraction Method (RSM) ...................................................................22
2.7Validasi Metode Analisis ..................................................................................24

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................30


3.1 Alat dan Bahan ................................................................................................30
3.1.1 Alat – alat ....................................................................................................30
3.1.2 Bahan – bahan .............................................................................................30
3.2 Prosedur Penelitian ..........................................................................................30
3.2.1 Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N.............................................30
3.2.2Pembuatan Larutan Kalium Dihidrogenfosfat 0,1 M ....................................31
3.2.3 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 4 ........................................................31
3.2.4 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 5 ........................................................31
3.2.5 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 6 ........................................................31

viii
3.2.6 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 8 ........................................................31
3.2.7 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 9 ........................................................31
3.2.8 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 10 ......................................................32
3.2.9 Optimasi Pelarut ...........................................................................................32
3.2.10 Pembuatan Larutan Induk Baku Irbesartan .................................................32
3.2.11 Pembuatan Larutan Induk Baku Hidroklorotiazid ......................................32
3.3 Analisis Kualitatif ...........................................................................................33
3.3.1 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Irbesartan ..................................33
3.2.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Hidroklorotiazid........................33
3.3.3 Pembuatan Spektrum Serapan Baku Campuran Irbesartan dan
Hidroklorotiazid ............................................................................................33
3.3.4Pembuatan Spektrum Serapan Rasio .............................................................34
3.3.4.1 Pembuatan Spektrum Serapan Rasio Irbesartan .......................................34
3.3.4.2 Pembuatan Spektrum Serapan Rasio Hidroklorotiazid ..............................34
3.3.4.3Pembuatan Spektrum Serapan Rasio campuran Irbesartan
dan Hidroklorotiazid ..................................................................................34
3.3.5 Penentuan Panjang Gelombang (λ) Analisis IRB dan HCT secara DWM ...35
3.3.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi IRB dan HCT secara DWM .............................35
3.3.7Pembuatan Spektrum Serapan dan Kurva KalibrasiSecara RSM ..................35
3.3.7.1Pembuatan Spektrum Serapan dan Kurva KalibrasiIrbesartan
secara RSM ................................................................................................35
3.3.7.2 Pembuatan Spektrum Serapan dan kurva kalibrasi Hidroklorotiazid
secara RSM ................................................................................................36
3.4 Validasi Metode ..............................................................................................36
3.4.1Linearitas, Batas Deteksi (Limit of Detection,LOD) dan Batas Kuantitasi
(Limi tof Quantification,LOQ) ..............................................................................36
3.4.2Uji Perolehan Kembali ................................................................................. 37
3.4.3 Pengujian Presisi ..........................................................................................38
3.4.4 Intraday dan Interday ...................................................................................38
3.5 Penentuan Kadar Irbesartan dan Hidroklorotiazid dalam Sediaan Tablet ......39
3.5.1 Penentuan Kadar rbesartan dan Hidroklorotiazid dalamSediaan Tablet.......39
3.5.2 Perhitungan Kadar Irbesartan dan Hidroklorotiazid dalam Sediaan Tablet .39
3.6 Analisis Data secara Statistik ..........................................................................40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................41


4.1 Optimasi Pelarut ..............................................................................................41
4.2 Studi Spektrum Tumpang Tindih ....................................................................44
4.3Spektrum Rasio Serapan Baku ..........................................................................46
4.4Ratio Subtraction Method (RSM) .....................................................................49
4.5Dual Wavelength Method (DWM) ....................................................................51
4.6 Validasi Metode ..............................................................................................54
4.6.1Linieritas, akurasi, presisi, batas deteksi dan batas kuantitasi .................54
4.6.2 Intraday dan Interday ....................................................................................56
4.7 Penetapan Kadar Campuran IRB dan HCT pada SediaanTablet ....................57
4.8 Ratio Subtraction Method dan Dual Wavelength Method ...............................57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................59


5.1 Kesimpulan ...................................................................................................59

ix
5.2 Saran ...................................................................................................59

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................60


LAMPIRAN ...........................................................................................................65

x
DAFTAR TABEL

2.1 Penelitian Yang Telah Dilakukan Untuk Analisis Irbesartan Dan


Hidroklorotiazid .....................................................................................................12
2.2 Aplikasi Spektrofotometri UV secara DWM pada Berbagai Zat ....................22
2.3 Aplikasi Spektrofotometri UV secara RSM pada Berbagai Zat .....................24
2.4 Kriteria Daerah Recovery yang Dapat Diterima .............................................26
2.5 Kriteria K V yang Dapat Diterima ...................................................................26
4.1Absorbansi dan % transmitan IRB dan HCT ...................................................41
4.2 Kesalahan fotometrik .......................................................................................41
4.3 Absorbansi pada panjang gelombang DWM ...................................................50
4.4 Nilai linieritas, akurasi, Presisi, LOD dan LOQ untuk IRB dan ..... HCT dengan
RSM dan DWM ...............................................................................................54
4.5 Kadar IRB dan HCT dalam sediaan tablet C dan tablet I ...............................56

xi
DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka Pikir Penelitian .............................................................................5


2.1 Rumus Struktur Irbesartan .............................................................................9
2.2 Rumus Struktur Hidroklorotiazid.................................................................10
2.3 Error (Kesalahan) Pembacaan terhadap %T (% transmitan) ......................15
2.4 Diagram Tingkat Energi Elektronik ............................................................17
2.5 Spektra Absorpsi Senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih pada dua
panjang gelombang yang digunakan) ....................................................................19
2.6 Spektra Absorpsi Senyawa X dan Y (tumpang tindih satu arah) ................19
2.7 Spektra Absorpsi Senyawa X dan Y (tumpang tindih dua arah) ................20
4.1Grafik jumlah kesalahan fotometrik terhadap jenis pelarut ..............................43
4.2 Spektrum serapan maksimum IRB dan HCT serta campurannya ................45
4.3 Spektrum serapan IRB dengan konsentrasi 5 – 15 µg/mL..........................47
4.4Spektrum serapan HCT dengan konsentrasi 4 – 12 µg/mL .............................47
4.5Spektrum campuran IRB dan HCT berbagai konsentrasi ................................48
4.6Tumpang tindih spektrum rasio IRB dan HCT dengan berbagai
konsentrasi ...................................................................................................51
4.7 Spektrum kurva kalibrasi konsentrasi 5-15 µg/mL absorbansi orde nol
dari IRB setelah dilakukan manipulate ........................................................52
4.8 Spektrum kurva kalibrasi konsentrasi 4-12 µg/mL absorbansi orde nol
dari HCT setelah dilakukan manipulate.......................................................53

xii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Tablet I ............................................................................................................65
2. Tablet C ...........................................................................................................66
3. Alat ..................................................................................................................67
4. Contoh perhitungan % tranmitan dan kesalahan fotometrik ..........................68
5. Spektrum Serapan Maksimum Tunggal IRB dan HCT serta
Campuran Baku IRB dan HCT .......................................................................69
6. Spektrum hasil manipulate ratio subtraction method .....................................71
7. Spektrum Tablet I dan Tablet C .....................................................................73
8. Kurva dan perhitungan kalibrasi IRB dengan mengunakan
rasio subtraction method(HCT 8 µg/ml sebagai pembagi) ............................74
9. Kurva dan perhitungan kalibrasi HCT dengan rasio
subtractionmethod(IRB 10 µg/ml sebagai pembagi) ......................................76
10. Kurva dan perhitungan kalibrasi IRB dengan
dualWavelengthmethodpada panjang gelombang 263,4-281 nm ...................78
11. Kurva dan perhitungan kalibrasi HCT dengan metode dual
wavelength pada panjang gelombang 243,4 – 247,6 nm ................................78
12. Contoh perhitungan LOD dan LOQ ...............................................................82
13. Hasil perhitungan LOD dan LOQ ..................................................................83
14. Contoh perhitungan kadar IRB dan HCT pada sediaan tablet .......................84
15. Kadar IRB dan HCT dalam sediaan tablet C dan tablet I dengan
metode ratio subtraction .................................................................................87
16. Kadar IRB dan HCT dalam sediaan tablet C dan tablet I dengan
metode dual wavelength .................................................................................89
17. Perhitungan statistik kadar IRB pada tablet C dan tablet
Idengan metode ratio subtraction ...................................................................91
18. Perhitungan statistik kadar HCT pada sediaan tablet Cdan tablet I
dengan metode ratio subtraction ....................................................................93
19. Perhitungan statistik kadar IRB pada tablet P dan tablet Idengan
metode dual wavelength .................................................................................95
20. Perhitungan statistik kadar HCT pada sediaan tablet C dan tablet I
dengan metode dual wavelength .....................................................................97
21. Contoh perhitungan persentase perolehan kembali .......................................99
22. Data hasil recovery IRB dan HCT dengan metode ratio
subtraction ....................................................................................................101
23. Data hasil recovery IRB dan HCT dengan metode Dual
wavelength ....................................................................................................102
24. Tabel distribusi t ..........................................................................................103
25. Sertifikat analisis bahan baku IRB dan HCT ................................................104

xiii
DAFTAR SINGKATAN

DWM : Dual Wavelenght Method


RSM : Ratio Subtraction Method
IRB : Irbesartan
HCT :Hidroklorotiazid
UV : Ultraviolet
Vis : Visible
PPM : Part permilion
PPB : Part perbilion
KV : koefisien variasi
JNC : joint National committee
KCKT : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
RAAS: renin-angiotensin-aldosterone sistem
ICH: International Conference on Harmanization

LOD: Limit of Detection

LOQ:Limit of Quantification

SDStandard deviation

RSDRelative standard deviation

USP

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum

ditemukan dalam praktik kedokteran primer, menurut studinya 1 dari 3 pasien

menderita hipertensi. Menurut Riset kesehatan Dasar tahun 2013, menunjukkan

bahwa revalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5% (Muhadi, 2016).

Dalam penanganan penyakit hipertensi para ahli kesehatan umumnya mengacu

pada guideline yang telah ada. Salah-satu guideline terbaru yang dapat dijadikan

acuan dalam penanganan penyakit hipertensi di Indonesia adalah joint National

committee (JNC) 8yang dipublikasikan pada tahun 2014.

Menurut JNC 8 (2014), Penanganan pasien hipertensi harus tepat dan

cepat, yaitu dengan diberikan obat terapi tunggal maupun kombinasi obat (Derosa,

et al., 2009). Hidroklorotiazid (HCT) termasuk dalam kelompok obat diuretikdan

menjadi obat firstline terapi untuk penanganan penyakit hipertensi.Diuretik tiazid

sangat efektif dalam mencegahstroke dan heart failure pada pasien hipertensi.

Irbesartan (IRB) adalah angiotensin II subtipe 1 yang poten dan selektif antagonis

reseptor yang diindikasikan untuk digunakan pada pasien dengan hipertensi,

termasuk mereka yang menderita diabetes melitus tipe 2 dan nefropati. Kombinasi

irbesartan dan hidroklorotiazid sangat efektif dan aman dimana digunakan untuk

menurunkan tekanan darah dan edema disertai dengan komplikasi dan efek

samping yang minimal yaitu hiperkalemia(Núñez-Guzmán, et al., 2017; Raskin, et

al.,1999).

1
Kombinasi dari kedua bahan aktif tersebut dapat menimbulkan permasalah

dalam melakukan analisis kuantitatif untuk kontrol kualitas sediaan tablet.

Permasalah ini disebabkan oleh senyawa yang terkandung mempunyai sifat

fisikokimia yang hampir sama, atau profil kurva serapan masing-masing

komponen saling tumpang tindih pada daerah tertentu menyebabkan serapan yang

didapat merupakan jumlah serapan dari kedua komponen tersebut.

Irbesartan dalam keadaan tunggal dapat ditentukan kadarnya dengan

spektrofotometri ultravioletkovensional dalam pelarutasam pada panjang

gelombang 224 dan 246 nm, sedangkan Hidroklorotiazid dapat keadaan tunggal

dapat ditentukan kadarnya dengan spektrofotometri ultraviolet dalam pelarut basa

pada panjang gelombang 274 nm (Moffat, et al., 2011).

Dalam penetapan kadar zat berkhasiat dalam berbagai sediaan obat

merupakan bagian yang penting di instansi yang melakukan penetapan kadar obat

seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan dan industri obat, sehingga

diperlukan metode analisis dengan yang cepat dan handal serta alat dan biaya

operasional yang relatif lebih murah dan lebih mudah dalam pelaksanaannya,

tetapi dapat memberikan hasil dengan akurasi dan presisi yang baik(Hayam, et

al.,2016). Spektrofotometri merupakan salah satu metode yang sederhana, cepat

dan relatif lebih murah bila dibandingkan dengan metode lainnya (Khoshayand, et

al., 2010). Namun, analisis kuantitatif secara simultan untuk sediaan farmasi yang

mengandung lebih dari satu zat aktif sulit dilakukan dengan menggunakan metode

spektrofotometri yang klasik, dikarenakan adanya spektrum yang saling tumpang

tindih (Hajian dan Afshari, 2012).

2
Penelitian yang dilakukanRaja et al.,(2012), telah menetapkan kadar

campuran irbesartan dan hidroklorotiazid dengan mengunakan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT). Namun metode ini memerlukan waktu yang cukup lama

untuk proses preparasi sampel dan pengondisian alat dikarena adanya tahap

ektraksi pelarut, pemanasan dan degassingsebelum memulai analisis. Selain itu,

metode ini jugamemerlukan biaya yang cukup mahal karena menggunakan

banyak pelarut.

Penelitian yang dilakukan Dal and Koyutürk (2015), telah menetapkan

kadar campuran irbesartan dan hidroklorotiazid pada sediaan tablet oleh kapiler

elektroporesis. Metode ini tidak memerlukan waktu yang lama dan sensitivitas

yang tinggi tetapi memerlukan preparasi sampel, alat dan proses perhitungan

matematika yang cukup rumit pada tahap analisisnya.

Penelitian yang dilakukan Albero et al. (2002), telah menetapkan kadar

campuran irbesartan dan hidroklorotiazid pada sediaan tablet secara

spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing. Metode ini tidak

memerlukan proses preparasi sampel yang lama karena tidak dilakukan tahap

pemisahan, tetapi memerlukan proses derivatisasi yang lama untuk mendapatkan

nilai zero crossing.

Salah satu dari metode spektrofotometri ialah dual wavelength method

(DWM)dan ratio subtraction method (RSM),metode spektrofotometri ini dapat

digunakan untuk analisis campuran beberapa zat secara langsung tanpa harus

melakukan pemisahan, mudah diterapkan untuk rutinitas analisis dan tanpa perlu

derivatisasi terlebih dahulu, walaupun dengan panjang gelombang yang

berdekatan (Bindaiya, et al., 2010; Hassouna dan Mohamed, 2018; Jain, et al.,

3
2010; Kawy, et al., 2010). Bila dibandingkan dengan KCKT, metode

spektrofotometri secara DWMmaupun secara RSMrelatif lebih sederhana, alat dan

biaya operasionalnya lebih murah dan waktu analisisnya lebih cepat (Darwish, et

al., 2013; Jain et al., 2010; Lotfy, et al., 2012).

Metode spektrofotometri secara DWM yang telah dilakukan oleh Bindaiya

et al., (2010), untuk penetapan kadar nitazoxadine dan ofloxacin, serta penelitian

Jain et al.,(2010), untuk penetapan kadar secara simultan drotaverine HCl dan

aceclofenac pada sediaan tablet memberikan hasil yang akurat, presisi serta

selektif. Metode spektrofotometri secara DWM ini tidak memerlukan waktu

preparasi sampel yang lama, pelarut yang banyak, perhitungan matematika yang

rumit dan proses derivatisasi untuk penentuan nilai zero crossing serta dengan

penentuan panjang gelombang yang mudah dan pengerjaan yang cepat untuk

rutinitas(Bindaiya, et al., 2010).

Metode spektrofotometri secara RSMyang telah dilakukan oleh Kawy et al.

(2010), untuk penetapan kadar hidroklorotiazid, meoxipril dan fosinopril, serta

penelitian Ali dan Abdelwahab (2013),untuk penetapan kadar secara campuran

allopurinol dan benzbromaron pada sediaan tablet memberikan hasil yang akurat,

presisi dan selektif. Metode spektrofotometri secara RSMini tidak memerlukan

waktu preparasi sampel yang lama, pelarut yang banyak, perhitungan matematika

yang rumit dan dapat menentukan lebih dari 2 obat campuran (El-Ghobashy dan

Abo-Talib, 2010).

Pemilihan pelarut merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan pada

analisis dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet. Hal ini disebabkan

beberapa pelarut ada yang mampu menyerap radiasi ultraviolet sehingga dapat

4
mengganggu hasil spektrum dan penentuan panjang gelombang serta berpengaruh

pada kesempurnaan kelarutan obat (Gandhimathi, et al., 2012).

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan

optimasi pelarut mengunakan kondisi asam serta basa dan analisis secara simultan

kadar irbesartan dan hidroklorotiazid tanpa adanya tahap pemisahan pada sediaan

tablet di pasaran secara dual wavelength method maupun secara ratio subtraction

method.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini meliputi optimasi pelarut yang digunakan, rasio spectrum,

pengaturan PH dan devisor yang digunakan untuk mendapatkan panjang

gelombang analisis kadar irbesartan dan hidroklorotiazid kemudian metode dan

kondisi diaplikasikan terhadap sampel yang beredar dipasaran, selanjutnya

metode divalidasi. Secara ringkasnya kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada

Gambar 1.1.

Variabel Bebas
Obat:
Irbesartan
hidroklorotiazid
Absorbansi
Jenis Pelarut:
(Parameternya
- NaOH Variabel Terikat
adalah Kesalahan
- Campuran metanol Kelarutan
Fotometrik)
dan dapar fosfat
pH 4; pH 5; pH 6
- Campuran NaOH
dan dapar fosfat
pH 10; pH 9; pH 8
- Campuran metanol 5
dan dapar fosfat
pH 4; pH 5; pH 6
II

Variabel Bebas
Obat:
Irbesartan
Variabel
hidroklorotiazid
Terikat Validasi
- λ analisis
Kadar: Metode
Metode:
90-110%
Dual
wavelength
method

III

Variabel Bebas
Obat:
Irbesartan
hidroklorotiazid Variabel
- ∆λ (5; 10; Terikat
Validasi
15)
Metode: Kadar: Metode
- λ analisis
Ratio 90-110%
subtraction
method

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian


Keterangan:
I : Kerangka Pikir Penelitian Optimasi Pelarut
II : Kerangka Pikir PenelitianDual wavelength method
III : Kerangka Pikir Penelitian Ratio subtraction method

6
1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

a. Apakah NaOH merupakan jenis pelarut terbaik jika dibandingkan dengan

campuran metanol dan dapar fosfat pH 4; pH 5; pH 6 serta campuran NaOH

dan dapar fosfat pH 10; pH 9; pH 8 pada perbandingan yang ditentukan untuk

analisis simultan irbesartan dan hidroklorotiazid?

b. Apakah metode spektrofotometri ultraviolet secara dual wavelength method

maupun secara ratio subtraction method dapat digunakan untuk menetapkan

kadar irbesartan dan hidroklorotiazid secara simultan dan memenuhi syarat

validasi metode?

c. Apakah metode spektrofotometri ultraviolet secara dual wavelength method

maupun secara ratio subtraction method dapat digunakan untuk menetapkan

secara simultan kadar irbesartan dan hidroklorotiazid dalam sediaan tablet di

pasaran?

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah:

a. NaOH merupakan jenis pelarut terbaik jika dibandingkan dengan campuran

metanol dan dapar fosfat pH 4: pH 5: pH 6 serta pada campuran NaOH dan

dapar fosfat pH 8: pH 9: pH 10 untuk analisis simultan irbesartan dan

hidroklorotiazid.

7
b. Metode spektrofotometri ultraviolet secara dual wavelength method maupun

secara ratio subtraction method dapat digunakan untuk menetapkan kadar

irbesartan dan hidroklorotiazid secara simultan dan memenuhi syarat validasi

metode.

c. Metode spektrofotometri ultraviolet secara dual wavelength method maupun

secara ratio subtraction method dapat digunakan untuk menetapkan secara

simultan kadar irbesartan dan hidroklorotiazid dalam sediaan tablet di pasaran.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menentukan pelarut terbaik yang digunakan pada analisis simultan

irbesartan dan hidroklorotiazid.

b. Untuk mengaplikasikan metode spektrofotometri ultraviolet secara dual

wavelength method maupun secara ratio subtraction method pada penetapan

kadar irbesartan dan hidroklorotiazid secara simultan.

c. Untuk mengaplikasikan metode spektrofotometri ultraviolet secara dual

wavelength method maupun secara ratio subtraction method pada penetapan

kadar irbesartan dan hidroklorotiazid secara simultan dalam sediaan tablet.

1.6 Manfaat Penelitian

Diharapkan metode hasil pengembangan dari penelitian ini dapat menjadi

salah satu metode yang dapat diaplikasikan oleh instansi terkait dalam

menentukan secara simultan kadar irbesartan dan hidroklorotiazid pada sediaan

tablet.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Irbesartan

Menurut Kementerian Kesehatan RI Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan (2014), uraian irbesartan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Rumus Struktur Irbesartan

Nama IUPAC : 2-Butil-3-[p-(o-1H-tetrazol-5-ilfenil)benzil]-1,3-


diazaspiro[4,4]non-1-en-4-on.

Rumus Molekul : C25H28N6O

Berat Molekul : 428,53

Pemerian : Serbuk Hablur; putih sampai hampir putih

Kelarutan : Sukar larut dalam etanol dan metilen klorida; praktis tidak
larut dalam air

Menurut (Derosa et al., 2009), Irbesartan termasuk golongan obat

angiotensin II (subtype AT1 reseptor) antagonis dengan lipofilik dan mempunyai

9
aksi anti hipertensi dengan menghambat efek vasokonstriktor dan aldosteron yang

mensekresi angiotensin II secara selektif memblokir pengikatan angiotensin II ke

tempat reseptornya.

2.1.2 Hidroklorotiazid

Menurut Kementerian Kesehatan RI Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan (2014), uraian hidroklorotiazid sebagai berikut:

Gambar 2.2 Rumus Struktur Hidroklorotiazid

Nama IUPAC : 6-Kloro-3,4-dihidro-2H-1,2,4-benzotiadiazina-7-


sulfonamida 1,1-dioksida

Rumus Molekul : C7H8ClN3O4S2

Berat Molekul : 297,74

Pemerian : Serbuk hablur; putih atau praktis putih; praktis tidak


Berbau

Kelarutan :Mudah larut dalam natrium hidroksida, n-butilamina dan


dimetilformamida; agak sukar larut dalam metanol; sukar
larut dalam air; tidak larut dalam eter, kloroform dan asam
mineral encer

Menurut (Derosa et al., 2009), hidroklorotiazid termasuk dalam golongan

obat diuretik tiazid yang mempengaruhi ginjal dan mempunyai aksi anti hipertensi

dengan menghambat reabsorbsi elektrolit natrium kedalam tubulus distal pada

nefron sehingga meningkatkan sekresi urin dari natrium dan air.

Hidroklorotiazid banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk

hipertensi ringan sampai sedang. Sering kali pada kasus yang lebih berat

10
dikombinasikan dengan obat-obat lain untuk memperkuat efeknya, khususnya

beta-blockers. Kombinasi ACE inhibitor dengan golongan ini biasanya aman dan

efektif serta memberi keuntungan blokade angiotensin reseptor, mengurangi

resistensi renin-angiotensin-aldosterone sistem (RAAS) teraktifasi tetapi dosis

pertama bisa terjadi hipotensi (seperti pusing, pening), terutama jika dosis diuretik

tinggi (Derosa et al., 2009).

2.2 Analisis Irbesartan dan Hidroklorotiazid

Analisis tablet irbesartan bentuk tunggal dapat ditentukan dengan metode

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, sedangkan untuk hidroklorotiazid dalam

bentuk tunggal dapat dianalisis tabletnya mengunakan metode Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi. Penetapan kadar irbesartan dan hidroklorotiazid, masing-masing

dalam bentuk tunggal dapat ditetapkan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

dengan fase gerak dapar-asetonitril P (6:4) dan campuran natrium fosfat

monobasa P 0,1 M-asetonitril P (9:1) (Ditjen POM RI., 2014).

Penelitian yang dilakukan Raja et al., (2012), telah menetapkan kadar

campuran irbesartan dan hidroklorotiazid dengan mengunakan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT). Namun metode ini memerlukan waktu yang cukup lama

untuk proses preparasi sampel dan pengondisian alat dikarena adanya tahap

ektraksi pelarut, pemanasan dan degassing sebelum memulai analisis. Selain itu,

metode ini jugamemerlukan biaya yang cukup mahal karena menggunakan

banyak pelarut.

Penelitian yang dilakukan Albero et al. (2002), telah menetapkan kadar

campuran irbesartan dan hidroklorotiazid pada sediaan tablet secara

11
spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing. Metode ini tidak

memerlukan proses preparasi sampel yang lama karena tidak dilakukan tahap

pemisahan, tetapi memerlukan proses derivatisasi yang lama untuk mendapatkan

nilai zero crossing.

Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan untuk irbesartan dan

hidroklorotiazid dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Yang Telah Dilakukan Untuk Analisis Irbesartan dan
Hidroklorotiazid.
λ max
Senyawa Metode Pelarut Referensi
(nm)
Capillary
(Dal dan
irbesartan dan electrophoretic- NaOH 0,1
230 Koyutürk,
hidroklorotiazid diode array M
2015)
detector
irbesartan dan
Spektrofotometri Etanol (Albero, et al.,
hidroklorotiazid 263,317
derivatif absolut 2002)
constant
irbesartan dan multiplication, 270,250,26
Metanol (Fayez, 2014)
hidroklorotiazid ratio difference, 0
constant center
Buffer
Simultaneous (Kumar dan
irbesartan dan phospat pH
equation, 205,272 Annapurna,
hidroklorotiazid 7.5
absorbance ratio 2016)
Irbesartan, Kemometri, NaOH 0,1 (Sivasubramani
151,200-
hidroklorotiazid Simultan M:air an dan
350
dan Ramipril estimation (20:80) Lakshmi, 2016)

2.3 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)

2.3.1 Pengertian Spektrofotometri Ultraviolet-Visible

Absorbansi panjang gelombang radiasi elektromagnet antara 200-800 nm

oleh molekul yang mempunyai π-elektron menjadi dasar spektroskopi serapan

elektronik molekuler pada daerah sinar UV-Vis dari spektrum elektromagnet.

Spektrofotometri UV-Vis merupakan pengukuran panjang gelombang dan

intensitas sinar ultraviolet dan sinar tampak yang dapat diabsorbsi oleh senyawa.

12
Sinar ultraviolet berada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak

berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Muchlisyam dan Pardede, 2017).

2.3.2 Penyerapan Radiasi oleh Molekul

Sinar ultraviolet memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi

elektronik. Dengan demikian, spektra ultraviolet dan tampak dikatakan sebagai

spektra elektronik. Keadaan energi yang paling rendah disebut dengan keadaan

dasar (Ground State). Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi

molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi (Gandjar

dan Abdul, 2007).

Jika suatu molekul sederhana dikarenakan radiasi elektromagnetik maka

molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang sesuai dengan

energi molekulnya. Interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini

akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi.

Penyerapan sinar ultraviolet pada umumnya dihasilkan oleh eksitasi elektron-

elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang pita yang mengabsorpsi dapat

dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada dalam suatu molekul (Gandjar dan

Abdul, 2007).

Senyawa organik pada umumnya mempunyai gugusan atom yang dapat

mengabsorpsi radiasi UV disebut juga kromofor digunakan untuk menyatakan

gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam daerah-daerah

ultraviolet contohnya C-C, C-O dan NO2. Ausokrom adalah gugus jenuh yang bila

terikat pada kromofor mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan

maksimum. Ciri ausokrom adalah heteroatom yang langsung terikat pada

kromofor, misal: -OCH3, -Cl, -OH dan O-NH2. Ausokrom menyebabkan

13
pergeseran puncak serapan yang disebut batokromik. batokromik adalah

pergeseran serapan daerah kearah panjang gelombang yang lebih panjang

(pergeseran merah). Pergeseran hipsokromik adalah pergeseran serapan kearah

panjang gelombang yang lebih pendek (pergeseran biru). Efek hiperkromik adalah

kenaikan dalam intensitas serapan. Efek hipokromik adalah penurunan dalam

intensitas serapan (Muchlisyam dan Pardede, 2017).

2.3.3 Hukum Lambert-Beer

Hukum Lambert-Beer adalah hubungan linearitas antara absorbansi

dengan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi dari sampel di larutan dapat

ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tertentu.

Menurut Lambert bahwa serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang

disinari maka dengan bertambahnya sel, maka serapan akan bertambah.

A = k.b

Sedangkan menurut Beer, yang berlaku untuk radiasi monokromatis berlaku

dalam larutan yang sangat encer. Serapan berbanding lurus dengan konsentrasi

maka:

A = k.c

(Muchlisyam dan Pardede T. R., 2017).

Hukum Lambert-Beer umumnya dikenal sebagai persamaan berikut:

A = A11 . b . c (g/100ml) atau

A = a . b . c (g/l)

Keterangan:

A = serapan yang diukur

14
A11 = serapan larutan (1%b/v) dalam kuvet 1 cm

a = absorptivitas

b = ketebalan kuvet (cm)

c = konsentrasi larutan

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan

zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan

A adalah serapan pada panjang gelombang; A (1% 1cm) adalah serapan

jenis pada panjang gelombang; b adalah ketebalan lapisan yang menyerap dalam

cm; c adalah kadar zat terlarut yang menyerap, dinyatakan dalam persen b/v

(Depkes RI, 1995). Umumnya zat yang akan dianalisis dibuat absorbansinya

mendekati 0,4343, atau dibuat absorbansi berada pada daerah 0,2-0,8. Hal ini

dikarenakan jika analit diukur pada daerah tersebut nilai kesalahan fotometriknya

kecil atau lebih kecil jika absorbansi analit diukur diluar daerah 0,2-0,8. Plot error

(kesalahan) pembacaan terhadap % T dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Error (kesalahan) Pembacaan Terhadap % T (% transmitan)


Rumus kesalahan fotometrik

dc 0,4343
= dt
c T (log T)

15
Keterangan:

dc
= kesalahan fotometrik
c
dt = kesalahan pembacaan (1%)
Absorbansi = 2- log%T
% T = antilog (2-A)

Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan yaitu:

(i) Sinar yang digunakan dianggap monokromatis

(ii) Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang

luas yang sama

(iii) Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung

terhadap yang lain dalam larutan tersebut

(iv) Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Gandjar dan

Abdul, 2007).

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan

(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.

Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas

sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap. Intensitas atau

kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan

luas penampang per detik. Serapan dapat terjadi jika radiasi yang mengenai

cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk

menyebabkan terjadinya perubahan tenaga (Gandjar dan Abdul, 2007).

Apabila pada suatu molekul dikenakan radiasi elektromagnetik maka akan

terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital

16
elektron “anti-bonding” (Mulja dan Suharman, 1995). Diagram tingkat elektron

pada keadaan dasar dan keadaan tereksitasi ditunjukkan pada Gambar2.4:

σ* Anti bonding

π* Anti bonding

n Non bonding

π Bonding

σ Bonding

Gambar 2.4 Diagram Tingkat Energi Elektronik (Mulja dan Suharman, 1995)

Absorpsi sinar ultraviolet oleh suatu atom atau molekul M dapat dianggap

melalui dua proses. Proses pertama adalah eksitasi yang ditunjukkan oleh

persamaan: M + hv M*

Ketika suatu radiasi foton melewati molekul, adsorpsi dapat terjadi jika

energi foton tersebut sesuai dengan perbedaan energi di antara dan satu tingkat

energi yang lebih tinggi dari molekul tersebut. Pada keadaan ini energi dari foton

ditransfer kepada molekul tersebut dan mengubahnya ke tingkat energi yang lebih

tinggi yang disebut excited state M* . Proses terakhir adalah relaksasi. Setelah

suatu periode singkat, molekul berelaksasi ke tempat aslinya atau ground state

dengan mentransfer kelebihan energinya ke atom atau molekul lain pada medium

tersebut. Proses ini menyebabkan peningkatan temperatur lingkungan sementara.

Ini dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut:

M* M + energi (Skoog, 1994).

Absorpsi sinar UV dalam suatu molekul disebabkan karena adanya

elektron yang bertanggung jawab terhadap absorpsi sinar tersebut. Dua tipe

elektron yang bertanggung jawab terhadap absorpsi radiasi UV dalam molekul

17
yaitu elektron terbagi yang berpartisipasi langsung dalam pembentukan ikatan dan

yang tergabung dengan lebih dari satu atom dan elektron luar tak terbagi yang

banyak terlokalisasi pada atom seperti oksigen, halogen, sulfur dan nitrogen

(Skoog, 1994)

Aplikasi spektroskopi serapan untuk senyawa organik didasarkan pada

transisi n atau π ke π* karena energi yang dibutuhkan untuk proses ini membawa

puncak absorpsi ke daerah spektra 200 – 700 nm. Kedua transisi ini membutuhkan

gugus tidak jenuh yang memberikan orbital π (Skoog,1994).

Transisi π ke π* ini menunjukkan pergeseran merah (geseran batokromik)

dengan adanya substitusi gugus-gugus yang memberi atau menarik elektron

(Skoog,1994).

2.4 Analisis Multikomponen

Sebuah spektrofotometer tidak dapat menganalisis suatu sampel. Alat

tersebut menjadi berguna apabila sampel tersebut diolah sedemikian rupa

sehingga pengukuran dapat ditafsirkan secara individu. Tetapi, dalam banyak hal

tidak perlu tiap komponen individu dari sampel yang kompleks dipisahkan

terlebih dahulu dari sampelnya. Bila suatu larutan mengandung dua konstituen

yang menyerap (X dan Y), rumit tidaknya situasi bergantung pada spektra X dan

Y (Muchlisyam dan Pardede, 2017).

(i) Kasus 1

Spektra tidak tumpang tindih, atau sekurangnya memungkinkan untuk

menemukan suatu panjang gelombang di mana X menyerap dan Y tidak, serta

panjang gelombang serapan dan panjang gelombang serupa untuk mengukur Y.

18
Spektra absorpsi senyawa X dan Y (tidak tumpang tindih pada dua

panjang gelombang yang digunakan) dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Spektra Absorpsi Senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih pada
dua panjang gelombang yang digunakan)

(ii) Kasus 2

Tumpang tindih satu arah (dari spektra): seperti ditunjukan dalam Gambar

2.6, Y tidak mengganggu pengukuran X pada λ1, tetapi X memang menyerap

cukup banyak bersama-sama Y pada λ2. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari

absorbansi larutan pada λ1. Kemudian absorbansi yang disumbangkan oleh

konsentrasi X pada λ2 dihitung absorptivitas molar X dan λ2. Sumbangan ini

dikurangkan dari absorbansi terukur pada larutan λ2, sehingga akan diperoleh

absorbansi yang disebabkan oleh Y.

Spektra serapan senyawa X dan Y (tumpang tindih satu arah) dapat dilihat

pada Gambar 2.6.

19
Gambar 2.6 Spektra Serapan Senyawa X dan Y (tumpang tindih satu arah)

(iii) Kasus 3

Tumpang tindih dua arah (dari spektra): dengan prinsip bahwa tidak ada

panjang gelombang di mana salah satu komponen dapat diukur tanpa gangguan

oleh yang lain.

Spektra serapan senyawa X dan Y (tumpang tindih dua arah) dapat dilihat

pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Spektra Serapan Senyawa X dan Y (tumpang tindih dua arah).

(Muchlisyam dan Pardede, 2017).

2.5 Dual Waveleangth Method (DWM)

Dual wavelength method, dalam metode ini dua panjang gelombang dipilih

untuk setiap obat dengan cara perbedaan absorbansi adalah nol (∆A= A2-A1)

untuk satu obat. Seluruh campuran standar dipindai pada panjang gelombang yang

dipilih ini dan kurva kalibrasi diplot antara absorbansi perbedaan dan konsentrasi

masing-masing. Larutan sampel diukur pada panjang gelombang yang dipilih dan

nilai perbedaan dalam absorbansi adalah diekstrapolasikan pada kurva standar

20
kerja untuk mendapatkan konsentrasi (Pradhan, et al., 2014; Sharma dan Sharma,

2011).

Metode ini berlaku untuk menghitung konsentrasi komponen yang

ditemukan dalam campuran yang mengandung beberapa komponen yang

mengganggu yang tidak diinginkan. Perbedaan absorbansi antara dua titik

campuran spektra berbanding lurus dengan konsentrasi analit terlepas dari

pengangu. Dalam metode ini dua panjang gelombang dipilih (λ1, λ2) untuk satu

obat di mana obat A menunjukkan absorbansi yang sama (atau selisih antara

absorbansi adalah nol) dan obat B menunjukkan perbedaan absorbansi. Akhirnya

panjang gelombang (λ1, λ2) digunakan sebagai panjang gelombang analisis untuk

obat B. Begitu pula untuk obat B dipilih dua panjang gelombang (λ3, λ4) yang

mana obat B menunjukan absorbansi yang sama (atau selisih antara absorbansi

adalah nol) dan obat A menunjukan perbedaan absorbansi. Kemudian, panjang

gelombang (λ3, λ4) digunakan sebagai panjang gelombang analisis untuk obat

A.(Kamal, El-malla, dan Hammad, 2016).

Campuran obat A dan obat B dalam konsentrasi yang berbeda disiapkan

untuk mengkonfirmasi bahwa pada semua perbedaan konsentrasi pada obat A

memiliki perbedaan antara absorbansi pada dua panjang gelombang yang dipilih

(λ1, λ2) yang berguna untuk pengukuran obat B sehingga didapatkan selisih

antara absorbansi pada dua panjang gelombang yang dipilih (λ1, λ2) ditampilkan

respon linier yaitu konsentrasi versus absorbansi itu lah yang menjadi kurva

kalibrasi untuk perbedaan absorbansi variasi konsentrasi. obat B. Demikian pula

prosedur yang sama untuk estimasi obat A dimana panjang gelombang

yangdipilih menunjukan perbedaan antara absorbansi, sehingga di plot respon

21
liniernya dan menjadi kurva kalibrasi untuk penentuan obat A(Kamal, et al.,

2016).

Metode spektrofotometri dual waveleangh digunakan untuk menghitung

konsentrasi komponen yang tidak diketahui yang ada dalam campuran yang

mengandung komponen lain yang menarik dan yang tidak diinginkan komponen

campur, dengan memanfaatkan perbedaan absorbansi pada dua panjang

gelombang dalam spektrum campuran. Ini secara langsung memberikan

konsentrasi komponen yang menarik tanpa gangguan dari komponen lain yang

ada dalam campuran atau formulasi. Dasar untuk metode dual wavelength adalah

pemilihan dua panjang gelombang seperti itu di mana komponen yang

mengganggu menunjukkan absorbansi yang sama perbedaan dalam absorbansi

adalah nol, sedangkan komponen bunga menunjukkan ketergantungan konsentrasi

yang signifikan perbedaan absorbansi pada panjang gelombang yang dipilih (Jain,

et al., 2010; Pradhan, et al., 2014).

Aplikasi beberapa metode Dual Waveleangth dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Aplikasi Spektrofotometri UV secara DWM Pada Berbagai Zat


Senyawa/sediaan Metode/teknik Pelarut Referensi
Nitazoxanide dan Dual Waveleangth method Campuran (Bindaiya, et
ofloxacin diklorometan al., 2010)
dan hexane
(60:40)
Sulfadoxine DWMdan Metil blue Aquades (Sharma dan
Sharma,
2011)

Meropenem dan natrium DWM dan kemometri Natrium (Marwada, et


sulbactam hipoksida, al., 2014)
aquades dan
metanol
Atenolol dan indapamid DWM dan simultaneous metanol (Fernandes, et
equation al., 2008)

22
Atorvastatin dan DWM dan Ratio Methanol (Abdelwahab,
ezitimide subtraction et al., 2012)

2.6 Ratio Subtraction Method (RSM)

Metode ini diterapkan untuk analisis campuran dua obat X dan Y memiliki

spektrum yang tumpang tindih dan salah satunya diperpanjang, untuk dapat

menentukan X dengan membagi spektrum campuran oleh konsentrasi Y yang

diketahui sebagai pembagi (Y0). Hasil spektrum akan memberikan kurva baru

yang mewakili X/Y + konstan. Metode ini akan memisahkan spektrum campuran

menjadi spektrum tunggalnya sehingga hasil spektrum diplot kurva kalibrasinya

dan di tentukan kadarnya(Ali dan Abdelwahab, 2013).

Campuran obat X dan Y dibagi dengan pembaginya (Y0) sehingga

menghasilkan kurva baru X/Y + konstan. Jika kurva tersebut dikurangkan dengan

konstantanya yaitunya Y/Y0 menghasilkan kuvra baru yang mewakili X/Y lalu

kurva tersebut dikalikan dengan pembaginya (Y0). Akhirnya didapatkan spektrum

orde nol atau kurva kalibrasi dari X. Penjelasan diatas dapat dijabarkan sebagai

berikut:

X+Y X Y
Langkah 1: = + (konstanta)
Y0 Y0 Y0
X X
Langkah 2: + konstanta – konstanta =
Y0 Y0
X
Langkah 3: xY0 = X
Y0
(Kamal, et al., 2016).

Konsentrasi X dihitung menggunakan persamaan regresi mewakili

korelasi antara amplitudo rasio spektrum X/Y dan konsentrasi X yang sesuai

dalam perbedaan konsentrasi. Sedangkan, untuk menentukan komponen

23
y,dilakukan pengembangan dari metode ini yaitu metode extended ratio

subtractiondimana Y dapat ditentukan dengan cara membagi spektrum campuran

denganspektrum orde nol yang diperoleh dari nila manipulate sebelumnya(X0).

Spektrum tersebut digunakan sebagai pembagi (X0). Spektrum yang diperoleh dari

pembagian tersebut dikurangkan dengan konstanta X/cdimana X adalah spektrum

dari konsentrasi yang diketahui. Lalu hasil spektrum tersebut menghasilkan kurva

yang baru mewakili Y/X lalu kurava tersebut dikalikan dengan pembagi (X0) sehingga

didapatkan kurva baru spektrum orde nol dari Y.

rumus:

X+Y X Y Y
+ - = xX=Y
X° X° X° X°
Konsentrasi y dapat dihitung dengan kurva kalibrasi dari spektrum Y yang

mempunyai hubungan linear antara absorbansi pada panjang gelombang maksimum

dengan konsentrasi yang sesuai (El-Ghobashy dan Abo-Talib, 2010; Lotfy, et al., 2013).

Aplikasi beberapa ratio subtraction method dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Aplikasi Spektrofotometri UV secara RSM pada Berbagai Zat


Senyawa/sediaan Metode/teknik Pelarut Referensi
Omeprazole, tinidazole RSM, RSM, rasio Etanol (Lotfy, et al.,
dan claritromisin difference 2012)

Benazepril dan RSM, principal component Metanol (Farouk, et al.,


amlodipin regression dan partial 2014)
least squares
Timolol dan RSM, absorbance Metanol (Lotfy, et al.,
dorzolamide subtraction dan amplitude 2014)
modulation
Flumethasone dan RSM, ratio difference, Metanol (Abdel-Aleem, et
clioquinol RSM al., 2015)

Ambroksol dan RSM,derivative ratio Metanol (Darwish, et al.,


doxycycline 2015)

24
Sofosbuvir dan RSMdan ratio difference Metanol (Hassouna dan
ledipasvir Mohamed, 2018)

2.7 Validasi Metode Analisis

Validasi metode menurut United State Pharmacopeia (USP) dilakukan

untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan

pada kisaran analit yang akan dianalisis.

Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa

parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis,

karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika:

- Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu

- Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan

- Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah

berubah seiring dengan berjalannya waktu

- Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan dengan

analis dan alat yang berbeda

- Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara

metode baru dan metode baku.

Menurut USP, ada 8 langkah dalam validasi metode analisis yaitu: presisi,

akurasi, batas deteksi, batas kuantifikasi, spesifisitas, linieritas dan daerah,

kekasaran (Rudggedness) dan ketahanan (Robutness).

Sementara itu International Conference on Harmanization (ICH) membagi

karakteristik validasi metode yang sedikit berbeda dengan USP yaitu: presisi,

25
akurasi, batas deteksi, batas kuantifikasi, spesifisitas, linieritas, kisaran (range),

ketahanan (Robustness) dan kesesuaian sistem.

1. Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan

hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Range nilai % recovery analit

yang dapat diterima adalah 90 – 110%. Range tersebut bersifat fleksibel

tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi

laboratorium. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery)

analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Tabel 2.4 Kriteria Daerah recovery yang Dapat Diterima (Harmita, 2004).
Analit pada matriks sampel (%) Daerah recovery yang diperoleh
100 98 – 102%
>10 98 – 102%
>1 97 – 103%
>0,1 95 – 105%
0,01 90 – 107%
0,001 90 – 107%
0,0001 (1ppm) 80 – 110%
0,00001 (100ppb) 80 – 110%
0,000001 (10 ppb) 60 – 115%
0,0000001 (1 ppb) 40 – 120%
2. Presisi

Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-

rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel – sampel yang diambil

dari campuran yang homogeny (Harmita, 2004). Presisi biasanya dinyatakan

dalam koefisien variasi (KV). Suatu metode dapat dinyatakan memiliki presisi

yang baik apabila memiliki KV < 2% tetapi kriteria ini fleksibel tergantung dari

kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi laboratorium.

Tabel 2.5 Kriteria KV yang Dapat Diterima

26
Kadar Analit KV (%)

≥ 1% 2,5
0,1% 5
1 ppm 16
1ppb 32
3. Keterulangan

Suatu metode analisis harus dapat diulang terhadap sampel yang sama dan

hasil yang memenuhi persyaratan statistik secara umum.

Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis

yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek.

Keseksamaan dapat dihitung dengan cara berikut:

∑(𝑋𝑖−𝑋̅ )2
SD = √ (𝑛−1)

𝑆𝐷
KV = x 100%
𝑋

Keterangan:

SD = Standard deviasi

KV = Koefisien Variasi (Harmita, 2004).

4. Sensitivitas

Limit of Detection (LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terndah

dalam sampel yang masih dapat dideteksi. LOD yang paling umum digunakan

dalam kimia analisis adalah bahwa LOD merupakan kadar analit yang

memberikan respon sebesar respon blanko (yb) ditambah dengan 3 simpangan

baku blanko (3Sb). Sedangkan LOQ didefinisikan sebagai konsentrasi analit

terendah dalam sampel yang dpat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang

dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan(Harmita, 2004).

27
5. Selektivita

Selektivitas adalah kemampuan yang hanya mengukur zat tertentu saja secara

cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam

matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat

penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang

mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa

sejenis, senyawa asing lainnya dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel

yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).

6. Linieritas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil –

hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran

yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva

kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x).

Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi

yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode

kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope),

intersep dan koefisien korelasinya (Harmita, 2004).

7. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko.

Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai

kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat

dan seksama (Harmita, 2004).

28
Menurut Harmita (2004), penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-

beda tergantung pada metode analisis itu mengggunakan instrumen atau tidak.

Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon

blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko dan forsa di

bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan.

𝐾 𝑥 𝑆𝑏
Q= 𝑆1

Keterangan:

Q = LOD (batas deteksi) dan LOQ (batas kuantitasi)

K = Perkalian 3 untuk LOD dan 10 untuk LOQ

Sb = Simpangan baku respon analititk dari blanko

Sl = Arah garis linear dari kurva antara respon terhadap konsentrasi

29
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat eksperimental dan deskriptif, dilakukan di

Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Spektrofotometer UV-Vis 1800 (Shimadzu) serta seperangkat Personal

Computer (PC) yang dilengkapi dengan software UV-Probe 2.42, Microsoft

Excel dan SPSS 20, Matlab® versi R2016a, kuvet 1 cm, alat-alat gelas, lumpang

dan alu, bola karet, neraca analitik (Boeco), sonikator (Branson 1510), pH meter

(Hanna) serta alat-alat lainnya yang diperlukan dalam penyiapan sampel dan

larutan.

3.1.2 Bahan-bahan

Semua pereaksi yang digunakan adalah grade analysis kecuali dinyatakan

lain. Baku irbesartan (BPOM), baku hidroklorotiazid (Kimia Farma),

akuabidestilata (PT. Ika Pharmindo), natrium hidroksida (E-Merck), kalium

30
dihidrogenfosfat (E-Merck) 0,1 M, kertas saring whatman no. 42, kertas

perkamen, tablet Co Aprovel® (Sanofi) dan Irtan Plus ® (Ikampharmindo).

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Pelarut Natrium Hidroksida 0,1 N

Dilarutkan sebanyak 4 g NaOH dalam akuades bebas CO2 kemudian

dicukupkan sampai 1000ml (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

3.2.2 Pembuatan larutan kalium dihidrogenfosfat 0,1 M

Dilarutkan 6,805 g kalium dihidrogenfosfat dalam akuabidestilata,

dicukupkan volumenya hingga 500 mL dengan akuabidestilata (Ditjen POM,

1995).

3.2.3 Pembuatan larutan dapar fosfat pH 4

Dicampurkan 50,0 mL kalium dihidrogenfosfat 0,1 M dengan 3,6 mL

natrium hidroksida 0,1 N, diencerkan dengan akuabidestilata hingga 100 mL

(Ditjen POM, 1995).

3.2.4 Pembuatan larutan dapar fosfat pH 5

Dicampurkan 50,0 mL kalium dihidrogenfosfat 0,1 M dengan 4,6 mL

natrium hidroksida 0,1 N, diencerkan dengan akuabidestilata hingga 100 mL

(Ditjen POM, 1995).

3.2.5 Pembuatan larutan dapar fosfat pH 6

Dicampurkan 50,0 mL kalium dihidrogenfosfat 0,1 M dengan 5,6 mL

natrium hidroksida 0,1 N, diencerkan dengan akuabidestilata hingga 100 mL

(Ditjen POM, 1995).

3.2.6 Pembuatan larutan dapar fosfat pH 8

31
Dicampurkan 50,0 mL kalium dihidrogenfosfat 0,1 M dengan 7,6 mL

natrium hidroksida 0,1 N, diencerkan dengan akuabidestilata hingga 100 mL

(Ditjen POM, 1995).

3.2.7 Pembuatan larutan dapar fosfat pH 9

Dicampurkan 50,0 mL kalium dihidrogenfosfat 0,1 M dengan 8,6 mL

natrium hidroksida 0,1 N, diencerkan dengan akuabidestilata hingga 100 mL

(Ditjen POM, 1995).

3.2.8 Pembuatan larutan dapar fosfat pH 10

Dicampurkan 50,0 mL kalium dihidrogenfosfat 0,1 M dengan 9,6 mL

natrium hidroksida 0,1 N, diencerkan dengan akuabidestilata hingga 100 mL

(Ditjen POM, 1995).

3.2.9 Optimasi pelarut

Dilakukan optimasi dengan mengukur serapan yang dihasilkan oleh

irbesartandan hidroklorotiazid dalam NaOH 0,1 N dan campuran methanol: dapar

fosfat pH 4; pH 5; pH 6 serta NaOH 0,1 N:dapar fosfat pH 8; pH 9; pH 10 pada

perbandingan yang ditentukan.

3.2.10 Pembuatan Larutan Induk Baku Irbesartan

Ditimbang dengan seksama 50 mg baku irbesartan, kemudian dimasukkan

ke dalam labu tentukur 50 ml. Dilarutkan dengan NaOH 0,1 N hingga larut dan

dicukupkan volume dengan pelarut yang sama sampai garis tanda hingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 μg/ml, yang disebut sebagai larutan

Larutan Induk Baku I (LIB I). Dari larutan LIB I dipipet 5 ml dan dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 ml, dicukupkan dengan pelarut yang sama sehingga

32
diperoleh konsentrasi larutan irbesartan 100 μg/ml, yang disebut dengan sebagai

Larutan Induk Baku II (LIB II).

3.2.11 Pembuatan Larutan Induk Baku Hidroklorotiazid

Ditimbang dengan seksama 50 mg baku hidroklorotiazid, kemudian

dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Dilarutkan dengan NaOH 0,1 N hingga

larut dan dicukupkan volume dengan pelarut yang sama sampai garis tanda hingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 μg/ml, yang disebut dengan Laurtan

Induk Baku I (LIB I). Dari larutan LIB I dipipet 5 ml dan dimasukkan ke dalam

labu tentukur 50 ml, dicukupkan dengan pelarut yang sama sehingga diperoleh

konsentrasi larutan hidroklorotiazid 100 μg/ml, yang disebut dengan sebagai

Larutan Induk Baku II (LIB II).

3.3 Analisis Kualitatif

3.3.1 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Irbesartan

Dipipet 1 ml dari LIB II irbesartan, dimasukkan ke dalam labu tentukur 1

ml dan dicukupkan dengan pelarut NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Dikocok

sampai homogen hingga diperoleh larutan irbesartan dengan konsentrasi 10

μg/ml, kemudian diukur serapannya pada rentang panjang gelombang 200-400nm.

3.3.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Hidroklorotiazid

Dipipet 0,8 ml dari LIB II hidroklorotiazid, dimasukkan ke dalam labu

tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan pelarut NaOH 0,1 N sampai garis tanda.

Dikocok sampai homogen hingga diperoleh larutan hidroklorotiazid dengan

konsentrasi 8 μg/ml, kemudian diukur serapannya pada rentang panjang

gelombang 200-400nm.

33
3.3.3. Pembuatan Spektrum Serapan Baku Campuran Irbesartan dan
Hidroklorotiazid

Dipipet masing-masing 10 ml dan 8 ml dari LIB II irbesartan dan LIB II

hidroklorotiazid, kemudian kedua larutan tersebut dicampurkan ke dalam labu

tentukur 10 ml dan dicukupkan sampai garis tanda dengan NaOH 0,1 N. Diukur

serapan pada rentang panjang gelombang 200-400 nm.

3.3.4 Pembuatan Spektrum Serapan Rasio Baku

3.3.4.1 Pembuatan Spektrum Serapan Rasio Baku Irbesartan

Dipipet LIB II irbesartan sebanyak 0,5 ml; 0,75 ml; 1 ml; 1,25 ml dan 1,5

ml secara berurutan. Masing-masing hasil pemipetan dimasukkan ke dalam labu

tentukur 10 ml, kemudian diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda.

Dikocok sampai homogen sehingga diperoleh konsentrasi larutan irbesartan 5

μg/ml; 7,5 μg/ml; 1 μg/ml; 1,25 μg/ml; 1,5 μg/ml. Diukur serapan pada panjang

gelombang 200-400 nm.

3.3.4.2 Pembuatan Spektrum Serapan Rasio Baku Hidroklorotiazid

Menurut Rivai et al (2016), pemilihan konsentrasi untuk serapan baku

hidroklorotiazid pada 4-12 μg/ml. Dipipet LIB II hidroklorotiazid sebanyak 0,4

ml; 0,6 ml; 0,8 ml; 1 ml dan 1,2 ml secara berurutan. Masing-masing hasil

pemipetan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, kemudian diencerkan

dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda. Dikocok sampai homogen sehingga

diperoleh konsentrasi larutan hidroklorotiazid 4 μg/ml; 6 μg/ml; 8 μg/ml; 10

μg/ml; 12 μg/ml. Diukur serapan pada panjang gelombang 200-400 nm.

34
3.3.4.3 Pembuatan Spektrum Serapan Rasio Campuran Irbesartan dan
Hidroklorotiazid

Pada penentuan panjang gelombang analisis campuran irbesartan dan

hidroklorotiazid dengan rasio 5:4. Dipipet LIB II irbesartan dan hidroklorotiazid

masing-masing kedalam labu 10 ml dengan konsentrasi masing-masing 5:4

µg/mL; 7,5:6 µg/mL; 10:8 µg/mL; 12,5:10 µg/mL; 15:12 µg/mL untuk irbesartan

dan hidroklorotiazid. Kemudian di ukur pada rentang panjang gelombang 200-400

nm.

3.3.5 Penentuan Panjang Gelombang (λ) Analisis IRB dan HCT secara
DWM

Pada penentuan panjang gelombang analisis IRB dan HCT, dicari λ dimana

untuk satu obat memiliki dua λ. Penentuan panjang gelombang dilakukan dengan

menentukan selisih absorbansi pada spektrum IRB dengan berbagai konsentrasi

(5; 7,5; 1; 1,25; 1,5 μg/ml) yang mendapatkan selisih absorbansi adalah nol (∆A=

A2-A1) maka panjang gelombang tersebut digunakan sebagai panjang gelombang

analisis untuk HCT (λ1, λ2). Hubungan linieritas terbaik antara konsentrasi

dengan nilai DWM, yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (nilai r ≤ 1)

mendekati satu.

Begitu pula dengan HCT, selisih absorbansi HCT dengan berbagai

konsentrasi (4; 6; 8; 10; 12 μg/ml) yang mendapatkan selisih absorbansi adalah

nol maka panjang gelombang tersebut digunakan panjang gelombang analisis

untuk IRB (λ3, λ4). Hubungan linieritas terbaik antara konsentrasi dengan nilai

DWM, yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (nilai r ≤ 1) mendekati

satu.

35
3.3.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi IRB dan HCT secara DWM

Nilai DWM IRB dan HCT masing-masing dari berbagai konsentrasi yang

dihasilkan dari spektrum serapan pada λ yang diperoleh, dihitung dan diplot

untuk mendapatkan persamaan garis regresi.

3.3.7 Pembuatan Spektrum Serapan dan Kurva Kalibrasi secara RSM

3.3.7.1 Pembuatan Spektrum Serapan dan Kurva KalibrasiIrbesartansecara


RSM

Spektrum serapan campuran IRB dan HCT dibagi dengan spektrum

serapan hidroklorotiazid konsentrasi 8μg/mL sebagai pembagi. Dilakukan

manipulate dengan bantuan software UV Probe 2.34 untuk mendapatkan

spektrum orde nol IRB dan plot regresi atau kurva kalibrasi irbesartanberbagai

konsentrasi obat.

3.3.7.2 Pembuatan Spektrum Serapan dan kurva kalibrasi


Hidroklorotiazidsecara RSM

Spektrum serapan campuran IRB dan HCT dibagi dengan spektrum orde

nol IRB sebelumnya yaitu konsentrasi 10 μg/mLsebagai pembagi. Dilakukan

manipulat dengan bantuan software UV Probe 2.34 untuk mendapatkan spektrum

orde nol HCT dan plot regresi atau kurva kalibrasi HCT berbagai konsentrasi

obat.

3.4 Validasi metode

3.4.1 Linearitas, Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD) dan Batas Deteksi
(Limit of Quantification, LOQ)

Dipipet masing-masing 0,5; 0,75; 1; 1,25 dan 1,5 ml LIB II irbesartan

kedalam labu ukur 10 mL, kemudian dicukupkan volumenya dengan

36
menggunakan pelarut sampai garis tanda untuk mendapatkan larutan irbesartan

konsentrasi 5; 7,5; 1; 1,25; 1,5 μg/ml secara berturut-turut.

Dipipet masing-masing 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,2 mL LIB II hidroklorotiazid

kedalam labu ukur 10 mL, kemudian dicukupkan volumenya dengan

menggunakan pelarut sampai garis tanda untuk mendapatkan larutan

hidroklorotiazid konsentrasi 4; 6; 8; 10; 12 µg/mL secara berturut-turut.

Larutan-larutan diatas dilihat serapannya pada λ analisis masing-masing

zat yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara

konsentrasi dengan serapan untuk masing-masing zat, sehingga didapat

persamaan regresi linear dan juga nilai korelasinya.

y = a + bx

Berdasarkan absorbansi pada λ analisis dilakukan pula perhitungan LOD

dan LOQ.

2
  Y  Yi 
SD = n2

3,3 x SD
LOD =
slope

10 x SD
LOQ =
slope

Keterangan:
SD = Standard Deviation (Residual Standard Deviation)
Slope = b

3.4.2 Uji Perolehan Kembali

Uji perolehan kembali dilakukan dengan pengukuran persentase perolehan

kembali pada tiga daerah spesifik, yakni: 80%, 100% dan 120%. Dimana pada

37
masing-masing daerah spesifik digunakan 70% sampel irbesartan dan

hidroklorotiazid yang berasal dari tablet) yang dianalisis dan 30% berasal dari

baku yang akan ditambahkan (metode adisi standar) (Harmita, 2004).

Pada metode adisi standar (penambahan bahan baku), sejumlah sampel

yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi yang diperlukan dari kadar

analit yang diperkirakan, dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil

dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (Harmita, 2004). Menurut Harmita

(2004), dalam kedua metode tersebut, kadar yang diperoleh dinyatakan sebagai

rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya:

CF −CA
Y= x 100%
C∗A

Keterangan:

Y = Persentase perolehan kembali


CF = Jumlah analit yang terukur
CA = Jumlah analit dalam sampel (70% berasal dari sampel)
CA∗ = Jumlah baku yang ditambahkan (30% berasal dari baku)

3.4.3 Pengujian Presisi

Presisi dinyatakan dengan SD atau RSD dari serangkaian data. Untuk

mencari RSD menggunakan rumus:

SD
RSD = x 100%
X

Keterangan:

RSD = Relative standard deviation


SD = Standard deviation
X = Data yang telah dirata-ratakan

3.4.4 Intraday dan interday

Intraday dan interday merupakan pengukuran presisi dengan sampel

simultan. Intraday merupakan pengulangan yang dilakukan tiap jam tertentu

38
dalam satu hari, sedangkan interday merupakan pengulangan yang dilakukan tiap

hari pada jam tertentu dalam beberapa hari (Harmita, 2004).

Intraday dan interday dilakukan dengan tiga kali pengulangan pada setiap

konsentrasi. Intraday adalah tiga kali pengulangan di hari yang sama (pagi, siang,

sore) dan interday adalah tiga kali pengulangan dengan 3 hari berbeda (hari ke-1,

ke-2, ke-3). Penentuan presisi interday dan intraday dilihat dari standar deviasi

relatifnya< 2,5% (Harmita, 2004).

3.5 Penentuan Kadar Irbesartan dan Hidroklorotiazid dalam Sediaan Tablet

3.5.1 Penentuan Kadar Irbesartan dan Hidroklorotiazid dalam Sediaan


Tablet

Ditimbang 20 tablet, kemudian digerus dalam lumpang sampai halus dan

homogen. Ditimbang seksama sejumlah serbuk setara 25 mg irbesartan

(penimbangan dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan) dan dihitung kesetaraanh

hidroklorotiazid didalamnya. Dimasukkan serbuk yang telah ditimbang ke dalam

labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan pelarut NaOH 0,1 N dan dicukupkan

sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan dengan sonikator selama 10 menit.

Larutan tersebut disaring, lebih kurang 10 ml filtrat pertama dibuang dan filtrat

selanjutnya ditampung. Kemudian dipipet 0,5 ml filtrat dan dipipet 1,86 ml dari

LIB II hidroklorotiazid, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan

dicukupkan dengan pelarut NaOH 0,1 N garis tanda sehingga diperoleh larutan

39
dengan konsentrasi irbesartan 10 μg/ml dan hidroklorotiazid 8 μg/ml. Diukur

serapan pada panjang gelombang 200-400 nm. Absorbansinya kemudian diukur

sesuai dengan prosedur hasil optimasi baik dengan menggunakan DWMmaupun

secara RSM.

3.5.2 Perhitungan Kadar Irbesartan dan Hidroklorotiazid dalam Sediaan


Tablet

Nilai absorbansi yang didapatkan dari analisis disubstitusikan kedalam

persamaan garis regresi yang didapatkan sehingga akan didapatkan kadar analit

(irbesartan dan hidroklorotiazid) dalam sampel . Kadar analit (irbesartan dan

hidroklorotiazid) dalam satu tablet dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

(C/1000) x Fp x A
X = xB
S

Keterangan:
X = Kadar analit dalam satu tablet
C = Kadar analit dalam sampel
Fp = Faktor pengenceran (10000)
A = Berat sampel setara dengan satu tablet (berat 20 tablet dibagi 20)
S = Berat sampel yang dilarutkan (berat sampel setara 100 mg irbesartan)
B = Kadar yang tertera dalam sertifikat analisis

3.6 Analisis Data Secara Statistik

Data perhitungan kadar irbesartan dan hidroklorotiazid dianalisis secara

statistik dengan menggunakan uji ttabel distribusi t.

Rumus yang digunakan adalah:

𝛴(𝑋𝑖−𝑋̅ )2
𝑆𝐷 = √ 𝑛−1

Untuk menghitung thitung digunakan rumus

𝑋−𝑋̅
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑆𝐷/
√𝑛

40
Kadar sebenarnya dengan taraf kepercayaan 99% dan nilai α = 0,01,

dihitung dengan menggunakan rumus:

SD
̅±t 1
µ= X ×
(1− α)dk √n
2

Keterangan:
µ = interval kadar sebenarnya
̅
X = kadar rata-rata sampel
X = kadar sampel
t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1
dk = derajat kebebasan (n-1)
α = tingkat kepercayaan
SD = standar deviasi
n = jumlah perlakuan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Optimasi Pelarut

Optimasi perlarut menjadi tahap awal yang dilakukan dalam melakukan

penelitian ini, dimana optimasi pelarut berguna untuk mengetahui kelarutan dari

senyawa obat tersebut (IRB dan HCT) dalam pelarut yang akan digunakan dalam

analisis. Absorbansi IRB dan HCT pada konsentrasi 10 µg/ml dan 8 µg/ml secara

berturut-turut serta persen transmitan dan nilai persen transmitan dapat dilihat

pada Tabel 4.1 sedangkan, nilai persen kesalahan fotometrik dapat dilihat pada

Tabel 4.2.

41
Tabel 4.1 Absorbansi dan % transmitan IRB dan HCT
Absorbansi % Transmitan
Jenis Pelarut
IRB HCT IRB HCT
NaOH 0,1 N pH 11,8 0,4454 0,4296 0,3586 0,3719
NaOH 0,1 N: Dapar Posfat pH 10 0,4511 0,427 0,3539 0,3741
NaOH 0,1 N: Dapar Posfat pH 9 0,4621 0,4411 0,3451 0,3622
NaOH 0,1 N: Dapar Posfat pH 8 0,4719 0,4572 0,3374 0,3490
Metanol: Dapar Posfat pH 6 0,5349 0,4901 0,2918 0,3235
Metanol: Dapar Posfat pH 5 0,4694 0,5027 0,3393 0,3143
Metanol: Dapar Posfat pH 4 0,4468 0,4967 0,3574 0,3186

Tabel 4.2 Kesalahan fotometrik


Selisih Kesalahan Jumlah
Kesalahan Fotometrik dengan Selisih
Jenis Pelarut Fotometrik (%) Kesalahan Terkecil Kesalahan
(%) Fotometrik
IRB HCT IRB HCT (%)
NaOH pH 11,8 2,7192 2,7185 0,0009 0,0002 0,0010
NaOH 0,1 N: Dapar Posfat
pH 10 2,7203 2,7187 0,0020 0,0004 0,0024
NaOH 0,1 N: Dapar Posfat
pH 9 2,7237 2,7186 0,0053 0,0003 0,0057
NaOH 0,1 N: Dapar Posfat
pH 8 2,7280 2,7220 0,0097 0,0037 0,0133
Metanol: Dapar Posfat pH 6 2,7824 2,7391 0,0641 0,0208 0,0848
Metanol: Dapar Posfat pH 5 2,7268 2,7490 0,0084 0,0307 0,0392
Metanol: Dapar Posfat pH 4
2,7194 2,7441 0,0011 0,0258 0,0269

Jenis pelarut yang digunakan pada optimasi pelarut adalah NaOH, NaOH

0,1 N: Dapar Posfat pH 10:NaOH 0,1 N: Dapar Posfat pH 9: NaOH 0,1 N: Dapar

Posfat pH 8: dapar posfat pH 6, metanol: dapar posfat pH 5, dan metanol: dapar

posfat pH 4. Absorbansi dari IRB dan HCT diukur pada λ 200-400 nm dalam

masing-masing pelarut tersebut kemudian dipilih pelarut yang akan digunakan

untuk analisis selanjutnya berdasarkan pada jumlah kesalahan fotometrik dari

absorbansi yang terukur pada konsentrasi tertentu dengan terlebih dahulu

diselisihkan dengan nilai kesalahan fotometrik terkecil yang didapatkan ketika

42
mengukur zat tersebut pada absorbansi 0,4343, yaitu 2,7185. Perhitungan untuk

mendapatkan % transmitan dan kesalahan fotometrik dapat dilihat pada Lampiran

4.

Menurut Gandjar dan Abdul (2007), absorbansi yang terbaca pada

spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15%-70% jika dibaca

sebagai transmitan, karena kesalahan pembacaannya adalah 0,0005 (kesalahan

fotometrik). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa pengukuran serapan

dilakukan pada rentang tertentu yang kesalahan fotometriknya kecil, sehingga

pelarut yang paling optimal untuk digunakan dalam penelitian ini dipilih bukanlah

berdasarkan pada serapan yang memberikan absorbansi dengan nilai

maksimal/paling besar yang dihasilkan oleh masing-masing zat pada pelarut

tersebut, namun berdasarkan pada jumlah kesalahan fotometrik yang paling

kecil.

Penjumlahan kesalahan fotometrik didapatkan dari penjumlahan

kesalahan fotometrik masing-masing zat (IRB dan HCT). Jumlah kesalahan

fotometrik dari zat dalam jenis pelarut lebih jelasnya dapat dibandingkan satu

sama lain dengan menggunakan grafik. Grafik jumlah kesalahan fotometrik

terhadap jenis pelarut dapat dilihat pada Gambar 4.1.

43
5.4423 5.5215
5.4377

Jumlah Persen Kesalahan Fotometrik


5.5400 5.4758

5.5200
5.4500 5.4635
5.5000 N pH 11.8
5.4390
5.4800 NDP 10
5.4600 NDP 9
5.4400 NDP 8
5.4200 MDP 6

5.4000 MDP 5

5.3800 MDP 4
N pH NDP 10 NDP 9 NDP 8 MDP 6 MDP 5 MDP 4
11.8
Jenis Pelarut

Gambar 4.1 Grafik jumlah kesalahan fotometrik terhadap jenis pelarut


Keterangan :
N = NaOH 0,1 N= pH 11,8
NDP 10 = NaOH 0,1 N: Dapar Posfat pH 10 = pH 11,8
NDP 9 = NaOH 0,1 N: Dapar Posfat pH 9 = pH 11,5
MDP 8 = NaOH 0,1 N: Dapar Posfat pH 8 = pH 11,1
MDP 6 = Metanol: Dapar posfat pH 6 = pH 6,2
MDP 5 = Metanol: Dapar posfat pH 5 = pH 5,6
MDP 4 = Metanol: Dapar posfat pH 4 = pH 4,8

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 dapat disimpulkan bahwa NaOH

adalah pelarut yang memilki serapan yang memberikan absorbansi dengan nilai

maksimal dengan jumlah kesalahan fotometrik terkecil. Selain itu, NaOH juga

memilki syarat-syarat sebagai pelarut untuk analisis dengan metode

spektrofotometri yaitu bebas dari kontaminan, mudah didapatkan/dibeli, dan

murah pada daerah panjang gelombang analisis (USP, 2007).

Absorbansi dari IRB dan HCT dipengaruhi oleh variasi pH dan

polaritas pelarut yang digunakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh Adam (2017) bahwa variasi pH dan polaritas pelarut

44
berpengaruh terhadap absorbansi dari zat yang dianalisis. Absorbansi dari IRB

dan HCT dengan nilai paling maksimal dimiliki oleh NaOH.

Berdasarkan hal tersebut maka pelarut yang dipilih untuk digunakan dalam

penelitian ini adalah NaOH 0,1 N.

4.2 Studi Spektrum Tumpang Tindih

Studi spektrum tumpah tindih didapatkan dari spektrum serapan maksimal

dari IRB dan HCT serta campuran IRB dan HCT. Pada spektrum serapan

maksimal IRB digunakan konsentrasi 10 µg/ml dan untuk HCT konsentrasi 8

µg/ml, maka didapatkan perbandingan rasio 5:4 untuk IRB dan HCT masing-

masing.

Menurut Kamal et al, (2016), penentuan studi spektrum tumpang tindih

menjadi poin mula untuk menetapkan kadar mengunakan metode dual wavelenght

dan ratio subtraction. Penentuan in penting dalam mencari panjang gelombang

yang digunakan untuk analisis, dimana studi spektrum tumpang tindih dapat

menghasilkan titik panjang gelombang yang digunakan untuk metode dual

wavelenght. Sedangkan untuk metode ratio subtraction penentuan mula obat yang

digunakan sebagai divisor awal dimana X atau Y ditentukan untuk dapat

dilanjutkan ke langkah berikutnya.

45
243,4
263,4 281
247,6

Gambar 4.2Spektrum serapan maksimum IRB dan HCT serta campurannya.


Keterangan: Spektrum IRB 10 µg/mL + HCT 8 µg/mL
Spektrum HCT 8 µg/mL
Spektrum IRB 10 µg/mL

Pada dual wavelength studi spektrum tumpang tindih berguna sebagai

pemilihan dua panjang gelombang yang dipilih, dimana kaidah penentuan panjang

gelombang untuk metode ini, absorbansi dari kedua panjang gelombang yang

dipilih memiliki selisih absorbansi yaitu nol dan konsentrasi yang digunakan

memenuhi hukum lambert beer yaitu 0,2-0,6.

Dari gambar 4.2 di atas dapat dilihat campuran kedua obat di ambil 2 titik

panjang gelombang untuk obat IRB pada panjang gelombang 247,6 nm (λ1)

menjadi panjang gelombang maximum sehingga di ambil pada panjang

gelombang tersebut dan tarik garis lurus sehingga didapatkan selisih absorbansi

nol lalu panjang gelombang yang menghasilkan selisih absorbansi nol dipilih

yaitu 243,4 nm (λ2) dimana pada panjang gelombang tersebut absorbansi IRB

sedang menaik dan absorbansi berada pada rentang lumbert beer. Begitu pula

46
untuk obat HCT dipilih panjang gelombang 263,4 nm (λ3) dimana pada panjang

gelombang tersebut terjadi titik perpotongan antara HCT dan IRB lalu di tarik

garis lurus untuk mendapatkan selisih absorbansi nol untuk panjang gelombang

kedua pada HCT yaitu 281 nm (λ4) dimana absorbansi sedang menaik dan

absorbansi memenuhi hukum lumbert beer.

Pada ratio subtraction pemilihan pembagi awal (Y°) yang digunakan untuk

manipulate dipilih dengan cara mengkaji spektrum tumpang tindih kedua obat

tunggal tersebut, dimana kaidah pemilihan pembagi awal (Y°) dilihat berdasarkan

luas area serta pengaruh terhadap konsentrasi, dari hasil spektrum yang diamati,

didapatkan bahwa HCT memiliki luas area yang lebih panjang dibandingkan

dengan IRB, sehingga HCT digunakan sebagai pembagi awal yaitu Y°. Penentuan

pembagi awal tersebut sangat berpengaruh pada hasil plot regresi dari campuran

obat, karna hasil plot regresi tersebut akan berbeda jika menggunakan IRB

sebagai divisor awal dan menghasilkan linearitas yang buruk.

4.3 Spektrum Rasio Serapan Baku

Spektrum rasio serapan baku IRB dan HCT dengan berbagai konsentrasi

dapat dilihat pada Gambar 4.3; 4.4; secara berturut-turut, sedangkan spektrum

campuran IRB dengan HCT berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 4.5.

47
Gambar 4.3Spektrum serapan IRB dengan konsentrasi 5 – 15 µg/mL
Keterangan: Konsentrasi IRB 5 µg/mL
Konsentrasi IRB 7,5 µg/mL
Konsentrasi IRB 10 µg/mL
Konsentrasi IRB 12,5 µg/mL
Konsentrasi IRB 15 µg/mL

Gambar 4.4Spektrum serapan HCT dengan konsentrasi 4 – 12µg/mL


Keterangan: Konsentrasi HCT 4 µg/mL
Konsentrasi HCT 6 µg/mL
Konsentrasi HCT 8 µg/mL
Konsentrasi HCT 10 µg/mL
Konsentrasi HCT 12 µg/mL

48
IRB 5 µg/mL + HCT 4 µg/mL
IRB 7.5 µg/mL + HCT 6 µg/mL
IRB 10 µg/mL + HCT 8 µg/mL
IRB 12.5 µg/mL+ HCT 10 µg/mL
IRB 15 µg/mL + HCT 12 µg/mL

Gambar 4.5Spektrum campuran IRB dan HCT berbagai konsentrasi


Keterangan: Konsentrasi IRB 5 µg/mL + HCT 4 µg/mL
Konsentrasi IRB 7,5 µg/mL + HCT 6 µg/mL
Konsentrasi IRB 10 µg/mL + HCT 8 µg/mL
Konsentrasi IRB 12,5 µg/mL+ HCT 10 µg/mL
Konsentrasi IRB 15 µg/mL + HCT 12 µg/mL

Spektrum serapan IRB maupun HCT dengan berbagai konsentrasi dalam

NaOH menunjukkan bahwa konsentrasi tidak mengubah bentuk spektrum dari

masing-masing zat, sehingga dapat disimpulkan bahwa IRB maupun HCT stabil

dalam pelarut NaOH.

Spektrum campuran IRB dan HCT akan menghasilkan spektrum yang

berbeda dengan spektrum masing-masing dari IRB dan HCT, hal ini dikarenakan

spektrum campuran merupakan kombinasi dari spektrum zat yang menyusunnya.

Spektrum serapan campuran baku IRB dan HCT dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Metode spektrofotometri ultraviolet konvensional tidak dapat dilakukan

untuk menetapkan IRB maupun HCT dalam campuran IRB dan HCT karena

spektrum IRB dan HCT saling tumpang tindih, sehingga absorbansi pada λ

spektrum campuran IRB dan HCT tidak menggambarkan besar konsentrasi

49
masing-masing zat tersebut dalam campurannya. Berbeda dengan metode

spektrofotometri ultraviolet konvensional, metode spektrofotometri ultraviolet

secara DWM dan RSM memungkinkan untuk menetapkan kadar suatu zat dalam

campuran zat tersebut dengan zat lainnya, karena metode ini memungkinkan

pemisahan spektrum campuran sehingga penetapan kadar zat tunggal dalam

campurannya dapat dilakukan.

4.4 Dual Wavelength Method (DWM)

Dual wavelength method diawali dengan pentuan panjang gelombang yang

sebelumnya telah dibahas pada studi spektrum tumpang tindih. Hasil pemilihan

dua panjang gelombang tersebut di ambil dan dikurangkan sehingga didapat

selisih dari kedua panjang gelombang yang absorbansinya adalah nol. Selanjutnya

dapat dikonfirmasi bahwa pada panjang gelombang tersebut dapat digunakan

sebagai panjang gelombang analisis.

Studi tumpang tindih mendapatkan dua panjang gelombang IRB pada 247,6

nm dan 243,4 nm memiliki selisih absorbansi nol pada spektrum tunggal IRB.

Sehingga pada panjang gelombang tersebut dapat digunakan untuk mengukur

HCT dalam campuran obat. Karna diasumsikan bahwa perbedaan absorbansi pada

spektrum campuran obat tersebut adalah perbedaan absorbansi HCT.

Pada HCT di dapatkan dua panjang gelombang pada 263,4 nm dan 281 nm

(λ3 dan λ4) memiliki selisih absorbansi nol pada spektrum tunggal HCT.

Sehingga pada panjang gelombang tersebut dapat digunakan untuk pengukuran

IRB dalam campuran obat. Karna diasumsikan bahwa perbedaan absorbansi pada

spektrum campuran obat tersebut adalah perbedaan absorbansi IRB.

50
Penentuan regresi di dapatkan dengan memplot hasil selisih dari kedua

panjang yang dipilih berdasarkanspektrum rasio campuran obat berbagai

konsentrasi yang telah dibuat, sehingga didapatkan orde nol dan seterusnya dapat

dibuat dalam kurva kalibrasi agar bisa dilanjutkan untuk menetukan kadar obat.

Salah satu yang menjadi kaidah penting penentuuan panjang gelombang

yang digunakan ialah selisih absrobansi adalah 0. Berikut selisih absorbansi pada

panjang gelombang yang digunakan.

Tabel 4.3 perbedaan absorbansi pada panjang gelombang DWM


I
Relatif
Konsentrasi 243,4 247,6 Rata- Standar
selisih standar
IRB (µg/ml) nm nm rata deviasi
deviasi
0 0 0 0,000 0 0 0
5 0,2195 0,2202 -0,001 0,2199 0,0005 0,2251
7,5 0,3127 0,3127 0,000 0,3127 0,0000 0,0000
10 0,4454 0,4454 0,000 0,4454 0,0000 0,0000
12,5 0,5593 0,5594 0,000 0,5594 0,0001 0,0126
15 0,6825 0,6808 0,002 0,6817 0,0012 0,1763
II
Relatif
Konsentrasi 263,4 Rata- Standar
281 nm selisih standar
HCT (µg/ml) nm rata deviasi
deviasi
0 0 0 0 0 0 0
4 0,1559 0,1555 -0,0004 0,1557 0,0003 0,1817
6 0,2369 0,2374 0,0005 0,2372 0,0004 0,1491
8 0,3142 0,3134 -0,0008 0,3138 0,0006 0,1803
10 0,3812 0,3816 0,0004 0,3814 0,0003 0,0742
12 0,4646 0,4636 -0,0010 0,4641 0,0007 0,1524
Keterangan:I = Selisih nilai absorbansi pada spektrum tunggal IRB
II= Selisih nilai absorbansi pada spektrum tunggal HCT

Berdasarkan tabel di atas pemilihan panjang gelombang analisis memenuhi syarat

dengan nilai RSD < 2,5%, sehingga panjang gelombang dapat diterima sebagai

panjang gelombang pengukuran. Hasil kurva kalibrasi untuk analisis IRB dan

HCT dapat dilihat pada lampiran 10 dan 11.

51
4.5Ratio Subtraction Method(RSM)
Pada ratio subtraction method diawali dengan membuat spektrum rasio

dan memilih konsentrasi pembagi awalnya (Y°). Penentuan konsentrasi pembagi

diambil dari rentang konsentrasi yang memenuhi hukum Lambert-Beer (Hoang,

2014).

(a).
IR
B

CT
(b)
.H

Gambar 4.6 Tumpang tindih spektrum rasio IRB dan HCT dengan berbagai
konsentrasi
Keterangan:(a) Spektrum rasio IRB dengan berbagai konsentrasi;
(b) Spektrum rasio HCT dengan berbagai konsentrasi

Konsentrasi pembagi yang digunakan dalam penelitian ini adalah IRB 10

µg/ml dan HCT 8 µg/ml. Dasar pemilihan konsentrasi pembagi adalah tidak

terdapat perbedaan pada letak panjang gelombang maksimum dari zat-zat yang

dibagi spektrumnya, yang berbeda hanya nilai absorbansi yang dihasilkan serta

konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi untuk panjang gelombang maksimum

(Saraan, 2015).

Pembagi awal (Y°) yang digunakan berdasarkan studi spektrum tumpang

tindih mendapatkan bahwa pembagi awal ialah HCT. Pengolahan spektrum

52
campuran obat baku di manipulate menggunkan UV probe 2.43 dengan operasi

division dengan HCT 8 µg/ml. lalu hasil tesebut di subtraction dengan konstanta

dimana konstanta ialah HCT 8 µg/ml yang dibagi dengan divisornya, hasil

pengurangan tersebut menghasilkan spektrum baru yaitu IRB/HCT°, lalu

spektrum tersebut di kalikan dengan divisor yang sama sehingga di dapatkan

spektrum IRB tunggal yang terpisah dari campurannya. Hasil Spektrum tersebut

diplot orde nol dengan persamaan regresi atau kurva kalibrasi yang dapat dilihat

pada lampiran 8 dan Hasil manipulate spektrum masing-masing langkah dapat

dilihat pada lampiran 6. Penjelasan ringkas terkait rumus sebagai berikut:

IRB + HCT IRB HCT


Langkah 1: = + (konstanta)
HCT° HCT° HCT°
IRB IRB
Langkah 2: + konstanta – konstanta =
HCT° HCT°
IRB
Langkah 3: x HCT° = IRB
HCT°

Gambar 4.7Spektrum kurva kalibrasi konsentrasi 5-15 µg/mLabsorbansi orde


nol dari IRB setelahdilakukan manipulate
Keterangan: Konsentrasi IRB 5 µg/mL
Konsentrasi IRB 7,5 µg/mL
Konsentrasi IRB 10 µg/mL
Konsentrasi IRB 12,5 µg/mL
Konsentrasi IRB 15 µg/mL

53
Penentuan HCT (Y) dilanjutkan dengan peluasan metode yang telah

dikembangkan.Dimana HCT dapat ditentukan dengan membagi spektrumnya

dengan spektrum orde nol IRB yang digunakan sebagai pembagi (X°) yang

dapatkan sebelumnya. Spektrum campuran obat dibagikan dengan pembaginya

HCT (X°)( 10 µg/mL). selanjutnya dikurangkan dengan konstanta yang didapat

dari pembagian pembagi IRB 10µg/ml dengan hasil spektrum orde nol IRB° dari

plot awal sehingga akan di dapatkan spektrum baru (HCT/IRB°) yang selanjutnya

dikalikan dengan pembagi yang sama yaitu IRB° dan didapatkan spektrum HCT

dari campuran tersebut yang akan di plotkan untuk mendapatkan regresi linear

hubungan absorbansi pada panjang gelombang max versus konsentrasi yang

diukur sehingga didapatkan kurva kalibrasinya yang dapat dilihat pada lampiran 9

. Berikut adalah ringkasan pengerjaannya:

IRB + HCT IRB HCT HCT


+ - = x IRB = HCT
IRB° IRB° IRB° IRB°

Gambar4.8 Spektrum kurva kalibrasi konsentrasi 4-12 µg/mL absorbansi orde


nol dari HCT setelah dilakukan manipulate
Keterangan: Konsentrasi HCT 4 µg/mL
Konsentrasi HCT 6 µg/mL
Konsentrasi HCT 8 µg/mL
Konsentrasi HCT 10 µg/mL
Konsentrasi HCT 12 µg/mL

54
Penetapan kadar IRB dan HCT, masing-masing dalam bentuk tunggal dapat

ditetapkan dengan spektrofotometri ultraviolet dalam pelarut basa, IRB pada

panjang gelombang 246 nm dan HCT pada panjang gelombang 274 nm (Moffat,

dkk., 2004), sementara pada metode RSM diperoleh panjang gelombang

maksimum untuk IRB 247,6 nm dan panjang gelombang maksimum untuk HCT

273,6 nm. Panjang gelombang yang diperoleh inilah yang digunakan sebagai

panjang gelombang analisis.

Berdasarkan hal di atas maka telah terjadi geseran batokromik (geseran

merah/red shift) untuk IRB, dan telah terjadi geseran hipsokromik (geseran

biru/blue shift) untuk HCT. Geseran batokromik adalah geseran dari serapan ke

panjang gelombang yang lebih panjang karena sisipan atau pengaruh pelarut

(geseran merah/red shift). Geseran hipsokromik adalah geseran dari serapan ke

panjang gelombang yang lebih pendek karena gugus ganti atau pengaruh pelarut

(geseran biru/blue shift) (Gandjar dan Abdul, 2007).

4.6 Validasi Metode

4.6.1 Linearitas, akurasi, presisi, batas deteksi (Limit of Detection, LOD) dan
batas kuantifikasi (Limit of Quantification, LOQ)

Berdasarkan validasi metode yang telah dilakukan secara RSM dan DWM,

diperolehnilai linieritas, akurasi, presisi, LOD dan LOQ untuk IRB dan HCT yang

dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Nilai linieritas, akurasi, Presisi, LOD dan LOQ untuk IRB dan
HCT denganRSM dan DWM
IRB HCT
No. Parameter
RSM DWM RSM DWM
1. Linieritas 0,9994 0,9994 0,9988 0,9995
2. Akurasi (%) 101,03 100,59 100,18 100,34
3. Presisi 0,57 0,87 0,89 45,70

55
(RSD) (%)
LOD
4. 0,70 0,64 0,78 0,49
(µg/mL)
LOQ
5. 2,12 1,93 2,37 1,49
(µg/mL)

Keteranngan :
RSM : Ratio subtraction method
DWM : Dual wavelength method

Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa baik RSM maupun DWM memenuhi

syarat validasi untuk parameter linieritas, akurasi presisi serta batas deteksi

(LOD), batas kuantifikasi (LOQ). Nilai linieritas yang digambarkan adalah nilai

koefisien korelasi baik untukRSM maupun DWM hampir seluruhnya mendekati

angka satu yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan atau korelasi yang sangat

baik antara konsentrasi dengan nilai absorbansi. Hal ini juga menandakan bahwa

semakin meningkat konsentrasi maka nilai absorbansi pun akan meningkat.

Akurasi merupakan parameter yang pengujiannya dilakukan dengan metode

penambahan baku pada rentang tertentu pada sampel, kemudian keduanya diukur,

baku yang ditambahkan dihitung kembali kembaliannya, atau uji ini sering

disebut dengan uji perolehan kembali. Nilai akurasi pada Tabel 4.4 merupakan

rata-rata nilai kembalian dari tiga rentang spesifik dengan tiga kali pengulangan.

Dalam hal ini tiga rentang spesifik yang digunakan adalah 80%, 100% dan 120%

dimana komposisinya terdiri dari 70% sampel dan 30% baku. Nilai akurasi yang

didapatkan menunjukkan bahwa metode ini memenuhi syarat validasi metode

(syarat nilai akurasi adalah 98%-102%). Contoh perhitungan uji perolehan

kembali dapat dilihat pada Lampiran 21 halaman 99.

Presisi merupakan parameter yang menunjukkan keterdekatan hasil analisis

yang dilakukan dalam beberapa kali pengulangan. Presisi menunjukkan bahwa

56
metode tersebut memberikan hasil yang saling berdekatan walaupun diuji dalam

beberapa replikasi. Parameter presisi dicerminkan dari nilai RSD yang dihasilkan,

dari hasil yang didapatkan baik RSM maupun DWM memenuhi syarat validasi

(RSD <3,9%) kecuali DWM pada HCT yang disebabkan karna sempitnya range

selisih absorbansi pada panjang gelombang yg menyebabkan sangat mudah

tergangu pengukurannya (Harmita, 2004).

4.6.2 Intraday dan Interday

Intraday dan interday merupakan pengukuran presisi dengan sampel

simultan. Intraday merupakan pengulangan yang dilakukan tiap jam tertentu

dalam satu hari, sedangkan interday merupakan pengulangan yang dilakukan tiap

hari pada jam tertentu dalam beberapa hari. Serta dihitung nilai presentase

perolehan

Intraday RSM DWM


Obat Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
SUL 0,2178 0,4641 0,4839 1,0143
PIR 1,0308 2,4745 1,0146 2,2963
Interday RSM DWM
Obat Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
SUL 0,7110 1,0532 0,8602 1,0166
PIR 0,6683 1,6185 1,2255 2,3038

Intraday RSM DWM


Obat Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
SUL 0,2178 0,2183 0,2221 0,4641 0,4712 0,4774
PIR 1,0308 1,1012 1,0146 2,2963 2,3479 24301
Interday RSM DWM
Obat Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
SUL 0,7110 0,7291 0,7967 1,0166 1,1952 1,2964
PIR 0,6683 0,6812 0,6953 1,2255 1,2964 1,3612

Dari data di atas memunjukan semua hasil interday dan intraday memenuhi

syarat < 2% RSD, hal yang dapat di ambil untuk pengulangan interday pada hari

57
yang sama dengan waktu berbeda yaitu pagi, siang dan malam menunjukan

bayangan bahwa alat spektrofotometri masih baik dan bisa mengukur dalam

waktu yang berulang, sedangkan intraday menunjukan bahwa pengukuran pada

tiga haru yang berbeda dan penyimpanan pada suhu 8 0C menunjukan obat masih

stabil dan bisa diukur dengan baik

4.7 Penetapan Kadar Campuran IRB dan HCT padaSediaan Tablet

Kadar IRB dan HCT dalam sediaan tablet berdasarkan hasil analisis baik

secara RSM dan DWM dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Kadar IRB dan HCT dalam sediaan tablet C dan tablet I
Klaim
Sediaa RSM DWM
Kompone di Syarat
No. n
n Label (mg)
Tablet
Kadar (mg) Kadar (mg) (mg)
1. Tablet IRB 313,60 ± 1,88 324, 11 ± 8,09 300 270-330
C HCT 12,66 ± 0,20 11,78 ± 0,56 12,5 11,25 – 13,75
Tablet IRB 295,69 ± 1,52 327,89 ± 3,05 300 270-330
2.
I HCT 12,15 ± 0,21 12,81 ± 0,95 12,5 11,25 – 13,75

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas baik RSM maupun DWM dapat diaplikasikan

untuk menetapkan kadar IRB dan HCT dalam sediaan tablet karena tablet yang

terdapat dipasaran dan memenuhi persyaratan dimana kadar zat dari hasil analisis

berada dalam rentang 90-110%. Hasil perhitungan kadar IRB dan HCT untuk

Tablet C dan Tablet I baik secara RSM dan DWM dapat dilihat pada Lampiran 15

dan Lampiran 16 halaman 87 dan 89.

4.8Ratio Subtraction Method dan Dual Wavelength Method

Berdasarkan hasil yang diberikan oleh kedua metode ini, baik dari segi

nilai dalam uji validasi maupun hasil untuk analisis sampel yang terdapat

58
dipasaran menunjukkan bahwa metode ini merupakan metode yang potensial

digunakan dalam analisis rutin obat, khususnya obat yang mengandung kombinasi

beberapa obat. Kedua metode ini mudah dalam pengerjaannya khususnya untuk

analisis rutin dan tidak memerlukan pengkondisian alat yang lama. Kedua metode

yang dicobakan dalam penelitian ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

masing.

RSM dapat digunakan untuk penetapan kadar binary maupun ternary

mixture serta dapat mengeliminasi langkah derivatif (Kamal, et al., 2016)

sehingga metode ini lebih efisien digunakan karena pada metode ini tidak

digunakan lagi langkah derivatif sehingga lebih cepat dalam pengerjaan analisa

sediaan obat. Namun, metode ini memiliki kelemahan yaitu memerlukan

perhitungan matematika dan operasi mengunakan UV probe 2.43.

DWM dapat digunakan untuk penetapan kadar binary mixture, dapat

mengeliminasi langkah derivatif dan pembuatan spektrum rasio serta perhitungan

nilai dual wavelenghtsehingga metode ini lebih efisien, lebih cepat, dan lebih

sederhana dalam pengerjaan analisa sediaan obat (Kamal, et al., 2016). Namun,

metode ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak semua obat dapat menggunakan

metode ini.

59
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil pengamatan selama penelitian maka

dapat disimpulkan bahwa:

a. NaOH merupakan jenis pelarut terbaik jika dibandingkan dengan

campuran metanol dan dapar posfat pH 4; pH 5; pH 6 serta campuran

NaOH dan dapar posfat pH 10; pH 9; pH 8 untuk analisis simultan IRB

dan HCT.

b. Metode spektrofotometri ultraviolet secara RSM dan DWM dapat

digunakan untuk menetapkan kadar IRB dan HCT secara simultan dan

memenuhi syarat validasi metode.

c. Metode spektrofotometri ultraviolet secaraRSM dan DWM dapat

digunakan untuk menetapkan secara simultan kadar IRB dan HCT

dalam sediaan tablet di pasaran.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, disarankan peneliti selanjutnya untuk:

- Disarankan untuk melakukan penelitian terhadap sediaan tablet yang

mengandung tiga campuran obat atau lebih denganRSM.

60
- Disarankan untuk melakukan penelitian terhadap sediaan tablet yang

mengandung IRB dan HCT dengan metode selain DWM dan RSM.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Aleem, E. A., Hegazy, M. A., Sayed, N. W., Abdelkawy, M., & Abdelfatah, R.
M. (2015). Novel spectrophotometric determination of flumethasone pivalate and
clioquinol in their binary mixture and pharmaceutical formulation.
Spectrochimica Acta-Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy,
136(PB): 707–713.

Abdelwahab, N. S., El-Zeiny, B. A., & Tohamy, S. I. (2012). Two spectrophotometric


methods for simultaneous determination of some antihyperlipidemic drugs.
Journal of Pharmaceutical Analysis, 2(4): 279–284.

Adam, E.H.K. (2017). pH Scale Buffer and Solvent on the UV Absorption Spectra of
Cefixime Trihydrate. IJCRPS. 4(4): 1-8.

Albero, I., Ródenas, V., Garcı́a, S., & Sánchez-Pedreño, C. (2002). Determination of
irbesartan in the presence of hydrochlorothiazide by derivative
spectrophotometry. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 29(1–
2): 299–305.

Ali, W. N., & Abdelwahab, N. S. (2013). Spectrophotometric Methods for Simultaneous


Determination of Two Hypouricemic Drugs in their Combined Dosage Form.
Pharmaceutica Analytica Acta, 04(06): 4–11.

Bindaiya, S., Bankey, S., & D.jain. (2010). Simultaneous Determination of nitazoxanide
and ofloxacine in Tablet Dosage Form by Ultraviolet Spectrophotometry (Dual
Wavelength Method). int.J.ChemTech.Res, 1(2): 11–15.

Dal, A. G., & Koyutürk, S. (2015). Simultaneous Determination of Irbesartan and


Hydrochlorothiazide in Tablets by CE-DAD. J. Biol. & Chem., 43(3): 145–152.

Darwish, H. W., Hassan, S. A., Salem, M. Y., & El-Zeany, B. A. (2013). Sequential
Spectrophotometric Method for the Simultaneous Determination of Amlodipine,
Valsartan, and Hydrochlorothiazide in Coformulated Tablets. International
Journal of Spectroscopy, 2013(Figure 1): 1–8.

Darwish, H. W., Metwally, F. H., & El Bayoumi, A. (2015). Novel ratio subtraction and
isoabsorptive point methods for determination of ambroxol hydrochloride and
doxycycline in their combined dosage form: Development and validation.
Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 14(1): 133–140.

61
Derosa, G., Ferrari, I., & Cicero, A. (2009). Irbesartan and Hydrochlorothiazide
Association in the Treatment of Hypertension. Current Vascular Pharmacology,
7(2): 120–136.

Ditjen POM Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI: hal. 1182-1183, 1124.
El-Ghobashy, M. R., & Abo-Talib, N. F. (2010). Spectrophotometric methods for the
simultaneous determination of binary mixture of metronidazole and diloxanide
furoate without prior separation. Journal of Advanced Research, 1: 323–329.

Farouk, M., Elaziz, O. A., Tawakkol, S. M., Hemdan, A., & Shehata, M. A. (2014).
Comparative study between univariate spectrophotometry and multivariate
calibration as analytical tools for quantitation of Benazepril alone and in
combination with Amlodipine. Spectrochimica Acta-Part A: Molecular and
Biomolecular Spectroscopy, 123: 473–481.

Fayez, Y. M. (2014). Simultaneous determination of some anti-hypertensive drugs in


their binary mixture by novel spectrophotometric methods. Spectrochimica Acta-
Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy, 132: 446–451.

Fernandes, N., Nimdeo, M. S., Choudhari, V. P., Kulkarni, R. R., Pande, V. V, &
Nikalje, A. G. (2008). Dual Wavelength and Simultaneous Equation
Spectrophotometric Methods for Estimation of Atenolol and Indapamide in Their
Combined Dosage Form. Int. J. Chem. Sci, 6(1): 29–35.

Gandhimathi, R., Vijayaraj, S., & Jyothirmaie, M. P. (2012). Analytical Process of


Drugs By Ultraviolet (UV) Spectroscopy-A Review. International Journal of
Pharmaceutical Research& Analysis, 2(2): 72–78.

Gandjar, I. G. dan Abdul, R. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar: hal. 224-226, 465-471.

Hajian, R., & Afshari, N. (2012). The Spectrophotometric Multicomponent Analysis of a


Ternary Mixture of Ibuprofen, Caffeine and Paracetamol by the Combination of
Double Divisor-Ratio Spectra Derivative and H-Point Standard Addition
Method. E-Journal of Chemistry, 9(3): 1153–1164.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.


Majalah Ilmu Kefarmasian, I(3): 117–135.

Hassouna, M., & Mohamed, M. (2018). Novel and facile spectrophotometric techniques
for the determination of sofosbuvir and ledipasvir in their tablet dosage form.
Journal of Analytical & Pharmaceutical Research, 7(2): 92–99.

Jain, J., Patadia, R., Vanparia, D., Chauhan, R., & Shah, S. (2010). Dual wavelength
spectrophotometric method for simultaneous estimation of drotaverine

62
hydrochloride and aceclofenac in their combined tablet dosage form.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.

JNC-8. 2014. The Eight Report of the Joint National Committee. Hypertension
Guidelines: An In-Depth Guide. Am J Manag Care.

Kamal, A. H., El-malla, S. F., & Hammad, S. F. (2016). A Review on Uv


Spectrophotometric Methods for Simultaneous Multicomponent Analysis.
European Journal of Pharmaceutical and Medical Research, 3(2): 348–360.

Kawy, M. A. El, Gindy, A. E. El, Hegazy, M., & Shokry, E. S. (2010). Novel
spectrophotometric method for simultaneous determination of two binary
mixtures containing hydrochlorothiazide by ratio subtraction. Journal of Applied
Sciences Research, 6(8): 918–926.

Kementerian Kesehatan RI Ditjen B. K. A. K. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi


Kelima. Jakarta: Departemen Kesehatan RI: hal. 520-521, 562-565.

Khoshayand, M. R., Abdollahi, H., Ghaffari, A., Shariatpanahi, M., & Farzanegan, H.
(2010). Simultaneous spectrophotometric determination of paracetamol,
phenylephrine and chlropheniramine in pharmaceuticals using chemometric
approaches. Daru journal of pharmaceutical sciences, 18(4): 292–297.

Kumar, J. S. P., & Annapurna, M. M. (2016). New Spectrophotometric Methods for the
Simultaneous Determination of Irbesartan and Hydrochlorothiazidein Combined
Dosage Forms. Pharmaceutical Methods, 6(3s): 120–125.

Lotfy, Hayam M., & Saleh, S. S. (2016). Recent development in ultraviolet


spectrophotometry through the last decade (2006–2016): A review. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 8(10): 40–56.

Lotfy, Hayam M, Hassan, N., Elgizawy, S. M., & Saleh, S. S. (2013). Comparative
Study of new Spectrophotometric Methods; An Application on Pharmaceutical
Binary Mixture of Ciprofloxacin Hydrochloride and Hydrocortisone. J. Chill.
Chem. Soc, 3: 90–110.

Lotfy, Hayam Mahmoud, & Abdel-Monem Hagazy, M. (2012). Comparative study of


novel spectrophotometric methods manipulating ratio spectra: An application on
pharmaceutical ternary mixture of omeprazole, tinidazole and clarithromycin.
Spectrochimica Acta-Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy, 96:
259–270.

Lotfy, Hayam Mahmoud, Hegazy, M. A., Rezk, M. R., & Omran, Y. R. (2014). Novel
spectrophotometric methods for simultaneous determination of timolol and
dorzolamide in their binary mixture. Spectrochimica Acta-Part A: Molecular and
Biomolecular Spectroscopy, 126: 197–207.

63
Marwada, K. R., Patel, J. B., Patel, N. S., Patel, B. D., Borkhatariya, D. V., & Patel, A. J.
(2014). Ultraviolet spectrophotometry (dual wavelength and chemometric) and
high performance liquid chromatography for simultaneous estimation of
meropenem and sulbactam sodium in pharmaceutical dosage form.
Spectrochimica Acta-Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy, 124:
292–299.

Moffat, A. C., Osselton, M. D., & Widdop, B. (2011). Clarke’s Analysis of Drugs and
Poisons (4th ed.). London: Pharmaceutical Press.

Muchlisyam dan Pardede, T. R. (2017). Spektrofotometri dan Analisis Multikomponen


Obat. Medan: USU Press: hal. 19-22, 73-88.

Muhadi. (2016). JNC-8 : Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi. Cdk,


43(1): 54–59.

Mulja, M dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Airlangga University Press:


Surabaya: hal. 1 – 59.

Núñez-Guzmán, N., Ruíz-Molina, D., Muñoz-Ibarra, A., Figueroa-Núñez, B., &


Almada-Alba, J. (2017). Bioequivalence study of two
Irbesartan/Hydrochlorothiazide tablet formulations in Mexican healthy
volunteers. Blood, Heart and Circulation, 1(1): 1–4.

Pradhan, P. K., Rajput, P. N., Kumar, N., Joshi, B., & Upadhyay, U. M. (2014).
Simultaneous estimation of Flurbiprofen and Gatifloxacin by dual wavelength
UV spectroscopy method in an eye drops. International Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and Research, 27(2): 96–99.

Raja, B., Himasri, P., & Ramadevi, B. (2012). RP-HPLC method for the simultaneous
estimation of irbesartan and hydrochlorothiazide in pharmaceutical dosage form.
International Research Journal of Pharmaceutical and Applied Sciences, 2(3):
29–38.

Raskin, P., Guthrie, R., Flack, J. M., Reeves, R. A., & Saini, R. (1999). The long-term
antihypertensive activity and tolerability of irbesartan with hydrochlorothiazide.
Journal of Human Hypertension, 13: 683–687.

Rivai, H., Neki, O. D., dan Dwi D. A. B. (2016). Pengembangan dan Validasi Metode
Analisis Hidroklorotiazid Tablet dengan Metode Absorbansi dan Luas Daerah
Di Bawah Kurva secara Spetkrofotometri Ultraviolet. Padang: Universitas
Andalas: hal. 1-12.

Saraan, S.M.D., Sinaga, S.M, dan Muchlisyam. (2015). Development Method for
Determination of Ternary Mixture of Paracetamol, Ibuprofen and Caffeine in
Tablet Dosage Form Using Zero-crossing Derivative Spectrophotometric.
International Journal of PharmTech Research, 7 (2): 349-353.

64
Sharma, S., & Sharma, M. C. (2011). Determination of Sulfadoxine in Pharmaceutical
Formulations by Dual Wavelength Spectrophotometry Using Methylene blue,
6(4): 205–209.

Sivasubramanian, L., & Lakshmi, K. (2016). Spectrophotometric Multicomponent


Analysis of Irbesartan, Hydrochlorothiazide and Ramipril in Pharmaceutical
Formulations by Chemometric Techniques. Journal of Analytical &
Pharmaceutical Research, 2(3).

Skoog, W.H. (1994). Analytical Chemistry.Edisi VI. Sounders College Publishing:


Philadelphia. hal. 383 – 432.

USP Pharmacopeia.(2007). TheNational Formulary. Edisi XXX. The United


State Pharmacopeia Convention

65
Lampiran 1. Tablet I (Irtan® Plus (Ikapharmindo Putramas))

Spesifikasi sampel

Nama : Irtan®Plus

Nomor Bet : 771109

Tanggal Kadaluarsa : 16 Novemver 2020

Komposisi : Irbesartan : 300 mg

Hidroklorotiazid : 12,5 mg

66
Lampiran 2. Tablet C (Co Aprovel® (Sanofi))

Spesifikasi sampel

Nama : Co Aprovel®

Nomor Bet : 7A570

Tanggal Kadaluarsa : September 2019

Komposisi : Irbesartan : 300 mg

Hidroklorotiazid : 12,5 mg

67
Lampiran 3. Alat

C
B

Keterangan:

68
A. Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu 1800) dan Seperangkat PC dengan
Software UV Probe
B. Timbangan (Sartorius)
C. Sonicator (Branson)

Lampiran 4. Contoh perhitungan % transmitan dan kesalahan fotometrik

IRB dalam NaOH 0,1 N


Absorbansi = 0,4454
% transmitan = antilog (2-A)
= antilog (2-0,4454)
= 35,8592
Transmitan = 35,8592/100
= 0,3586

Maka kesalahan fotometrik IRB dalam metanol adalah


dc 0,4343
= dt
c T (log T)
dc 0,4343
= x1%
c 0,3586 (log 0,3586)
= 2,7192%

Selisih persen kesalahan fotometrik IRB dalam metanol dengan persen kesalahan
terkecil adalah
= 2,7192% - 2,7183%
= 0,0009%

69
Lampiran 5. SpektrumSerapan Maksimum Tunggal IRB dan HCT serta
Campuran Baku IRB dan HCT

Spektrum Serapan Campuran Baku IRB dan HCT

Spektrum Serapan IRB

70
Spektrum Serapan HCT

71
Lampiran 6. Spektrum hasil manipulate ratio subtraction method

Spektrum campuran IRB dan HCT mengunakan 8 µg/mL dari HCT°


sebagai pembagi

Spektrum campuran IRB dan HCT mengunakan 8 µg/mL dari HCT°


sebagai pembagi dan setelah dikurangkan dengan konstanta (HCT/HCT°)

72
Spektrum campuran IRB dan HCT mengunakan 10 µg/mL dari IRB°
sebagai pembagi

Spektrum campuran IRB dan HCT mengunakan 10 µg/mL dari IRB°


sebagai pembagi dan setelah dikurangkan dengan konstanta (IRB/IRB°)

73
Lampiran 7. Spektrum Tablet C dan Tablet I

z
Spektrum Tablet C

Spektrum Tablet I

74
Lampiran 8. Kurva dan perhitungan kalibrasi IRB dengan mengunakan metode
rasio subtraction(HCT 8 µg/ml sebagai pembagi)

0.7

0.6

0.5

0.4
Nilai RS

0.3

0.2

0.1

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-0.1
Konsentrasi µg/ml

No. X Y X2 Y2 XY
1. 0 0,0000 0 0 0
2. 5 0,2324 25 0,0540 1,1620
3. 7,5 0,3358 56,25 0,1127 2,5185
4. 10 0,4739 100 0,2245 4,7390
5. 12,5 0,5969 156,25 0,3562 7,46125
6. 15 0,7210 225 0,5198 10,8150
Jumlah 50 2,3600 562,5 1,2674 26,6957
Mean 8,333333333 0,393333

a =
 XY   X Y / n
 X   X  / n
2 2

26,69575−(50)(2,3600)/6
=
562,5−(50)2 /6

= 0,0482

Y=a X +b

b = YaX

75
= 0,3934–(0,0482)(8,33333) = -0,0083
Lampiran 8. (Lanjutan)

Maka persamaan garis regresinya adalah: Y = 0,0482X - 0,0083

r
 XY   X  Y / n
( X 2   X ) / n)( Y  ( Y )
2 2 2
/n 
26,69575−(50)(2,3600)/6
=
√(562,5−(50)2 /6) (1,2675−2,36002 /6)

= 0,9994

76
Lampiran 9. Kurva dan perhitungan kalibrasi HCT dengan metode rasio
subtraction(IRB 10 µg/ml sebagai pembagi)

0.8

0.7

0.6

0.5
Nilai RS

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 2 4 6 8 10 12 14

Konsentrasi µg/ml

No. X Y X2 Y2 XY
1. 0 0 0 0 0
2. 4 0,226 16 0,051076 0,904
3. 6 0,3408 36 0,11614464 2,0448
4. 8 0,4557 64 0,20766249 3,6456
5. 10 0,5604 100 0,31404816 5,604
6. 12 0,7143 144 0,51022449 8,5716
Jumlah 40 2,2972 360 1,19915578 20,77
Mean 6,666666667 0,3829

a =
 XY   X Y / n
 X   X  / n
2 2

20,77−(40)(2,2972)/6
=
360−(40)2 /6

= 0,0585

Y=a X +b

b = YaX
= 0,3829 – (0,0585)(6,6667)

77
= -0,0068

Lampiran 9. (Lanjutan)

Maka persamaan garis regresinya adalah: Y = 0,0559X -0,0068

r
 XY   X  Y / n
( X 2   X ) / n)( Y  ( Y )
2 2 2
/n 
20,77−(40)(2,2972)/6
=
√(360−(40)2 /6)(1,1992−(2,2972)2 /6)

= 0,9988

78
Lampiran 10. Kurva dan perhitungan kalibrasi IRB dengan mengunakan dual
wavelength methodpada panjang gelombang 263,4-281 nm

0.35

0.3

0.25

0.2
Nilai DW

0.15

0.1

0.05

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-0.05
Konsentrasi µg/ml

No. X Y X2 Y2 XY
1. 0 0,0000 0 0 0
2. 5 0,0934 25 0,008724 0,4670
3. 7,5 0,1483 56,25 0,021993 1,11225
4. 10 0,2003 100 0,040120 2,0030
5. 12,5 0,2545 156,25 0,064770 3,1813
6. 15 0,3079 225 0,094802 4,6185
Jumlah 50 1,0044 562,5 0,230409 11,3820
Mean 8,333333333 0,1674

a =
 XY   X Y / n
 X   X  / n
2 2

11,3820−(50)(1,0044)/6
=
562,5−(50)2 /6

= 0,0207

Y=a X +b

b = YaX

79
= 0,1674–(0,0207)(8,3333) = -0,0047
Lampiran 10. (Lanjutan)

Maka persamaan garis regresinya adalah: Y = 0,0207X - 0,0047

r
 XY   X  Y / n
( X 2   X ) / n)( Y  ( Y )
2 2 2
/n 
11,382−−(50)(1,0044)/6
=
√(562,5−(50)2 /6) (0,230409−1,00442 /6)

= 0,9994

80
Lampiran 11. Kurva dan perhitungan kalibrasi HCT dengan dual wavelength
method pada panjang gelombang 243,4 – 247,6 nm

0.018
0.016
0.014
0.012
Nilai DW

0.01
0.008
0.006
0.004
0.002
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi µg/ml

No. X Y X2 Y2 XY
1. 0 0 0 0 0
2. 4 0,0067 16 0,000044 0.0268
3. 6 0.0097 36 0,000094 0.0582
4. 8 0.013 64 0.000169 0.1040
5. 10 0,0165 100 0,000272 0,1650
6. 12 0,0191 144 0,000364 0,2292
Jumlah 40 0,065 360 0,000945 0,5832
Mean 6,666666667 0,01083333

a =
 XY   X Y / n
 X   X  / n
2 2

0,5832−(40)(0,065)/6
=
360−(40)2 /6

= 0,001606

Y=a X +b

81
b = YaX
= 0,01083333 – (0,001606)(6,6667)
= 0,000129
Lampiran 11. (Lanjutan)

Maka persamaan garis regresinya adalah: Y = 0,001606X 0,000129

r
 XY   X  Y / n
( X 2   X ) / n)( Y  ( Y )
2 2 2
/n 
0,5832−(40)(0,065)/6
=
√(360−(40)2 /6)(0,00094504−(0,065)2 /6)

= 0,9995

82
Lampiran 12. Contoh Perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi
(LOQ)

Y = 0,0482X - 0,0083
Slope = 0,0482

No X Y Yi Y-Yi (Y-Yi)2
1 0 0 -0,0083 0,00832 0,0000694
2 5 0,2324 0,2326 -0,00027 0,000000072
3 7,5 0,3358 0,3531 -0,01737 0,000302
4 10 0,4739 0,4736 0,00023 0,000000054
5 12,5 0,5969 0,5941 0,00273 0,0000074
6 15 0,721 0,7146 0,00633 0,000040
Jumlah 0,000419

 Y  Yi 
2

SB =
n2
0,000419
=√
4
= 0,010232

3,3 x SB
Batas deteksi =
slope
3,3 𝑥 0,000419
=
0,0482
= 0,700521 µg/ml

10 x SB
Batas kuantitasi =
slope
10 𝑥 0,000419
=
0,0482
= 2,122791 µg/ml

83
Lampiran 13. Hasil perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi dan batas kuantitasirasio subtraction method

LOD LOQ
Zat Slope Standar Deviasi
(µg/ml) (µg/ml)
IRB 0,0482 0,010232 0,700521 2,122791

HCT 0,0585 0,013877 0,783452 2,374097

Batas deteksi dan batas kuantitasidual wavelenght method

LOD LOQ
Zat Slope Standar Deviasi
(µg/ml) (µg/ml)
IRB 0,0207 0,003989 0,637373 1,931434

HCT 0,001606 0,00024 0,493116 1,494291

84
Lampiran 14. Contoh perhitungan kadar IRB dan HCT pada Sediaan Tablet

Berat 20 tablet adalah 10443,6 mg

Ditimbang analit setara dengan 25 mg IRB, maka jumlah analit yang ditimbang

adalah

25 mg
= x 10443,6 mg
20 x 300 mg

= 43,52 mg

Kemudian dihitung kesetaraan HCT yang terkandung dalam 43,52 mg

43,52 mg
= x (20 x 12,5 mg)
10443,6 mg

= 1,042 mg

Dilarutkan dengan NaOH dalam labu tentukur 50 ml sampai garis tanda.Larutan

kemudian dihomogenkan dengan sonicator selama 15 menit.Larutan kemudian

disaring, lebih kurang 10 ml filtrat pertama dibuang.Filtrat selanjutnya ditampung.


50 mg
Konsentrasi IRB = x 1000 = 1000 µg/ml
50 ml

1,042 mg
Konsentrasi HCT = x 1000 = 20,83333 µg/ml
50 ml

Kemudian dari larutan filtrat ini, dipipet 0,5 ml dan dimasukkan kedalam labu

tentukur 25 ml dan diencerkan dengan metanol hingga garis tanda.

1000 µg/ml x 0,5 ml


Konsentrasi IRB sampel = = 10 µg/ml
25 ml

20,8333 µg/mlx 0,5ml


Konsentrasi HCT sampel = = 0,4166 µg/ml
25 ml

Konsentrasi maksimum HCT = 8 µg/ml


Maka, konsentrasi HCT yang kurang = 8 - 0,4166 µg/ml
= 7,5833 µg/ml
Dipipet sebanyak 1,92 ml dari LIB II Hidroklorotiazid dan dimasukkan kedalam
labu tentukur 25 ml.

85
V1 . C1 = V2 . C2
V1 . 100 µg/ml = 25 ml . 7,5833µg/ml
V1 = 1,8958 ml
- Contoh perhitungan kadar secara praktek
Misalnya pada perhitungan kadar tablet Co Aprovel:
Berat yang ditimbang adalah 0,0432 g, maka terlebih dahulu dihitung kesetaraan
dengan Irbesartan dan Hidroklorotiazid
0,0432 𝑔
= 𝑥 (20𝑥300 𝑚𝑔) = 24,8190 𝑚𝑔
10,4436

Konsentrasi Irbesartan dalam labu awal:


24,8190 𝑚𝑔
= 𝑥 1000 = 496,381 µg/ml
50 𝑚𝑙

Konsentrasi akhir Irbesartan dalam labu 25 ml:


g
496,381 µ 𝑥 0,5 𝑚𝑙
ml
= = 9,927611 µg/ml
25 𝑚𝑙

Kemudian dihitung kesetaraan Hidroklorotiazid yang terkandung dalam 0,0432 g


analit ini.
0,0432 𝑔
= 10,4436𝑔 𝑥 (20 𝑥 12,5 𝑚𝑔)= 1,04849 mg

Konsentrasi Hidroklorotiazid dalam labu awal:


1,04849 mg
= 𝑥 1000 = 20,9698 µg/ml
50 𝑚𝑙

Konsentrasi akhir Hidroklorotiazid dalam labu 25 ml


g
20,9698 µ 𝑥 0,5 𝑚𝑙
ml
= = 0,4194 µg/ml
25 𝑚𝑙

Konsentrasi Hidroklorotiazid setelah penambahan LIB II Hidroklorotiazid untuk


mendapatkan konsentrasi 8 µg/ml:

= 7,6 + 0,4194 µg/ml


= 8,0194 µg/ml

Serapan (y) Irbesartan pada panjang gelombang 247,6 nm adalah 0,4781. Kadar
dihitung dari persamaan regresi pada panjang gelombang analisis Irbesartan
y=0,0482x - 0,0083
Maka, konsentrasi praktek : y = 0,0482x - 0,0083
0,4781= 0,0482x - 0,0083
0,4781−(−0,0083)
x =
0,0482

86
x = 10,09199872 µg/ml

10,09199872 µg/ml
Kadar Irbesartan = x 100%
9,927611 µg/ml
= 101,66%

Serapan (y) Hidroklorotiazid pada panjang gelombang 273,6 nm adalah 0,4601.


Kadar dihitung dari persamaan regresi pada panjang gelombang analisis Irbesartan
y=0,216x – 0,0088.
Maka, konsentrasi praktek : y = 0,0585x – 0,0068
0,4601= 0,0585x – 0,0068
0,4601−(−0,0068)
x =
0,0585
x = 7,98802 µg/ml

7,98802 µg/ml
Kadar HCT = x 100%
8,11365 µg/ml
= 98,4517%

87
Lampiran 15. Kadar IRB dan HCT dalam sediaan tablet C dan tablet I dengan
ratio subtractionmethod

Tablet C

IRB

Berat sampel Konsentrasi praktik Konsentrasi Kadar


Nilai RS
(mg) (µg/ml) teori (µg/ml) (%)
43,6 0,4953 10,4488 10,0195 104,28
43,9 0,5020 10,5879 10,0885 104,95
43,8 0,5004 10,5547 10,0655 104,86
43,6 0,4940 10,4219 10,0195 104,02
43,4 0,4931 10,4032 9,9736 104,31
43,7 0,4989 10,5235 10,0425 104,79

HCT

Berat sampel Konsentrasi praktik Konsentrasi Kadar


Nilai RS
(mg) (µg/ml) teori (µg/ml) (%)
43,6 0,4618 8,0171 8,0175 100,00
43,9 0,4717 8,1865 8,0204 102,07
43,8 0,4720 8,1916 8,0194 102,15
43,6 0,4714 8,1814 8,0175 102,04
43,4 0,4625 8,0291 8,0156 100,17
43,7 0,4684 8,1300 8,0184 101,39

Tablet I

IRB

Berat sampel Konsentrasi praktik Konsentrasi Kadar


Nilai RS
(mg) (µg/ml) teori (µg/ml) (%)
49,8 0,4707 9,9385 10,0087 99,30
49,9 0,4689 9,9011 10,0288 98,73
49,8 0,4661 9,8430 10,0087 98,34
49,7 0,4639 9,7974 9,9886 98,09
49,7 0,4685 9,8928 9,9886 99,04
49,7 0,4627 9,7725 9,9826 97,90

88
Lampiran 15. (Lanjutan)

HCT

Berat sampel Konsentrasi praktik Konsentrasi Kadar


Nilai RS
(mg) (µg/ml) teori (µg/ml) (%)
49,8 0,4418 7,6749 8,01703 95,73
49,9 0,4550 7,9008 8,01786 98,54
49,8 0,4515 7,8409 8,01703 97,80
49,7 0,4507 7,8272 8,01619 97,64
49,7 0,4477 7,7759 8,01619 97,00
49,7 0,4453 7,7348 8,01594 96,49

89
Lampiran 16. Kadar IRB dan HCT dalam sediaan tablet C dan tablet I dengan
Dual wavelengthmethod

Tablet C

IRB

Berat sampel Konsentrasi praktik Konsentrasi Kadar


Nilai DW
(mg) (µg/ml) teori (µg/ml) (%)
43,6 0,2151 10,6428 10,0195 106,22
43,9 0,2196 10,8607 10,0885 107,65
43,8 0,2238 11,0641 10,0655 109,92
43,6 0,2148 10,6283 10,0195 106,08
43,4 0,2203 10,8946 9,9736 109,23
43,7 0,2216 10,9576 10,0425 109,11

HCT

Berat sampel Konsentrasi praktik Konsentrasi Kadar


Nilai DW
(mg) (µg/ml) teori (µg/ml) (%)
43,6 0,0120 7,3932 8,0175 92,21
43,9 0,0127 7,8292 8,0204 97,62
43,8 0,0118 7,2687 8,0194 90,64
43,6 0,0121 7,4555 8,0175 92,99
43,4 0,0125 7,7046 8,0156 96,12
43,7 0,0125 7,7046 8,0184 96,09

Tablet I

IRB

Berat sampel Konsentrasi praktik Konsentrasi Kadar


Nilai DWM
(mg) (µg/ml) teori (µg/ml) (%)
49,8 0,2224 10,9963 10,0087 109,87
49,9 0,2211 10,9333 10,0288 109,02
49,8 0,2212 10,9382 10,0087 109,29
49,7 0,2187 10,8171 9,9886 108,29
49,7 0,2208 10,9188 9,9886 109,31
49,7 0,2221 10,9818 9,9826 110,01

90
Lampiran 16. (Lanjutan)

HCT

Berat sampel Konsentrasi praktik Konsentrasi Kadar


Nilai DWM
(mg) (µg/ml) teori (µg/ml) (%)
49,8 0,0140 8,6388 8,0170 107,76
49,9 0,0135 8,3274 8,0179 103,86
49,8 0,0128 7.8915 8,0170 98,43
49,7 0,0124 7,6423 8,0162 95,34
49,7 0,0135 8,3274 8,0162 103,88
49,7 0,0137 8,4520 8,0159 105,44

91
Lampiran 17. Perhitungan statistik kadar IRB pada Tablet C dan Tablet I
dengan menggunakanratio subtraction method

Tablet C

No. Kadar (Xi)% X-Xi (X-Xi)2


1. 104,28 -0,2498 0,0624
2. 104,95 0,4153 0,1725
3. 104,86 0,3251 0,1057
4. 104,02 -0,5190 0,2693
5. 104,31 -0,2269 0,0514
6. 104,79 0,2552 0,0651
Jumlah 627,2078 0,7267
Rata-rata 104,5346373

∑(Xi − X)2 0,72674


SD = √ =√ = 0,3812454
n−1 5

RSD = (0,3812454/104,5346)x100% = 0,15%

Jika taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; n = 6; dk = 5, dari daftar tabel

distribusi t diperoleh nilai t (α/2, dk) = 4,0321

Data ditolak jika t hitung ≥ t tabel atau t hitung ≤ - t tabel

Xi − X
t hitung = | |
SD/√n
t hitung 1 -1,60526
t hitung 2 2,66872
t hitung 3 2,08930
t hitung 4 -3,33478
t hitung 5 -1,45795
t hitung 6 1.63996

karena semua data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara:

SD
μ = X ± t tabel x
√n
0,38125
= 104,53 ± (4,0321x )
√6
= (104,53 ± 0,63)%

92
Tablet I

No. Kadar (Xi-X) (Xi-X)2


(Xi)%
1. 99,30 0,73291076 0,537158
2. 98,73 0,16154062 0,026095
3. 98,34 -0,220627 0,048676
4. 98,09 -0,4797077 0,230119
5. 99,04 0,47574861 0,226337
6. 97,90 -0,6698653 0,44872
Jumlah 591,39 1,517106
Mean 98,57

∑(Xi − X)2 1,517106


SD = √ =√ = 0,5508
n−1 5

RSD = (0,5508/98,57 )x100% = 0,559%

Jika taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; n = 6; dk = 5, dari daftar tabel

distribusi t diperoleh nilai t (α/2, dk) = 4,0321

Data ditolak jika t hitung ≥ t tabel atau t hitung ≤ - t tabel

Xi − X
t hitung = | |
SD/√n
t hitung 1 3,25914
t hitung 2 0,71834
t hitung 3 -0,98110
t hitung 4 -2,13319
t hitung 5 2,11558
t hitung 6 -2,97879

karena semua data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara:

SD
μ = X ± t tabel x
√n
0,5508
= 97,65 ± (4,0321x )
√6
= (97,65 ± 0,91)%

93
Lampiran 18. Perhitungan statistik kadar HCT pada sediaan Tablet C dan Tablet
I dengan menggunakan ratio subtraction method

Tablet C

No. Kadar (Xi)% Xi-X (Xi-X)2


1. 100,00 -1,307723 1,710141
2. 102,07 0,768284 0,590260
3. 102,15 0,844473 0,713135
4. 102,04 0,740837 0,548840
5. 100,17 -1,134423 1,286916
6. 101,39 0,088553 0,007842
Jumlah 607,818508 4,857132
Mean 101,303085

∑(Xi − X)2 4,857132


SD = √ =√ = 0,9729
n−1 5

RSD = (0,9856/101,303)x100% = 0,51%

Jika taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; n = 6; dk = 5, dari daftar tabel
distribusi t diperoleh nilai t tabel = 4,0321
Data ditolak jika t hitung ≥ t tabel atau t hitung ≤ - t tabel
Xi − X
t hitung = | |
SD/√n
t hitung 1 3,259146
t hitung 2 0,718347
t hitung 3 -0,9811
t hitung 4 -2,13319
t hitung 5 2,115584
t hitung 6 -2,97879
karena semua data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara:

SD
μ = X ± t tabel x
√n
0,9856
= 101,303 ± (4,0321x )
√6
= (101,303 ± 1,6215)%

94
Tablet I

No. Kadar (Xi)% Xi-X (Xi-X)2


1. 95,73 -1,46923 2,15863
2. 98,54 1,33741 1,78866
3. 97,80 0,60079 0,36095
4. 97,64 0,44026 0,19383
5. 97,00 -0,20001 0,04001
6. 96,49 -0,70921 0,50298
Jumlah 583,21285 5,04506
Mean 97,20214

∑(Xi − X)2 5,04506


SD = √ =√ = 1,00450
n−1 5

RSD = (1,00450/97,20)x100% = 1,0334%

Jika taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; n = 6; dk = 5, dari daftar tabel
distribusi t diperoleh nilai t tabel = 4,0321
Data ditolak jika t hitung ≥ t tabel atau t hitung ≤ - t tabel
Xi − X
t hitung = | |
SD/√n
t hitung 1 3,25914
t hitung 2 0,71834
t hitung 3 -0,98110
t hitung 4 -2,13319
t hitung 5 2,11558
t hitung 6 -2,97879

karena semua data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara:

SD
μ = X ± t tabel x
√n

1,00450
= 97,20 ± (4,0321 x )
√6
= (97,20 ± 1,652)%

95
Lampiran 19. Perhitungan statistik kadar IRB pada sediaan Tablet C dan Tablet
I dengan menggunakandual wavelength method
Tablet C

No. Kadar (Xi)% Xi-X (Xi-X)2


1. 106,22 -1,8156 3,2962
2. 107,65 -0,3818 0,1457
3. 109,92 1,8843 3,5507
4. 106,08 -1,9605 3,8437
5. 109,23 1,1983 1,4360
6. 109,11 1,0752 1,1560
Jumlah 648,2191 13,4283
Mean 108,0365

∑(Xi − X)2 13,5283


SD = √ =√ = 1,6388
n−1 5

RSD = (1,6388/108,036)x100% = 1,52%

Jika taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; n = 6; dk = 5, dari daftar tabel
distribusi t diperoleh nilai t tabel = 4,0321
Data ditolak jika t hitung ≥ t tabel atau t hitung ≤ - t tabel
Xi − X
t hitung = | |
SD/√n

t hitung 1 -2,7137
t hitung 2 -0,5706
t hitung 3 2,8165
t hitung 4 -2,9304
t hitung 5 1,7911
t hitung 6 1,6071
karena semua data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara:

SD
μ = X ± t tabel x
√n

1,6388
= 108,04 ± (4,0321 x )
√6
= (108,04 ± 2,696)%

96
Tablet I

No. Kadar (Xi)% Xi-X (Xi-X)2


1. 109,87 0,56886 0,32361
2. 109,02 -0,27893 0,07780
3. 109,29 -0,01164 0,00014
4. 108,29 -1,00356 1,00714
5. 109,31 0,01436 0,00021
6. 110,01 0,71091 0,50539
Jumlah 655,79027 1,91428
Mean 109,29838

∑(Xi − X)2 1,91428


SD = √ =√ = 0,61875
n−1 5

RSD = (0,61875/109,30)x100% = 0,566%

Jika taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; n = 6; dk = 5, dari daftar tabel
distribusi t diperoleh nilai t tabel = 4,0321
Data ditolak jika t hitung ≥ t tabel atau t hitung ≤ - t tabel
Xi − X
t hitung = | |
SD/√n
t hitung 1 2,25198
t hitung 2 -1,10421
t hitung 3 -0,04608
t hitung 4 -3,97285
t hitung 5 0,05685
t hitung 6 2,814312
karena semua data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara:

SD
μ = X ± t tabel x
√n

0,6187
= 109,30 ± (4,0321 x )
√6
= (109,30 ± 1,108)%

97
Lampiran 20. Perhitungan statistik kadar HCT pada sediaan Tablet C dan Tablet
I dengan menggunakan dual wavelength method
Tablet C

No. Kadar (Xi)% Xi-X (Xi-X)2


1. 92,21 -2,0639 4,2596
2. 97,62 3,3386 11,1460
3. 90,64 -3,6391 13,2428
4. 92,99 -1,2871 1,6566
5. 96,12 1,8430 3,3965
6. 96,09 1,8085 3,2707
Jumlah 565,6671 36,9722
Mean 94,2779

∑(Xi − X)2 36,9722


SD = √ =√ = 2,7193
n−1 5

RSD = (2,7193/94,28)x100% = 2,88%

Jika taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; n = 6; dk = 5, dari daftar tabel
distribusi t diperoleh nilai t tabel = 4,0321
Data ditolak jika t hitung ≥ t tabel atau t hitung ≤ - t tabel
Xi − X
t hitung = | |
SD/√n
t hitung 1 -1,859111
t hitung 2 3,007341
t hitung 3 -3,278030
t hitung 4 -1,159403
t hitung 5 1,660111
t hitung 6 1,629092
karena semua data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara:

SD
μ = X ± t tabel x
√n

2,7193
= 94,28 ± (4,0321 x )
√5
= (94,28 ±4,48)%

98
Tablet I

No. Kadar (Xi)% Xi-X (Xi-X)2


1. 107,76 5,30420 28,13451
2. 103,86 1,40927 1,98604
3. 98,43 -4,01760 16,14108
4. 95,34 -7,11490 50,62184
5. 103,88 1,43097 2,04767
6. 105,44 2,98807 8,92854
Jumlah 614,70780 107,85968
Mean 102,45130

∑(Xi − X)2 107,86


SD = √ =√ = 4,6446
n−1 5

RSD = (4,6445/102,45)x100% = 4,53%

Jika taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; n = 6; dk = 5, dari daftar tabel
distribusi t diperoleh nilai t tabel = 4,0321
Data ditolak jika t hitung ≥ t tabel atau t hitung ≤ - t tabel
Xi − X
t hitung = | |
SD/√n

t hitung 1 2,79738
t hitung 2 0,74323
t hitung 3 -2,11884
t hitung 4 -3,75232
t hitung 5 0,75468
t hitung 6 1,57587
karena semua data diterima, maka kadar sebenarnya terletak antara:

SD
μ = X ± t tabel x
√n

4,6446
= 102,45 ± (4,0321 x )
√6
= (102,45 ± 7,64)%

99
Lampiran 21. Contoh perhitungan persentase perolehan kembali (% recovery)

Sampel yang digunakan adalah Tablet I

Berat 20 tablet adalah 10443,6 mg

Berat kesetaraan penimbangan sampel pada penetapan kadar = 25 mg


Perolehan 80%
80
Irbesartan = 100 𝑥 25 𝑚𝑔 = 20 mg

70
Analit Irbesartan = 𝑥 20 𝑚𝑔 = 14 mg
100

14 𝑚𝑔
Sampel yang ditimbang = 20 𝑥 300 𝑚𝑔 𝑥 10, 4436 𝑔 = 0,0243 g

30
Baku Irbesartan 30% yang ditambahkan = 100 𝑥 20 𝑚𝑔 = 6 mg
Jumlah analit Hidroklorotiazid dalam serbuk yang ditimbang:

0,0243 𝑔
= 10,4436 𝑔 𝑥 (20𝑥12,5 𝑚𝑔) = 0,5834 mg
Baku Hidroklorotiazid 30% yang ditambahkan:
30 20 𝑚𝑔
= 100 𝑥 12,5 𝑚𝑔 𝑥 300 𝑚𝑔 = 0,25 mg
Perolehan 100%
100
Irbesartan = 100 𝑥 25 𝑚𝑔 = 25 mg
70
Analit Irbesartan = 100 𝑥 25 𝑚𝑔 = 17,5 mg
17,5 𝑚𝑔
Sampel yang ditimbang = 20 𝑥 300 𝑚𝑔 𝑥 10, 4139 𝑔 = 0,0304 g
30
Baku Irbesartan 30% yang ditambahkan = 100 𝑥 25 𝑚𝑔 = 7,5 mg
Jumlah analit Hidroklorotiazid dalam serbuk yang ditimbang:
0,0304 𝑔
= 10,4436 𝑔 𝑥 (20𝑥12,5 𝑚𝑔) = 0,7298 mg
Baku Hidroklorotiazid 30% yang ditambahkan :
30 25 𝑚𝑔
= 100 𝑥 12,5 𝑚𝑔 𝑥 300 𝑚𝑔 = 0,3125 mg
Perolehan 120%
120
Irbesartan = 100 𝑥 25 𝑚𝑔 = 30 mg
70
Analit Irbesartan = 100 𝑥 30 𝑚𝑔 = 21 mg
21 𝑚𝑔
Sampel yang ditimbang = 20 𝑥 300 𝑚𝑔 𝑥 10, 4139 𝑔 = 0,0365 g
30
Baku Irbesartan 30% yang ditambahkan = 100 𝑥 20 𝑚𝑔 = 9 mg

100
Jumlah analit Hidroklorotiazid dalam serbuk yang ditimbang:
0,0365 𝑔
= 10,4436 𝑔 𝑥 (20𝑥12,5 𝑚𝑔) = 0,876233 mg
Baku Hidroklorotiazid 30% yang ditambahkan:
30 30 𝑚𝑔
= 100 𝑥 12,5 𝑚𝑔 𝑥 300 𝑚𝑔 = 0,375 mg

101
Lampiran 22. Data hasil recovery IRB dan HCT dengan mengunakan
ratio subtraction method

IRB

Jumlah Persen
Konsentrasi Baku yang perolehan
No. Setelah Sebelum
% ditambahkan kembali
penambahan penambahan (%)
baku (mg) baku (mg)
1. 80% 15,5463 21,6459 6 101,661
2. 80% 15,8886 21,9571 6 101,142
3. 80% 15,7330 21,7393 6 100,105
4. 100% 20,7331 28,3369 7,5 101,384
5. 100% 20,7642 28,3887 7,5 101,661
6. 100% 20,9198 28,4354 7,5 100,209
7. 120% 25,8783 34,9760 9 101,085
8. 120% 25,9095 35,0278 9 101,315
9. 120% 25,9665 35,0278 9 100,681
Mean 101,03

HCT

Jumlah Persen
Baku yang perolehan
No. Konsentrasi% Setelah Sebelum
ditambahkan kembali
penambahan penambahan
(%)
baku (mg) baku (mg)
1. 80% 18,2934 18,5415 0,25 99,230
2. 80% 18,2977 18,5458 0,25 99,230
3. 80% 18,2549 18,5073 0,25 100,941
4. 100% 20,8469 21,1591 0,3125 99,914
5. 100% 20,8725 21,1891 0,3125 101,283
6. 100% 20,8811 21,1933 0,3125 99,914
7. 120% 25,3550 25,7357 0,375 101,511
8. 120% 25,3678 25,7399 0,375 99,230
9. 120% 25,4192 25,7956 0,375 100,371
Mean 100,18

102
Lampiran 23. Data hasil persen perolehan kembali IRB dan HCT dengan
mengunakan dual wavelength method

IRB

Jumlah Persen
Baku yang perolehan
No. Konsentrasi% Setelah Sebelum
ditambahkan kembali
penambahan penambahan
(%)
baku (mg) baku (mg)
1. 80% 18,231 24,331 6 101,68
2. 80% 18,219 24,198 6 99,66
3. 80% 18,364 24,344 6 99,66
4. 100% 23,375 31,025 7,5 102.00
5. 100% 23,581 31,086 7,5 100,06
6. 100% 23,484 31,086 7,5 101,35
7. 120% 28,084 37,138 9 100,60
8. 120% 27,963 36,981 9 100,20
9. 120% 28,084 37,089 9 100,06
Mean 100,59

HCT

Jumlah Persen
Baku yang perolehan
No. Konsentrasi% Setelah Sebelum
ditambahkan kembali
penambahan penambahan
(%)
baku (mg) baku (mg)
1. 80% 23,014 23,154 0,25 56,05
2. 80% 22,843 22,998 0,25 62,28
3. 80% 22,687 23,154 0,25 186,83
4. 100% 27,358 27,513 0,3125 49,82
5. 100% 27,513 27,825 0,3125 99,64
6. 100% 27,513 27,980 0,3125 149,47
7. 120% 31,063 31,406 0,375 91,34
8. 120% 30,783 31,250 0,375 124,56
9. 120% 31,250 31,561 0,375 83,04
Mean 100,34

103
Lampiran 24. Tabel distribusi t

104
Lampiran 24. Sertifikat analisis bahan bakuIRB dan HCT

105
106
107

Anda mungkin juga menyukai