Disusun untuk memenihi tugas Mata Kuliah Pembelajaran Bahasa Indonesia SD Kelas Tinggi
Oleh:
Nur Afifah
1401417192
Rombel 05
2019
BAB 1
PEMBELAJARAN BAHASA
A. Pendahuluan
Pendidikan sosial mempunyai visi mewujudkan sistem penndidikan sebagai pranata sosial yang
kuat dan berwibawa. Visi tersebut dijabarkan dalam misi, antara lain meningkatkan mutu Pendidikan
yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan global serta meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas Lembaga Pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional
dan global.
Dalam visi misi tercermin tiga amanat reformasi Pendidikan (Lengkanawati 2005:2-3). Pertama
pergeseran paradigma proses Pendidikan dari menitikberatkan peran pendidik menjadi pembelajaran
yang memberi banyak peran kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas diri.
Kedua, perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma sebagai sumberdaya
pembangunan menjadi manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh karena manusia sebagai
agen atau pelaku pembaharuan Pendidikan yang lebih berkualitas. Ketiga, pandangan terhadap
keberadaan peserta didik yang terintegrasi dalam lingkungan social-budaya agar tumbuh sebagai
individu atau masyarakat yang mandiri dan berbudaya.
Reformasi Pendidikan merupakan bentuk antisipasi menghadapi arus informasi dan perubahan
kehidupan masyarakat global dengan berlandaskan empat pilar Pendidikan UNESCO mulai 1997
(Sindunata 2000:55), yaitu Learning to Know (belajar untuk mengetahui); Learning to Do (belajar
untuk berbuat/hidup); Learning to Live Together (belajar untuk hidup Bersama); dan Learning to Be
(belajar menjadi diri sendiri).
B. Pembelajaran Bahasa
Pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia di dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi diarahkan
pada peningkatan kemampuan peserta didik berkomunikasi dalam Bahasa dan sastra Indonesia,
secara lisan maupun tulis. Dalam pembelajaran menulis kreatif, guru dapat mengarahkan peserta
didik lebih terbuka terhadap beragam informasi disekitar dan menyaring informasi yang berguna,
belajar menjadi diri sendiri, dan menyadari eksistensi budaya.
Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia merujuk pada empat pilar Pendidikan, diantaranya yaitu
1) menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa persatuan (nasional) dan Bahasa
negara; 2) memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya
untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan; 3) memiliki kemampuan menggunakan
Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan
kematangan social; dan lain sebagainya. Pembelajaran Bahasa Indonesia mulanya hanya menekankan
sistem Bahasa saja, bukan bagaimana mempergunakan Bahasa, tidak cocok dengan pembelajaran
Bahasa berwawasan budaya multikultural. Akibatnya pembelajaran Bahasa Indonesia membosankan,
monoton dan tidak menantang.
BAB 2
A. Pendahuluan
Menulis merupakan komunikasi tulis untuk menginformasikan dan mengekspresikan maksud dan
tujuan tertentu, baik bersifat imajinatif maupun nyata. Seorang penulis berbagi cerita, pengalaman,
dan perasaan kepada orang lain melalui tulisannya, berupa curahan pengalaman, pikiran, dan
perasaan.
Menulis merupakan proses kreatif yang banyak melibatkan cara berfikir divergen (menyebar)
daripada konvergen (memusat). Kreatif adalah memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk
menciptakan sesuatu. Menulis kreatif adalah menuangkan ide atau gagasan dalam tulisan yang
menarik, dengan ide unik dan inovatif.
Buku harian adalah suatu catatan harian yang ditulis seseorang secara pribadi untuk
mengabadikan berbagai gagasan, peristiwa, kegiatan, perjumpaan, dan aneka pengalaman
hidup sehari-hari.
Jika seseorang membiasakan diri menulis catatan harian, maka ia berlatih menulis atau
mengarang setiap hari, tanpa terasa. Sebuah buku harian adalah dokumen pribadi, jika
dipelihara dengan teratur dapat menjadi alat yang berguna dalam penilaian diri dan
perkembangan seseorang.
Pengalaman pribadi yang sangat berkesan dapat diingat selamanya dan menjadi pengalaman
hidup yang berharga. Pengalaman pribadi yang berkesan ada yang menyenangkan ada pula
yang menyedihkan. Namun semua itu merupakan pengalaman pribadi seseorang yang dapat
dicatat dalam buku harian.
1. Menulis catatan pada buku tulis tebal sekurang-kurangnya 100 halaman yang disampul
dengan karton
3. Punggung buku dengan angka tahun secara urut agar penyimpanan rapi
4. Menulis catatan dengan pulpen permanent sehingga tulisan kelak tidak hilang karena
buku harian telah using
Dsb.
Surat adalah salah satu alat komunikasi secara tertulis. Surat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu surat pribadi dan surat dinas. Surat Pribadi ada yang resmi dan tidak resmi. Surat pribadi
resmi dibuat oleh seseorang untuk instansi tertentu, sedangkan yang tidak resmi dibuat oleh
sesorang untuk seseorang atau kelompok dan bersifat kekeluargaan.
Wawancara adalah alat untuk mengumpulkan keterangan verbal dan tertulis. Wawancara
(interview) juga dapat disebut sebagai salah satu metode pengumpulan bahan berita (data atau
fakta). Menarasikan wawancara adalah menuliskan kembali wawancara atau teks wawancara
dengan memperhatikan urutan waktu atau kronologi peristiwa.
d. Menulis Laporan
Laporan adalah penyampaian informasi yang bersifat factual tentang suatu masalah secara
perorangan atau kelompok, badan atau dinas tertentu kepada pihak tertentu. Tujuan penulisan
laporan adalah untuk publikasi, artinya bagaimanapun hebatnya hasil penelitian, observasi
maupunn praktik lapangan tidak akan lengkap tanpa menghasilkan publikasi.
Karya ilmiah adalah salah satu jenis karangan yang berisi serangkaian hasil pemikiran yang
diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya.
f. Menulis Puisi
Hakikat Puisi
3. Imajinasi
4. Kata Konkret
1. Pemadatan Bahasa
3. Makna Kias
4. Lambang
6. Kata Konkret
7. Pengimajian
g. Menulis Cerpen
Hakikat Cerpen
1. Penentuan Tema
7. Penentuan judul
BAB 3
A. Pendahuluan
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dan tidak terampil
menjadi terampil melakukan sesuatu. Pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan agar siswa
melakukan belajar. Pada kegiatan pembelajaran, bahasa dipandang sebagai sarana komunikasi untuk
pengantar ilmu pengetahuan. Bahasa sebagai lambang jati diri bangsa atau komunitas tertentu, yang
mana dapat dijadikan sarana untuk bekerjasama dan saling memahami sebagai komunitas yang sama.
Melalui bahasa manusia dapat menyampaikan pikiran untuk maksud perasaannya. Kurikulum 2013
menempatkan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan. Pembelajaran bahasa pada
pendidikan dasar dan menengah diorentasikan pada pembelajaran berbasis teks, diharapkan melalui
model pembelajaran berbasis teks dapat menumbuhkan kecintaan serta kebanggaan akan lambang jati
diri bangsa yaitu bahasa Indonesia.
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013
mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai
titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Dalam pendekatan atau prosses kerja yang memenuhi criteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive
reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang
spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian
menarik simpulan secara keseluruhan. Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik kedalam
relasi idea yang lebih luas.
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah yaitu, sikap,
pengetahuan, dan ketrampilan. Dalam pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap
menggamit trnsformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang 'mengapa' Ranah
ketrampilan menggamit transformasi subtansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang
'bagaimana'. Ranah pengetahuanan menggamit transformasi subtansi atau materi ajar agar peserta
didik tahu tentang 'apa'. Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi
menggali informasi melalui pengamatan, bertanya percobaan kemudian mengolah data atau informasi
dilanjutkan dengan menganalisis menalar kemudian menyimpulkan
a. Mengamati
b. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Pada saat guru bertanya, pada saat
itu pula dia membimbing atau memamndu peserta didiknya bbelajar dengan baik. Guru
membimbing peserta didik bertanya kepada diri sendiri. Ketika guru menjawab pertanyaan
peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhanya itu untuk menjadipenyimak dan
pembelajar yang baik. Peserta didik juga terdorong menemukan jawaban dari pertanyaan diri
sendiri. Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan
untuk memperoleh tanggapan verbal. melainkan juga dapat dalaam bentuk pernyataan, asalkan
keduanya menginginkan tanggapan verbal.
a) Fungsi bertanya
(a) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik mengenai suatu tema
atau topic pembelajaran.
(b) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta menngembangkan
pertanyaan dari diri dan untuk dirinya sendiri.
(c) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didiksekaligus menyampaikan ancangan untuk
mencari solusinya.
b) Kiteria pertanyaan yang baik
(a) Singkat dan jelas
(b) Menginspirasi jawaban
(c) Memiliki focus
(d) Bersifat probing atau divergen
(e) Bersifat validatif atau penguatan
c. Menalar
a) Esensi menalar
Istilah menalar dalam kerangka proses pembelajaran dengas pendekatan ilmiah yang
dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik
merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta d harus
lebih aktif daripada guru. Penalaran ndalah proses berpikir logis dan sistematis atas fakta-
fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu
tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan ssociating: bukan merupakan
terjemahan dari reasoning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena
itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan
pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif.
Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokan beragam ide
dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan
memori idik Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan
dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di
memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia
Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.
d. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau
melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran
IPA, misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk
mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah
dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal lebih dari sekedar teknik
pembelajaran di kelas kelas sekolah. pada pembelajaran kolaboratif kewenangan dan
fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya peserta didik lah yang
harus lebih aktif. Dengan pembelajaran kolaboratif memungkinkan peserta didik
menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.
E. Proses Pembelajaran
A. Pendahuluan
Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan atau berkomunikasi, saling berbagi
pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan untuk meningkatkan kemampuan intelektual
(Depdiknas 2002:3). Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. sedangkan belajar sastra adalah
belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiannya.
Menulis merupakan proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar)
daripada konvergen (memusat). Kreatif adalah memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk
menciptakan atau sesuatu yang bersifat dan mengandung daya cipta (Alwi 2005:599).
Apabila nengacu pada "Empat Pilar Pendidikan" yang dirumuskan olch Komisi Pendidikan
UNESCO (1996), tujuan pembelajaran bahasa Indonesia meliputi 1) learning to know ‘belajar
mengetahui’ 2) learning to do ‘belajar untuk melakukan’ 3) learning to be ‘belajar untuk menjadi
seseorang’, dan 4) learnig to live togheter ‘belajar untuk hidup bersama’, Merajuk pada empat pilar
tersebut. pendidikan sejatinya mengarahkan seseorang pada nilai-nilai sosial dan toleransi.
Upaya mereduksi berbagai jenis prasangka negatif yang secara potensial hidup di masyarakat
pluralis adalah dengan menumbuhkan sikap toleran dari warga masyarakat agar mengakui akan
pluralisme di dalam masyarakat itu. Dalam hal ini, siswa membutuhkan pengetahuan,
pengalaman, aktivitas untuk mengeksplorasi dan mengembangkan nilai-nilai multikultural
sebagai perwujudan nilai- nilai pribadi dan sosial seperti diprogamkan Tillman (2004) yaitu 1)
kedamaian; 2) penghargaan; 3) toleransi; 4) tanggung jawab, 5) kebahagiaan; 6) kerjn sann; 7)
kejujuran; 8) kerendahhatian; 9) cinta 10) kesederhanaan; 11) kebebasan: dan 12) persatuan.
Nilai-nilai itu bersifat universal, tetapi dibalik universalitas tersebut terdapat keberagaman dalam
bahasa dan budaya serta etnik yang berbeda. Dengan demikian, tema nilai-nilai itu diangkat
untuk: ditemukan kesamaan dan perbedaannya (multikultural) sebagai landasan menuju persatuan
keragaman.
Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam perkembangan siswa adalah
kecerdasan emosional (Natawidjaja 2002:1). Kecerdasan emosional atau afektif SMP merupakan
kemampuan memecahkan masalah berdasarkan segi sosial pada belahan otak kanan. Kenyataan
membuktikan bahwa tidak semua masalah dapat diatasi dengan kemampuan intelektual atau
kognitif dalam kehidupan sehari-hari. siswa membutuhkan kemampuan emosional atau afektif
pula dalam mengatasi masalah social. Upaya untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa
salah satunya dengan bercerita atau berbagi pengalaman antarteman (De Porter dan Hernacki
1992:38).
Inkuiri adalah suatu proses memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan
observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap
pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir, kritis, dan logis
(Schmidt, 2003 dalam Ibrahim 2007).
Model inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan kegiatan belajar yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri. Sasaran utama kegiatan mengajar pada strategi ini antara lain: a) keterlibatan siswa secara
maksimal dalam proses kegiatan belajar secara mental intelektual dan sosial emoional ; b)
keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran; c) mengembangkan
sikap percaya pada diri sendiri (selfbelief) pada diri siswa tentang hal yang ditemuken dalam
proses inkuiri.
Tujuan utama pembelajaran dengan model inkuiri sosial. yaitu (1) mengembangkan
keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari prinsip dan konsep sosial; (2) mengembangkan
keterampilan ilmiah siswa sehingga mampu bekerja seperti layaknya seorang ilmuwan; dan (3)
membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan social.
Melalui pembelajaran dengan model inkuiri sosial, siswa belajar menyelesaikan masalah-
masalah sosial sekaligus belajar metode ilmiah. Proses inkuiri sosial memberi kesempatan kepada
siswa untuk memiliki pengalaman belajar yang nyata dan aktif, siswa dilatih memecahkan
masalah sekaligus nembual keputusan.
Model inkuiri sosial dalam pembelajaran menulis kreatif konteks multikultural memiliki
tahapan sebagai berikut.
a) Tahap Orientasi
Tahap orientasi, yaitu suatu tahapan untuk mengobservasi ide- ide yang dimiliki siswa
sebelum pembelajaran bahasa konteks multikultural. Hal ini bertujuan untuk memberi
kesempatan pada siswa untuk mengembangkan motivasinya dalam mempelajari suatu topik.
Siswa diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak
dipelajarinya. Pada tahap ini siswa diharapkan dapat menyadari adanys masalah dalam
konteks pembelajaran dan lingkungan. Lalu, siswa merumuskan masalah yang harus
dipecahkan.
Pada tahap ini siswa menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam merumuskan
hipotesis kepada guru dan teman-temannya.
Peran yang dilakukan guru untuk membantu dan membimbing siswa dalam kegiatan
eksplorasi adalah berperan sebagai pemantau dalam proses pengumpulan data.
Pada tahap ini siswa merumuskan simpulan dan menarik generalisasi terhadap masalah
yang sedang dipelajari.
Para siswa kelas VII SMP Hidayatullah pada jam peląjaran Bahasa indonesin sedang
belajar menyimak berita tentang keragaman budaya dan menuliskan hasil simakan dan
pendapat mereka berkaitan dengan Timor Leste. Siswa dan guru menyanyikan lagu Dari
Sabang sampai Merauke.
Para siswa berkelompok, masing empat atau lima orang. Masing-masing kelompok
menamakan dirinya dengan kata-kata universal.
Dengan bimbingan guru, para siswa dalam tiap-tiap kelompok menbahas pangertian
istilah-istilah yang ada dalam jawaban sementara (hipotesis) sehingga mereka memiliki
pengertian yang sama dan mereka depat membicarakan masalah kebudayaan Timor
Leste.
Setelah data terkumpul, mereka melakukan analisis data. Para siswa menjawab
masalah yang ingin mereka pahami dengan baik kebenarannya sehingga mereka dapat
memecahkan masalah. Mereka juga menguji apakah hipotesisnya diterima ataukah
ditolak secara empiris (pendapat dan berita). Guru memberikan bimbingan kepada tiap-
tiap kelompok.
Para siswa kelas VII SMP Domenico Savio pada jam pelajaran Bahasa Indonesia
sedang belajar menuliskan keragaman budaya dalam sebuah surat pribadi. Siswa dan
guru mengidentifikasi surat pribadi dalam episode surat sahabat.
Para siswa berkelompok, masing empat atau lima orang. Masing-masing kelompok
menamakan dirinya dengan kata-kata universal, antara lain toleransi, sosial, peduli,
kejujuran, gotongroyong, kebersamaan, setia kawan, dan sebagainya. Dengan bimbingan
guru, para siswa dalam tiap-tiap kelompok membahas pengertian istilah-istilah yang ada
dalam jawaban sementara (hipotesis) sehingga mereka memiliki pengertian yang sama
dan mereka dapat membicarakan masalah kebudayaan dalam surat sahabat.
Setiap kelompok 1) membaca surat sahabat, (2) mendiskusikan ha-hal yang dapat
diteladani dan keragaman budaya (3) mewawancarai salah satu teman sebagai
narasumber dalam kelompok mereka, teman-teman yang lain mengajukan pertanyaan-
pertanyaan dan menyimak dengan seksama jawaban berkaitan dengan riwayat hidup dan
budaya narasumber. Mereka mencatat pokok-pokck isi wawancara yang berkaitan
dengan kehidupan dan budaya narasumber untuk menemukan fakta-fakta sehingga
mereka dapat membuktikan hipotesis mereka atas permasalahan yang sedang mereka
pecahkan.
Skenario model inkuiri sosial dalam pembelajaran menarsikan teks wawancara konteks
multikultural dipaparkan, sebagai berikut.
a) Tahap Orientasi
Para siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kudus pada jam pelajaran bahasa Indonesia
sedang belajar mengungkapkan keragaman budaya. Para siswa diminta menarasikan
teks wawancara dengan memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tak
langsung berkaitan dengan budaya tokoh dalam biografi.
b) Tahap Hipotesis
c) Tahap Definisi
d) Tahap Eksplorasi
Setiap kelompok (1) membaca biografi tokoh, (2) mendiskusikan hal-hal yang dapat
diteladani dan keragaman budaya tokoh, (3) mewawancarai salah satu teman sebagai
narasumber dalam kelompok mereka, kemudian teman-teman yang lain mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan menyimak dengan saksama jawaban berkaitan dengan
riwayat bidup serta budaya narasumber. Mereka mencatat pokok-pokok isi wawancara
yang berkaitan dengan kehidupan dan budaya narasumber untuk menenukan fakta-fakta
sehingga mereka dapat membuktikan hipotesis mereka atas permasalahan yang sedang
mereka pecahkan.
d) Tahap Pembuktian
Setelah data terkumpul, mereka melakukan analisis data. Para siswa menjawab masalah
yang ingin mereka pahami dengan baik kebenarannya sehingga mereka dapat memecahkan
masalah. Mereka juga menguji apakah hipotesisnya diterima ataukah ditolak secara empiris
(pendapat dan berita). Guru memberikan bimbingan kepada tiap-tiap kelompok.
e) Tahap Generalisasi
BAB 5
Pembelajaran menulis puisi dilakukan dengan tujuan meningkatkan kemampuan siswa. Tujuan
pembelajaran menulis puisi antara lain (1) membina dan mengembangkan kearifan menangkap berbagai
isyarat kehidupan dengan menunjang keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya,
mengembangkan rasa, karsa, dan pembentukan watak manusia; (2) memberikan pandangan komprehensif
tentang cipta budaya nasional, membina siswa memiliki rasa bangga, keyakinan mandiri, dan rasa
memiliki
Model Sugesti Imajinasi
Sugesti atau Suggestology adalah suatu konsep yanga menyuguhkan pandangan bahwa manusia
bisa diarahkan untuk melakukan sesuatu dengan memberikan sugesti. Pikiran siswa harus dibuat
setenang mungkin, santai, dan terbuka sehingga bahan – bahan pelajaran yang merangsang saraf
penrimaan bisa dengan mudah diterima serta dipertahankan untuk jangka waktu yang lama.
Teknik – teknik relaksasi (persantaian) dan konsentrasi menjadi bagian pembuka pada kegiatan
pembelajaran, bertujuan mengarahkan para pembelajar untuk membuka sumber – sumber pikiran bawah
sadarnya guna memperoleh informasi bermakna dari fakta – fakta yang dialaminya dalam kehidupan
nyata. Informasi yang diperoleh itu kemudian diekspresikan dalam bentuk kata – kata ekspresif melalui
ketajaman daya imajinasi.
Ciri – ciri model ini adalah suasana sugestif di tempat dengan cahaya redup, music yang sayup –
sayup, dekorasi ruangan yang ceria, tempat duduk yang menyenangkan, dan teknik – teknik dramatic
yang dipergunakan oleh guru dalam penyajian bahan pembelajaran.
BAB 6
PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN DENGAN MODEL SINEKTIK SOSIAL
C. Prinsip Pengembanagan Model Sinektik sosial Pembelajaran menulis cerpen berkonteks multikultural
a. Integratif, pembelajaran hendakanya mengintegrasikan masalah sosial budaaya yang ada di
masyarakat lingkungan siswa, keanekaragaman budaya siswa menjadi permsalahan pada siswa,
maka dari itu perlu multikultural dalam pembalajaran sebagai pembentuk karakter siswa.
b. Kooperatif, siswa diberi kesempatan untuk bertanggungjawab menyelesaikan tugas bersama,
berdiskusi, mmebantu teman menyelesaikan tugas secara bersama.
c. Kreatif, pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kreatifitas siswa
d. Menyeluruh, Pembelajaran dilakukan dengan menyeluruh agar hasil yang dicapai mencermikan
kompetensi ssiwa (kognitif, efektit, psikomotorik).
e. Konstruktif, siswa dituntut untuk mengkonstruksi konsep berdasarkan pengalaman
f. Inovatif, pembelajaran ini mengintergrasikan nilai nilai kehidupan melalui konteks multicultural
g. Demokratif, guru menciptakan lingkunan belajar yang demokratis dengan mengangkat masalah
social dan siswa diboiaasakan bekerja sama ppda kelompok hetertogen
h. Objektif, guru mmeberikan penilaian dengan apa danya tanpa membedakan latar belakng siswa
i. Menyenangkan, pemebelajaran mampu memberikan rasa nyaman tanpa tekanan sehingga dapat
membantu proses pembelajaran
j. Mediasi, merupakan sesuatu yang menghubungkan anatara guru dan siswa, berupa media
konkret
k. Kebermanfaatan, pembelajaran harus memberi kontribusi pengetahuan kepada siswa
D. Karakteristik Model Sinektik Soaial Pembelajaran Menulis Cerpen Berkonteks Multikultural
a. Tujuan atau asumsi, siswa diharapkan dapat memahami bahwa model sinektik social
berorientasi meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, ekspresi, kreatif, empati, dan
wawasan dalam hubungan social
b. Sintakmatik, merupakan tahapan yang harus dilalui oleh setiap model
1) Tahap 1 Mendiskripsikan kondisi saaat ini, guru menjelaskan kepada siswa tentang ondisi
saat ini, guru menjelskan menulis cerpen berkonteks multicultural sehingga siswa
mempunyai gambaran yang jelas tentang menulis cerpen multicultural
2) Tahap II Analogi langsung siswa memperhatikan objek yang dilihat dan menentukan
analogi langsung agar kreativitas siswa berkembang
3) Tahap III Analogi personal, siswa memiliki satu peristiwa yang disenangi kemudian siswa
seakan akan menjadi bagian dari peristiwa tersebut
4) Tahap IV Konflik padat siswa memilih monflik dan melakukan pereenungan selanjutnya
memilih analogi untuk ditulis sebagai materi awal cerpen
5) Tahap V penulisan cerpen, siswa menulis cerpen yang berkaitan dengan multicultural
dengan memperhatika unsur intrinsic dan ekstrinsik
6) Tahap VI, Pengkajian multicultural dan penetapan nilai nilai, siswa, mengindentifikasi
asepek multikulturaln dalam cerpen yang dibuat dan menerapkan nilai nilai dalam
kehidupan dalam cerpen
7) Tahap VII, Publikasi cerpen, mempublikasikan cerpen dengan siswa saling menukarkan
hasilkaryanya dan menyuntingnya dan setelah itu siswa mempresentasikan hasil
menyunting cerpen teman nya di depan kelas dengan control guru
c. Sistem social yakni hubungan antara guru dan siswa yang kooperatif, guru menjalakan
dwifungsi sebagai pemrakarsa dan pengontrol aktivitas pada tiap tahapan
d. Sistem Reaksi, yakni sikap dan perilaku guru untuk menanggapi dan merespon nagaimana
siswaa memproses informasi dan aktivitas mental baru untuk dipahami dan diterapkan
e. Sistem Pendukung ialah segala sarana, bahan dan alat pendukung dalam pelaksanaan model
pembelajaran menulis cerpen
f. Dampak instruksional dan pengiring
Damapk instruksional, merupakan hasil belajar yang dicapai: Pemecahan masalah social,
kemampuan bekerjasama, peka multicultural, mempu menulis cerpen
Dampak Penyerta, merupakan hasil belajar lainya sebagai dampak kegiatan yang dilakukan
meliputi: kemampuan berinteraksi social, empati pada sesama, toleransi, komitmen berperilaku
positif
1) Merumuskan indicator
2) Pemetaan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator
3) Penetapan teknik penilaian
4) Penetapan pedoman penilaian atau penskoran penialian
Kelebihan model sinektik telah dideskripsikan dlam dampak instruksional ndan dampak
pengiring ,diharapkan dengan adanya panduan pengembanagn model sinektik social ,guru
bersedia mecoba menrapkan model ini sehingga inovasi pembelajaran dapat dilakukan oleh siapa
saja
BAB 7
Anak sudah dari kecil dikenalkan dengan keaksaraan. Ada bebrapa model yang bisa diterapkan
kepada anak – anak untuk mengenalkan keaksaraan. Salah satunya adalah model permainan suku kata.
Model permainan suku kata untuk penganalan keaksaraan pada anak kelompok usia 4-6 tahun,
dikembangkan berdasarkan standar pencapaian perkembangan bahasa yang harus dicapai sesuai pedoman
standar pendidikan anak usia dini pada lingkup keaksaraan, yaitu bunyi atau huruf awal sama atau
mengenal huruf awal dari nama – nama benda yang ada di sekitarnya. Karakteristik model permainan
suku kata untuk pengenalan suku kata dan keaksaraan pada anak usia 4-6 taun, terdiri atas prinsip –
prinsip pengembangan model permainan sebagai berikut.
a. Prinsip – prinsip Pengembangan Model Permainan Suku Kata untuk Pengenalan Keaksaraan
1. Kelayakan Isi Materi
2. Kelayakan Pembelajaran
- Prinsip kesesuaian dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai
peserta didik
3. Kelayakan Media
- Prinsip Kesederhanaan dan media yang ramah lingkungan, disesuaikan dengan kebutuhan.
A. Pendahuluan
Metode pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sekitar oleh jurusan Biologi FMIPA Unnes
dan dikenal dengan jelajah alam sekitar (JAS). Kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi
dunia nyata sehingga membuka wawasan berpikir, memungkinkan pula peserta didik mempelajari
konsep dan cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata sehingga lebih berguna bagi kehidupannya
(Ridlo 2005:4) Pendekatan kontekstual. penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga serta masyarakat
B. Pendekatan Kontekstual
Menurut Nurhadi dan Senduk (2003:4) Pendekatan kontekstual menjelaskan bahwa tidak hanya
sekadar memberikan pengetahuan berupa teori, tetapi juga memberikan ilmu atau pengetahuan yang
dapat kehidupan sehari-hari. Kunandar (2007:273) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual
pada intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan
mengaitkan pengetahuan dengan kehidupan sehari- hari mereka. Jhonson tidak hanya mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari, tetapi juga dengan lingkungan pribadi, sosial, dan
budaya. Tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni (1) konstruktivisme (contructivism); (2)
bertanya (Questioning); (3) menemukan Inquiry); (4) masyarakat belajar (Learning Communiby); (5)
pemodelan (Modelling); (6) Refleksi (Reflection) dan (7) penilaian sebenarnya (Authentic
Assesment).
Pertama, konstruktivisme merupakan pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit
yang hasilnya diperluas. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir CTL yang menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, mengingat pengetahuan, tetapi merupakan suatu proses
belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya yang
dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya (Depdiknas dalam Yasa, 2008:1).
kedua menemukan (Inquiry) yang merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (Nurhadi, 2002:49). Menemukan ilmu
itu yakni melalui pengalaman secara langsung bukan dengan cara mengingat hal-hal yang sudah
didapat sebelumnya. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.
Ketiga, bertanya (Questioning) merupakan strategi utama. Bagi guru, bertanya dipandang sebagai
kegiatan untuk mendorong siswa mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh
informasi, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Dengan demikian, konsep bertanya
diaplikasikan guna membantu siswa dalam menggali hal-hal yang terkait dengan materi yang sedang
dipelajarinya.
Kelima, pemodelan (Modelling). Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang guru
bahasa Indonesia dapat menunjukkan teks berita dari Harian Kompas, gat Jawa Pos, dan lain-lain
sebagai model pembuatan berita.
Keenam, refleksi (Reflection). Diadakannya refleksi guna mengingat kembali berbagai hal yang
sudah dipelajari pun dan kegiatan apa saja yang dilakukan selama pembelajaran
Ketujuh, penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment). adalah proses pengumpulan berbagai
data yang bisa emberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Dari paparan di atas, penulis
mencoba mengadaptasi pendekatan JAS dalam kegiatan Pramuka guna pengembangan kemampuan
menulis laporan pengamatan siswa SD berupa kegiatan jelajah alam sekitar.
Struktur kurikulum yang terdapat di dalam KTSP meliputi tiga komponen, antara lain (1) mata
pelajaran; (2) muatan lokal; dan (3) pengembangan diri. Menurut Kunandar (2007:197-198),
pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap siswa sesuai dengan kondisi
sekolah.
Pengembangan diri adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk mengembangkan potensi diri
siswa sesuai dengan kebutühan, bakat, minat siswa, dan dilaksanakan di luar jam pembelajaran.
kegiatan pengembangan diri berupa kegiatan ekstrakurikuler Pramuka. Untuk lebih jelasnya berikut
merupakan paparan mengenai hakikat, tujuan, dan fungsi kegiatan Pramuka
a. Hakikat Kepramukaan
Kepramukaan lahir ditandai dengan adanya kegiatan perkemahan di Brownsea Island pada
tanggal 25 Juli 1907. Baden Powell dalam Setyawan (1989:7) menyatakan bahwa kepramukaan
merupakan suatu kegiatan menyenangkan yang diadakan di alam terbuka bagi orang dewasa dan
anak-anak dengan tujuan membina dan membentuk manusia yang sehat, terampil, orang dewasa
dan anak-anak pergi dan peduli sesama.
Subjek yang bergerak dalam kepramukaan adalah dua kepramukaan akan membuat anak-
anak term orang, orang dewasa, dan anak. Namun, subjek utamanya adalah anak. Orang dewasa
hadir bersama anak-anak sebagai motivator yang memberikan sentuhan yang membangkitkan
semangat anak, untuk bergerak sendiri menjalani kegiatan kepramukaan.
Kepramukaan sebagai proses pendidikan hanus merupakan kegiatan yang dapat
dipertanggungjawabkan dan bernilai pendidikan schingga kegiatannya harus berencana,
dipersiapkan, dilaksanakan dan dapat dinilai dari segi pendidikan dan kejiwaan (Panitia Jambore
Penerangan RI VI, 1995:153)
b. Tujuan dan Fungsi
Tujuan diselenggarakannya gerakan Pramuka adalah untuk ngembangankan budi pekerti
luhur. Fungsi dari gerakan pramuka, yaitu sebagai lembaga pendidikan nonformal, di luar sekolah
dan sebagai wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda berlandaskan sistem among
dengan menerapkan prinsip dasar kepramukaan, metode kepramukaan, dan motto gerakan
Pramuka yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, dan perkembangan ban
Indonesia (Panitia Jambore Penerangan Vi, 1995:157). Wadah menulis laporan belajar sambil mel
menantang dan mengan terbuka, serta sistem satuan terpisah untuk putra dan putri ngembangan
kemampuan ngamatan dengan jelajah alam sekitar dan ukaan.
Model kemampuan menulis laporan pengamatan dengan jelajah alam sekitar yang terintegrasi
dalam kegiatan Pramuka terinspirasi dari kurangnya waktu pada saat pembelajaran dan kurangnya
motivasi siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya menulis laporan.
Pengembangan diri seharusnya mengarah pada kebutuhan dan lingkungan siswa. Oleh sebab itu,
ada baiknya kita perlu mengetahui ciri-ciri siswa. Siswa memiliki lima ciri-ciri, sebagai berikut. (1)
Siswa dalam keadaan sedang berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan, dan sebagainya.
(2) Siswa mempunyai keinginan untuk berkembang ke arah dewasa. (3) Siswa mempunyai latar
belakang yang berbeda. (4) Siswa melakukan penjelajahan terhadap alam sekitar dengan potensi-
potensi dasar yang dimiliki secara individu (Hidayatullah 2004).
Sasaran siswa agar (1) mampu menulis laporan dengan cara yang lebih menyenangkan; (2)
mengenal lingkungan alam sekitar; (3) lebih peka dan menghargai alam sekitar; (4) mengembangkan
jati diri yang bermakna bagi semua orang. Dihasilkan karakteristik sebagai berikut:
a. Sintakmatik
Sintakmatik merupakan tahap-tahap dari kegiatan menulis laporan pengamatan yang
terintegrasi dalam kegiatan Pramuka. Tahap-tahap kegiatan menulis laporan pengamatan, sebagi
berikut. (1) Pembina memberikan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan yakni
menulis laporan pengamatan. (2) Siswa mengenali tujuan kegiatan. (3) Siswa berjelajah
mengamati objek pengamatan. (4) Siswa mencatat hasil pengamatan. (5) Siswa berdiskusi dan
membuat laporan sementara secara berkelompok. (6) Siswa dan pembina bersama-sama
membahas laporan yang dibuat. (7) Siswa memperbaiki dan membuat laporan yang lebih bail
secara individu. (8) Pembina mengadakan penilaian akhir.
b. Sistem Sosial
Ketentuan dan aturan yang berlaku dalam model menulis laporan pengamatan yang
terintegrasi dalam kegiatan Pramuka. Yaitu pembina berfungsi sebagai fasilitator yang merancang
kegiatan, satu pembina maksimal membimbing dua kelompok, menyediakan alat pendukung
proses menulis laporan berupa Lembar Kerja Siswa (LKS), memandu siswa menulis laporan,
melakukan peniliaian proses. Aturan tersebut meliputi ketentuan bahwa siswa sebagai pusat
kegiatan melakukan pengamatan dan menuliskan hasil pengamatannya ke dalam lembar
pengamatan, kemudian melaporkan hasil pengamatannya dalam bentuk laporan yang sistematis.
c. Sistem Reaksi
Bagaimana pembina memperlakukan para siswa, termasuk respon terhadap mereka. Sistem
reaksi yang dimaksud, antara lain (1) sampaikan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan dengan
jelas agar siswa dapat memahaminya dan dapat terarah dengan baik; (2) bimbinglah siswa selama
kegiatan mengamati objek pengamatan sampai dengan menulis laporan pengamatan; (3) pusatkan
perhatian oe siswa pada objek yang diamati; (4) sebelum siswa menulis laporan berikan
pemodelan seperti contoh laporan hasil penelitian; (5) berikan epembenaran terhadap hasil
laporan siswa yang masih kurang tepat berdasarkan hasil diskusi antar siswa dan pembina.
d. Sistem Pendukung
Adalah segala sarana, bahan, dan alat yang mendukung dalam pelaksanaan model
pengembangan kemampuarn menulis laporan pengamatan. Alat diantaranya pensil atau pulpen.
Media yakni Lembar Kerja Siswa (LKS) dan papan nama tumbuhan. Sarana meliputi plastik,
P3K, dan konsumsi.
e. Dampak Instruksional dan Pengiring
Hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan siswa pada tujuan yang
diharapkan.
a. Acuan
Menggunakan acuan kurikulum yang berlaku dan penemuan yang relevan untuk memperoleh
pegangan tentang apa yang diajarkan dan kompetensi dasar apa yang dijarkan serta kompetensi
dasar dapat dikembangkan.
b. Organisasi
Pengorganisasian dalam pengembangan materi kegiatan dalam kegiatan menulis laporan
pengamatan yang terintegrasi dalam kegiatan Pramuka diusahakan dapat memenuhi komposisi
siswa. Tetap mengacu pada kurikulum. Tema yang ditawarkan meliputi mengenal lingkungan
hidup dan sampai dirasa relevan dengan kebutuhan siswa.
G. Pengembangan Silabus
Pedoman dalam pengembangan kegiatan, seperti rencana kegiatan, pengelolaan kegiatan, dan
pengembangan sistem penilaian. Indikator yang dikembangkan 1) mampu membuat catatan
berdasarkan pengamatan; 2) mampu membuat konsep awal laporan berdasarkan pengamatan; dan 3)
mampu memperbaiki laporan pengamatan dengan memperhatikan penggunaan ejaan menulis laporan
pengamatan.
Komponen silabus kegiatan menulis laporan pengamatan yang terintegrasi dalam kegiatan
Pramuka meliputi identitas, standar kompetensi kegiatan, kompetensi dasar kegiatan, materi kegiatan,
indikator, langkah-langkah kegiatan, penilaian, dan sumber belajar
Model kegiatan yang dikembangkan adalah model pengembangan menulis laporan pengamatan
yang terintegrasi dalam kegiatan Pramuka. Masalah yang disajikan mengenali gejala alam yang
terjadi di sekitar lingkungan siswa, mengembangkan kerja kelompok, dan memperhatikan pengusaan
materi. Metode yang digunakan adalah mengk inkuiri, kerjasama kelompok, dan pemberian tugas,
ombinasikan konstruktivisme.
I. Pengembangan Evaluasi
Menggunkan penilaian kuantitatif dan kualitatif. Aspek evaluasi meliputi dua hal, yain
kemampuan menulis laporan pengamatan dan sikap. Hal tersebut meliputi keaktifan dan kerjasama
siswa dalam kelompok keseriusan siswa dalam mengikuti seluruh kegiatan).
J. Pelaksanaan Pembelajaran
a. Apersepsi
Adalah kegiatan awal sebelum kegiatan dimulai yang berupa proses persiapan secara
psikologis untuk memasuki kegiatan inti. Proses ini berlangsung 10 menit pada awal kegiatan.
Dalam proses ini pembina memberikan arahan kepada mengenai hal-hal apa saja yang akan
dilaksankan, tujuan, dan manfaat yang nantinya akan diperoleh siswa.
b. Eksplorasi
Siswa mengeksplorasi informasi dan inilai estetis materi kegiatan yang diberikan oleh
pembina berkaitan dengan kegiatan menulis laporan pengamatan. Hal yang perlu diperhatikan
adalah kemampuan siswa dalan mengamati dan mengumpulkan data. Kegiatan eksplorasi
dilakukan di tiga posko. Masing-masing posko memiliki tugas yang berbeda.
c. Isi Buku Panduan dan LKS
Sebagai dasar perubahan. Menghilangkan materi menuils hasil pengamatan dalam bentuk
kata, kalimat, dan paragraf. Memberikan gambar yang menarik pada isi LKS.
d. Refleksi
Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan menulis laporun pengamatan yang telah
dilaksankan. Menggali pendapat dan respon siswa tentang kegiatan yang telah dilakukan.
K. Hasil Belajar Keterampilan Menulis Laporan Pengamatan dengan Jelajah Alam Sekitar
Hasil penelitian yang terakhir adalah didapatnya gambaran mengenai sikap dan hasil belajar
siswa setelah mengikuti kegiatan mengikuti kegiatan menulis laporan pengamatan dengan JAS yang
terintegrasi dalam kegiatan Pramuka.
A. Pendahuluan
Pengajaran BIPA di samping merupakan media untuk menyebarluaskan bahasa Indonesia, juga
merupakan media untuk menyampaikan berbagai informasi tentang Indonesia, termasuk
memperkenalkan masyarakat dan budaya Indonesia. Dengan demikian orang asing yang mempelajari
bahasa Indonesia akan semakin memahami masyarakat dan budaya Indonesia secara lebih
komprehensif. Pemahaman itu pada gilirannya dapat meningkatkan rasa saling pengertian dan saling
menghargai sehingga makin meningkatkan pula persahabatan dan kerja sama antar bangsa.
Dilihat dari segi kegiatannya, pembelajaran BIPA merupakan proses pemolaan perilaku belajar
yang mengarah pada pembangkitan dan pengondisianmotifasi pembelajar dalam berbahasa Indonesia.
Hal esensial yang perlu mendapatkan prioritas dan perhatian khusus adalah bagaimana
mengembangkan pembelajaran sedemikian rupa, sehingga dapat mengkondsikan dan memberikan
kemudahan kepada pembelajar untuk mau dan mampu berbahasa Indonesia secara wajar (Richards
dan nunan, 1990).
B. Kelas Pembelajaran
Kelas pembelajaran BIPA dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kelas dalam dan kelas luar.
Kelas dalam yang dimaksud, identik dengan pengertian kelas pembelajaran sebagaimana lazimnya.
Dalam pengertian ini kelas tersebut tentu berupa ruang yang didalamnya terdapat pengajar,
pembelajar, dan komponen pembelajaran lain, serta mekanisme belajar yang diatur dalam
pengelolaan kelas, sedangkan kelas luar mengacu pada pengertian pengelolaan pembelajaran yang
dilakukan di luar (di luar kelas dalam). Kegiatan kelas luar ini dalam pengertian khusus juga disebut
kegiatan tutorial meskipun kegiatan kelas luar tidak selalu berupa kegiatan tutorial.
Berkenaan dengan hal itu, konsep mengenal aspek-aspek sosial yang dimaksud dikemukakan
Mustakim (2010) sebagai berikut.
b. Tujuan komunikasi.
c. Peserta komunikasi, yang meliputi status sosial, pendidikan, usia dan jenis kelaminnya.
d. Hubungan peran dan hubungan sosial di antara peserta komunikasi i termasuk relasi, ada-
tidaknya hubungan kekerabatan, dan tingkat keakraban peserta komunikasi.
e. Topik pembicaraan
f. Situs komunikasi
l. Peristiwa tutur (misalnya kuliah, pesta ulang perkawinan, dan sebagainya tahun, upacara.
Materi ajar aspek-aspek budaya yang disajikan di dalam buku atau bahan ajar BIPA dikemukakan
oleh Mustakim (2010) meliputi hal-hal sebagai berikut.
e. Penyentuhan (kinesthesici)
j. Kesenian
k. Pemanfaatan waktu
n. Pujian
q. Sopan santun
E. Pelaksanaan Pembelajaran BIPA Aspek Aspek Sosial Budaya
Aspek-aspek sosial budaya mempunyai peranan yang amat penting dalam pembelajaran BIPA.
Peranannya itu terutama dapat menghindarkan pembelajar bahasa dari kemungkinan terjadinya
benturan budaya (culturalshock) ketika berkomunikasi dengan penutur asli. Pemahaman terhadap
aspek-aspek sosial budaya itu menanamkan tata krama (ungguh-ungguh) pada diri si pembelajar
dalam berkomunikasi dengan penutur asli.
Dengan mengetahui tata karma atau unggah-ungguh dalam berkomunikasi itu, pembelajar bahasa
dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Di samping itu,
pemahaman terhadap aspek aspek sosial budaya tersebut secara umum juga dapat berperan
menambah wawasan pengetahuan dan penghayatan para pembelajar BIPA terhadap berbagai aspek
sosial budaya masyarakat Indonesia.
Evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran,
dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan
sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa
proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM, atau batas keberhasilan, dapat
pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan atau Penilaian Acuan
Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan
didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan
Norma/Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
RESENSI
[BAB 8]
KELEBIHAN
Dalam penjelasan tentang pendekatan kontekstual melalui Jelajah Alam Sekitar (JAS) dalam bab
tersebut dijelaskan dengan rinci apa itu pendekatan kontekstual dan JAS. Dalam bab tersebut juga
dijelaskan bagaimana cara membelajarkan menulis laporan melalui JAS dengan kegiatan pramuka
yang selain mengembangkan kemampuan kognitif juga mengembangkan kemampuan psikomotorik
serta sikap-sikap yang perlu dikembangangkan dalam kehidupan.
Dalam bab tersebut dijelaskan bagaimana mengembangkan diri (kemampuan) siswa dengan
menggunakan pendekatan (JAS) yang terintegrasi dalam kegiatan pramuka.
Urutan kegiatan dalam bab tersebut sangat jelas dan memudahkan pembaca dalam memahami
dan menerapkan pendekatan tersebut. Juga terdapat contoh kegiatan sehingga pembahasan dalam bab
ini semakin jelas.
KEKURANGAN
Kalimat yang digunakan tidak efektif dan agak bertele-tele sehingga membuat pembaca berpikir
dua kali untuk memahami kalimat dalam buku tersebut.
SINOPSIS
Ada Tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni (1) konstruktivisme (contructivism); (2)
bertanya (Questioning); (3) menemukan Inquiry); (4) masyarakat belajar (Learning Communiby); (5)
pemodelan (Modelling); (6) Refleksi (Reflection) dan (7) penilaian sebenarnya (Authentic
Assesment).
Model Pengembangan Kemampuan Menulis Laporan Pengamatan dengan JAS yang Terintegrasi
dalam Kegiatan Pramuka menghasilkan karakteristik sintakmantik, Sistem Sosial, Sistem Reaksi,
Sistem Pendukung, Dampak Instruksional dan Pengiring.