Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN

SOSIAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN

Misbachunikmah Yuni Widiasari1, Santi Esterlita Purnamasari2


12
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
12
yuniwids@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri
dengan penyesuaian sosial pada remaja panti asuhan. Hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara konsep diri dengan
penyesuaian sosial pada remaja panti asuhan. Subjek penelitian ini adalah 95
remaja panti asuhan di Yogyakarta yang berusia 12 sampai 21 tahun. Metode
pengumpulan data menggunakan Skala Konsep Diri dan Skala Penyesuaian
Sosial. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
korelasi product moment dari Pearson. Hasil analisis data diperoleh koefisien
korelasi rxy sebesar 0,736 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,050), yang berarti
bahwa ada hubungan positif antara konsep diri dengan penyesuaian sosial pada
remaja panti asuhan. Berdasarkan hasil tersebut maka peneliti menyatakan bahwa
hipotesis diterima. Variabel konsep diri memberkan sumbangan pada penyesuaian
sosial sebesar 54,1% dan sebanyak 45,9% disebabkan oleh faktor lain.

Kata kunci: konsep diri, penyesuaian sosial

PENDAHULUAN atau yatim piatu dan sebagainya.


Perjalanan hidup seorang anak Panti asuhan menjadi tempat
tidak selamanya berjalan dengan baik. pengganti keluarga bagi anak-anak
Beberapa anak berpisah dengan yang tinggal di dalamnya, panti
keluarganya karena sesuatu alasan, asuhan juga berperan dalam
seperti menjadi yatim, piatu bahkan memenuhi kebutuhan anak dalam
yatim piatu, tidak mampu, dan proses perkembangannya.
terlantar. Anak-anak ini diasuh oleh Studi yang dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta dalam Spitz, dkk. (dalam Dalimunthe, 2009)
suatu lembaga yang disebut panti yang telah dimulai semenjak tahun
asuhan. Kamus Besar Bahasa 1950 menunjukkan akibat yang
Indonesia (2005) mendefinisikan kurang baik dari perawatan di panti
panti asuhan sebagai rumah tempat asuhan yang bersifat jangka panjang
memelihara dan merawat anak yatim pada perkembangan kognitif, emosi,

1
dan sosial seorang anak. Menurut mencakup perubahan biologis,
Shaffer (dalam Ramanda & Ramdani, kognitif, dan sosial (Santrock, 2007).
2016) anak-anak yang diasuh di Remaja mengalami berbagai macam
dalam panti asuhan mengalami perubahan dengan melalui proses
ketidakmatangan dalam yang cukup rumit dan berhubungan
perkembangan sosial. Pada umumnya dengan tugas perkembangan masa
anak-anak ini mengalami kesulitan remaja. Perkembangan sosial remaja
dalam proses sosialisasi, khususnya dapat dilihat dua macam gerak, yaitu
dalam memulai dan membina memisahkan diri dari orang tua dan
hubungan yang dekat dan akrab. menuju ke arah teman-teman sebaya
Lebih lanjut, dalam penelitian Hartini (Monks, dkk., 2006). Masa remaja
(dalam Hartati & Respati, 2012) terbagi menjadi remaja awal yaitu
ditemukan adanya hambatan usia 12-15 tahun, masa remaja tengah
psikologis dan sosial anak panti yaitu usia 15-18 tahun, dan masa
asuhan, dimana anak asuh lebih kaku remaja akhir yaitu usia 18-21 tahun.
dalam hubungan sosial dengan orang Masa remaja sering banyak
lain dan penyesuaian sosial kurang mengalami kesulitan dengan dirinya
memuaskan. Ramanda (2016) sendiri maupun dengan orang lain
menambahkan bahwa kekurangan terutama dalam hal penyesuaian
pengetahuan orang tua asuh terhadap sosial di masyarakat.
perkembangan fisik, sosial, dan Hurlock (2002) berpendapat
emosional anak membuat fungsi panti bahwa salah satu tugas perkembangan
asuhan menjadi jauh dari yang masa remaja yang tersulit adalah
diharapkan sedangkan perbandingan penyesuaian sosial. Remaja dituntut
jumlah antara pengasuh dengan anak untuk melakukan penyesuaian sosial
yang diasuh tidak seimbang. di luar lingkungan keluarga dan
sekolah. Tugas perkembangan remaja
Penghuni panti asuhan terdiri dari
menurut Havighurst (dalam
anak-anak, remaja, dan dewasa. Masa
Agustiani, 2009) adalah mencapai
remaja diartikan sebagai masa
relasi baru dan lebih matang bergaul
perkembangan transisi antara masa
dengan teman sebaya baik sesama
anak dan masa dewasa yang

2
jenis maupun lawan jenis, mencapai Penyesuaian sosial berbeda dengan
peran sosial sebagai pria atau wanita, penyesuaian diri. Schneiders (dalam
dan mencapai tingkah laku yang Ghufron & Risnawita, 2016)
bertanggung jawab secara sosial di mengungkapkan bahwa penyesuaian
masyarakat. Bila tugas-tugas tersebut sosial merupakan salah satu aspek
berhasil diselesaikan dengan baik, dari penyesuaian diri di lingkungan
maka akan tercapai kepuasan, sosial terdiri dari lingkungan keluarga
kebahagiaan, dan penerimaan dari atau tempat tinggal, sekolah, dan
lingkungan. Ramanda (2016) masyarakat. Dari penjelasan tersebut
mengemukakan bahwa kemampuan dapat disimpulkan bahwa cakupan
remaja untuk memenuhi tugas penyesuaian sosial lebih luas daripada
perkembangan sosial tersebut akan penyesuaian diri. Penyesuaian sosial
mengantarkan dalam kemampuan sangat penting sehingga remaja lebih
menyesuaikan diri di lingkungan percaya diri, lebih mandiri, dan dapat
sosial. Lebih lanjut, individu akan bertanggung jawab terhadap dirinya
mencapai kehidupan yang harmonis sendiri maupun orang lain
di tengah-tengah lingkungan sosial (Yulianingtyas & Yuniati, 2008).
dan dapat menjadi orang yang Hurlock (1999) menggunakan
produktif. empat aspek penyesuaian sosial yang
Penyesuaian sosial adalah baik sebagai berikut: 1) penampilan
keberhasilan seseorang untuk nyata, yaitu bila perilaku sosial
menyesuaikan diri dengan orang lain individu seperti yang dinilai
umumnya dan kelompok khususnya berdasarkan standar kelompok atau
(Hurlock, 1999). Penyesuaian sosial memenuhi harapan kelompok, 2)
didefinisikan sebagai kemampuan penyesuaian diri terhadap berbagai
individu untuk bereaksi secara efektif kelompok, yaitu individu harus dapat
dan sehat terhadap realitas, situasi, menyesuaikan diri dengan baik
dan relasis sosial sehingga tuntutan terhadap kelompok teman sebaya
hidup bermasyarakat dapat dipenuhi maupun kelompok orang dewasa, 3)
dengan cara yang dapat diterima dan sikap sosial, yaitu individu harus
memuaskan (Schneiders, 1964). menunjukkan sikap sosial yang

3
menyenangkan terhadap partisipasi dengan orang lain, lebih sering
sosial dan terhadap perannya dalam berdiam diri ketika bersama dengan
kelompok sosial, dan 4) teman ataupun orang lain, dan
kepuasan pribadi, yaitu individu harus menutup diri untuk membina relasi
merasa puas dengan kontak sosial dan khususnya dengan orang-orang di luar
peran yang dimainkan baik sebagai panti asuhan. Penelitian Hartini
pemimpin maupun anggota. (dalam Hidayati & Farid, 2016) yang
Berdasarkan data yang hasil penelitiannya menunjukkan
diperoleh dari Kemensos RI gambaran kebutuhan psikologis
(Kementerian Sosial Republik remaja Panti Asuhan Putra Immanuel
Indonesia) tahun 2010, jumlah anak Surabaya memiliki kepribadian yang
terlantar di Indonesia mencapai 5,4 inferior, pasif, apatis, mudah putus
juta jiwa. Biasanya anak-anak yang asa, menarik diri, penuh ketakutan
diterlantarkan atau tidak memiliki dan kecemasan. Disamping itu,
orang tua dimasukkan ke dalam panti menunjukkan perilaku yang negatifis,
asuhan. Studi yang dilakukan oleh takut melakukan kontak dengan orang
United Stated Department of Health lain, lebih suka sendirian,
and Human Service (Brukas dalam menunjukkan rasa bermusuhan dan
Putri, dkk., 2013) menunjukkan lebih lebih egosentrisme.
dari separuh anak-anak di panti Menurut Hurlock (1999)
asuhan mungkin mengalami penyesuaian sosial dipengaruhi oleh 4
setidaknya satu atau lebih gangguan faktor yaitu : 1) inteligensi, individu
mental dan 63% diantaranya adalah dengan tingkat inteligensi tinggi
korban penelantaran. Hasil survey cenderung akan bereaksi secara tepat
yang dilakukan Christiani (2014) terhadap situasi sosial yang dihadapi,
dengan remaja yang tinggal di panti 2) pengalaman sosial pada masa
asuhan “X” kota Bandung ditemukan kanak-kanak berperan penting dalam
sebanyak 80% remaja merasa malu membentuk penyesuaian sosial yang
dan menolak keberadaan dirinya baik pada masa remaja dan masa
sebagai anak panti asuhan, kurang dewasa atau selanjutnya, 3) kurang
memiliki keberanian untuk bergaul model perilaku untuk ditiru dari orang

4
tua, individu yang ditolak oleh orang terhadap diri yang meliputi aspek
tuanya atau meniru perilaku orang fisik, aspek sosial, dan aspek
tuanya yang menyimpang akan psikologis, yang didasarkan pada
mengembangkan kepribadian yang pengalaman dan interaksi dengan
tidak stabil dan agresif, yang lingkungan (Berk dalam Sobur,
mendorong melakukan tindakan 2011).
penuh dendam atau kriminalitas Berdasarkan uraian di atas
ketika individu beranjak dewasa. Hal dapat disimpulkan bahwa konsep diri
ini dapat mengakibatkan anak adalah gagasan tentang diri sendiri
mengalami hambatan serius dalam yang mencakup keyakinan,
penyesuaian sosialnya di luar rumah, pandangan, dan penilaian individu
dan 4) karakteristik kepribadian terhadap dirinya sendiri yang
meliputi tipe kepribadian, motivasi, didasarkan pada pengalaman atau
penerimaan diri, dan konsep diri yang interaksi dengan lingkungan sehingga
merupakan inti dari pola kepribadian. dapat mempengaruhi individu dalam
Penyesuaian sosial yang dilakukan berhubungan dengan orang lain.
seseorang meninggalkan ciri pada Konsep diri mempunyai
konsep dirinya (Hurlock, 1999). peranan penting dalam menentukan
Konsep diri diartikan sebagai tingkah laku seseorang (Desmita,
kesan terhadap diri sendiri secara 2016). Bagaimana seseorang
keseluruhan yang mencakup memandang dirinya akan tercermin
pendapatnya terhadap diri sendiri, dari keseluruhan perilakunya, artinya
pendapat tentang gambaran di mata perilaku individu selaras dengan cara
orang lain, dan pendapat tentang hal- individu memandang dirinya sendiri.
hal yang ingin dicapai (Burn dalam Hurlock (1999) menyatakan bahwa
Ghufron, 2016). Konsep diri adalah bila konsep diri positif individu akan
gagasan tentang diri sendiri yang mengembangkan perasaan yakin
mencakup keyakinan, pandangan, dan dengan kemampuan dirinya sehingga
penilaian seseorang terhadap dirinya individu mampu melihat dirinya
sendiri (Desmita, 2016). Konsep diri secara realistis dan dapat menilai
merupakan semua persepsi individu hubungan dengan orang lain secara

5
tepat. Hal ini dapat menumbuhkan 2009). Bila remaja memiliki konsep
penyesuaian sosial yang baik. diri yang positif, maka remaja
Sebaliknya, bila konsep diri negatif tersebut akan mampu menilai
individu akan mengembangkan kemampuan diri sehingga memiliki
perasaan tidak berharga dan rendah keyakinan diri dan menyukai
diri. Individu dengan konsep diri yang keberadaan dirinya di lingkungan
negatif digambarkan sebagai individu termasuk ketika harus berpartisipasi
yang memiliki pandangan negatif dalam kegiatan sosial. Remaja dapat
terhadap dirinya. Penilaian yang menciptakan hubungan dengan orang
negatif akan mengarah pada lain secara tepat dan memuaskan
penolakan diri sehingga dapat sehingga dapat diterima dengan baik
memicu munculnya sikap agresif dan oleh kelompok. Sesuai dengan
perilaku negatif. Individu menjadi pendapat yang dikatakan oleh
tertutup dan kurang tertarik untuk Hurlock (1999) bahwa bila perilaku
menjalin hubungan sosial dengan sosial remaja sesuai dengan standar
orang lain. Hal ini menumbuhkan kelompok atau memenuhi harapan
penyesuaian sosial yang buruk. kelompok, remaja tersebut akan
Aspek konsep diri yang diterima sebagai anggota kelompok.
pertama adalah pengetahuan yaitu apa Remaja dengan konsep diri negatif
yang individu ketahui tentang dirinya, akan mengembangkan perasaan
mencakup segala sesuatu yang rendah diri dan tidak mampu
dipikirkan individu tentang diri mengenali kelebihan maupun
sendiri sebagai pribadi (Calhoun & kekurangan yang ada dalam dirinya
Acocella dalam Ghufron, 2016). sehingga tidak dapat menentukan cara
Remaja dengan pengetahuan yang yang tepat untuk mengembangkan
baik akan mengetahui kelebihan dan potensi yang dimiliki, tidak memiliki
kekurangan yang ada pada dirinya. rasa percaya diri ketika harus
Remaja dengan gambaran diri yang berpartisipasi dalam suatu kegiatan
baik ini cenderung lebih mudah sosial, dan merasa tidak aman
dalam melakukan penyesuaian diri terhadap keberadaa dirinya di
dengan lingkungannya (Agustiani, lingkungan. Sedangkan menurut

6
Hurlock (1999) untuk dapat dalam Ekinasmara, 2013). Remaja
menyesuaikan diri dengan baik secara dengan konsep diri yang negatif akan
sosial, remaja harus merasa puas bersikap pesimis terhadap kompetisi.
terhadap kontak sosialnya dan Remaja menjadi tidak berdaya
terhadap peran yang dimainkan dalam melawan persaingan yang dirasa
situasi sosial baik sebagai pemimpin dapat merugikan dirinya sehingga
maupun anggota. akan bersikap defensif terhadap orang
Aspek konsep diri yang ke lain (Surna, 2014). Sikap sosial yang
dua adalah harapan yaitu suatu aspek akan ditunjukkan remaja kepada
pandangan tentang dirinya dan orang lain menjadi tidak
tentang kemungkinan menjadi apa di menyenangkan. Sejalan dengan
masa depan (Calhoun & Acocella pendapat yang dikemukakan oleh
dalam Ghufron, 2016). Remaja Hurlock (1999), bahwa remaja harus
dengan harapan yang baik akan menunjukkan sikap yang
optimis dan memiliki keyakinan diri menyenangkan terhadap orang lain,
dalam menghadapi segala tantangan terhadap partisipasi sosial, dan
yang ada di hadapan dirinya. Remaja terhadap perannya dalam suatu
tidak akan enggan untuk bersaing kelompok sosial apabila ingin dinilai
dalam membuat prestasi sehingga sebagai individu yang dapat
akan mencapai targer belajar menyesuaikan diri dengan baik secara
(Gunarta, 2015). Bila konsep diri sosial.
positif, remaja memiliki keyakinan Aspek konsep diri yang ke
diri dan keoptimisan sehingga akan tiga adalah penilaian yaitu individu
mampu mewujudkan apa yang telah berkedudukan sebagai penilai tentang
dicita-citakan. Remaja dengan konsep dirinya sendiri. Hasil dari penilaian
diri positif memiliki evaluasi diri dan tersebut disebut sebagai harga diri
evaluasi atas lingkungannya yang (Calhoun & Acocella dalam Ghufron,
positif sehingga tidak akan bersikap 2016). Remaja dengan penilaian diri
defensif terhadap orang lain, sikap yang positif memiliki perasaan
yang akan ditunjukkan kepada orang berharga, mampu melihat hal-hal
lain juga akan menyenangkan (Burn yang positif demi keberhasilan di

7
masa yang akan datang sehingga Berdasarkan penjelasan diatas
remaja menjadi optimis dalam meraih penulis mengajukan hipotesis ada
cita-cita. Bila konsep diri positif, hubungan positif antara konsep diri
remaja lebih menghargai dirinya dengan penyesuaian sosial pada
sendiri tanpa harus mencela atau remaja panti asuhan. Artinya semakin
berfikir negatif pada dirinya dan positif konsep diri maka semakin
kondisi yang dialaminya saat ini tinggi penyesuaian sosial, sebaliknya
(Iskandar, 2015). Cita-cita dan semakin negatif konsep diri maka
mimpinya juga bisa diwujudkan semakin rendah penyesuaian sosial.
meskipun dalam kondsi yang berbeda
METODE
dengan kondisi yang dialami
Subjek penelitian ini adalah
sebelumnya. Remaja yang memiliki
remaja panti asuhan di Daerah
konsep diri negatif akan menilai
Istimewa Yogyakarta dengan rentang
dirinya sebagai figur yang
usia 12 sampai 21 tahun sebanyak 95
mengecewakan sehingga akan
orang. Subjek dipilih karena remaja
mengembangkan perasaan tidak
yang tinggal di panti asuhan
berharga dan tidak mampu. Penilaian
cenderung lebih mudah mengalami
negatif ini menimbulkan perasaan
masalah dibandingkan remaja yang
berbeda sedangkan penilaian yang
tinggal dengan keluarga sendiri
positif terhadap dirinya sendiri
(Ramanda, 2016). Diperkuat oleh
menimbulkan perasaan setara dengan
pendapat dari Khairat (dalam
orang lain sehingga pada saat remaja
Ramanda 2016) bahwa permasalahan
berada dalam berbagai keompok,
yang sering terjadi pada anak asuh
remaja menjadi mudah untuk
usia remaja di panti asuhan adalah
menyesuaikan diri. Seperti yang
penyesuaian sosial.
dikatakan oleh Hurlock (1999) bahwa
Metode pengumpulan data
remaja harus dapat melakukan
penelitian ini adalah dengan
penyesuaian dengan baik terhadap
menggunakan skala. Skala yang
berbagai kelompok baik dengan
digunakan adalah Skala Konsep Diri
teman sebaya maupun orang dewasa.
dan Skala Penyesuaian Sosial.

8
Alternatif jawaban tiap butir atau item cenderung tinggi, begitu pula
skala baik Skala Konsep Diri maupun sebalikknya semakin negatif konsep
Skala Penyesuaian Sosial dibuat diri maka penyesuaian sosial pada
dalam empat kategori jawaban dan remaja panti asuhan cenderung
urutannya adalah sebagai berikut: rendah. Diterimanya hipotesis dalam
“Sangat Sesuai”, “Sesuai”, ”Tidak penelitian ini menunjukkan konsep
Sesuai”, dan “Sangat Tidak Sesuai”. diri dapat dianggap sebagai salah satu
Pernyataan dalam skala terdiri dari faktor yang mempengaruhi
aitem favorable dan aitem penyesuaian sosial.
unfaforable. Hasil penelitian ini senada
Analisis data dilakukan dengan pendapat yang dikemukakan
dengan metode korelasi Product oleh Hurlock (1999) bahwa salah satu
Moment dari Pearson. Teknik analisis faktor yang berhubungan dengan
tersebut digunakan dalam penelitian penyesuaian sosial adalah konsep diri.
ini karena tujuan penelitian ini adalah Ekinasmara (2013) dalam
untuk mengetahui hubungan antara penelitiannya yang berjudul
variabel bebas (konsep diri) dan “Hubungan antara Konsep Diri dan
variabel terikat (penyesuaian sosial). Kebutuhan Berafiliasi dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyesuaian Sosial SMP N 8


Madiun” mendukung hal tersebut
Berdasarkan hasil analisis
bahwa konsep diri berkorelasi tinggi
korelasi product moment diperoleh
dengan penyesuaian sosial.
koefisien korelasi antara konsep diri
Menurut Calhoun dan
dengan penyesuaian sosial sebesar r=
Acocella (dalam Ghufron &
0.736 dengan signifikansi p= 0.000.
Risnawita, 2016), aspek-aspek yang
Hal ini menunjukkan bahwa ada
terdapat dalam konsep diri yaitu
hubungan yang positif antara konsep
pengetahuan, harapan, dan penilaian.
diri dengan penyesuaian sosial,
Adanya hubungan antara
sehingga hipotesis yang diajukkan
konsep diri dengan penyesuaian sosial
dalam penelitian diterima. Semakin
berarti bahwa setiap aspek konsep diri
positif konsep diri maka penyesuaian
pada remaja panti asuhan
sosial pada remaja panti asuhan

9
memberikan sumbangan terhadap pandangan setiap manusia
penyesuaian sosial remaja panti mempunyai kelebihan dan
asuhan. Pertama, subjek yang kekurangan masing-masing sehingga
memiliki pengetahuan yang baik subjek tidak akan mengalami
tentang diri sendiri akan mengenali hambatan ketika harus mengikuti
potensi-potensi yang ada pada kegiatan seperti ekatrakulikuler di
dirinya, subjek yakin dengan sekolah atau karang taruna di
kemampuan diri sendiri ketika masyarakat baik ditempatkan sebagai
menghadapi masalah sehingga mudah pemimpin maupun anggota dalam
dalam menyesuaikan diri terhadap kegiatan tersebut.
berbagai kelompok. Menurut Kedua, ketika individu
Agustiani (2009) seseorang dengan memiliki harapan yang baik maka
gambaran diri yang baik cenderung individu tersebut mampu
lebih mudah dalam melakukan mengembangkan diri seperti
penyesuaian diri dengan lingkungan. mengikuti kompetisi (Surna, 2014).
Pandangan individu terhadap diri Menurut Desmita (2016) individu
berpeluang besar terhadap dengan konsep diri yang positif akan
perkembangan diri sendiri secara bersikap optimis, berani mencoba hal
menyeluruh terutama pada baru, berani sukses dan berani pula
penyesuaian sosial (Hartanti dalam gagal, penuh percaya diri, antusias,
Ary, dkk., 2015). Berdasarkan data merasa diri berharga, dan berani
lapangan, subjek yang memiliki menetapkan tujuan hidup.
pengetahuan yang baik tentang diri Berdasarkan data lapangan, subjek
sendiri mampu menyadari berbagai yang memiliki harapan yang baik
kekurangan dalam dirinya dengan terhadap masa depannya memiliki
positif, tidak akan merasa rendah diri keoptimisan, merasa yakin bahwa
sehingga menjadi lebih percaya diri dirinya mampu mewujudkan apa yang
ketika subjek berhubungan dengan menjadi cita-citanya, berusaha sebaik
berbagai kelompok baik teman sebaya mungkin untuk menggapainya dan
di sekolah maupun di masyarakat. bahkan mempersiapkan masa
Selanjutnya, subjek memiliki depannya mulai dari sekarang. Sikap

10
yang akan ditunjukkan yang ada pada dirinya. Subjek menilai
menyenangkan yaitu ketika berada dirinya sendiri sebagai seorang anak
dalam kegiatan atau diskusi kelompok yang berhak mendapatkan masa
tidak segan-segan menyalurkan ide- depan yang lebih baik dari sekarang
ide. Selain itu, subjek dengan harapan dan kasih sayang yang tulus dari
yang baik memiliki semangat yang orang-orang terdekat. Subjek dengan
lebih tinggi dan ketika berinteraksi penilaian yang positif terhadap diri
menjadi lebih terbuka termasuk dalam sendiri menimbulkan perasaan setara
memulai pembicaraan dengan orang dengan orang lain. Subjek tidak akan
baru karena setiap perilaku yang merasa rendah diri dengan status yang
ditunjukkan sesuai dengan pandangan dimiliki saat ini. Subjek dengan
diri yang tidak pesimis menghadapi penilaian yang positif memiliki
segala tantangan dalam hidup. kepercayaan diri, merasa bahwa
Ketiga, individu dengan dirinya berharga, dan bersyukur
penilaian positif akan menyukai dengan apa yang dimiliki saat ini.
dirinya sendiri, menyukai apa yang Dalam hal ini subjek menjadi lebih
dikerjakan, menyukai keberadaan terbuka dengan orang lain dan tidak
dirinya di lingkungan sosial sehingga pilih-pilih dalam bergaul.
memudahkan dirinya dalam Hasil kategorisasi konsep diri
menyesuaikan diri dengan berbagai sebanyak 18 orang (19%) berada
situasi, lingkungan baru, atau orang dalam kategori positif dan 15 orang
yang baru dikenal (Desmita, 2016). (16%) dalam kategori negatif
Individu dengan gambaran diri yang Berdasarkan hasil tersebut dapat
positif akan memandang diri sebagai disimpulkan bahwa subjek dalam
seseorang yang berharga sehingga penelitian ini memiliki
cenderung lebih mudah kecenderungan konsep diri yang
menyesuaikan diri dengan berbagai positif. Hal ini menunjukkan bahwa
kelompok (Agustiani, 2009). secara umum subjek penelitian
Berdasarkan data lapangan, subjek memiliki konsep diri yang positif.
dengan penilaian diri yang positif
akan mampu melihat hal-hal positif

11
Berdasarkan hasil kategorisasi Konsep diri memberikan
dan klarifikasi pada data penyesuaian sumbangan efektif sebesar 54,1%
sosial, dapat disimpulkan bahwa pada penyesuaian sosial remaja panti
remaja panti asuhan yang memiliki asuhan. Hal ini menunjukkan bahwa
penyesuaian sosial yang tinggi konsep diri cukup berpengaruh
sebanyak 50 orang (53%) sedangkan terhadap penyesuaian sosial pada
yang berada dalam kategori sedang remaja panti asuhan. Hasil tersebut
45 orang (47%) dan 0 orang (0%) juga menunjukkan bahwa masih
dalam kategori rendah Berdasarkan terdapat sebanyak 45,9% faktor lain
hasil tersebut dapat disimpulkan yang memepngaruhi penyesuaian
bahwa subjek penelitian ini memiliki sosial pada remaja panti asuhan.
kecenderungan penyesuaian sosial Hurlock (1999) menyatakan faktor-
yang tinggi. faktor lain yang mempengaruhi
Uji tambahan dengan penyesuaian sosial adalah inteligensi,
menggunakan analisis uji beda one pengalaman sosial pada masa kanak-
way anova diperoleh hasil bahwa kanak, kurang model perilaku untuk
berdasarkan letak demografi, subjek ditiru dari orang tua, dan kepribadian
diklasifikasikan dalam 5 kelompok lainnya seperti penerimaan diri, tipe
yaitu, Bantul, Sleman, Gunung Kidul, kepribadian, dan motivasi Schneiders
Yogyakarta, dan Kulon Progo. Hasil (1964) adalah kondisi fisik,
analisis uji beda menunjukkan bahwa lingkungan, budaya, psikologis,
ada perbedaan penyesuaian sosial perkembangan dan kematangan.
pada remaja panti asuhan. Kelompok PENUTUP
subjek Kulon Progo memiliki 1. Simpulan
penyesuaian sosial yang paling tinggi Berdasarkan hasil penelitian
(Mean =104,50), dibandingkan ini dapat diambil kesimpulan yaitu
dengan Gunung Kidul (Mean ada hubungan positif antara konsep
=102,95), Sleman (Mean =98,16), diri dengan penyesuaian sosial pada
Bantul (Mean =96,35), dan remaja panti asuhan. Semakin positif
Yogyakarta (Mean =95,47). konsep diri maka semakin tinggi

12
penyesuaian sosial pada remaja panti setelah anak melepaskan diri
asuhan. dari panti asuhan.
2. Saran c. Bagi peneliti selanjutnya
a. Bagi subjek penelitian Bagi peneliti selanjutnya yang
Bagi subjek penelitian yaitu ingin meneliti tema yang
remaja panti asuhan yang serupa dapat meneliti variabel
sudah memiliki konsep diri lain selain konsep diri.
yang positif hendaknya tetap Menurut Schneiders (dalam
dipertahankan, adapun remaja Agustiani 2009) ada lima
yang konsep dirinya masih faktor yang dapat
negatif hendaknya segera mempengaruhi penyesuaian
memperbaiki dan membentuk sosial meliputi kondisi fisik,
konsep diri yang positif psikologis, lingkungan,
sehingga dapat melakukan budaya, perkembangan dan
penyesuaian sosial dengan kematangan. Sementara
baik. Hurlock (1999) menyebutkan
b. Bagi pihak panti asuhan bahwa ada empat faktor yang
Hasil penelitian ini dapat dapat mempengaruhi
digunakan sebagai acuan bagi penyesuaian sosial seperti
panti asuhan untuk inteligensi, pengalaman sosial
memberikan pengarahan bagi pada masa kanak-kanak,
anak asuhnya tentang kurangnya model perilaku
pentingnya konsep diri seperti untuk ditiru dari orang tua,
yakin akan kemampuan diri, dan karakteristik kepribadian
memiliki harapan yang baik di meliputi tipe kepribadian,
masa mendatang, dan menilai motivasi, dan penerimaan diri.
dirinya sendiri secara positif Ada baiknya bagi peneliti
sehingga memudahkan ketika selanjutnya untuk mengikuti
melakukan penyesuaian sosial prosedur yang benar sebelum
dengan orang lain terutama penelitian dilaksanakan seperti
meminta persetujuan dari

13
panti asuhan terlebih dahulu anak yang dibesarkan di panti
asuhan. Skripsi. Bandung:
kemudian membuat surat
Fakultas Psikologi,
pengantar penelitian. Hal ini Universitas Padjadjaran.
dapat meminimalisir
Departemen Pendidikan Nasional.
kemungkinan terjadinya (2005). Kamus besar bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai
penolakan. Untuk
Pustaka.
mendapatkan hasil yang lebih
Desmita. (2016). Psikologi
mendalam dalam mengkaji
perkembangan peserta didik.
topik yang sama dapat Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
dilakukan dengan metode
kualitatif. Ekinasmara, F. P., & Laksmiwati, H.
(2013). Hubungan konsep diri
DAFTAR PUSTAKA dan kebutuhan berafiliasi
dengan penyesuaian sosial
Agustiani, H. (2009). Psikologi
siswa SMP N 8 Madiun.
perkembangan: pendekatan
Jurnal Psikologi, 1(2), 1-6.
ekologi kaitannya dengan
konsep diri dan penyesuaian
Ghufron, M. N., & Risnawita, R. S.
diri pada remaja. Bandung:
(2016). Teori-teori psikologi.
Refika Aditama.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ary, W. B., Andayani, T. R., &
Gunarta, M. E. (2015). Konsep diri,
Sawitri, D. R. (2015).
dukungan sosial dan
Hubungan konsep diri dengan
penyesuaian sosial mahasiswa
penyesuaian sosial siswa kelas
pendatang di Bali. Jurnal
akselerasi di SMP Negeri 2
Psikologi Indonesia, 4(2),
dan SMP PL Domenico Savio
183-194.
Semarang. Jurnal Bimbingan
Konseling, 9(1), 1-12.
Hartati, L., & Respati, W. S. (2012).
Kompetensi interpersonal
Christiani, N. W. D. (2014). Studi
pada remaja yang tinggal di
korelasi antara self-esteem
panti asuhan asrama dan yang
dengan penyesuaian sosial
tinggal di panti asuhan
pada remaja yang tinggal di
cottage. Jurnal Psikologi,
panti asuhan “X” kota
10(2), 79-86.
Bandung. Skripsi. Bandung:
Fakultas Psikologi,
Hidayati, K. B., & Farid, M. (2016).
Universitas Kristen Maranata,
Konsep diri, adversity
Bandung.
quotient dan penyesuaian diri
pada remaja. Jurnal Psikologi
Dalimunthe, K. L. (2009). Kajian
Indonesia, 5(2), 137-144.
mengenai kondisi psikososial

14
Hurlock, E. B. (1999). Perkembangan Santrock, J. W. (2007). Adolescence:
anak jilid 1. Jakarta: Erlangga. perkembangan remaja.
Jakarta: Erlangga.
_____________(1999). Schneiders, A. A. (1964). Personal
Perkembangan anak jilid 2. adjustment and mental health.
Jakarta: Erlangga. New York: Rinehart &
Winston.
_____________(2002). Psikologi
perkembangan: suatu
Sobur, A. (2011). Psikologi umum.
pendekatan sepanjang rentang
Bandung: Pustaka Setia.
kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Surna, I. N. (2014). Psikologi
Iskandar. (2015). Peran konsep diri
pendidikan 1. Jakarta:
dan kemandirian dalam
Erlangga.
penyesuaian sosial
penyandang tunanetra di Panti
Yulianingtyas, K., & Yuniati, R.
Sosial Bina Daksa (PSBD)
(2008). Hubungan antara pola
Wirajaya Makasar. Jurnal
asuh demokratis orang tua
Baca Edisi, 8(3), 187-193.
dengan penyesuaian sosial pada
remaja siswa SMA Negeri 1
Monks, F. J., Knoers, A. M. P., &
Purwantoro. Jurnal
Haditono, S. R. (2006).
Psikohumanika, 1(2), 1-13.
Psikologi perkembangan:
pengantar dalam berbagai
bagiannya. Yogyakarta:
Gadjah Mada University
Press.

Putri, G. G., Agusta, P. K. D., &


Najahi, S. (2013). Perbedaan
self-acceptence (penerimaan
diri) pada anak panti asuhan
ditinjau dari segi usia. Jurnal
Psikologi Indonesia, 8(5), 11-
15.

Ramanda, P., & Ramdani. (2016).


Upaya meningkatkan
penyesuaian sosial anak asuh
usia remaja di panti asuhan.
Jurnal Kopasta, 1(3), 14-22.

15

Anda mungkin juga menyukai