Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Bahan Bakar

Bahan bakar merupakan suatu materi di mana apabila dipanaskan pada suhu

tertentu disertai oksidasi dengan oksigen (O2) akan terjadi proses pembakaran.

Produk hasil proses pembakaran ada tiga, yaitu; radiasi panas, emisi gas buang dan

abu. Berdasarkan formasi dan proses pembentukannya bahan bakar dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa macam, antara lain;

1. Berdasarkan materi pembentuknya, bahan bakar dapat diklasifikasikan menjadi

dua, yaitu:

a. Bahan bakar berbasis bahan organik, yang terdiri dari:

• Bahan bakar fosil, misalnya: batubara, minyak bumi dan gas bumi.

• Bahan bakar terbarukan (biofuel), misalnya; biomassa, biogas,

biodiesel, bioetanol yang berbasis pada minyak nabati dan hewani.

Bahan bakar organik tersusun dari unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H),

nitrogen (N), oksigen (O), sulfur (S), dan lain-lain dalam jumlah kecil. Dari

beberapa unsur kimia pembentuk bahan bakar tersebut, unsur C, H, dan S

merupakan kandungan utama yang berperan sebagai bahan bakar.

Universitas Sumatera Utara


b. Bahan bakar nuklir, misalnya;uranium dan plutonium. Energi yang

dihasilkan dari reaksi rantai penguraian atom-atom melalui peristiwa

peluruhan radioaktif.

2. Berdasarkan wujudnya, bahan bakar dibagi menjadi tiga, yaitu; Bahan bakar

padat, bahan bakar cair, dan Bahan bakar gas.

3. Berdasarkan proses pembentukannya, bahan bakar dibagi menjadi dua, yaitu;

Bahan bakar alamiah dan bahan bakar non-alamiah.

2.2. Biomassa dari Produk Samping Pabrik Kelapa Sawit

Biomassa merupakan bahan bakar organik yang terbentuk dari zat-zat organik

yang disusun oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis (dengan bantuan energi

matahari). Biasanya bahan bakar jenis ini diklasifikasikan ke dalam bahan bakar

padat yang memiliki unsur kimia antara lain: zat arang atau karbon (C), hidrogen

(H), zat asam atau oksigen (O), zat lemas atau nitrogen (N), belerang (S), abu dan air,

yang semuanya itu terikat dalam satu persenyawaan kimia. Salah satu bahan bakar

padat alternatif yang digunakan sebagai sumber energi adalah biomassa.

Biomassa merupakan materi turunan organisme hidup seperti tumbuh-

tumbuhan. Sebagai contoh pupuk, sampah, dan serbuk gergaji, yang semuanya itu

merupakan sumber biomassa. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang

meliputi banyak karbon yang tidak sama dengan sumber-sumber alamiah lain seperti

bahan bakar minyak, batubara dan bahan bakar nuklir.

Universitas Sumatera Utara


Biomassa sawit termasuk dalam kategori bahan bakar padat yang

mengandung dua komponen utama, yaitu; komponen dapat terbakar (combustible)

dan komponen tak dapat dibakar (uncombustible). Komponen dasar yang tak dapat

terbakar adalah air (water) dan abu (ash) dan bahan yang dapat dibakar adalah gas

dan karbon. Perbedaan utama antara biomassa dengan batu bara adalah bahwa

kandungan volatile matter pada biomassa relatif lebih banyak dibanding batu bara

dan kandungan abu pada biomassa lebih sedikit dibanding batu bara.

Dalam penelitian ini biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar adalah

serat buah kelapa sawit (mesocarp). Serat buah sawit merupakan limbah padat dari

industri pengolahan kelapa sawit. Persentase serat buah sawit dalam satu ton tandan

buah segar (TBS) yang diolah sekitar 18% (Guthrie Plantation and Agriculture

service, 1995)

Seperti diketahui bahwa untuk membangkitkan uap guna mendukung kegiatan

proses produksi di pabrik kelapa sawit (PKS) diperlukan sejumlah energi yang

diperoleh dari proses pembakaran biomassa sawit. Pada umumnya biomassa sawit

yang digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan tersebut adalah serat buah sawit

(mesocarp). Serat tersebut diperoleh dari mesin screw press setelah buah sawit

mengalami proses pengempaan. Menurut kharakteristiknya, biomassa serat buah

sawit memiliki kadar air antara 30–50% dengan nilai kalor 4.278 Cal/gr (17.911,13

kJ/kg) dan kandungan volatile matter (VM) sekitar 71,47% serta kandungan karbon

(C) 44,97% (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2.3. Proses Pembakaran

Pembakaran merupakan reaksi kimia cepat antara oksigen dan bahan bakar

pada suhu tertentu, yang disertai pelepasan suatu kalor. Berdasarkan kondisinya,

pembakaran dibagi menjadi tiga, yaitu; pembakaran spontan, pembakaran sempurna

dan pembakaran parsial. Sebelum proses pembakaran berlangsung, terlebih dahulu

bahan bakar dinaikkan suhunya hingga titik bakarnya tercapai (flash point).

Penguraian dan oksidasi dimulai pada suhu yang rendah ke suhu tinggi. Jika bahan

bakar mengandung unsur oksigen dan zat penguap (volatile matter) yang tinggi maka

suhu penguraian dan oksidasi akan semakin rendah.

Pada proses pembakaran biomassa, 80% energi yang dilepaskan dalam bentuk

gas yang mudah terbakar dan sisanya dalam bentuk karbon. Oleh karena itu, selama

proses pembakaran sangat penting untuk mempertahankan agar oksigen dapat selalu

dijaga dalam kontak dengan bahan bakar dan gas-gas yang terbentuk ketika

pembakaran berlangsung pada suhu penyalaannya. Kontak yang baik antara bahan

bakar dengan oksigen akan menghasilkan proses pembakaran secara cepat dan

komplit, sehingga diperoleh efisiensi pembakaran yang relatif tinggi.

Jika bahan bakar dalam bentuk gas, maka pencampuran reaktan (oksigen dan

bahan bakar) dapat dicapai secara optimal karena substansi gas-gas tersebut dapat

dengan mudah dicampur secara cepat dan tepat sesuai dengan rasio kebutuhan udara

yang diperlukan. Proses pembakarannya pun mungkin dapat terjadi secara cepat, dan

kemudian pengontrolannya pun juga lebih cepat terutama dalam penambahan atau

Universitas Sumatera Utara


pengurangan bahan bakar maupun oksigen yang diperlukan. Supaya proses

pembakaran bahan bakar biomassa juga dalam situasi yang sama dengan proses

pembakaran gas alam, maka bahan bakar biomassa yang dioksidasi perlu direduksi

ukurannya menjadi partikel-partikel lebih kecil dari kondisi awalnya.

Proses pembakaran pada bahan bakar pada pada umumnya dibagai menjadi 3

tahap, antara lain;

1. Proses pengeringan

2. Proses devolatilisasi

3. Proses pembakaran karbon

Pada saat biomasa dipanasi, kandungan air di dalam bahan bakar sedikit demi

sedikit mulai menguap pada suhu antara 90 – 100 OC. Kandungan air yang dilepaskan

dari bahan bakar biomasa tersebut kemudian mengalir keluar bersama dengan gas

buang melalui cerobong. Pada suhu antara 140 – 400 OC terjadi proses devolatilisasi

yang akan melepaskan gas-gas pembentuk unsur biomassa (volatile). Gas-gas

tersebut kemudian dioksidasi dengan udara sekunder dan akan melepaskan kalor

hingga suhunya mencapai 800 – 1.026 OC (De Souza and Santos, 2004). Proses

pembakaran tersebut terjadi secara sinambung mengikuti ketiga reaksi di atas.

Sebagaimana diketahui bahwa pembakaran adalah proses oksidasi dimana

oksigen diberikan dengan mengikuti rasio udara berlebih terhadap massa bahan bakar

agar diperoleh reaksi pembakaran yang komplit. Reaksi utama dari proses

pembakaran antara karbon dengan oksigen akan membentuk karbon monoksida (CO)

dan karbon dioksida (CO2). Karbon dioksida merupakan produk pembakaran yang

Universitas Sumatera Utara


memiliki temperatur rendah. Oksidasi karbon monoksida ke karbon dioksida hanya

dapat terbentuk jika memiliki sejumlah oksigen yang seimbang. Kandungan CO yang

tinggi mengindikasikan proses pembakaran tidak komplit dan ini harus seminimal

mungkin dihindari, karena:

a. CO adalah gas yang dapat dibakar. Kandungan CO yang tinggi akan

menghasilkan efisiensi pembakaran yang rendah

b. Dapat menyebabkan gangguan bau (odour)

c. Bila konsentrasi gas CO sangat tinggi mempunyai resiko yang tinggi bagi

makhuk hidup dan lingkungan sekitarnya.

Emisi gas CO2 di atmosfer sangat problematik, sejak kehadiran CO2 menjadi

pertimbangan utama dalam kasus efek pemanasan global maka keberadaan CO2 saat

ini mulai dipertimbangkan lagi. Selama proses pembakaran bahan bakar biomasa gas

CO2 yang dikeluarkan akan segera diikat kembali oleh tanaman selama proses

pertumbuhannya berlangsung. Hal ini dapat terjadi karena CO2 yang dihasilkan dari

proses pembakaran biomasa adalah CO2 netral berbeda dengan bahan bakar fosil.

Selama proses pembakaran biomassa juga akan menghasilkan gas metan

(CH4) yang merupakan komponen dasar dari gas alam. CH4 mempunyai kontribusi

yang besar terhadap efek pemanasan global, bahkan lebih kuat 21 kali dari pada CO2.

Keberadaan CH4 di atmosfer dapat mencapai jangka waktu 12 tahun sebelum

akhirnya terdegradasi secara alami. Beberapa gas lainnya juga akan dihasilkan dari

reaksi oksidasi antara oksigen dengan komponen bahan bakar seperi oksida-oksida

Universitas Sumatera Utara


nitrogen, yaitu; NO, N2O, dan NO2. Pada beberapa literatur menyebutkan bahwa

jumlah oksida nitrogen diperoleh dari dua sumber, yaitu; panas dan udara.

Untuk mendapatkan proses pembakaran secara komplit diperlukan sejumlah

udara pembakaran yang cukup untuk mengoksidasi unsur-unsur pembentuk biomassa.

Jumlah kebutuhan udara untuk keperluan oksidasi bahan bakar biomassa dapat

ditentukan berdasarkan persentase kandungan unsur-unsur pembentuknya. Komposisi

unsur senyawa bahan bakar dapat diketahui melalui analisis proksimasi (analisis

pendekatan) dan analisis ultimasi (analisis tuntas).

2.3.1. Analisis Proksimasi (Proximate)

Analisa ini dilakukan pada bahan bakar padat yang didasarkan pada sifatnya

yang dapat/ mudah menguap atau membentuk gas (volatile), yaitu:

a. Fixed carbon

Merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam reaktor pembakaran

setelah bahan yang mudah menguap didestilasi. Kandungan utamanya adalah

karbon tetapi juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang

tidak terbawa gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai

panas bahan bakar.

b. Volatile matter

Bahan yang mudah menguap dalam bahan bakar seperti; metan, hidrokarbon,

hidrogen, karbon monoksida, dan gas-gas yang tidak mudah terbakar (karbon

dioksida dan nitrogen). Bahan yang mudah menguap merupakan indeks dari

Universitas Sumatera Utara


kandungan bahan bakar bentuk gas di dalam bahan bakar. Kandungan bahan

yang mudah menguap pada biomasa berkisar antara 60 – 80 %. Hal inilah

menjadi alasan utama mengapa arang di dalam karung terlihat lebih ringan bila

dibandingkan dengan volume yang tampak. Arang karbon mempunyai volume

asli yang lebih ringan dari pada biomasa dalam keadaan normal (sebelum

dibakar). Ini dapat terjadi karena 80 % dari pembentuknya (volatile matter)

telah hilang terdevolatilisasi pada saat proses gasifikasi. Kandungan volatile

yang tinggi pada bahan bakar menandakan bahwa jumlah persentase udara

pembakaran secara umum harus lebih banyak diberikan pada bagian atas

tumpukan bahan bakar (secondary air), dimana gas-gas yang telah

terdevolatilisasi tersebut akan dibakar, dan tidak di bawah tumpukan bahan

bakar (primary air).

c. Kadar abu

Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungan abu pada bahan

bakar biomasa relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar batu

bara, yaitu; berkisar antara 1 % - 6 %. Bahan bakar biomasa juga mengandung

kadar garam yang mempunyai peranan penting dalam proses pembakaran.

Kandungan utamanya adalah potassium (K) dan sebagian sodium (Na), di

mana kandungan garam dasar tersebut menghasilkan abu yang bersifat

lengket. Hal ini yang biasanya banyak ditemui pada beberapa kasus pada

boiler menyebabkan deposit pada permukaan boiler.

Universitas Sumatera Utara


d. Kadar air

Kandungan air yang tinggi di dalam bahan bakar biomasa dapat menurunkan

efisiensi proses pembakaran dan menurunkan kandungan panas per kg bahan

bakar.

Berdasarkan hasil analisis proksimasi dan ultimasi, karakteristik bahan bakar

biomassa dari limbah padat pengolahan kelapa sawit disajikan seperti tampak pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Karakteristik Bahan Bakar Biomassa dari Limbah Padat Kelapa Sawit
Parameter Analisis Jenis Biomassa
(Dried Sample) Standard Acuan :
Tandan Kosong Serat Cangkang Unit Basis International
Sawit Standard / ASTM
PROKSIMASI
Moisture In Air(M) 9,38 9,35 9,76 % adb ASTM D.3173

Ash(A) 5,38 3,87 1,19 % adb ASTM D.3174

Volatile Matter(VM) 68,47 71,47 69,95 % adb ISO D.562

Fixed Carbon (FC) 16,77 15,31 19,10 % adb ASTM D.3172

Nilai Kalor 4469 4278 4515 Cal/gr adb ASTM D.5865

ULTIMASI
Carbon (C) 46,50 44,97 45,74 % adb ASTM D.3178

Hydrogen(H) 7,13 6,99 5,54 % adb ASTM D. 3179

Nitrogen(N) 0,89 0,45 0,25 % adb ASTM D. 3179

Total Sulfur(S) 0,21 0,14 0,09 % adb ASTM D. 3177

Oxygen(O) 39,89 43,58 47,19 % adb ASTM D. 3176

Chlorine(Cl) 0,17 trace Trace % adb ASTM D.2361

True Spesific Gravity (TSG ) 1,42 1,48 1,42 ASTM D.167


Sumber: PPKS (2007)

Universitas Sumatera Utara


2.3.2. Analisis Ultimasi (Ultimate)

Analisis ini bertujuan untuk menentukan berbagai macam unsur kimia seperti

karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah

udara yang diperlukan untuk pembakaran dan menentukan volume gas pembakaran.

Informasi ini diperlukan untuk perhitngan suhu nyala dan perancangan saluran gas

buang dan lain-lain. Data analisis ini meliputi:

a. Karbon (C).

b. Hidrogen (H).

c. Nitrogen (N)

d. Oksigen (O), dan

e. Sulfur (S).

Setelah dilakukan analisis, maka dapat dihitung jumlah udara pembakar yang

dibutuhkan untuk melakukan pembakaran sempurna. Perhitungan ini dapat dihitung

melalui pendekatan stoikiometri. Air Fuel Ratio (AFR) merupakan perbandingan

massa udara yang ada selama proses pembakaran. Ketika semua bahan bakar

bergabung dengan udara bebas, campuran tersebut berdasarkan reaksi kimia

setimbang dan perbandingan AFR ini disebut dengan campuran stoikiometri.

Campuran stoikiometri ini dapat terjadi jika jumlah oksigen dalam campuran

tepat untuk bereaksi dengan C, H, dan S membentuk CO2, H2O dan SO2. Secara teori

campuran stoikiometri harus mempunyai cukup udara untuk melakukan pembakaran

Universitas Sumatera Utara


sempurna dari bahan bakar yang tersedia. Namun, pada prakteknya hampir tidak

pernah tercapai, karena beberapa kondisi yang tidak ideal.

Lambda (λ) dapat digunakan sebagai suatu alternatif untuk mewakili AFR.

Lambda (λ) merupakan ukuran untuk mengetahui seberapa besar stoikiometri tersebut

berperan dalam campuran. Suatu campuran dikatakan campuran kaya bahan bakar,

bila lamda (λ) >1, sedangkan campuran dikatakan kurus bahan bakar bila λ < 1.

Sementara itu, campuran dikatakan ideal atau sesuai dengan stoikiometri bila λ≈1

(Kenneth, 2005). Jika jumlah lamda sama dengan 1 maka dikatakan setimbang, jika

kurang dari 1 disebut campuran kental dan jika lebih besar dari 1 disebut campuran

miskin.

Hubungan langsung antara lambda (λ) dan stoikiometri dapat dihitung melalui

harga lambda (λ) yang telah diketahui, perkalian lambda (λ) hasil pengukuran

terhadap AFR stoikiometri untuk bahan bakar yang dimaksud. Untuk memperoleh

harga lamda (λ) dari nilai (F/A), dapat dihitung melalui pembagian F/A terhadap AFR

stoikiometri. Biasanya lamda untuk bahan bakar biomassa sekitar 1,4 – 1,6

(Davidson, 2006). Persamaan reaksi ini dapat ditulis dengan:

( F / A)
λ=
( F / A) stoikiomteri ……………………..…. (2.1)

Dimana;

F = Jumlah bahan bakar (kg)


A = Udara pembakaran (kg)

Universitas Sumatera Utara


Untuk melakukan pembakaran diperlukan kalor, besarnya kalor yang

dibutuhkan disebut dengan nilai kalor (calorific value). Jumlah nilai kalor yang

dibutuhkan oleh setiap bahan bakar berbeda-beda tergantung dari titik nyalanya (flash

poin). Nilai kalor juga dapat didefenisikan sebagai panas total yang diberikan saat

bahan bakar yang digunakan terbakar sempurna dengan oksigen bebas. Nilai kalor

dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Nilai kalor atas

Nilai kalor atas disebut juga GHV (gross heating value), GCV (gross calorific

value) atau HHV (higher heating value), yaitu; kalor laten yang dihasilkan dari

uap air yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan yang berguna yang

ditambahkan ke dalam nilai kalor bawah. Nilai HHVdapat dicari melalui

persamaan Dulong (Muin, 1988), berikut;

HHV = 33.950C+144.200 [H2-(O2/8)]+9.400S …………….. (2.2)


Dimana,

HHV = Nilai kalor atas (higher heating value) (kJ/kg)


C = Kandungan karbon dalam bahan bakar (%)
H2 = Kandungan hidrogen dalam bahan bakar (%)
O2 = Kandungan oksigen dalam bahan bakar (%)
S = Kandungan sulfur dalam bahan bakar (%)

b. Nilai kalor bawah

Nilai kalor bawah disebut juga NCV (net calorific value), NHV (net heating

value) atau LHV (lower heating value), yaitu; kalor yang dihasilkan saat nilai

kalor bahan bakar ditentukan, mengingat bahwa air dalam bentuk uap. Nilai

LHVdapat dicari melalui persamaan Dulong (Muin, 1988), berikut;

(2.3)

Universitas Sumatera Utara


LHV = HHV – 2.400 (M + 9H2) ……………………...
Dimana,

LHV = Nilai kalor rendah (low heating value) (kJ/kg)


HHV = Nilai kalor atas (higher heating value) (kJ/kg)
M = Kandungan air dalam bahan bakar (%)
H2 = Kandungan hidrogen dalam bahan bakar (%)

2.4. Perbandingan Udara Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)

2.4.1. Perbandingan Udara Bahan Bakar Teoritis

Perbandingan udara bahan bakar teoritis atau stoikiometri menunjukkan

kebutuhan udara minimum untuk pembakaran sempurna suatu bahan bakar.

Perbandingan ini dapat dinyatakan dalam bentuk massa udara/massa bahan bakar,

mol udara/mol bahan bakar, ataupun dalam bentuk volume udara/volume bahan

bakar. Perbandingan ini dapat ditentukan dengan analisis ultimasi begitu terbakar.

Perbandingan ini dihitung dengan membuat kesetimbangan massa oksigen pada

reaktan dapat terbakar (karbon, hidrogen dan sulfur).

Perbandingan udara bahan bakar teoritis ditulis dengan persamaan:

 A Massa O2 yang dibutuhkan dari udara per kg bahan bakar


  = …….. (2.4)
 F  teoretis 0,232

Dimana;

F = Jumlah bahan bakar (kg)


A = Udara pembakaran (kg)
Faktor 0,232 merupakan fraksi massa oksigen dalam udara.

Universitas Sumatera Utara


2.4.2. Perbandingan Udara Bahan Bakar Aktual

Angka perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual untuk suatu proses

pembakaran umumnya ditaksir dari pengukuran eksperimental komponen-komponen

gas di dalam gas buang. Gas buang dapat dianalisis dengan menggunakan peralatan

orsat. Untuk menentukan perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual pada

waktu membakar suatu bahan bakar maka analisis ultimasi dan analisis orsat sangat

diperlukan. Setelah analisis gas buang dengan menggunakan gas analyser dan

analisis ultimasi diketahui, maka perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual

dapat dihitung melalui persamaan:

 (% N 2 )(28) 
 Cb − N f 
 A (%CO + %CO2 )(12)
  = 
 F  aktual 0,768 ……………… (2.5)
Dimana :

 A
  = Perbandingan udara bahan bakar aktual ( p )
 F  aktual
Cb = Massa karbon yang sebenarnya terbakar per satuan massa
bahan bakar.
Nf = Fraksi massa nitrogen dalam bahan bakar (dari analisis
ultimasi).
0,768 = Fraksi massa nitrogen dalam udara.
Harga Cb dapat dihitung melalui persamaan:

C b = C − C r ……………………………......(2.6)
Dimana:

C = Fraksi massa karbon dari analisis ultimasi begitu terbakar.


Cr =Fraksi massa bahan bakar karbon yang tak terbakar di dalam
sisa.

Universitas Sumatera Utara


Secara teoretis, oksigen dan karbon monoksida tidak dapat muncul secara serempak

dalam gas buang tetapi biasanya keduanya muncul dalam proses pembakaran aktual

disebabkan oleh pencampuran tak sempurna.

Apabila angka perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual diketahui,

maka persentase kelebihan udara dapat dihitung. Persentase kelebihan udara

ditentukan melalui persamaan:

Persentase Kelebihan Udara =


( p )− ( d )
(0,01) − ( d ) ……………… (2.7)
Dimana :

p = Angka perbandingan udara bahan bakar aktual


d = Angka perbandingan udara bahan bakar teoretis

2.5. Proses Pembakaran Pada Tungku Pembakaran Fixed-bed

Boiler di pabrik kelapa sawit, pada umumnya menggunakan tungku


pembakaran jenis fixed-bed. Pada tungku ini, distribusi bahan bakar ke dalam ruang
pembakaran dilakukan secara overfeed. Udara pembakaran dialirkan melalui dua
buah saluran udara, yaitu saluran udara primer (primary air) yang terletak di bagian
bawah grate dan saluran udara sekunder (secondary air) yang terletak pada dinding
bagian atas grate di sisi kiri dan kanan dinding.
Tungku pembakaran jenis fixed-bed merupakan tungku pembakaran biomassa
menggunakan grate dengan model alas tetap atau tidak bergerak. Di mana bahan
bakar yang akan dibakar ditumpuk di atas alas dasar (bed) tungku pembakaran
(Gambar 2.1- 2.2). Pada tungku pembakaran fixed-bed terdapat susunan logam secara
memanjang yang berfungsi sebagai alas dasar bahan bakar. Material logam yang

Universitas Sumatera Utara


mempunyai lubang dengan jarak tertentu tersebut berguna untuk memasukkan udara
dari bagian bawah tungku pembakaran. Jumlah bukaan lubang udara pada alas dasar
(bed) tungku pembakaran antara 20-40 % dari total luas area grate (Woodruff, 1984).

Gambar 2.1. Pengumpanan Bahan Bakar PadaReaktor Fixed-bed.

a) Wide grate, 1 in

b) Wide grate, 3 in

c) Coal Tupper grate

d) Sawdust grate

Gambar 2.2. Jenis Grate Pada Reaktor PembakaranFixed-bed.

Proses pengumpanan bahan bakar biomassa ke dalam ruang pembakaran di

boiler dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan bantuan peralatan mekanis (rotary

feeder) dan operator (Gambar 2.3).

a) Secara Manual b) Secara Mekanis


Gambar 2.3. Metode Pengumpanan Bahan Bakar pada Reaktor Fixed-bed

Universitas Sumatera Utara


Di pabrik kelapa sawit, proses pengumpanan bahan bakar pada umum

dilakukan dengan kombinasi dua cara tersebut di atas, yaitu secara mekanis dan

manual. Kebanyakan prosedur pengisian bahan bakar ke dalam ruang pembakaran

dilakukan dengan mengandalkan “feeling” dari seorang operator berdasarkan

indikator tekanan presure gauge boiler. Apabila tekanan kerja boiler turun maka

diberikan umpan bahan bakar secara banyak dan apabila bahan bakar yang

diumpankan berlebih maka operator boiler yang berada di bagian bawah akan

mengeluarkan sebagian bahan bakar yang berada di dalam boiler tersebut.

Cara pengisian bahan bakar yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek

stoikiometri (memenuhi prinsip kesetimbangan campuran antara bahan bakar dan

udara) dapat menurunkan efisiensi pembakaran (karena boros bahan bakar). Proses

pembakaran tidak sempurna yang diindikasikan dengan konsumsi bahan bakar yang

boros akan memberikan dampak lain yang tidak kalah penting, yaitu penurunan

kualitas lingkungan akibat peningkatan emisi pembakaran di udara.

Umpan bahan bakar yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kelebihan

bahan bakar di dalam ruang pembakaran. Tumpukan bahan bakar yang melebihi

beban grate tersebut dapat menyebabkan bahan bakar sulit teroksidasi dengan baik

karena propagasi api menjadi lambat akibat padatnya bahan bakar. Jumlah beban

massa bahan bakar yang diumpankan ke dalam ruang bakar (grate) dapat ditentukan

dapat ditentukan melalui persamaan berikut ini (De Souza and Santos, 2004)

HHV fuel
Grate load =
Agrate
…………………………….(2.8)

Universitas Sumatera Utara


Di mana:

HHV fuel : Nilai kalor tinggi bahan bakar (J/kg)


A grate : Luas permukaan grate (mm2)

Penumpukan bahan bakar yang tidak terkontrol di atas grate ditambah dengan

kandungan air yang relatif tinggi serta kurangnya pasokan udara pembakaran di

dalam ruang pembakaran merupakan suatu kombinasi yang sangat kuat dalam

menurunkan kualitas pembakaran (Hallett, 2005). Jumlah kandungan air yang

berlebihan (<20%) di dalam bahan bakar biomasa sangat berpengaruh terhadap

kenaikan volume gas buang karena dapat menurunkan temperatur nyala api

pembakaran sehingga dapat menurunkan efisiensi pembakaran. Kondisi tersebut

secara signifikan juga dapat mempengaruhi proses laju kecepatan pembentukan uap

pada pembangkit uap (boiler). Tentu saja hal ini secara makro akan menurunkan

produktivitas kerja unit proses pengolahan kelapa sawit di pabrik kelapa sawit.

Gambar 2.4. Hubungan Antara Udara Pembakaran dan Tebal Tumpukan Bahan
Bakar Terhadap Pembentukan Emisi Gas Karbon

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4, menunjukkan pengaruh ketebalan tumpukan bahan bakar dan

jumlah fluks massa udara primer terhadap tren evolusi karbon (carbon) pada saat

proses oksidasi. Gambar tersebut menunjukkan bahwa, ada pengaruh yang cukup

signifikan tebal tumpukan bahan bakar dan kecukupan pemberian udara pembakaran

terhadap produksi emisi karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Ini

artinya bahwa, jumlah udara dan tebal tumpukan bahan bakar sangat memegang

peranan penting dalam proses oksidasi unsur karbon yang akan berevolusi menjadi

emisi gas CO dan CO2.

2.6. Kinetika Reaksi Pembakaran

Proses pembakaran merupakan reaksi eksotermal, dimana ketika proses

oksidasi tersebut berlangsung akan mengeluarkan sejumlah energi atau menghasilkan

sejumlah kalor dengan suhu panas tertentu. Seperti diketahui bahwa temperatur

pembakaran sangat mempengaruhi laju reaksi proses pembakaran. Berdasarkan

pengalaman empiris diketahui bahwa proses pembakaran mempunyai konstanta laju

yang mentaati persamaan Arrhenius;

dY
= Ae − E / RT ………………………………. (2.9)
dt
Di mana;
Y : Fraksi massa = m(t)/mi
mi : Massa awal
m(t) : Massa yang berubah terhadap waktu
dY : Penurunan fraksi massa
dt : Perubahan waktu (dt)
A : Faktor pre-eksponensial (%/s)
e : Bilangan natural (2,72)
E : Energi aktifasi bahan (J/mol)

Universitas Sumatera Utara


R : Konstanta gas (8,31 J/mol K)
T : Suhu pembakaran (K)

Dengan demikian untuk proses pembakaran, ternyata bahwa grafik antara ln [dY/dt]

terhadap 1/T akan menghasilkan garis lurus (Gambar 2.5).

𝑑𝑌
ln=
𝑑𝑡
𝐸
Slope = −
𝑅

y = ax - c
1
𝑇
Gambar 2.5. Kurva Hubungan Antara ln [dY/dt] dengan 1/T

Energi aktivasi (E) merupakan energi minimum yang harus dimiliki reaktan

untuk membentuk suatu produk. Ketergantungan temperatur reaksi ditentukan oleh

energi aktivasi dan tingkat temperatur dari reaksi. Sebagai contoh, reaksi fase

pembentukan gas pembakaran terdapat banyak tumbukan dalam setiap detik, tetapi

hanya sebagian kecil diantaranya yang cukup berenergi untuk menghasilkan reaksi.

Fraksi tumbukan dengan energi kinetika melebihi energi aktivasi (E) yang dinyatakan
–E/RT
dengan distribusi Boltszmann e . Jadi, faktor eksponensial dapat ditafsirkan

sebagai fraksi tumbukan yang mempunyai cukup energi untuk menghasilkan reaksi.

Universitas Sumatera Utara


Energi aktivasi dalam proses pembakaran biomasa (pers. 2.9) selanjutnya

dapat diubah menjadi:

dY E
ln = ln A − (2.10)
dt RT
Dengan melakukan pengujian di laboratorium terhadap bahan bakar dengan

metode thermogravimetry maka akan diperoleh pasangan dY/dt dan T, sehingga

dapat dibuat grafik hubungan antara ln (dY/dt) dengan 1/T. Kurva yang terbentuk

tersebut kemudian dapat dicari persamaan garis lurusnya melalui metode regresi

linear seperti pada Gambar 2.5.

Persamaan linier yang diperoleh dari hubungan kurva ln [dY/dt] dan 1/T

tersebut dimasukkan ke dalam persamaan 2.10, sehingga diperoleh persamaan 2.11.

sebagai berikut;

dY E 1
y= ax - c ln =− − ln
 A
dt
  RT c
y a x
………….………..(2.11)
Dengan demikian energi aktivasi dapat diperoleh dari persamaan 2.12 berikut ini;

E = -aR ……………………………………...(2.12)
Sementara itu nilai faktor pre-eksponensial (A) diperoleh dengan cara meneruskan

grafik y = ax - c hingga memotong sumbu y atau (1/T = 0), dimana;

dY E 0
ln = ln A −
dt RT …………………………(2.13)

dY
A= 1
dt =0
T
…………………….…………(2.14)

Universitas Sumatera Utara


2.7. Rencana Penelitian

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa fokus dari kegiatan riset ini adalah

melakukan kajian tentang pengaruh rasio udara pembakaran antara udara primer dan

sekunder terhadap efisiensi proses pembakaran serat buah sawit. Adapun parameter

efisiensi pembakaran yang diamati antara lain; nilai kalor rendah bahan bakar (Low

Heating Value), kadar CO2 teoritis, kadar oksigen di dalam gas buang, suhu gas

buang, kandungan air di dalam emisi gas buang dan suhu pembakaran di dalam

reaktor pembakaran.

Kegiatan riset yang akan dilakukan ini termasuk dalam kategori penelitian

eksperimental, untuk itu dibutuhkan sebuah reaktor pembakaran yang digunakan

untuk kegiatan eksperimen. Jenis reaktor pembakaran yang digunakan dalam riset ini

adalah fixed-bed. Pengamatan kondisi pembakaran pada saat eksperimen dilakukan

dengan bantuan beberapa alat instrumen, antara lain;

1. Thermocouple jenis K. Alat ini digunakan untuk mendeteksi besaran suhu


O
pembakaran hingga 1.375 C. Jumlah thermocouple yang digunakan untuk

pengamatan suhu di dalam ruang pembakaran sebanyak 9 batang.

2. Gas analyzer. Alat ini digunakan untuk mengukur kadar emisi gas buang yang

dihasilkan dari tiap kondisi pembakaran. Alat tersebut dapat mengukur jumlah

emisi gas pembakaran terutama gas CO, CO2 dan O2.

3. Anemometer. Alat ini digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara

pembakaran yang dialirkan ke dalam ruang pembakaran. Laju kecepatan aliran

Universitas Sumatera Utara


udara yang didistribusikan pada saluran udara primer dan sekunder, debitnya

diukur dengan menggunakan alat ini.

4. Data logger. Digunakan untuk merekam data hasil eksperimen secara langsung

(real time) dari kondisi proses pembakaran. Alat ini secara otomatis dapat

memasukkan data hasil pengukuran perkembangan suhu pembakaran yang terjadi

di dalam ruang bakar.

5. Neraca analitik (Scales). Alat ini digunakan untuk menimbang berat massa serat

yang akan digunakan untuk setiap kali proses pembakaran pada setiap

eksperimen.

2.7.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa kegiatan riset yang dilakukan ini

dilatar-belakangi adanya fenomena asap berwarna hitam dan putih pekat yang sering

muncul di saluran gas buang boiler pabrik kelapa sawit. Di mana, diduga kuat

kejadian tersebut mengindikasikan bahwa proses pembakaran bahan bakar biomassa

sawit di dalam ruang bakar boiler berlangsung dengan tidak sempurna.

Secara konseptual, kerangka berpikir dari kegiatan riset ini ditunjukkan

seperti tampak pada Gambar 2.5.

Universitas Sumatera Utara


Studi Literatur:
Dampak:
1. Penyebab asap (hitam dan putih) pekat
dikarenakan proses pembakaran berlangsung
1. Dapat menurunkan
tidak sempurna
kualitas lingkungan
2. Pembakaran di boiler, terutama pada bahan
Fakta di lapangan: (menimbulkan pencemaran
bakar padat (biomass) diperlukan pengaturan
udara)
udara pembakaran yang tepat antara udara
Adanya suatu fenomena bahwa di 2. Konsumsi bahan bakar
primer dan udara sekunder
cerobong gas asap boiler pabrik menjadi boros
3. Pengaturan udara pembakaran pada kedua
kelapa sawit (PKS) mengeluarkan 3. Efisiensi boiler turun
saluran udara tersebut harus mengacu pada
asap yang berwarna hitam dan 4. Energi dalam bentuk kalor
kharakteristik bahan bakar
putih pekat yang digunakan untuk
4. Biomassa memiliki kadar volatile matter (VM)
keperluan proses
70% lebih tinggi dibanding fixed carbonnya
produksi minyak sawit di
(FC) sekitar 30%
PKS dapat mengalami
5. Fungsi udara primer untuk mengoksidasi carbon
penurunan
sedangkan udara sekunder untuk oksidasi
volatile matter

Identifikasi masalah:

Asap (hitam dan putih) pekat yang muncul dari saluran gas buang (cerobong asap) di boiler pabrik kelapa sawit (PKS) mengindikasikan
bahwa proses pembakaran biomasa sawit berlangsung tidak sempurna. Hal ini diduga kuat akibat proses oksidasi bahan bakar dengan udara
pembakaran tidak berlangsung baik. Agar proses oksidasi unsur bahan bakar dengan oksigen berlangsung secara komplit maka campuran
kedua reaktan tersebut harus homogen. Dengan mempertimbangkan kharakteristik bahan bakar, maka diperlukan pengaturan jumlah rasio
udara pembakaran yang tepat, baik pada saluran udara primer maupun udara sekunder agar proses oksidasi berlangsung dengan baik. Oleh
karena itu, tujuan dari kegiatan riset ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah rasio udara pembakaran antara udara primer dan sekunder
terhadap efisiensi pembakaran serat buah kelapa sawit.

Alat & Bahan:


1. Fixed bed reactor, mengacu
Instrument: Eksperimen: pada metode SUWIC dengan
1. Thermocouple Pengaruh rasio udara pembakaran antara udara diameter ID 200 mm dan tinggi
2. Gas analyzer primer dan sekunder terhadap efisiensi pembakaran 1500 mm
3. Anemometer serat buah kelapa sawit. 2. Serat buah kelapa sawit
4. Data logger (serabut)
5. Neraca analitik Rasio udara pembakaran antara udara primer (PA)
6. Oven dan udara sekunder (SA) divariasikan pada rasio
7. Desicator (PA:SA); (20:80), (35:65), (50:50), (65:35), dan Parameter yang dikontrol:
8. Cawan petridish (80:20). Dengan rasio yang digunakan sebagai 1. Jumlah aliran massa udara
9. Stop watch kontrol (65:35) pembakaran
2. Jumlah massa serat buah
kelapa sawit (serabut)

Data:
1. Kadar air di dalam bahan bakar serat
2. Suhu pembakaran di dalam reaktor fixed bed
3. Nilai kalor rendah bahan bakar (Low Heating
Value), kadar CO2 teoritis, kadar oksigen di
dalam gas buang, dan suhu gas buang.
4. Kerugian panas akibat kandungan air di gas buang.
5. Kharakteristik pembakaran serat buah sawit
melalui metode TGA

Analisis Data:
Deskriptif, regresi linier dan one way anova

Pelaporan

Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai