Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan bakar merupakan suatu materi di mana apabila dipanaskan pada suhu
tertentu disertai oksidasi dengan oksigen (O2) akan terjadi proses pembakaran.
Produk hasil proses pembakaran ada tiga, yaitu; radiasi panas, emisi gas buang dan
dua, yaitu:
• Bahan bakar fosil, misalnya: batubara, minyak bumi dan gas bumi.
Bahan bakar organik tersusun dari unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H),
nitrogen (N), oksigen (O), sulfur (S), dan lain-lain dalam jumlah kecil. Dari
peluruhan radioaktif.
2. Berdasarkan wujudnya, bahan bakar dibagi menjadi tiga, yaitu; Bahan bakar
Biomassa merupakan bahan bakar organik yang terbentuk dari zat-zat organik
yang disusun oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis (dengan bantuan energi
matahari). Biasanya bahan bakar jenis ini diklasifikasikan ke dalam bahan bakar
padat yang memiliki unsur kimia antara lain: zat arang atau karbon (C), hidrogen
(H), zat asam atau oksigen (O), zat lemas atau nitrogen (N), belerang (S), abu dan air,
yang semuanya itu terikat dalam satu persenyawaan kimia. Salah satu bahan bakar
tumbuhan. Sebagai contoh pupuk, sampah, dan serbuk gergaji, yang semuanya itu
meliputi banyak karbon yang tidak sama dengan sumber-sumber alamiah lain seperti
dan komponen tak dapat dibakar (uncombustible). Komponen dasar yang tak dapat
terbakar adalah air (water) dan abu (ash) dan bahan yang dapat dibakar adalah gas
dan karbon. Perbedaan utama antara biomassa dengan batu bara adalah bahwa
kandungan volatile matter pada biomassa relatif lebih banyak dibanding batu bara
dan kandungan abu pada biomassa lebih sedikit dibanding batu bara.
Dalam penelitian ini biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar adalah
serat buah kelapa sawit (mesocarp). Serat buah sawit merupakan limbah padat dari
industri pengolahan kelapa sawit. Persentase serat buah sawit dalam satu ton tandan
buah segar (TBS) yang diolah sekitar 18% (Guthrie Plantation and Agriculture
service, 1995)
proses produksi di pabrik kelapa sawit (PKS) diperlukan sejumlah energi yang
diperoleh dari proses pembakaran biomassa sawit. Pada umumnya biomassa sawit
yang digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan tersebut adalah serat buah sawit
(mesocarp). Serat tersebut diperoleh dari mesin screw press setelah buah sawit
sawit memiliki kadar air antara 30–50% dengan nilai kalor 4.278 Cal/gr (17.911,13
kJ/kg) dan kandungan volatile matter (VM) sekitar 71,47% serta kandungan karbon
Pembakaran merupakan reaksi kimia cepat antara oksigen dan bahan bakar
pada suhu tertentu, yang disertai pelepasan suatu kalor. Berdasarkan kondisinya,
bahan bakar dinaikkan suhunya hingga titik bakarnya tercapai (flash point).
Penguraian dan oksidasi dimulai pada suhu yang rendah ke suhu tinggi. Jika bahan
bakar mengandung unsur oksigen dan zat penguap (volatile matter) yang tinggi maka
Pada proses pembakaran biomassa, 80% energi yang dilepaskan dalam bentuk
gas yang mudah terbakar dan sisanya dalam bentuk karbon. Oleh karena itu, selama
proses pembakaran sangat penting untuk mempertahankan agar oksigen dapat selalu
dijaga dalam kontak dengan bahan bakar dan gas-gas yang terbentuk ketika
pembakaran berlangsung pada suhu penyalaannya. Kontak yang baik antara bahan
bakar dengan oksigen akan menghasilkan proses pembakaran secara cepat dan
Jika bahan bakar dalam bentuk gas, maka pencampuran reaktan (oksigen dan
bahan bakar) dapat dicapai secara optimal karena substansi gas-gas tersebut dapat
dengan mudah dicampur secara cepat dan tepat sesuai dengan rasio kebutuhan udara
yang diperlukan. Proses pembakarannya pun mungkin dapat terjadi secara cepat, dan
kemudian pengontrolannya pun juga lebih cepat terutama dalam penambahan atau
pembakaran bahan bakar biomassa juga dalam situasi yang sama dengan proses
pembakaran gas alam, maka bahan bakar biomassa yang dioksidasi perlu direduksi
Proses pembakaran pada bahan bakar pada pada umumnya dibagai menjadi 3
1. Proses pengeringan
2. Proses devolatilisasi
Pada saat biomasa dipanasi, kandungan air di dalam bahan bakar sedikit demi
sedikit mulai menguap pada suhu antara 90 – 100 OC. Kandungan air yang dilepaskan
dari bahan bakar biomasa tersebut kemudian mengalir keluar bersama dengan gas
buang melalui cerobong. Pada suhu antara 140 – 400 OC terjadi proses devolatilisasi
tersebut kemudian dioksidasi dengan udara sekunder dan akan melepaskan kalor
hingga suhunya mencapai 800 – 1.026 OC (De Souza and Santos, 2004). Proses
oksigen diberikan dengan mengikuti rasio udara berlebih terhadap massa bahan bakar
agar diperoleh reaksi pembakaran yang komplit. Reaksi utama dari proses
pembakaran antara karbon dengan oksigen akan membentuk karbon monoksida (CO)
dan karbon dioksida (CO2). Karbon dioksida merupakan produk pembakaran yang
dapat terbentuk jika memiliki sejumlah oksigen yang seimbang. Kandungan CO yang
tinggi mengindikasikan proses pembakaran tidak komplit dan ini harus seminimal
c. Bila konsentrasi gas CO sangat tinggi mempunyai resiko yang tinggi bagi
Emisi gas CO2 di atmosfer sangat problematik, sejak kehadiran CO2 menjadi
pertimbangan utama dalam kasus efek pemanasan global maka keberadaan CO2 saat
ini mulai dipertimbangkan lagi. Selama proses pembakaran bahan bakar biomasa gas
CO2 yang dikeluarkan akan segera diikat kembali oleh tanaman selama proses
pertumbuhannya berlangsung. Hal ini dapat terjadi karena CO2 yang dihasilkan dari
proses pembakaran biomasa adalah CO2 netral berbeda dengan bahan bakar fosil.
(CH4) yang merupakan komponen dasar dari gas alam. CH4 mempunyai kontribusi
yang besar terhadap efek pemanasan global, bahkan lebih kuat 21 kali dari pada CO2.
akhirnya terdegradasi secara alami. Beberapa gas lainnya juga akan dihasilkan dari
reaksi oksidasi antara oksigen dengan komponen bahan bakar seperi oksida-oksida
jumlah oksida nitrogen diperoleh dari dua sumber, yaitu; panas dan udara.
Jumlah kebutuhan udara untuk keperluan oksidasi bahan bakar biomassa dapat
unsur senyawa bahan bakar dapat diketahui melalui analisis proksimasi (analisis
Analisa ini dilakukan pada bahan bakar padat yang didasarkan pada sifatnya
a. Fixed carbon
karbon tetapi juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang
tidak terbawa gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai
b. Volatile matter
Bahan yang mudah menguap dalam bahan bakar seperti; metan, hidrokarbon,
hidrogen, karbon monoksida, dan gas-gas yang tidak mudah terbakar (karbon
dioksida dan nitrogen). Bahan yang mudah menguap merupakan indeks dari
menjadi alasan utama mengapa arang di dalam karung terlihat lebih ringan bila
asli yang lebih ringan dari pada biomasa dalam keadaan normal (sebelum
yang tinggi pada bahan bakar menandakan bahwa jumlah persentase udara
pembakaran secara umum harus lebih banyak diberikan pada bagian atas
c. Kadar abu
Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungan abu pada bahan
bakar biomasa relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar batu
lengket. Hal ini yang biasanya banyak ditemui pada beberapa kasus pada
Kandungan air yang tinggi di dalam bahan bakar biomasa dapat menurunkan
bakar.
biomassa dari limbah padat pengolahan kelapa sawit disajikan seperti tampak pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Karakteristik Bahan Bakar Biomassa dari Limbah Padat Kelapa Sawit
Parameter Analisis Jenis Biomassa
(Dried Sample) Standard Acuan :
Tandan Kosong Serat Cangkang Unit Basis International
Sawit Standard / ASTM
PROKSIMASI
Moisture In Air(M) 9,38 9,35 9,76 % adb ASTM D.3173
ULTIMASI
Carbon (C) 46,50 44,97 45,74 % adb ASTM D.3178
Analisis ini bertujuan untuk menentukan berbagai macam unsur kimia seperti
karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah
udara yang diperlukan untuk pembakaran dan menentukan volume gas pembakaran.
Informasi ini diperlukan untuk perhitngan suhu nyala dan perancangan saluran gas
a. Karbon (C).
b. Hidrogen (H).
c. Nitrogen (N)
e. Sulfur (S).
Setelah dilakukan analisis, maka dapat dihitung jumlah udara pembakar yang
massa udara yang ada selama proses pembakaran. Ketika semua bahan bakar
Campuran stoikiometri ini dapat terjadi jika jumlah oksigen dalam campuran
tepat untuk bereaksi dengan C, H, dan S membentuk CO2, H2O dan SO2. Secara teori
Lambda (λ) dapat digunakan sebagai suatu alternatif untuk mewakili AFR.
Lambda (λ) merupakan ukuran untuk mengetahui seberapa besar stoikiometri tersebut
berperan dalam campuran. Suatu campuran dikatakan campuran kaya bahan bakar,
bila lamda (λ) >1, sedangkan campuran dikatakan kurus bahan bakar bila λ < 1.
Sementara itu, campuran dikatakan ideal atau sesuai dengan stoikiometri bila λ≈1
(Kenneth, 2005). Jika jumlah lamda sama dengan 1 maka dikatakan setimbang, jika
kurang dari 1 disebut campuran kental dan jika lebih besar dari 1 disebut campuran
miskin.
Hubungan langsung antara lambda (λ) dan stoikiometri dapat dihitung melalui
harga lambda (λ) yang telah diketahui, perkalian lambda (λ) hasil pengukuran
terhadap AFR stoikiometri untuk bahan bakar yang dimaksud. Untuk memperoleh
harga lamda (λ) dari nilai (F/A), dapat dihitung melalui pembagian F/A terhadap AFR
stoikiometri. Biasanya lamda untuk bahan bakar biomassa sekitar 1,4 – 1,6
( F / A)
λ=
( F / A) stoikiomteri ……………………..…. (2.1)
Dimana;
dibutuhkan disebut dengan nilai kalor (calorific value). Jumlah nilai kalor yang
dibutuhkan oleh setiap bahan bakar berbeda-beda tergantung dari titik nyalanya (flash
poin). Nilai kalor juga dapat didefenisikan sebagai panas total yang diberikan saat
bahan bakar yang digunakan terbakar sempurna dengan oksigen bebas. Nilai kalor
Nilai kalor atas disebut juga GHV (gross heating value), GCV (gross calorific
value) atau HHV (higher heating value), yaitu; kalor laten yang dihasilkan dari
uap air yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan yang berguna yang
Nilai kalor bawah disebut juga NCV (net calorific value), NHV (net heating
value) atau LHV (lower heating value), yaitu; kalor yang dihasilkan saat nilai
kalor bahan bakar ditentukan, mengingat bahwa air dalam bentuk uap. Nilai
(2.3)
Perbandingan ini dapat dinyatakan dalam bentuk massa udara/massa bahan bakar,
mol udara/mol bahan bakar, ataupun dalam bentuk volume udara/volume bahan
bakar. Perbandingan ini dapat ditentukan dengan analisis ultimasi begitu terbakar.
Dimana;
Angka perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual untuk suatu proses
gas di dalam gas buang. Gas buang dapat dianalisis dengan menggunakan peralatan
orsat. Untuk menentukan perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual pada
waktu membakar suatu bahan bakar maka analisis ultimasi dan analisis orsat sangat
diperlukan. Setelah analisis gas buang dengan menggunakan gas analyser dan
analisis ultimasi diketahui, maka perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual
(% N 2 )(28)
Cb − N f
A (%CO + %CO2 )(12)
=
F aktual 0,768 ……………… (2.5)
Dimana :
A
= Perbandingan udara bahan bakar aktual ( p )
F aktual
Cb = Massa karbon yang sebenarnya terbakar per satuan massa
bahan bakar.
Nf = Fraksi massa nitrogen dalam bahan bakar (dari analisis
ultimasi).
0,768 = Fraksi massa nitrogen dalam udara.
Harga Cb dapat dihitung melalui persamaan:
C b = C − C r ……………………………......(2.6)
Dimana:
dalam gas buang tetapi biasanya keduanya muncul dalam proses pembakaran aktual
Apabila angka perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual diketahui,
a) Wide grate, 1 in
b) Wide grate, 3 in
d) Sawdust grate
boiler dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan bantuan peralatan mekanis (rotary
dilakukan dengan kombinasi dua cara tersebut di atas, yaitu secara mekanis dan
indikator tekanan presure gauge boiler. Apabila tekanan kerja boiler turun maka
diberikan umpan bahan bakar secara banyak dan apabila bahan bakar yang
diumpankan berlebih maka operator boiler yang berada di bagian bawah akan
udara) dapat menurunkan efisiensi pembakaran (karena boros bahan bakar). Proses
pembakaran tidak sempurna yang diindikasikan dengan konsumsi bahan bakar yang
boros akan memberikan dampak lain yang tidak kalah penting, yaitu penurunan
bahan bakar di dalam ruang pembakaran. Tumpukan bahan bakar yang melebihi
beban grate tersebut dapat menyebabkan bahan bakar sulit teroksidasi dengan baik
karena propagasi api menjadi lambat akibat padatnya bahan bakar. Jumlah beban
massa bahan bakar yang diumpankan ke dalam ruang bakar (grate) dapat ditentukan
dapat ditentukan melalui persamaan berikut ini (De Souza and Santos, 2004)
HHV fuel
Grate load =
Agrate
…………………………….(2.8)
Penumpukan bahan bakar yang tidak terkontrol di atas grate ditambah dengan
kandungan air yang relatif tinggi serta kurangnya pasokan udara pembakaran di
dalam ruang pembakaran merupakan suatu kombinasi yang sangat kuat dalam
kenaikan volume gas buang karena dapat menurunkan temperatur nyala api
secara signifikan juga dapat mempengaruhi proses laju kecepatan pembentukan uap
pada pembangkit uap (boiler). Tentu saja hal ini secara makro akan menurunkan
produktivitas kerja unit proses pengolahan kelapa sawit di pabrik kelapa sawit.
Gambar 2.4. Hubungan Antara Udara Pembakaran dan Tebal Tumpukan Bahan
Bakar Terhadap Pembentukan Emisi Gas Karbon
jumlah fluks massa udara primer terhadap tren evolusi karbon (carbon) pada saat
proses oksidasi. Gambar tersebut menunjukkan bahwa, ada pengaruh yang cukup
signifikan tebal tumpukan bahan bakar dan kecukupan pemberian udara pembakaran
terhadap produksi emisi karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Ini
artinya bahwa, jumlah udara dan tebal tumpukan bahan bakar sangat memegang
peranan penting dalam proses oksidasi unsur karbon yang akan berevolusi menjadi
sejumlah kalor dengan suhu panas tertentu. Seperti diketahui bahwa temperatur
dY
= Ae − E / RT ………………………………. (2.9)
dt
Di mana;
Y : Fraksi massa = m(t)/mi
mi : Massa awal
m(t) : Massa yang berubah terhadap waktu
dY : Penurunan fraksi massa
dt : Perubahan waktu (dt)
A : Faktor pre-eksponensial (%/s)
e : Bilangan natural (2,72)
E : Energi aktifasi bahan (J/mol)
Dengan demikian untuk proses pembakaran, ternyata bahwa grafik antara ln [dY/dt]
𝑑𝑌
ln=
𝑑𝑡
𝐸
Slope = −
𝑅
y = ax - c
1
𝑇
Gambar 2.5. Kurva Hubungan Antara ln [dY/dt] dengan 1/T
Energi aktivasi (E) merupakan energi minimum yang harus dimiliki reaktan
energi aktivasi dan tingkat temperatur dari reaksi. Sebagai contoh, reaksi fase
pembentukan gas pembakaran terdapat banyak tumbukan dalam setiap detik, tetapi
hanya sebagian kecil diantaranya yang cukup berenergi untuk menghasilkan reaksi.
Fraksi tumbukan dengan energi kinetika melebihi energi aktivasi (E) yang dinyatakan
–E/RT
dengan distribusi Boltszmann e . Jadi, faktor eksponensial dapat ditafsirkan
sebagai fraksi tumbukan yang mempunyai cukup energi untuk menghasilkan reaksi.
dY E
ln = ln A − (2.10)
dt RT
Dengan melakukan pengujian di laboratorium terhadap bahan bakar dengan
dapat dibuat grafik hubungan antara ln (dY/dt) dengan 1/T. Kurva yang terbentuk
tersebut kemudian dapat dicari persamaan garis lurusnya melalui metode regresi
Persamaan linier yang diperoleh dari hubungan kurva ln [dY/dt] dan 1/T
sebagai berikut;
dY E 1
y= ax - c ln =− − ln
A
dt
RT c
y a x
………….………..(2.11)
Dengan demikian energi aktivasi dapat diperoleh dari persamaan 2.12 berikut ini;
E = -aR ……………………………………...(2.12)
Sementara itu nilai faktor pre-eksponensial (A) diperoleh dengan cara meneruskan
dY E 0
ln = ln A −
dt RT …………………………(2.13)
dY
A= 1
dt =0
T
…………………….…………(2.14)
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa fokus dari kegiatan riset ini adalah
melakukan kajian tentang pengaruh rasio udara pembakaran antara udara primer dan
sekunder terhadap efisiensi proses pembakaran serat buah sawit. Adapun parameter
efisiensi pembakaran yang diamati antara lain; nilai kalor rendah bahan bakar (Low
Heating Value), kadar CO2 teoritis, kadar oksigen di dalam gas buang, suhu gas
buang, kandungan air di dalam emisi gas buang dan suhu pembakaran di dalam
reaktor pembakaran.
Kegiatan riset yang akan dilakukan ini termasuk dalam kategori penelitian
untuk kegiatan eksperimen. Jenis reaktor pembakaran yang digunakan dalam riset ini
2. Gas analyzer. Alat ini digunakan untuk mengukur kadar emisi gas buang yang
dihasilkan dari tiap kondisi pembakaran. Alat tersebut dapat mengukur jumlah
4. Data logger. Digunakan untuk merekam data hasil eksperimen secara langsung
(real time) dari kondisi proses pembakaran. Alat ini secara otomatis dapat
5. Neraca analitik (Scales). Alat ini digunakan untuk menimbang berat massa serat
yang akan digunakan untuk setiap kali proses pembakaran pada setiap
eksperimen.
dilatar-belakangi adanya fenomena asap berwarna hitam dan putih pekat yang sering
muncul di saluran gas buang boiler pabrik kelapa sawit. Di mana, diduga kuat
Identifikasi masalah:
Asap (hitam dan putih) pekat yang muncul dari saluran gas buang (cerobong asap) di boiler pabrik kelapa sawit (PKS) mengindikasikan
bahwa proses pembakaran biomasa sawit berlangsung tidak sempurna. Hal ini diduga kuat akibat proses oksidasi bahan bakar dengan udara
pembakaran tidak berlangsung baik. Agar proses oksidasi unsur bahan bakar dengan oksigen berlangsung secara komplit maka campuran
kedua reaktan tersebut harus homogen. Dengan mempertimbangkan kharakteristik bahan bakar, maka diperlukan pengaturan jumlah rasio
udara pembakaran yang tepat, baik pada saluran udara primer maupun udara sekunder agar proses oksidasi berlangsung dengan baik. Oleh
karena itu, tujuan dari kegiatan riset ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah rasio udara pembakaran antara udara primer dan sekunder
terhadap efisiensi pembakaran serat buah kelapa sawit.
Data:
1. Kadar air di dalam bahan bakar serat
2. Suhu pembakaran di dalam reaktor fixed bed
3. Nilai kalor rendah bahan bakar (Low Heating
Value), kadar CO2 teoritis, kadar oksigen di
dalam gas buang, dan suhu gas buang.
4. Kerugian panas akibat kandungan air di gas buang.
5. Kharakteristik pembakaran serat buah sawit
melalui metode TGA
Analisis Data:
Deskriptif, regresi linier dan one way anova
Pelaporan