Laporan Nata Kelompok 1
Laporan Nata Kelompok 1
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
air kelapa : 2 liter
starter nata de coco : 15 %
gula pasir : 4g
Asam Asetat Glacial 98% : 10 ml
Langkah Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Sterilisasi beaker glass dengan cara direbus dalam air mendidih
3. Saring dan panaskan air kelapa sampai mendidih, bila terbentuk buih selama pemanasan maka
buanglah buih tersebut
4. Masukkan semua bahan yang sudah ditimbang yaitu : gula dan asam asetat, ukurlah pH larutan
hingga mencapai 3-4, disini kita mencapai pH 3,5.
5. Teruskan proses perebusan sampai semua bahan terlarut
6. Selanjutnya masukkan campuran no.4 ke dalam 3 buah beaker glass yang sudah bersih dan
steril, masing-masing 400-600 mL. Tutuplah menggunakan kertas karton dan ikat dengan karet
7. Setelah dingin (suhu kamar), inokulasikan dengan bibit/starter Acetobacter xylinum sebanyak
10%-20% dari volume media, disini kita menggunakan 15 % bibit Acetobacter xylinum.
8. Simpan pada suhu kamar (25-30 oC), pada suhu 37 oC (incubator) dan suhu dibawah 10 oC (alat
pendingin dengan suhu 3 0C) selama 7 hari.
9. Amati tanda-tanda pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dengan melihat perubahan warna
media dan pembentukan nata.
HASIL PENGAMATAN
Nata adalah produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum pada substrat yang
mengandung gula. Substrat yang digunakan pada praktikum ini yaitu air kelapa dengan pH 4,5
yang merupakan pH optimum bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini dapat
tumbuh dan berkembang membentuk nata karena adanya kandungan air, protein, lemak,
karbohidrat serta abu dan beberapa mineral pada substrat sebagai nutrisinya. Pada praktikum
pembuatan nata setiap kelompok memiliki perlakuan yang berbeda-beda yaitu kelompok 1
penambahan keseleruhan bahan, kelompok 2 tanpa penambahan gula, kelompok 3 tanpa
penamahan nitrogen dan kelompok 4 tanpa penambahan asam. Penyimapanan dilakukan pada
suhu ruang (25°C-30°C), suhu inkubator (37°C) dan suhu dingin (<10°C). Pengamatan dilakukan
pada hari ke- 4, 6 dan 7 dengan parameter warna larutan media dan keadaan lapisan nata.
Berdasarkan hasil pengamatan, kelompok 1 dengan perlakuan penambahan seluruh bahan
diperoleh hasil yaitu pada suhu ruang (25°C-30°C) warna larutan pada hari ke 4, 6 dan ke 7 kuning
keruh, sedangkan keadaan lapisan pada hari ke 4 dengan ketebalan nata 1 cm dan berwarna putih.
Pada hari ke 6 dengan ketebalan nata 1,5 cm dan berwarna putih dan pada hari ke 7 dengan
ketebalan nata 1,7 cm dan berwarna putih keruh. Pada suhu inkubator (37°C) warna larutan pada
hari ke 4, 6 dan ke 7 putih keruh, sedangkan keadaan lapisan pada hari ke 4 dengan ketebalan nata
0,7 cm dan berwarna putih keruh. Pada hari ke 6 dengan ketebalan nata 0,9 cm dan berwarna putih
keruh dan pada hari ke 7 dengan ketebalan nata 0,9 cm dan berwarna putih keruh. Pada suhu dingin
(<10°C) warna larutan pada hari ke 4, 6 dan ke 7 tetap menjadi ungu, sedangkan keadaan lapisan
pada hari ke 4, 6 dan 7 tidak terbentuk nata.
Berdasarkan hasil pengamatan, kelompok 2 dengan perlakuan penambahan seluruh bahan
diperoleh hasil yaitu pada suhu ruang (25°C-30°C) warna larutan pada hari ke 4, 6 dan ke 7 kuning
keruh, sedangkan keadaan lapisan pada hari ke 4 dengan ketebalan nata 0,6 cm dan berwarna putih.
Pada hari ke 6 dengan ketebalan nata 1,6 cm dan berwarna putih dan pada hari ke 7 dengan
ketebalan nata 1,7 cm dan berwarna putih keruh. Pada suhu inkubator (37°C) warna larutan pada
hari ke 4, 6 dan ke 7 putih keruh, sedangkan keadaan lapisan pada hari ke 4 dengan ketebalan nata
0,6 cm dan berwarna putih keruh. Pada hari ke 6 dengan ketebalan nata 0,9 cm dan berwarna putih
keruh dan pada hari ke 7 dengan ketebalan nata 1 cm dan berwarna putih keruh. Pada suhu dingin
(<10°C) warna larutan pada hari ke 4, 6 dan ke 7 tetap menjadi ungu, sedangkan keadaan lapisan
pada hari ke 4, 6 dan 7 tidak terbentuk nata.
Berdasarkan hasil pengamatan, kelompok 3 dengan perlakuan penambahan seluruh bahan
diperoleh hasil yaitu pada suhu ruang (25°C-30°C) warna larutan pada hari ke 4, 6 dan ke 7 kuning
keruh, sedangkan keadaan lapisan pada hari ke 4 dengan ketebalan nata 1 cm dan berwarna putih.
Pada hari ke 6 dengan ketebalan nata 1,5 cm dan berwarna putih dan pada hari ke 7 dengan
ketebalan nata 1,7 cm dan berwarna putih keruh. Pada suhu inkubator (37°C) warna larutan pada
hari ke 4, 6 dan ke 7 putih keruh, sedangkan keadaan lapisan pada hari ke 4 dengan ketebalan nata
0,6 cm dan berwarna putih keruh. Pada hari ke 6 dengan ketebalan nata 0,8 cm dan berwarna putih
keruh dan pada hari ke 7 dengan ketebalan nata 1 cm dan berwarna putih keruh. Pada suhu dingin
(<10°C) warna larutan pada hari ke 4, 6 dan ke 7 tetap menjadi ungu, sedangkan keadaan lapisan
pada hari ke 4, 6 dan 7 tidak terbentuk nata.
Berdasarkan hasil pengamatan, kelompok 4 dengan perlakuan penambahan seluruh bahan
diperoleh hasil yaitu pada suhu ruang (25°C-30°C) warna larutan pada hari ke 4, 6 dan ke 7 kuning
keruh, sedangkan keadaan lapisan pada hari ke 4 dengan lapisan tipis dan berwarna putih. Pada
hari ke 6 dengan ketebalan nata 0,6 cm dan berwarna putih dan pada hari ke 7 dengan ketebalan
nata 0,6 cm dan berwarna putih keruh. Pada suhu inkubator (37°C) warna larutan pada hari ke 4,
6 dan ke 7 putih keruh, sedangkan keadaan lapisan pada hari ke 4 dengan ketebalan nata 0,6 cm
dan berwarna putih keruh. Pada hari ke 6 dengan ketebalan nata 0,8 cm dan berwarna putih keruh
dan pada hari ke 7 dengan ketebalan nata 1 cm dan berwarna putih keruh. Pada suhu dingin
(<10°C) warna larutan pada hari ke 4, 6 dan ke 7 tetap menjadi ungu, sedangkan keadaan lapisan
pada hari ke 4, 6 dan 7 tidak terbentuk nata.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari masing-masing perlakuan pada kelompok dengan
suhu yang sama berbeda-beda. Hal ini bisa disebabkan karena perbedaan perlakuan. Umumnya
suhu optimum pertumbuhan Acetobacter xylinum yaitu pada suhu ruang (27 0C – 30 0C), tetapi
pada suhu inkubator lapisan nata yang terbentuk hanya sedikit dan pada suhu dingin tidak
terbentuk lapisan nata. Hal ini sesuai dengan pendapat Lapus et al yang menyatakan bahwa bakteri
Acetobacter xylinum tergolong bakteri Psychrotroph dimana bakteri ini dapat tumbuh pada
rentang suhu 20oC-30oC akan tetapi dapat tumbuh optimal pada suhu 30oC, selain itu bakteri
Acetobacter xylinum ini dapat tumbuh pada pH 3.5-7.5 sehingga termasuk pada golongan
asidofil, namun pH optimal untuk pertumbuhannya adalah 4.3-5.5 (Lapuz et al.,1967).
Perlakuan pada tiap kelompok berbeda-beda yang menghasilkan ketebalan nata yang
berbeda, hal ini terlihat pada nata yang terbentuk pada setiap kelompok disuhu ruang.
Kelompok 1 (perlakuan pencampuran semua bahan) menghasilkan nata yang padat, utuh dan
kompak, sedangkan kelompok 2 (perlakuan tanpa penambahan gula) dan 3 (perlakuan tanpa
penambahan nitrogen) nata yang diperoleh kompak tetapi ada bberapa bagian dari nata yang
berlubang. Sedangkan pada kelompok 4 (tanpa penambahan asam) nata yang dihasilkan tidak
bias diamati. Hal ini sesuai dengan pendapat Iguchi yang menyatakan bahwa Acetobacter
xylinum memerlukan sumber nutrisi C, H, dan N serta mineral dan dilakukan dalam proses
yang terkontrol dalam medium air kelapa. Air kelapa mengandung sebagian sumber nutrisi yang
dibutuhkan akan tetapi kebutuhan akan substrate makro seperti sumber C dan N masih harus tetap
ditambah agar hasil nata yang dihasilkan optimal, sehingga kekurangan nutrisi yang diperlukan
harus ditambahkan dalam proses fermentasi. Sebagai sumber carbon dapat ditambahkan sukrosa,
glukosa, fruktosa, dan tepung (Iguchi et al., 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum yaitu
nutrisi, suhu, dan tingkat keasaman. Aktivitas Acetobacter Xylinum dalam menghasilkan nata
dipengaruhi oleh kandungan glukosa dalam substrat atau media yang digunakan. Penambahan
gula pasir ke dalam air kelapa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan karbon bagi
A. xylinum. Ekstrak tauge ditambahkan sebagi sumber nitrogen, namun sumber ini tidak mutlak
diperlukan karena nitrogen dapat diasimilasi dari protein yang terkandung dalam air kelapa
(Oedjijono, 1983). Selain itu tingkat keasaman akan berpengaruh terhadap lapisan nata dapat
terbentuk lebih tebal.
Lapisan nata dari hari kehari akan semakin tebal. Terbentuknya lapisan ini akibat aktivitas
fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum. Selama proses inkubasi terjadi proses biosintesa nata
yang berawal dari proses hidrolisis karbohidrat yang berasal dari substrat, dimana sel-sel bakteri
tersebut akan mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian glukosa tersebut digabungkan
dengan asam lemak membentuk prekursor atau penciri nata pada membran sel. Prekursor
selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolarisasi glukosa menjadi
selulosa luar sel yang kemudian disebut sebagai nata de coco (Palungkun, 1996).