BAB IV
sesuai dengan apa adanya. Metode deskripsi yang penulis gunakan dengan
stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang,
lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang yang
Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang dan pelaksanaan bimbingan dan konseling
agama di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, serta
fakor pendukung dan fakor penghambat proses bimbingan dan konseling agama di
Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang berdasarkan data
115
116
Pengelolan stres disebut juga coping. Menurut R.S Lazarus dan Folkman,
coping adalah proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang ditaksir
sebagai beban karena di luar kemampuan diri individu. Coping terdiri atas
Pemalang bahwa lansia yang tinggal di balai pada awalnya belum bisa
mengelola stres dengan baik terhadap masalah yang dialaminya, lansia belum
tidak ada yang mengurusi, tetapi setelah lansia tinggal di balai seiring
berjalannya waktu lansia bisa belajar menerima takdir yang Allah berikan
kepada mereka, mereka ikhlas menerima apa yang telah terjadi dalam
hidupnya. Hal ini dirasakan klien karena di balai mereka mempunyai banyak
teman, mereka menyadari bahwa tidak hanya dirinya saja yang mengalami
masalah tetapi orang lain juga mempunyai masalah, dan bahkan masalahnya
1
(http://kbbi.web.id/), diakses 18 Agustus 2015.
2
Samsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 265.
117
lebih berat. Selain itu dibalai juga ada berbagai kegiatan untuk mengisi waktu
luang para klien lansia, dan di balai juga ada layanan bimbingan dan konseling
agama hal ini bisa memberikan pemahaman kepada klien bahwa apa yang telah
terjadi itu merupakan takdir yang Allah berikan kepada hambanya, dan kita
konseling agama maka para klien lansia lebih bisa memahami masalah yang
a. Tahap Pembukaan
ini dilakukan agar klien itu merasa nyaman dalam mengikuti kegiatan
bimbingan agama.
118
i’tibar dari perjalanan kehidupan para Nabi, Rasul, dan para Auliya-
nabi).4
teknik yang bersifat lahir berupa lisan, dalam teknik ini konselor dapat
3
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta : Amzah, 2013), hlm. 69-
73.
4
Erhamwilda, Konseling Islami, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 104-105.
5
Ibid., hlm. 107.
120
c. Tahap Penutup
Usia Bisma Upakara Pemalang ada 3 tahap yaitu : tahap pembukaan, tahap
a. Tahap Pembukaan
tahap inti kegiatan, pada tahap ini konselor menanyakan kepada klien
verbal seperti : konselor ikut merasakan apa yang klien rasakan, dan
lebih ringan dalam menghadapi masalah, hal ini dilakukan untuk klien
6
Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2011),
hlm. 161-163.
122
c. Tahap Penutup
Setelah melalui tahap inti maka tahap terakhir yaitu penutup, pada
waktu, kapan proses konseling agama akan di lanjutkan, hal ini sebagai
yaitu :
123
membuka diri dan juga saling percaya antara konselor dengan kliennya.
setelah adanya instrospeksi diri, (2) Melepaskan diri dari dosa yang
Pemalang
dari faktor pendukung dan penghambat dan dalam hal ini penulis akan
7
Fenti Hikmawati, Bimbingan dan Konseling, Edisi Revisi, (Jakarta: PT Raja Grafindo,
2014), hlm. 197.
124
dan konseling agama di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara
Pemalang.
adanya kipas angin di dalam ruangan, adanya buku catatan dan bolpoin
tujuan yang telah di harapkan, jika diantara salah satu faktor pendukung
kuris dan meja, adanya kipas angin di dalam ruangan, adanya buku catatan
klien merasa terpaksa maka tujuan konseling tidak akan tercapai, dan klien
tidak dapat menyerap apa yang telah peroleh setelah mengikuti konseling
agama.
proses konseling seorang klien datang kepada konselor tentu ada maksud
dan tujuannya . Namun banyak pula klien yang datang tanpa maksud yang
jelas atau mungkin kehadirannya karena terpaksa oleh ajakan atau suruhan
orang lain. Berikut ini uraian berbagai jenis atau ragam klien yang akan
dihadapi konselor :
126
a) Klien Sukarela
umum dapat kita kenali ciri-ciri klein sukarela yaitu : hadir atas
menyakitkan.
b) Klien terpaksa
sendiri. Dia datang atas dorongan orang tua, wali kelas, teman dan
Klien yag banyak bicara. Pada prinsipnya klien seperti ini enggan
yang diam saja klien ini diam karena tidak suka diberi bantuan oleh
konselor.
127
e) Klien Kritis
bantuan agar dia menjadi stabil dan mampu menyesuaikan diri dengan
tujuan yang telah di harapkan, kalau misalkan diantara salah satu faktor
8
Ibid., hlm. 115-119.
128
dan kegiatan menjadi tidak kondusif, 2) Ketika musim hujan banyak klien
yang tidak hadir, disebabkan para lansia susah untuk menuju aula balai
karena di balai belum ada atap yang menghubungkan antara gedung yang
satu dengan gedung yang lain, 3) Tidak semua klien mengikuti kegiatan
kesehatan. Hal ini menjadikan tidak semua klien lansia dapat mengikuti
yaitu : 1) Faktor usia para klien, dalam hal ini ketika pembimbing
remaja atau dewasa, 2) Latar belakang klien yang berbeda, lansia yang ada
di balai mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, ada yang sudah taat
beribadah, ada yang kurang dalam beribadah, ada yang kurang dalam
pengetahuan agamanya, dan ada pula yang sama sekali tidak mengenal
dengan faktor usia para klien lansia di balai, bahwa ketika seorang itu
sudah lansia maka terjadi perubahan biologis, fisik, sikap, perubahan akan
sabar. Selain itu untuk mengatasi hambatan ketika listrik mati makamedia
bimbingan agama bisa diganti dengan pengeras suara, dan terkait ketika
musim hujan banyak klien yang tidak hadir, disebabkanpara lansia susah
untuk menuju aula balai karena di balai belum ada atap yang
menghubungkan antara gedung yang satu dengan gedung yang lain, maka
hal ini perlu adanya anggaran pembangunan atap yang bisa mengubungkan
9
Priyoto, Konsep Manajemen Stress, (Yogyakarta: Nuha Media, 2014), hlm. 79.