Anda di halaman 1dari 36

PENATALAKSANAAN TRAKEOSTOMI

Paper ini dibuat untuk melengkapi persyaratan


Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF THT
RSU Dr. Pirngadi Kota Medan

Disusun Oleh :
YUNI LESTARI
(71170891251)

PEMBIMBING :
dr. BERESMAN SIANIPAR, Sp.THT-KL

SMF ILMU KESEHATAN THT


RSU Dr. PIRNGADI
MEDAN
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Diketahui,
Dokter Pembimbing

dr. Beresman Sianipar, Sp. THT-KL

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dalam rangka memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan dengan judul
“Penatalaksanaan Trakeostomi”
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada dr. Beresman Sianipar, Sp. THT-KL yang telah memberikan bimbingan
dan arahan dalam penyusunan paper ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada para supervisor lainnya yang telah banyak memberikan bimbingan selama
berada di poliklinik THT RSUPM :
1. dr. Zulkifli, Sp. THT-KL
2. dr. Alisyahbana Siregar, Sp. THT-KL
3. dr. Zalfina Cora, Sp. THT-KL
4. dr. Hj. Netty Hernita, Sp. THT-KL
5. dr. Rehulina Surbakti, Sp. THT-KL
6. dr. Linda Samosir, Sp. THT-KL
7. dr. Magdalena Hutagalung, Sp. THT-KL
8. dr. Olina Hulu, Sp. THT-KL
9. dr. Fauziyah Henny, Sp. THT-KL
10. dr. Ita L. Roderthani, Sp. THT-KL
11. seluruh paramedik dan pegawai SMF THT
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa paper ini memiliki banyak
kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga paper ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi kita semua.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Trachea..................................................................................... ......... 7
2.2 Fisiologi Pernafasan..................................................................................... .... 9
2.3 Defenisi Trakeostomi..................................................................................... . 10
2.4 Indikasi Trakeostomi....................................................................................... 11
2.5 Peralatan Trakeostomi......................................................................................13
2.6 Prosedur Trakeostomi......................................................................................14
2.7 Trakeostomi Darurat..................................................................................... .. 17
2.8 Trakeostomi pada Anak...................................................................................18
2.9 Perawatan Trakeostomi....................................................................................19
2.10 Dekanulasi..................................................................................... ................ 21
2.11 Komplikasi..................................................................................... ............... 23
BAB III. KESIMPULAN ..................................................................... ............. 26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. ............. 27

4
BAB I
PENDAHULUAN

Trakea merupakan suatu tabung berongga yang disokong oleh cincin


kartilago (elastin) yang tidak penuh dibagian posterior. Trakea berawal dibawah
kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior
esophagus, turun kedalam toraks dimana ia membelah menjadi dua bronkus utama
pada karina. Pembuluh besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea disebelah
lateraldan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak diatas trakea
disebelah depan dan lateral. Ismus melintas trakea disebelah anterior, biasanya
setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekurens terletak pada
sulkus trakeosofagus. Dibawah jaringan subkutan dan menutupi trakea bagian
depan adalah otot-otot ;eher suprasternal yang melekat padakartilago tiroid dan
hyoid.(boies)
Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengatasi
pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan bagian
atas. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi sedangkan
tindakan yang membuat stoma selanjutnya diikuti dengan pemasangan kanul
trakea agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru dengan menggunakan jalan
pintas jalan nafas bagian atas disebut dengan trakeostomi. 1,2
Prosedur trakeostomi dahulu disebut dengan berbagai istilah, antara lain
laringotomi atau bronkotomi sampai istilah trakeotomi diperkenalkan. Pada tahun-
tahun belakangan ini digunakan istilah yang lebih tepat yaitu trakeostomi.
Menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang
rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga. Jika dibagi menurut waktu
dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi kepada trakeostomi darurat dan
segera dengan persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi elektif dengan
persiapan sarana cukup yang dapat dilakukan secara baik. Perbedaan lain dari
kedua jenis trakeostomi di atas adalah dari jenis insisinya. Pada trakeostomi
darurat, insisi yang dilakukan adalah insisi vertikal yang memberikan keuntungan

5
berupa pembukaan lapangan operasi yang dibutuhkan bagi kontrol jalan nafas
secara cepat, sedangkan pada trakeostomi elektif insisi yang dilakukan adalah
insisi horizontal karena lebih menguntungkan secara kosmetik 1,2,3
Terdapat berbagai indikasi untuk melakukan tindakan trakeostomi mulai
dari yang bersifat darurat maupun elektif. Sejumlah referensi menjelaskan
prosedur trakeostomi namun pada dasarnya semua mengharuskan adanya
persiapan pasien dan alat yang baik. Menurut Endean et al. (2003), tindakan
trakeostomi diindikasikan pada pasien yang memerlukan ventilasi mekanis dalam
jangka panjang, keganasan kepala dan leher yang akan dilakukan reseksi
yang sulit dilakukan intubasi, trauma maksilofasial disertai dengan resiko
sumbatan jalan nafas, sumbatan jalan nafas akibat dari trauma, luka bakar atau
keduanya, gangguan neurologis yang disertai dengan risiko sumbatan jalan nafas,
severe sleep apnea yang tidak dapat dilakukan intubasi.2,3

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Trakhea


Trakhea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago.
Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas
ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi
dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar
dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar
tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di
sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf
laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan
subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang
melekat pada kartilago tiroid dan hyoid. 1,2,3

Gambar 1. Conducting Passag

7
Gambar 2. Anatomi Trakea 4
Trakea dari pinggir ke bawah cartilago cricoidea setinggi vertebra cervicalis
ke-6. Trakea merupakan tabung yang terdiri dari jaringan ikat dan otot polos,
dengan disokong oleh 15 – 20 kartilago berbentuk huruf “C”. Kartilago
membentuk sisi anterior dan lateral. Berfungsi melindungi trakea dan menjaga
terbukanya jalan udara. Dinding posterior tidak memiliki kartilago. Esofagus
terletak langsung pada dinding posterior yang tidak memiliki kartilago. Trakea
dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia yang memiliki banyak sel Goblet. 2,3,4
Dindingnya dibangun oleh sebaris tulang rawan yang bentuknya serupa
dengan huruf “C” dengan ujung-ujungnya yang terbuka lebar menuju ke belakang,
cincin-cincin trakea ini saling dihubungkan oleh suatu selaput elastis :
Ligamentum Annularium trakealis. Antara kedua ujung posterior yang terbuka
terdapat dinding selaput. Didaerah leher kita dapat menemukan ventral dan trakea:
Isthmus glandula tiroid setinggi cincin-cincin trakea ke-2, ke-3, ke-4 kemudian
dibawahnya : valvula tirodea inferior. Didalam toraks, trakea mempunyai
hubungan dengan pembuluh-pembuluh besar didalam mediastinum superior.
Lateral sebelah kanan dari trakea tampak nervus vagus dexter.3,4
Trakea terdiri dari 9 kartilago yang terhubung satu sama lain dengan otot
dan ligamen. 6 kartilago berpasangan, 3 kartilago tidak berpasangan.3,4,5
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar dan terletak paling superior, sering
disebut “Adam’s apple”
- Kartilago krikoid : kartilago paling inferior yang tidak berpasangan, yang

8
membentuk dasar laring.
- Epiglotis : kartilago ketiga yang tidak berpasangan. Terdiri dari kartilago
elastis daripada hialin. Selama menelan epiglotis menutup pembukaan
laring dan mencegah masuknya berbagai materi ke dalam laring
Enam kartilago yang saling berpasangan terletak pada 2 pilar antara kartilago
krikoid dan tiroid.
- Kartilago aritenoid : terbesar dan terletak paling inferior
- Kartilago kornikulatum : terletak di tengah
- Kartilago kuneiformis : terletak paling superior dan terkecil
2.2 Vaskularisasai Trakea
Perdarahan trakea berasal dari cabang-cabang yang berasal dari a.tyroid
superior, a.bronkial dan a.torakalis interna. Drainase melalui v.tyroid inferior dan
dialirkan menuju ke salah satu atau kedua vena brakhiosefalik. Aliran limfe
melalui kelenjar limfe servial, trakea dan tracheobrachial. Pada bagian posterior
terdapat nervus laringeus recuren dextra dan sinistra, esophagus dan columna
vertebralis. Pada bagian lateral terdapat galndula thyroidea (kebawah sampai
cincin kelima dan keenam) serta selubung karotis.15

3 Gambar 2. Vaskularisasi Trakea8


2.3 Persarafan Trakea
Trakea dipersarafi pleh cabang-cabang nervus vagus, nervus laringeus
reccurens, dan truncus simpatikus, saraf-saraf ini mempersarafi otot-otot trake dan

9
membrane mukosa yang melapisi trakea. Persarafan simpatik berasal dari cabang-
cabang kardial trunkus simpatikus dan n. visceral toraks, serat post
gangglioniknya ke otot trakea untuk fungsi bronkodilator. Serabut parasimpatis
berasal dari n. vagus dan n. laringeus rekuren menyebabkan bronkokontriksi.1,2,5
Serabut parasimpatik eferen berasal dari bagian nucleus dorsal nervus
vaguskearah cabang laryngeal rekuren untuk mensuplai impuls motor ke otot
polos trakea. Serabut eferen lainnya menyampaikan sinyal sekresi menuju ke
kelnjar-kelenjar disepanjang trakea. Jaras simpatis vasokontriktor berjalan
sepanjang arteri tiroid inferior dan cabang-cabangnya banyak terdapat ditrakea
dengan terdapatnya badan selpada ganglion cervical medial.16
2.4 Fisiologi Trakea
Trakea bersifat fleksibel, sehingga mampu mengalami kontraksi dan
kembali mengalami relaksasi keukuran semula. Kontraksi otot polos trakea akan
mengurangi ukuran diameter rongga trakea, dan pada keadaan ini dibutuhkan
tenaga yang cukup besar untuk mengeluarkan udara dari paru-paru. Tulang rawan
berfungsi mencegah terjadinya penyumbatan dan menjamin keberlangsungan
jalannya udara, walaupun terjadi perubahan tekanan selama pernapasan. Trakea
berfungsi sebagai tempat perlintasan udara setelah melewati pernapasan bagian
atas yang membawa udara bersih, hangat dan lembab.
Berbagai reseptor banyak terdistribusi pada membran sel otot polos trakea,
diantaranya adalah reseptor β2-adrenergik, asetilkolin maskarinik ( Ach-M1, Ach-
M2, Ach-M3 dan Ach-M4 ) dan reseptor histamin ( H1 ). Semua reseptor ini
memiliki peranan penting dalam regulasi sistem pernafasan dan terlibat pada
beberapa keadaan patologi penyakit, seperti pada gangguan saluran pernafasan
yang berhubungan dengan penyumbatan saluran pernafasan karena alergi dan
asma.
2.5 Fisiologi Pernafasan
Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru, paru
itu sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimbulkan gerakan
udara masuk-keluar melalui saluran pernapasan. Saluran hidung berjalan ke faring

10
(tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernapasan
maupun sistem pencernaan. Terdapat dua saluran yang berjalan dari faring-trakea
merupakan tempat lewatnya udara ke paru, dan esofagus merupakan saluran
tempat lewatnya makanan ke lambung.
Laring atau kotak suara yang terletak di pintu masuk trakea memiliki
penonjolan di bagian anterior yang membentuk jakun (adam’s apple). Pita suara
merupakan dua pita jaringan ela stik yang terentang di bukaan laring, dapat
diregangkan dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot-otot laring. Pada
saat udara mengalir cepat melewati pita suara yang tegang, pita suara tersebut
bergetar untuk menghasilkan bermacam-macam bunyi. Pada saat menelan, pita
suara mengambil posisi rapat satu sama lain untuk menutup pintu masuk ke
trakea.1,4,5

Gambar 3. Plika vokalis6

2.6 Definisi Trakheostomi


Trakeostomi berasal dari bahasa yunani dari kata trachea dan tome yang
artinya memotong.Istilah trakeotomi (tracheotomy) lebih mengacu pada tindakan
pembedahan pada trakea untuk fungsi ventilasi. Trakeostomi juga berasal dari kata
stome (membuka) jadi istilah trakeostomi menunjukan lobang atau stoma
permanen yang dibuat pada kulit dekat trakea.10
Trakeostomi adalah pembuatan lubang di dinding anterior trakea untuk
mempertahankan jalan napas. Pertama kali dikemukakan oleh Aretaeus dan Galen

11
pada abad pertama dan kedua sesudah masehi. Walaupun teknik ini dikemukakan
berulang kali setelah itu, tetapi orang pertama yang diketahui secara pasti
melakukan tindakan ini ialah Antonio Brasavola pada tahun 1546. Prosedur ini
disebut dengan berbagai istilah, antara lain laringotomi dan bronkotomi sampai
istilah trakeostomi diperkenalkan oleh Heister pada tahun 1718. Pipa trakeostomi
yan pertama dengan kanul dalam diperkenalkan oleh George Martine di Inggris
kira-kira tahun 1730 untuk menghindari sumbatan pipa pascabedah.4,6,8
Trakeostomi merupakan tindakan bedah trakea untuk membuat trakeostoma.
Trakeotomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang mengalami obstruksi jalan
napas di atas trakea dan tidak dapat diatasi dengan cara lain, misalnya intubasi.
Trakeostomi juga dilakukan pada penderita yang memerlukan bantuan pernapasan
buatan untuk waktu lama dan yang memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk
waktu lama dan yang memerlukan pertolongan pembersihan jalan nafas secara
memadai. Trakeostoma merupakan fistel antara trakea dan kulit leher yang
dipertahankan dengan kanul. 1,6,7,8
Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengatasi pasien
dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan bagian atas.
Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi sedangkan tindakan
yang membuat stoma selanjutnya diikuti dengan pemasangan kanul trakea agar
udara dapat masuk ke dalam paru-paru dengan menggunakan jalan pintas jalan
nafas bagian atas disebut dengan trakeostomi. Istilah trakeotomi dan trakeostomi
dengan maksud membuat hubungan antara leher bagian anterior dengan lumen
trakea, sering saling tertukar. Definisi yang tepat untuk trakeotomi ialah membuat
insisi pada trakea, sedang trakeostomi ialah membuat stoma pada trakea.1,7,8
Pasien yang sadar dan menderita obstruksi saluran napas bagaian atas, biasanya
menunjukkan tanda hipoksia akut. Pada umumnya pasien yang menderita
sumbatan jalan napas dengan hipoksia yang meningkat, harus dilakukan
trakeostomi.2
Pada pasien tak sadar dengan insufisensi pernapasan lambat, maka tanda-
tanda hipoksia minimal dan tanda-tanda hiperkapnea lebih jelas. Pada umumnya
jika pasien tidak dapat memperertahankan saturasi oksigennya 85% atau

12
mengurangi pCO2<50 mmHg sewaktu menghirup oksigen, maka trakeostomi
harus dilakukan.2
Dapat disimpulkan, trakeostomi adalah tindakan operasi membuat jalan udara
melalui leher dengan membuat stoma atau lubang di dinding depan/ anterior
trakea cincin kartilago trakea ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan membuat
stoma, diikuti pemasangan kanul. Bertujuan mempertahankan jalan nafas agar
udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas saat pasien
mengalami ventilasi yang tidak adekuat dan gangguan lalulintas udara pernapasan
karena obstruksi jalan nafas bagian atas.6,7

Gambar 5. Trakeostomi

2.7 Sejarah Trakeostomi


Trakeostomi telah dilakukan selama lebih dari 2.000 tahun. Trakeostomi
pertama kali tertulis dalam Rig Veda, kitab suci umat Hindu 2000 SM. Pada tahun
1620 Habicot menerbitkan buku pertama tentang trakeostomi. Pada tahun 1800-an
topik tentang trakeostomi menjadi populer karena dapat menyelamatkan pasien
difteri. Pada saat itu ada dua cara, metode letak tinggi dengan memotong tulang
rawan krikoid dan yang kedua metoda letak rendah melalui pemotongan tulang

13
rawan tarkea. Sampai tahun 1900-an trakeostomi hanya dilakukan pada pasien
yang hampir meninggal dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Sikap terhadap tindakan trakeostomi ini berubah ketika Chevalier Jackson pada
tahun 1909 menggambarkan teknik trakeostomi moderen. Jackson kemudian
menggambarkan bahwa tingginya kerusakan dan stenosis pada laring dan trakea
yang dihubungkan dengan tindakan trakeostomi letak tinggi dalam artikelnya pada
tahun 1921 yang berjudul “High Tracheotomy and Other Errors: The Chief Cause
of Chronic Laryngeal Stenosis.” Dalam artikel ini Jackson mengatakan bahwa
tingginya angka stenosis laring dan trakea akibat tindakan trakeostomi letak
tinggi, yang merusak kelenjar tiroid dan trakea. Jackson kemudian menyarankan
trakeostomi dibawah cincin trakea kedua yang secara signifikan mengurangi
stenosis laring dan trakea dan dapat menurunkan angka kematian dari 25% sampai
1-2%, terutama pada anak-anak. Teknik ini telah diikuti sampai sekarang.

2.8 Indikasi Trakeostomi


Indikasi untuk melakukan tindakan trakeostomi adalah :6,7,8
1. Mengatasi obstruksi laring.
2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas
seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya
stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru.
3. Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak
dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pasien koma.
4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan).
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai
fasilitas untuk bronkoskopi.
6. Bantuan jalan napas diperlukan lebih dari 2 minggu.
7. Refleks laring atau kemampuan untuk menelan hilang (misalnya penyakit
serebrovaskular).
8. Cedera kepala dan leher.

14
Trakheostomi dapat dilakukan untuk tujuan terapi atau sebagai suatu
prosedur berencana. Trakeostomi berencana mungkin diperlukan bila diramalkan
akan terjadi problem pernafasan pada pasien pasca bedah daerah kepala, leher,
atau toraks, atau pasien dengan insufisiensi paru kronik. Indikasi yang jarang ialah
pada pasien, yang intubasi orotrakea sukar dilakukan atau tak mungkin dilakukan
untuk tujuan anestesi umum. Trakeostomi juga harus dilakukan sebelum
pembedahan tumor – tumor orofaring atau laring untuk menghindari manipulasi
tumor yang tidak perlu. 5,7
Trakeostomi untuk terapi perlu dilakukan pada tiap kasus insufisiensi
pernafasan yang disebabkan oleh hipoventilasi alveolus untuk memintas
sumbatan, mengeluarkan sekret, atau untuk tujuan penggunaan pernapasan buatan
secara mekanis. 7,8,9
Bila mungkin, trakeostomi harus didahului oleh intubasi endotrakea.
Walaupun intubasi endotrakea dapat segera memperbaiki gangguan jalan nafas,
trakeostomi harus dilakukan bila diperhitungkan perlu perawatan jalan nafas lebih
dari 48 jam, karena :4,7,8,9
1. Mengeluarkan sekret jauh lebih mudah lewat suatu pipa trakeostomi, dan
kemungkinan terjadinya obstruksi pipa lebih kecil.
2. Pasien sangat sulit menelan dengan adanya pipa endotrakea.
3. Membersihkan pipa endotrakea pada posisinya sulit dan untuk mengganti
pipa diperlukan laringoskopi berulang.
4. Intubasi lama endolaring menimbulkan ulserasi mukosa yang akhirnya dapat
menjadi granuloma, adhesi, dan stenosis laring.
5. Trakeostomi kurang menyebabkan rangsangan refleks batuk, yang mungkin
penting pada pasien dengan kelainan saraf dan pasca bedah.
6. Dengan trakeostomi pasien yang sadar dapat berbicara.

2.9 Kontraindikasi Trakeostomi


Pada pasien dengan obtruksi laring oleh tumor ganas dimana tumor telah
meluas kedaerah trakea, trakeostomi yang dilakukan lebih dari 48 jam sebelum
pembedahan definitif menyebabkan insiden kekambuhan pada stoma bertambah.

15
Oleh karena itu, jalan napas sementara dapat diadakan dengan mengangkat
sebagian tumor secara endoskopi atau melakukan korikotomi. Dan selain itu
kontraindikasi adalah penyakit kelainan darah (seperti leukimia, hemofilia,
anemia aplastik, dll) dan adanya penyakit sistemik (Diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung).13
2.10 Fungsi Trakeostomi
Selain memintas obstruksi saluran nafas atas, trakeostomi memiliki beberapa
fungsi fisiologi lain yaitu:2
- Mengurangi jumlah ruangan hampa dalam trakheobronkial 70-100 ml.
- Mengurangi tahanan aliran udara pernapasan, yang selanjutnya
mengurangi kekuatan yang diperlukan untuk memindahkan udara,
sehingga mengakibatkan peningkatan regangan total dan ventilator
alveolus yang relatif efektif, asal lubang trakeostomi cukup besar.
- Proteksi terhadap aspirasi.
- Memungkinkan pasien menelan tanpa refleks apnea, yang sangat penting
pada pasien dengan gangguan pernapasan.
- Memungkinkan jalan napas langsung ke trakea untuk pembersihan.
- Memungkinkan pemberian obat-obatan ke traktus trakeobronkial.
- Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke
perifer oleh tekanan negatif intrathoraks yang tinggi pada fase inspirasi
batuk yang normal.
2.11 Klasifikasi Trakeostomi
Menurut lama penggunaanya, trakeostomi dibagi menjadi penggunaan
permanen dan penggunaan sementara, sedangkan menurut letak stoma,
trakeostomi dibedakan menjadi trakeostomi letak tinggi dan trakeostomi letak
rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Sedangkan menurut waktu
dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi menjadi:
 Trakeostomi darurat dan segera (emergency tracheostomy) dengan persiapan
sarana sangat kurang, jenis operasi ini dilakukan ketika laring obstruksi akut
atau hampir total mendesak dengan permintaan bantuan. Dibawah keadaan
seperti itu, kepala pasien dan leher diperluas dan trakea diraba. Kemudian

16
disayat menggunakan pisau dan trakea dibuka untuk mengembalikan jalan
nafas melalui trakeostomi.
 Trakeostomi elektif atau semi darurat yang dilakukan diruang operasi
dengan bantuan dan peralatan yang adekuat. Pasien dan dokter ahli bedah
keduanya dipersiapkan instrument dan anastesi diatur.
 Intermediate tracheostomy yaitu semi operasi darurat dimana trakeostomi
dilakukan dibawah situasi yang sulit dengan anastesi local.
2.12 Peralatan Trakeostomi
Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit
dengan obat analgesia (novokain), pisau (skapel), pinset anatomi, gunting panjang
yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta
kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien. 2,5,6,9

Gambar 6. Alat-alat Trakeostomi8


Seperti pipa endotrakeal, kaf pipa yang bertekanan rendah dan bervolume
banyaklah yang dipilih. Yang sering digunakan adalah pipa yang terbuat dari
klorida polivinil (KPV), silastik dan metal. Pipa KPV dan silastik umum
digunakan untuk UTI sedangkan pipa metal digunakan untuk trakeostomi jangka
panjang terutama bila kaf tidak diperlukan.

17
Gambar 7. Kanul trakeostomi9

a. Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga
memperkecil risiko timbulnya aspirasi.

Gambar 6.Cuffed Tubes


b. Uncuffed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak
mempunyai risiko aspirasi.

18
Gambar 7. Uncuffed Tubes
c. Trakeostomi dua cabang
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan
sehingga kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah
terjadi obstruksi.

Gambar 8. Trakeostomi dua cabang

d. Silver Negus Tubes


Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka
panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat
merawat sendiri.

19
Gambar 9. Silver Negus Tubes

e. Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya,
sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya.
Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat
berbicara.11

Gambar. 10 Fenestrated Tubes

20
2.13 Prosedur Trakeostomi
1. Trakeostomi elektif
Pada kebanyakan kasus trakeostomi dilakukan di Intensive Care
Unit atau di kamar operasi. Pada lokasi tersbut pasien terus dimonitor
dengan pulse oxymetri dan elektrokardiogram. Anestesiologis biasanya
melakukan gabungan antara medikasi intravena dan anestesi lokal.5,7
Teknik trakeostomi ditentukan sampai batas tertentu oleh keadaan
yang memerlukan tindakan tersebut. Yang terpenting ialah memperoleh
udara pernafasan secepat dan seefisiensi mungkin dengan menhindari
trauma pada laring, trakea, dan struktur yang berdekatan. Bila mungkin,
dilakukan intubasi endotrakea sebelum trakeostomi terapi, terutama pada
anak. Jika tidak mungkin melakukan intubasi, ventilasi dan oksigenasi
melalui kantong dan masker sangat membantu. Jika udara pernafasan telah
terkontrol, dapat dilakukan trakeostomi dengan lebih cermat dan trauma
minimal.4,7,8
Prosedur yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
 Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga
memudahkan kepala untuk diekstensikan pada sendi atlanto oksipital.
 Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak
digaris median dekat permukaan leher.
 Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik
dan ditutup dengan kain steril.
 Obat anestetikum (novokain) disuntikkan di pertengahan krikoid
dengan fossa suprasternal secara infiltrasi.
 Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah
krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal
dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa
suprasternal atau kira-kira 2 jari dari bawah krikoid orang dewasa.
 Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira 5 cm
 Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya
dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait

21
tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin-
cincin tulang rawan yang berwarna putih
 Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik lateral.
 Ismus tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas
terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan
dipotong ditengahnya.
 Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat kedua tepinya dan
disisihkan ke lateral.
 Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.
 Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran
antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik.
 Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting
yang tajam.
 Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai.
 Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup
dengan kasa.

Gambar 8. Posisi Kepala dan Leher Pada Trakeostomi 9

22
Gambar 9. Prosedur Trakeostomi Elektif. 7,9

Gambar 10. Letak kanul9

23
Hal-hal yang perlu diperhatiakan, sebelum membuat lubang pada trakea, perlu
dibuktikan dulu yang akan dipotong itu benar benar trakea dengan cara
mengaspirasi dengan spuid yang berisi lidocaid ( Xylocaid/novocain). Bila yang
ditusuk itu adalah trakea maka pada waktu dilakukan aspirasi terasa ringan dan
udara yang terisap menimbulkan gelombang udara. Untuk mengurangi reflek
batuk dapat disuntikkan lydocain ( xylocain/novocain ) 1 cc kedalam trakea.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangn
terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema
kulit. Ukuran kanul harus sesuai dengan diameter lumen trakea. Bila kanul terlalu
kecil, akan meyebabkan kanul bergerak-gerak sehingga terjadi rangsangan pada
mukosa trakea dan mudah terlepas kaluar.
Bila kanul terlalu besar, sulit untuk memasukkannya kedalam lumen dan ujung
kanul akan menekan mukosa trakea dan menyebabkan mikosis dinding trake.
Panjang kanul harus sesuai pula karena bila terlalu pendek akan mudah keluar dari
lumen trakea dan masuk kejaringan subkutis sehingga bisa menimbilkan
emfisema kulit dan lumen kanul akan tertutup sehingga menimbulkan asfiksia.
Bila kanul terlalu panjang maka mukosa trakea akan teriritasi dan mudah timbul
jaringan granulasi.
2.14 Trakeostomi Darurat
Pada keadaan darurat, trakeostomi harus dapat dilakukan dalam 2 – 3 menit,
dimana anoksia akan terjadi dalam 4 – 5 menit. Pada trakeostomi darurat lebih
baik dilakukan insisi secara vertikal, yang dimulai pada level kartilago krikoid,
lanjutkan ke inferior sekitar 2,5 – 3,75 cm. Gunakan tangan kiri untuk
menstabilkan laring dan mengekstensi leher bila tidak ada kontraindikasi (seperti
cedera servikal). Sementara tangan kanan digunakan untuk membuat insisi. Jari
telunjuk tangan kiri dapat digunakan untuk mendorong ismus tiroid ke inferior
dan mempalpasi trakea. Insisi kulit secara vertikal ini sangat krusial dalam
keadaan darurat, karena tindakan dapat dilakukan lebih cepat dan kurangnya
resiko trauma terhadap struktur leher yang lain. 7,9,10
Trakeostomi darurat harus dihindari, bagian terbesar kesalahan pada
trakeostomi disebabkan oleh trakeostomi darurat. Komplikasinya meliputi trauma

24
arteria inominata, pembuluh darah tiroidea inferior, esofagus, nerfus laringeus
rekuren dan pleura. Tindakan tersebut dapat menyebabkan perdarahan.
Pneumomediatinitis dan pneumotoraks. Osbtruksi saluran pernafasan pada awal
fase paskah bedah bisa timbul akibat tersumbatnya pipa secara tidak disengaja.
Intubasi endotrakea tidak bebas dari komplikasi obtruksi ekstubasi atau
pneumotoraks. Pneumotoraks dapat terjadi akibat batuk untuk mengatasi obstruksi
pipa endotrakea oleh sekresi. Mungkin terjadi ekstubasi secara tidak disengaja.
Problema utama pemasangan pipa endotrakea jangka lama adalah trauma pada
laring.7,10
Untuk sementara trakeostomi menyebabkan pasien sulit berbicara, tetapi bila
saluran pernafasan diatas trakeostomi masih mempunyai sisa patensi, pasien dapat
berbicara dengan menutup pipa dengan jarinya sewaktu ekspirasi. 8,9,10
2.15 Trakeostomi Pada Bayi Dan Anak
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan ukuran dan
konsistensi trakea pada bayi dan anak. Pada semua kasus trakeostomi seharusnya
hanya dilakukan setelah bronkoskop, pipa enotrakea atau kateter dimasukkan
untuk memperbaiki saluran udara pernafasan dan memberi kekakuan pada trakea,
sehingga memudahkan diseksi dan identifikasi trakea. Pada anak kecil, sangan
mudah melakukan diseksi yang terlalu dalam dan lateral dari trakea, sehingga
merusak nervus laringius rekuren, arteri karotis komunis atau apeks pleura. Saat
melakukan insisi pada dinding trakea, harus hati – hati agar pisau tidak masuk
terlalu dalam dan merobek dinding posterior. Dengan bronkoskop dalam trakea
dapat membantu untuk terhindar dari komplikasi ini.6,8,9,10
Kesulitan lain pada anak ialah pipa trakeostomi sering keluar dari trakea,
karena leher bayi yang pendek dan sering gemuk, terutama bila leher dalam
keadaan fleksi. Dapat juga dilakukan jahitan dengan benang sutra pada tepi insisi
trakea untuk menandai dan benang ini dilekatkan ke leher untuk mencegah
hilangnya lumen trakea jika pipa bergeser. Trakea harus diperiksa setelah pipa
dimasukkan, untuk menjaga agar tidak terjadi lipatan ke dalam dari cincin trakea
yang dipotong, yang dapat menyebabkan pergeseran pipa dan obstruksi pada saat
dekanulasi.8,10

25
Sering terjadi kesulitan untuk mendapatkan pipa trakeostomi yang sesuai. Pipa
yang terlalu panjang dapat masuk ke karina atau salah satu bronkus, menyebabkan
atelektasis paru sisi lain. Jika lengkung pipa terlalu panjang, akan menekan trakea
pada batas atas insisi trakea, sedangkan ujung bawah pipa menempel pada dinding
anterior trakea, dan lengkung yang terlalu tumpul dapat menyebabkan ulserasi
dinding posterior trakea dan esofagus. Oleh karena itu harus dibuat foto Rontgen
leher dan dada pasca bedah pada bayi.8,9,10
Pipa plastik rancangan Aberdeen ialah yang terbaik digunakan pada bayi dan
anak. Alat ini fleksibel, dapat dipotong untuk meyesuaikan panjang, dan
memungkinkan aliran udara yang lebih baik, karena kanul dalam.8,10

Tabel 1. Ukuran Pipa Trakeostomi 9


Umur Diameter Luar Diameter Kanal Respirator
Prematur 4,5 mm 4,5 – 5,0 mm
Bayi sampai 3 4,5 – 5,0 mm 5,0 – 5,5 mm
bulan
3 – 6 bulan 5,0 – 5,5 mm 5,5 mm
6 – 12 bulan 5,0 – 5,5 mm 5,5 – 6,0 mm
1 – 2 tahun 5,5 – 6,0 mm 5,5 – 6,0 mm
3 tahun 5,5 – 6,0 mm 6,0 – 6,5 mm

Setelah usia enam bulan, anak memerlukan ukuran tuba sekurang-kurangnya


sama dengan usia mereka pada ulang tahun berikutnya (hingga ukuran 6).
Identifikasi ukuran dari seluruh tuba intratrakea kini telah distandarisasi. Suatu
komite dari American Standard Institute mengharuskan semua pabrik untuk
memberi pengenal pada tuba intratrakea yaitu dengan diameter internal dalam
millimeter. Suatu aturan sederhana untuk mengingat dalam memilih tuba
endotrakea untuk anak dalam situasi gawat darurat adalah dengan melihat jari
kelingking anak tersebut. Ukuran kelingking anak kira-kira mendekati diameter
luar dari tuba endotrakea yang dipilih. 8,9,10

26
2.16 Perawatan Trakeostomi
Hal-hal penting pada perawatan trakeostomi adalah :7,8,9,10
1. Humidifikasi.
2. Fiksasi harus aman dan ganti setiap hari.
3. Bersihkan luka setiap 6 jam atau sesering yang diperlukan.
4. Penghisapan trakeobronkial dilakukan dengan mengindahkan kaidah a
dan antisepsis. Gunakan kateter dan sarung tangan steril.
5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa. Pipa
dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila
digunakan pipa metal, pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa
mengganti pipa utama.
6. Kultur luka dan sputum harus diperiksa.
7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari
pasien, seperti :
a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu
nomor lebih kecil.
b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak yang
dapat digunakan untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa kembali.
c. Peralatan untuk menghisap dan fasilitas untuk ventilasi kendali.
d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa
trakeostomi tidak berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang
dilupakan bahwa pasien dapat di ventilasi melalui laring.
Anak – anak yang memerlukan trakeostomi lama dapat dirawat di rumah,
dengan memberikan pendidikan yang cermat pada orangtua dalam penggunaan
alat penyedot yang steril, pengaturan kelembaban dan penggantian pita
trakeostomi. 6,7,9,10
Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahan 2 sampai 3 hari
sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk saluran yang permanent, dan sedikit
sekali kemungkinan tidak dapat memasukkan pipa kembali. Mengganti pipa
sebelum 2 - 3 hari dapat menyebabkan bahaya hilangnya lumen trakea.

27
Mengganti pipa trakeostomi pada bayi untuk pertama kali harus tersedia sebuah
bronkoskop.9,10
Kelembaban khusus udara inspirasi diperlukan untuk mencegah trakeitis dan
pembentukan krusta, yaitu ruangan dengan alat humidifikasi Watson atau sebuah
kerah trakea dengan uap basah. Untuk menambahkan kelembaban atmosfir perlu
diteteskan 3 atau 4 tetes larutan garam hipotonik atau larutan Ringer Laktat ke
dalam pipa setiap 3 atau 4 jam. Pasien dengan sekret yang kental dan banyak perlu
pemberian mukolitik intratrakea untuk mencairkan sekret. 8,9,10

2.17 Dekanulasi
Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan,
terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk mengurangi
timbulnya trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea, trakeomalasi, dan
fistula trakeokutan menetap. Segera setelah keadaan pasien membaik, ukuran pipa
trakeostomi diperkecil sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat memintas
pipa menuju saluran nafas bagian atas. Hal ini menolong menghindari
ketergantungan fisiologik pada pipa yang besar akibat menurunnya resistensi
pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai apakah jalan nafas adekuat,
kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret. Jika pipa dapat ditutup selama 8 –
12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup. Segera setelah dekanulasi,
pasien harus diamati dengan ketat dan alat yang diperlukan untuk mendapatkan
jalan nafas kembali selalu harus tersedia. 9,10
Faktor Penyulit Dekanulasi:7,9,10
1. Kondisi yang membutuhkan trakeostomi secara persisten
2. Dislokasi dinding anterior trakea
3. Jaringan granulasi di sekitar stoma
4. Edema mukosa trakea
5. Ketergantungan emosional terhadap trakeostomi
6. Ketidakmampuan mentoleransi resistensi saluran nafas atas
7. Stenosis subglotis
8. Trakeomalasia

28
9. Inkoordinasi refleks pembukaan laring
10. Perkembangan laring yang terganggu akibat trakeostomi jangka
panjang.
2.18 Komplikasi Trakeostomi
Seperti tindakan bedah lainnya, trakeostomi juga memiliki resiko
komplikasi dan cedera. Karena setiap individu bervariasi dalam hal sirkulasi
jaringan dan proses penyembuhan, maka tidak dapat dijamin tidak akan terjadi
komplikasi akibat tindakan trakeosotmi. Trakeostomi darurat dan trakeotomi yang
dilakukan pada pasien sakit berat memiliki resiko lebih besar terhadap komplikasi
setelah prosedur.9,10
Pneumomediastinum tidak tergolong sebagai komplikasi, namun merupakan
akibat. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak, dan harus ditindak lanjut guna
memastikan tidak adanya perkembangan ke arah pneumotoraks. Paralisis
sarafrekuren jarang terjadi dan harus dicegah dengan memperhatikan teknik
bedah. Tuba harus terpasang pada jalan napas, tidak menyumbat bronkus serta
tidak mengenai dinding anterior trakea. Pengalaman klinis dan evaluasi radiologik
akan terdiagnosis dan mencegah kejadian ini.9,10

Jenis komplikasi :7,8,9,10


1. Segera
a. Komplikasi perioperatif seperti perdarahan, emfisema, pneumotorak,
emboli udara dan kerusakan tulang rawan krikoid.
b. Diskoneksi.
c. Salah menempatkan trakeostomi, misalnya di jaringan pretrakea atau
bronkus utama kanan.
d. Herniasi kaf yang menyebabkan pipa tersumbat.
e. Ujung pipa tertutup dinding trakea atau carina.
f. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernafasan.

Trakeostomi yang dilakukan pada pasien dengan riwayat hipoksia kronik,


tarikan nafas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan dapat diikuti dengan

29
henti nafas. Hal ini sehubungan dengan denervasi fisiologik pada reseptor kimia
perifer karena naiknya PO2 tiba – tiba. Oleh karena hipoksia sangat
mempengaruhi rangsangan pernafasan, maka dapat terjadi apnea. 9,10

Gambar 12. Komplikasi trakeostomi 9,14


Keterangan Gambar :
A. Trakea tertekuk ke depan
B. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar
C. Emfisema subkutis karena dislokasi kanul
D. Tukak karina karena kateter isap
E. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul (
herniasi akibat ditiup berlebihan )
F. Manset kanul terlepas di trakea
G. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat
H. Cedera dinding belakang (hati – hati fistel trakeo-esofagus)

2. Menengah
a. Tersumbat sekret, dapat terjadi segera atau gradual. Tetapi hal ini
jarang terjadi bila humidifikasi, hidrasi dan penghisapan lendir baik.
b. Infeksi pada stoma atau trakeobronkial.
c. Ulserasi trakea kerena penekanan kaf.
d. Erosi yang dalam dapat menyebabkan perdarahan dari a. inominata
atau fistel trakeoesofagus.

30
3. Lanjut
Komplikasi ini cukup bcnnakna dalain hal variasi dan jumlahnya,
sehingga perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan. Perdarahan lanjut
adalah akibat erosi trakea pada pembuluh utama, biasanya arteri
inominata. (Sebenarnya menghitung cincin trakea mulai dari kartilago
krikoid merupakan tindakan yang esensial). Tindakan mengekstensikan
kepala pasien dan menarik trakea ke atas dengan suatu pengait trakea
dapat menggambarkan cincin trakea kesembilan. Trakeostomi rendah (di
bawah cincin trakea kelima) seringkali salah.
Komplikasi lanjut pada trakeostomi diantaranya :
a. Granuloma trakea yang bias menyebabkan kesulitan bernapas bila pipa
diangkat.
b. Trakeomalasia dan dilatasi trakea.
c. Stenosis trakea.
d. Fistel trakeokutan menetap
e. Fistel trakeoesofagus
Pemasangan manset yang lama dengan akibat nekrosis dinding
trakea juga ikut berperan dalam erosi pembuluh darah. Mathog
menganjurkan pemakaian tuba plastik lunak yang lebih aman. Penanganan
dari perdarahan mayor tindakan darurat dan memerlukan pemakaian tuba
(dengan manset dalam keadaan terkembang) yang cukup panjang untuk
mencapai bagian distal dari pembuluh yang tererosi. Tindakan ini dapat
mencegah aspirasi darah ke dalain paru. Kesalahan dalam membedah dan
menjahit pembuluh mungkin mengharuskan tindakan sternotomi
parsial.8,9,10
Infeksi dapat dikendalikan dengan teknik steril dan humidifikasi.
Antibiotik profilaksis harus dilarang karena memungkinkan perkembangan
bakteri oportunistik. Pseudomonas aeruginosa tidak jarang dapat dibiak
dari lokasi trakeostomi dan tidak selalu merupakan infeksi sistemik.
Tindakan yang perlu dilakukan mungkin hanyalah membasahi kasa dengan

31
larutan asam asetat 0,5 persen. Pasien yang mendapat banyak antibiotik
mungkin mengalami kontaminasi Candida albicans pada lokasi
trakeostomi. Namun, sebelum memulai pengobatan sistemik, harus dicoba
perawatan luka secara lokal.9,10
Penanganan obstruksi jalan napas akibat posisi tuba yang tergeser
atau oklusi lumen adalah berbeda, tergantung pada berapa lama terjadinya
setelah pembedahan. Bila telah melampaui 48 jam dilakukan trakeostomi,
maka perawat dapat diperintahkan untuk memotong tali pengikat leher,
mengeluarkan tuba, dan memeriksa lumen dan tuba. Sumbat mukus yang
menutup lumen tuba harus dibersihkan. Memasukan kembali tuba dapat
dilakukan setelah dokter datang. Tenaga yang terlatih dapat diinstruksikan
untuk memasukkan kait ke dalain stoma dan menahan jalan napas pada
tempatnya, sebelum mengeluarkan dan mengamati tuba yang baru saja
dipasang. Bila situasi tidak mendesak, sebaiknya tindakan ini dilakukan
sendiri oleh dokter. Pada anak-anak, tali pengikat sutera bila ditarik
dengan hati-hati ke lateral akan mempertahankan jalan napas dan
menunjukkan jalur kembali ke stoma untuk penggantian tuba.
Fistula trakeoesofagus biasanya timbul pada pasien yang hipotensi
dan telah menjalani intubasi yang lama dengan tuba bennanset dan
ventilasi terkontrol. Pasien demikian memerlukan tuba naso-gastrik,
namun seringkali meninggal akibat penyakit primernya ataupun akibat
pneumoiua aspirasi lewat fistula. Perbaikan bedah amat kompleks dan
melibatkan penempatan otot-otot leher di antara trakea dan esofagus
setelah perbaikan primer pada fistula.6,7,10
Komplikasi mayor yang tersering adalah stenosis trakea.
Frekuensi komplikasi ini semakin meningkat karena pasien seringkali
memerlukan ventilasi terkontrol jangka lama dengan tuba bermanset.
Menurut Fearon, stenosis stoma bukanlah suatu komplikasi melainkan
suatu parut pasca operasi yang telah diperkirakan, dan bahwa gejala hanya
akan timbul bila diameter lumen sama dengan atau kurang dari 4 mm.
Bilamana terdapat granulasi di atas stoma atau kartilago dalam lumen,

32
maka masalah dapat diatasi dengan eksisi endoskopik atau memasang stent
pada jalan napas.7,8,9,11

33
BAB III
KESIMPULAN

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding anterior trakea


untuk bernapas. Trosseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini di Perancis.
Mereka melakukannya untuk menangani kasus difteria dengan angka keberhasilan
25 persen.

Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan napas dan


gangguan non-obstruktif yang mengubah ventasi. Tiap lesi yang menyumbat jalan
napas bagian atas harus dipintas.Trakeostomi dapat dilakukan untuk tujuan atau
sebagai suatu prosedur berencana

Satu satunya kontraindikasi trakeostomi ialah pasien dengan obstruksi laryng


oleh tumor ganas, karena pada beberapa kasus, trakeostomi yang dilakukan lebih
dari 48 jam sebelum pembedahan definitif, menyebabkan insiden kekambuhan
pada stoma bertambah.

Trakeostomi dapat dilakukan pada obstruksi jalan nafas jika gambaran yang
ada meliputi : dispnea, stridor, perubahan suara, nyeri, batuk, penurunan atau
tidak didapatinya suara pernafas an, perdarahan, keluarnya air liur secara
berlebihan, leher tegang, hemodinamik yang tidak stabil (lanjut), hilangnya
kesadaran (sangat lanjut). Trakeostomi memiliki beberapa komplikasi bahkan
kematian.

34
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Edisi kedua.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001. 412-413.
2. Jacob Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Jilid 1. Edisi ketiga belas. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994.435 – 456.
3. Respiratory System. [12 Juli 2008]. Hyperlink http://www.cayuga-
cc.edu/people/facultypages/greer/biol204/resp2/resp2.html
4. Soepardi, Arsyad., Iskandar, Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001. 201-208.
5. Sjamsuhidajat R, De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. 421 – 422.
6. Staf pengajar bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK UI. Editor dr.
Muhardi Muhiman. 1989. Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 14-16.
7. Paparella, Michael., Shumrick, Donald. Otolaryngology- Head and Neck.
Philadelphia : WB Saunders Company
8. Byron. Otolaryngology – Head and Neck Surgery, 3rd edition. North Carolina
: Byron. p66.
9. Jerry R. Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet. [9 Juli 2008].
Hyperlink : http://www.medicinenet.com/tracheostomy/article.htm
10. Jerry R. Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet. [9 Juli 2008].
Hyperlink : http://www.medicinenet.com/tracheostomy/page2.htm
11. Hyperlink :
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Illu_conducting_passages.s vg [9 Juli 2010]
12. Hyperlink :
http://healthy-lifestyle.most-effective-solution.com/2010/09/20/human-
anatomy-trachea/ [12 Juli 2008]
13. Regan K, Hunt K. 2008. Tracheostomy Management. Continiuing Education
in Anesthesia, Critical Care & Pain. London-UK: The Board of Management
and Trustees of the British Journal of Anathesia.

35
14. Servillo G, Pelosi P. 2016. Percutaneous Tracheostomy in Critically III
Patiens. London: Springer International Publishing Switzerland. P5-7
15. Meisel, RH. 1997. Trakeostomi Dalam: Adam, LG Et Al. Boies Buku Ajar
Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta:EGC. 473-485
16. Mc Cormick, MS. 1992. Traheotomy And Tracheostomy. In:A New Short
Textbook Of Otolaryngology 3th Ed. Somerset:Butler & Tanner Ltd. 208-215

36

Anda mungkin juga menyukai