Anda di halaman 1dari 13

PERSENTASE POTONGAN DAGING HAS DALAM (FILLET), HAS

LUAR (SIRLOIN), DAN LAMUSIR(CUBE ROLL) PADA SAPI JANTAN


BALI DAN FRIES HOLLANDS UMUR 2 – 3 TAHUN HASIL
PENGGEMUKAN
Lilis Suryaningsih
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Abstract
The objective of this experiment was to investigate the percentage of fillet, sirloin,
and cube roll oxen of Bali and Fries Hollands at 2-3 years of age. The data
obtained in the experiment was collected and analyzed using t test. The repetition
was ten times for each oxen. The result showed that the highest percentage was
found in cutting meat cube roll of Fries Hollands oxen and the percentage of
cutting meat fillet, sirloin and lamusir of the Fries Hollands oxen were
significantly higher than those of Bali oxen at the same age.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan persentase has dalam
(fillet), has luar (sirloin, dan lamusir (cube roll) pada sapi jantan Bali dan Fries
Hollands umur 2- 3 tahun hasil penggemukan. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini dihimpun, dianalisa menurut uji t yang tidak berpasangan, diulang
sebanyak 10 kali untuk masing-masing bangsa sapi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa persentase tertinggi diperoleh pada potongan daging lamusir (cube roll)
sapi jantan Fries Hollands serta persentase potongan daging has dalam (fillet), has
luar (sirloin ), dan lamusir (cube roll) sapi jantan Fries Hollands nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan sapi jantan Bali pada umur yang sama.

Pendahuluan
Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang paling giat dikembangbiakan
dibandingkan jenis ternak lainnya seperti domba dan kambing. Dari berbagai
jenis ternak tersebut, daging sapi paling banyak beredar di pasaran serta paling
banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia yaitu sekitar 75% karena daging sapi
mempunyai flavor yang lebih disukai oleh konsumen. (BPS, 2004).
Sumber daging sapi di Indonesia antara lain sapi Bali, sapi Fries Hollands,
sapi Madura, sapi Sumba Ongole, sapi Peranakan Ongole, disamping sapi Bos
taurus dan Bos indicus impor dan silangannya (PPSKI, 1989).
Daging sapi yang diperoleh umumnya berasal dari sapi-sapi tua dan lepas
produksi, namun demikian dengan perkembangannya selera konsumen relatif
lebih menyukai sapi yang berumur 2- 3 tahun, dimana pada umur tersebut sudah
mencapai dewasa tubuh sehingga sudah dimulai pertumbuhan lemak.
Daging yang dihasilkan dari seekor ternak sangat ditentukan oleh bangsa
atau tipe ternaknya sendiri, umur, jenis kelamin dan bobot karkas, yang pada
gilirannya akan mempengaruhi persentase masing-masing jenis potongan daging
yang dihasilkan (Bowker, dkk. 1978).
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ
misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot
termasuk dalam definisi ini (Soeparno, 1992).
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.
Faktor sebelum pemotongan antara lain genetik (spesies, bangsa, tipe ternak, jenis
kelamin), umur, dan pakan. Faktor setelah pemotongan antara lain metode
pelayuan, metode pemasakan, dan bahan tambahan seperti bahan pengempuk
daging (Aberle, dkk. 2001). Penjualan daging di Indonesia pada umumnya baru
dibedakan antara lain daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), paha belakang
dan lamusir (cube roll).
Kelebihan daging jika dibandingkan dengan bahan makanan lain adalah
kandungan B kompleksnya yang tinggi, nilai kecernaannya juga tinggi dan mudah
diserat tubuh (Muzarnis, 1982).
Daging sapi menurut kelas yang ditetapkan Departemen Perdagangan
Indonesia berdasarkan Standar Perdagangan (SP)- 155- 1982 adalah sebagai
berikut: Golongan (kelas) I, meliputi bagian daging has dalam (fillet), tanjung
(rump), has luar (sirloin), lamusir (cube roll), dan paha belakang. Golongan
(kelas) II, meliputi bagian daging paha depan, daging iga (ribmeat), dan punuk
(blade), golongan III, meliputi daging lainnya yang tidak termasuk golongan I dan
II, antara lain samcan (flank), sandung lamur (brisket) dan daging bagian-bagian
lainnya.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan persentase has
dalam (fillet), has luar (sirloin , dan lamusir (cube roll) pada sapai jantan Bali dan
Fries Hollands umur 2- 3 tahun hasil penggemukan.

Materi dan Metode


Penelitian ini menggunakan 20 ekor sapi jantan hasil penggemukan yang
terdiri dari sapi Bali dan Fries Hollands hasil acak sederhana dari sejumlah 60
ekor sapi umur 2 – 3 tahun hasil penggemukan, masing-masing bangsa terdiri dari
10 ekor. Penentuan umur didasarkan pada gigi geligi, dimana gigi seri sulung
tengah dalam ( I2 ) telah berganti dengan gigi tetap (Sosroamidjojo, 1985).
Metode penelitian yang dilakukan adalah :
(1) sapi-sapi ditimbang bobot hidupnya, kemudian dipotong.
(2) dikuliti dan dikeluarkan jeroannya
(3) karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu bagian kiri dan bagian kanan
(4) karkas ditimbang baik kiri maupun kanan dan dimasukkan ke dalam ruangan
chilling, yang mempunyai suhu (4 – 7)0C selama satu malam.
(5) karkas setelah dichilling ditimbang lagi, kemudian dibelah menjadi empat
bagian yaitu dengan memotong karkas pada tulang rusuk ke 12 dan ke 13
dengan menggunkan gergaji.
(6) dipisahkan antara tulang dan jenis-jenis potongan daging.
Peubah-peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah :
(1) Bobot hidup (kg) yaitu ditimbang sebelum sapi disembelih, setelah
diistirahatkan selama 24 jam.
(2) Bobot Karkas (kg) karkas yang diperoleh ditimbang dimulai dari karkas kiri
lalu karkas kanan.
Karkas adalah bagian tubuh sapi setelah pemotongan yang dipisahkan dari
kepala, kulit, jeroan, darah, dan kaki-kaki bawahnya.
(3) Persentase karkas (%) yaitu angka yang diperoleh dari perhitungan sebagai
berikut :
Bobot karkas x 100 % = persentase karkas
Bobot hidup

(4) Berat potongan daging (kg) yaitu ditentukan berdasarkan berat masing-masing
potongan daging yang masih segar.
(5) Persentase potongan daging (%) yaitu angka yang diperoleh dari berat masing
– masing jenis potongan daging dibagi bobot hidup dikali 100 persen.
Analisa data. Data yang diperoleh selama penelitian ini dihimpun,
dianalisis menurut uji t yang tidak berpasangan, diulang sebanyak 10 kali untuk
masing-masing bangsa sapi (Steel dan Torrie,1995).

Hasil dan Pembahasan


Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube
roll) bangsa sapi jantan Bali umur 2- 3 tahun hasil penggemukkan yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube
roll) bangsa sapi jantan Bali umur 2- 3 tahun hasil penggemukkan

Nomor Bobot Karkas Has dalam Has Luar Lamusir


Sapi Hidup (fillet) (sirloin) (cube roll)
(kg) ……………………… % ………………………………

1. 325.00 56.52 0.68 1.06 1.32


2. 340.00 56.64 0.67 1.34 1.65
3. 328.00 44.51 0.68 1.19 1.16
4. 330.00 47.48 0.59 1.12 1.11
5. 331.00 47.61 0.63 1.84 1.10
6. 355.00 48.73 0.62 1.29 1.58
7. 330.00 49.69 0.59 1.53 1.27
8. 323.00 50.59 0.65 1.09 1.33
9. 363.00 50.00 0.58 2.09 1.29
10. 332.00 49.94 0.71 1.54 1.42
Total 3357.00 501.71 6.40 14.09 13.23
Rata-rata 335.70 50.17 0.64 1.41 1.32

Pada Tabel 1, terlihat bahwa bobot hidup sapi jantan Bali berkisar 325.00
kg – 363.00 kg dengan rata-rata 335.70 kg, hasil penelitian ini mendekati
pendapat Darmadja (1980), bahwa bobot sapi jantan Bali 300 – 400 kg. Rata-
rata persentase karkas sapi jantan Bali 50.17 %. Hasil ini sesuai dengan pendapat
Bowker, dkk. (1978) mengemukakan persentase karkas rata-rata sapi jantan Bali
pada umur dewasa antara 45 – 55%.
Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube
roll) bangsa sapi jantan Fries Hollands umur 2- 3 tahun hasil penggemukkan yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel (2).
Tabel 2. Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube
roll) bangsa sapi jantan Fries Holland umur 2- 3 tahun hasil
penggemukan

Nomor Bobot Karkas


Has dalam Has Luar Lamusir
Sapi Hidup (fillet) (sirloin) (cube roll)
(kg) ……………………… % ………………………………

1. 415.00 51.47 0.84 1.47 1.66


2. 397.00 50.78 0.82 1.42 1.61
3. 436.00 51.00 0.80 1.54 1.34
4. 443.00 50.32 0.78 1.29 2.05
5. 454.00 47.62 0.76 1.74 1.17
6. 430.00 53.26 0.81 1.40 1.73
7. 480.00 50.44 0.78 1.30 1.54
8. 440.00 51.23 0.75 1.50 1.67
9. 475.00 52.61 0.69 1.77 1.51
10. 401.00 53.64 0.75 1.61 1.81

Total 4371.00 512.37 7.78 15.04 16.06


Rata-rata 437.10 51.24 0.78 1.50 1.61

Pada Tabel 2, terlihat bahwa bobot hidup sapi jantan Fries Hollands
berkisar 397.00 - 480.00 kg dengan rata-rata 437.00, hasil penelitian ini
mendekati pendapat Bowker, dkk. (1978), bahwa bobot sapi jantan Fries
Hollands 400 – 570 kg kg. Rata-rata persentase sapi jantan Fries Hollands
51.24 %. Hasil ini sesuai dengan pendapat Bowker, dkk. (1978) mengemukakan
persentase karkas rata-rata sapi jantan Fries Hollands pada umur 2- 3 tahun adalah
51.50 %.
Perbedaaan bobot badan sapi kemungkinan disebabkan adanya perbedaan
seperti yang diungkapkan oleh Buckle, dkk. (1978), adanya perbedaan
lingkungan, tata kelola peternakan yang diterapkan dan tingkat gizi atau kualitas
pakan yang diberikan. Rata-rata persentase karkas dari kedua bangsa sapi jantan
paling tinggi dicapai oleh bangsa sapi jantan Fries Hollands. Perbedaan ini
kemungkinan disebabkan adanya perbedaan laju pertumbuhan dan pertambahan
bobot badan harian yang berbeda dari tiap bangsa sapi, dimana sapi jantan Fries
Holllands mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan sapi
jantan Bali seperti yang diungkapkan oleh Hardjosubroto, dkk. (1981), laju
pertumbuhan dan pertambahan bobot badan harian seekor ternak sapi dipengaruhi
oleh genetik dan lingkungan serta tingkat makanan yang diberikan.
Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin) dan lamusir (cube
roll) sapi jantan Bali dan fries Hollands umur 2 – 3 tahun hasil penggemukkan
dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin) dan
lamusir (cube roll) sapi jantan Bali dan fries Hollands umur 2 – 3 tahun hasil
penggemukkan

Nomor Has dalam (fillet) Has Luar (sirloin) Lamusir (cube roll)
-------------------------------- -- (%) ----------------------------------------
Sapi Bali Fries Hollands Bali Fries Hollands Bali Fries Hollands
1. 0.68 0.84 1.06 1.47 1.32 1.66
2. 0.67 0.82 1.34 1.42 1.65 1.61
3. 0.68 0.80 1.19 1.54 1.16 1.34
4. 0.59 0.78 1.12 1.29 1.11 2.05
5. 0.63 0.76 1.84 1.74 1.10 1.17
6. 0.62 0.81 1.29 1.40 1.58 1.73
7. 0.59 0.78 1.53 1.30 1.27 1.54
8. 0.65 0.75 1.09 1.50 1.33 1.67
9. 0.58 0.69 2.09 1.77 1.29 1.51
10. 0.71 0.75 1.54 1.61 1.42 1.81
Total 6.40 7.78 14.09 15.04 13.23 16.09
Rata-rata 0.64 0.78 1.41 1.50 1.32 1.61

Tabel 3 menunjukkan bahwa sapi jantan Bali mempunyai persentase


has dalam (fillet) antara 0.58 % - 0.71% dengan rata-rata 0.64%, has luar (sirloin)
1.06% - 2.09% dengan rata-rata 1.50% dan lamusir (cube roll) antara 1.10% -
1.65% dengan rata-rata 1.61% sedangkan sapi jantan Fries Hollands mempunyai
persentase has dalam (fillet) antara 0.69 % - 0.84 % dengan rata-rata 0.78 %, has
luar (sirloin) 1.29 % - 1.77 % dengan rata-rata 1.50 % dan lamusir (cube roll)
antara 1.17 % - 2.05 % dengan rata-rata 1.61 %. Hasil penelitian dari kedua
bangsa ini menunjukkan adanya perbedaan persentase dari potongan daging has
dalam (fillet), has luar (sirloin) dan lamusir (cube roll). Perbedaan ini disebabkan
karena perbedaan bobot hidup, dan persentase karkas. Hasil ini ternyata sesuai
dengan pendapat Soeparno (1992) bahwa rata-rata persentase daging (potongan
daging) dari kedua bangsa tersebut sangat bervariasi tergantung dari variasi pola
pertumbuhan komponen utama karkas.Selain itu juga dipengaruhi oleh status
gizi,genetik san status fisiologis ternak serta luas otot mata rusuk.
Untuk mengetahui besarnya perbedaan persentase masing-masing
potongan daging (has dalam, has luar dan lamusir) antara kedua bangsa sapi
tersebut, kemudian dianalisis menurut uji t hasilnya menunjukkan ternyata
persentase masing-masing potongan daging (has dalam, has luar dan lamusir) sapi
jantan Fries Hollands nyata lebih tinggi (t hit > t 0.05) dari sapi jantan Bali. Hasil
penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Kallaway (1971) dan Moran (1979)
yang mengemukakan bahwa sifat genetik yang berbeda dari sapi bakalan akan
berpengaruh terhapat karkas, dimana karkas ini berhubungan erat dengan
potongan daging. Dugaan lain bahwa setiap otot pada tubuh mempunyai tugas
yang saling mempengaruhi pada setiap gerakan tubuh dimana pengaruhnya itu
bisa antagonis (berlawanan) atau sinergik (bersama-sama).
Mullins, dkk. (1984) mengatakan bahwa adanya perbedaan dari pada
persentase potongan daging tersebut, beberapa peneliti mengemukakan bahwa
keseluruhan nilai karkas ditentukan oleh jumlah dari pada lemak, tulang,
distribusi dari pada daging yang dapat dijual dengan harga tinggi, dan bentuk
pemotongan dari pada daging tersebut.

Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan di atas, maka dapat dikemukakan
kesimpulan persentase tertinggi diperoleh pada potongan daging lamusir (cube
roll) sapi jantan Fries Hollands serta persentase potongan daging has dalam
(fillet), has luar (sirloin ), dan lamusir (cube roll) sapi jantan Fries Hollands nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan sapi jantan Bali pada umur yang sama.

Daftar Pustaka
Aberle ED, Forrest JC.Gerrand DE, Mills EW. 2001. Principles of Meat Science.
Fourth Ed. Amerika. Kendal/Hunt Publishing Company.

Bowker WAT, Dumsday RG, Frisch JE, Swan RA, Tulloh NM. 1978. Beef Cattle
Management and Economics. AVCC-AACC, Camberra.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2004a. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk


Indonesia Jakarta : Badan Pusat Statistik

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H
dan Adiono, penerjemah. Jakarta : UI Press. Terjemahan dari Food
Science.

Darmadja,S.G.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Tradisional Dalam


Ekosistim Pertanian di Bali Dalam Disertasi Ilmu Peternakan. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Departemen Perdagangan Indonesia. 1982. Mutu dan cara Uji Daging Sapi atau
Kerbau. Jakarta.
Hardjosubroto,W., Soepiyono dan Sumadi. 1981. Proceeding Seminar
Peternakan. Jakarta.

Kallaway, R.C. 1971. The Breed of Beef Cattle. The Journal of Agric.
Departemen of Agric. Victoria Australia.

Moran,J.B. 1979. Growth and Carcass Devolepment of indonesia Beef Breed


Proceed. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan.
Departemen Pertanian Republik Indonesia. Bogor.

Mullis, J.W. 1984 The Cutting of Meat. Mc Graw Hill Book Company Sydney

Muzarnis, E. 1982, Pengolahan Daging. Cetakan Pertama. CV Yasaguna,


Jakarta.

Perhimpunan Peternakan Sapi dan Kerbau Indonesia. 1989. Perkembangan


Ternak ruminansia Besar dan Masalahnya. Bandung.

Sosroamidjojo,S.M. 1985. Ternak Potong dan Kerja CV Yasaguna. Jakarta.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Steel RGD,Torrie JH. 1984. Principles and Procedures of Statistics. Ed ke-2.


International Student Edition. Mc-Graw-Hill International Book
Company, Singapore-Sydney-Tokyo.

Anda mungkin juga menyukai