Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan persentase has dalam
(fillet), has luar (sirloin, dan lamusir (cube roll) pada sapi jantan Bali dan Fries
Hollands umur 2- 3 tahun hasil penggemukan. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini dihimpun, dianalisa menurut uji t yang tidak berpasangan, diulang
sebanyak 10 kali untuk masing-masing bangsa sapi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa persentase tertinggi diperoleh pada potongan daging lamusir (cube roll)
sapi jantan Fries Hollands serta persentase potongan daging has dalam (fillet), has
luar (sirloin ), dan lamusir (cube roll) sapi jantan Fries Hollands nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan sapi jantan Bali pada umur yang sama.
Pendahuluan
Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang paling giat dikembangbiakan
dibandingkan jenis ternak lainnya seperti domba dan kambing. Dari berbagai
jenis ternak tersebut, daging sapi paling banyak beredar di pasaran serta paling
banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia yaitu sekitar 75% karena daging sapi
mempunyai flavor yang lebih disukai oleh konsumen. (BPS, 2004).
Sumber daging sapi di Indonesia antara lain sapi Bali, sapi Fries Hollands,
sapi Madura, sapi Sumba Ongole, sapi Peranakan Ongole, disamping sapi Bos
taurus dan Bos indicus impor dan silangannya (PPSKI, 1989).
Daging sapi yang diperoleh umumnya berasal dari sapi-sapi tua dan lepas
produksi, namun demikian dengan perkembangannya selera konsumen relatif
lebih menyukai sapi yang berumur 2- 3 tahun, dimana pada umur tersebut sudah
mencapai dewasa tubuh sehingga sudah dimulai pertumbuhan lemak.
Daging yang dihasilkan dari seekor ternak sangat ditentukan oleh bangsa
atau tipe ternaknya sendiri, umur, jenis kelamin dan bobot karkas, yang pada
gilirannya akan mempengaruhi persentase masing-masing jenis potongan daging
yang dihasilkan (Bowker, dkk. 1978).
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ
misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot
termasuk dalam definisi ini (Soeparno, 1992).
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.
Faktor sebelum pemotongan antara lain genetik (spesies, bangsa, tipe ternak, jenis
kelamin), umur, dan pakan. Faktor setelah pemotongan antara lain metode
pelayuan, metode pemasakan, dan bahan tambahan seperti bahan pengempuk
daging (Aberle, dkk. 2001). Penjualan daging di Indonesia pada umumnya baru
dibedakan antara lain daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), paha belakang
dan lamusir (cube roll).
Kelebihan daging jika dibandingkan dengan bahan makanan lain adalah
kandungan B kompleksnya yang tinggi, nilai kecernaannya juga tinggi dan mudah
diserat tubuh (Muzarnis, 1982).
Daging sapi menurut kelas yang ditetapkan Departemen Perdagangan
Indonesia berdasarkan Standar Perdagangan (SP)- 155- 1982 adalah sebagai
berikut: Golongan (kelas) I, meliputi bagian daging has dalam (fillet), tanjung
(rump), has luar (sirloin), lamusir (cube roll), dan paha belakang. Golongan
(kelas) II, meliputi bagian daging paha depan, daging iga (ribmeat), dan punuk
(blade), golongan III, meliputi daging lainnya yang tidak termasuk golongan I dan
II, antara lain samcan (flank), sandung lamur (brisket) dan daging bagian-bagian
lainnya.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan persentase has
dalam (fillet), has luar (sirloin , dan lamusir (cube roll) pada sapai jantan Bali dan
Fries Hollands umur 2- 3 tahun hasil penggemukan.
(4) Berat potongan daging (kg) yaitu ditentukan berdasarkan berat masing-masing
potongan daging yang masih segar.
(5) Persentase potongan daging (%) yaitu angka yang diperoleh dari berat masing
– masing jenis potongan daging dibagi bobot hidup dikali 100 persen.
Analisa data. Data yang diperoleh selama penelitian ini dihimpun,
dianalisis menurut uji t yang tidak berpasangan, diulang sebanyak 10 kali untuk
masing-masing bangsa sapi (Steel dan Torrie,1995).
Pada Tabel 1, terlihat bahwa bobot hidup sapi jantan Bali berkisar 325.00
kg – 363.00 kg dengan rata-rata 335.70 kg, hasil penelitian ini mendekati
pendapat Darmadja (1980), bahwa bobot sapi jantan Bali 300 – 400 kg. Rata-
rata persentase karkas sapi jantan Bali 50.17 %. Hasil ini sesuai dengan pendapat
Bowker, dkk. (1978) mengemukakan persentase karkas rata-rata sapi jantan Bali
pada umur dewasa antara 45 – 55%.
Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube
roll) bangsa sapi jantan Fries Hollands umur 2- 3 tahun hasil penggemukkan yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel (2).
Tabel 2. Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube
roll) bangsa sapi jantan Fries Holland umur 2- 3 tahun hasil
penggemukan
Pada Tabel 2, terlihat bahwa bobot hidup sapi jantan Fries Hollands
berkisar 397.00 - 480.00 kg dengan rata-rata 437.00, hasil penelitian ini
mendekati pendapat Bowker, dkk. (1978), bahwa bobot sapi jantan Fries
Hollands 400 – 570 kg kg. Rata-rata persentase sapi jantan Fries Hollands
51.24 %. Hasil ini sesuai dengan pendapat Bowker, dkk. (1978) mengemukakan
persentase karkas rata-rata sapi jantan Fries Hollands pada umur 2- 3 tahun adalah
51.50 %.
Perbedaaan bobot badan sapi kemungkinan disebabkan adanya perbedaan
seperti yang diungkapkan oleh Buckle, dkk. (1978), adanya perbedaan
lingkungan, tata kelola peternakan yang diterapkan dan tingkat gizi atau kualitas
pakan yang diberikan. Rata-rata persentase karkas dari kedua bangsa sapi jantan
paling tinggi dicapai oleh bangsa sapi jantan Fries Hollands. Perbedaan ini
kemungkinan disebabkan adanya perbedaan laju pertumbuhan dan pertambahan
bobot badan harian yang berbeda dari tiap bangsa sapi, dimana sapi jantan Fries
Holllands mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan sapi
jantan Bali seperti yang diungkapkan oleh Hardjosubroto, dkk. (1981), laju
pertumbuhan dan pertambahan bobot badan harian seekor ternak sapi dipengaruhi
oleh genetik dan lingkungan serta tingkat makanan yang diberikan.
Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin) dan lamusir (cube
roll) sapi jantan Bali dan fries Hollands umur 2 – 3 tahun hasil penggemukkan
dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin) dan
lamusir (cube roll) sapi jantan Bali dan fries Hollands umur 2 – 3 tahun hasil
penggemukkan
Nomor Has dalam (fillet) Has Luar (sirloin) Lamusir (cube roll)
-------------------------------- -- (%) ----------------------------------------
Sapi Bali Fries Hollands Bali Fries Hollands Bali Fries Hollands
1. 0.68 0.84 1.06 1.47 1.32 1.66
2. 0.67 0.82 1.34 1.42 1.65 1.61
3. 0.68 0.80 1.19 1.54 1.16 1.34
4. 0.59 0.78 1.12 1.29 1.11 2.05
5. 0.63 0.76 1.84 1.74 1.10 1.17
6. 0.62 0.81 1.29 1.40 1.58 1.73
7. 0.59 0.78 1.53 1.30 1.27 1.54
8. 0.65 0.75 1.09 1.50 1.33 1.67
9. 0.58 0.69 2.09 1.77 1.29 1.51
10. 0.71 0.75 1.54 1.61 1.42 1.81
Total 6.40 7.78 14.09 15.04 13.23 16.09
Rata-rata 0.64 0.78 1.41 1.50 1.32 1.61
Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan di atas, maka dapat dikemukakan
kesimpulan persentase tertinggi diperoleh pada potongan daging lamusir (cube
roll) sapi jantan Fries Hollands serta persentase potongan daging has dalam
(fillet), has luar (sirloin ), dan lamusir (cube roll) sapi jantan Fries Hollands nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan sapi jantan Bali pada umur yang sama.
Daftar Pustaka
Aberle ED, Forrest JC.Gerrand DE, Mills EW. 2001. Principles of Meat Science.
Fourth Ed. Amerika. Kendal/Hunt Publishing Company.
Bowker WAT, Dumsday RG, Frisch JE, Swan RA, Tulloh NM. 1978. Beef Cattle
Management and Economics. AVCC-AACC, Camberra.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H
dan Adiono, penerjemah. Jakarta : UI Press. Terjemahan dari Food
Science.
Departemen Perdagangan Indonesia. 1982. Mutu dan cara Uji Daging Sapi atau
Kerbau. Jakarta.
Hardjosubroto,W., Soepiyono dan Sumadi. 1981. Proceeding Seminar
Peternakan. Jakarta.
Kallaway, R.C. 1971. The Breed of Beef Cattle. The Journal of Agric.
Departemen of Agric. Victoria Australia.
Mullis, J.W. 1984 The Cutting of Meat. Mc Graw Hill Book Company Sydney
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.