Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK


DENGAN GASTROENTERITIS AKUT

Di Susun Oleh:

Fitriani, S.Kep

STIKES ICHSAN MEDICAL CENTER BINTARO


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTROENTERITIS AKUT

A. DEFINISI

Diare adalah suatu kondisis di mana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekwensi lebih
sering ( biasanya 3 kali atau lebih dalam satu hari ( Depkes RI, 2011 )
Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang pada
lambung dan usus yang di tandai berak - berak encer 5 kali atau lebih.
Gastroenteritis adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dapat atau
tanpa lendir dan darah ( Murwani, 2009 )
Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak - anak
balita. Diare akut di definisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba
- tiba frekwensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius dalam nafas
( ISPA ) atau saluran kemih ( ISK )( donna L. Wong let, 2009 )

B. ETIOLOGI
1. Faktor infeksi
Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak, infeksi internal, meliputi:
a. Infeksi bakteri :Vibrio, E.Coli, salmonella, shigella, campylobacter,
yersinia, aeromonas dan sebagainya.
b. Infeksi virus :entrovirus (virus ECHO), coxsackie, poliomyelitis,
adenovirus, rotavirus, astovirus dan lain-lain.
c. Infeksi parasit :Cacing, protozoa, dan jamur.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida, monosakarida pada bayi dan anak,
malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan : makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor kebersihan : Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan
bakteri tinja, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja atau sebelum mengkonsumsi makanan.
5. Faktor psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat merangsang
peningkatan peristaltik usus.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Bayi atau anak menjadi cengeng, rewel, gelisah
2. Suhu badan meningkat
3. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
4. Feses makin cair, mungikn mengandung darah dan atau lendir
5. Warna feses berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
6. Muntah baik sebelum maupun sesudah diare
7. Terdapat gejala dan tanda dehidrasi : ubun-ubun besar cekung pada bayi,
tonus otot dan turgor kulit berkurang, selaput lendir pada mulut dan bibir
terlihat kering
8. Berat badan menurun
9. Pucat, lemah

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Muttaqin (2011), Peradangan pada gastroenteritis disebabkan
oleh infeksidenganmelakukaninvasipada mukosa,memproduksi enterotoksindan
atau memproduksisitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan
sekresicairandan menurunkan absorbsicairan sehingga akan terjadidehidrasidan
hilangnyanutrisidan elektrolit.

MenurutDiskin (2008) dibuku Muttaqin (2011) adapun mekanismedasar


yang menyebabkan diare, meliputihal-halsebagaiberikut:
1. Gangguanosmotik, dimana asupan makanan atau zat yang sukar diserap oleh
mukosa intestinal akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Responsinflamasi mukosa,pada seluruh permukaan intestinal akibat produksi
enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons peningkatan aktivitas
sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus kedalam rongga usus, selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare,sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Dari ketiga mekanism diatas menyebabkan :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asambasa(asidosis metabolik, hipokalemia)
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
3. Hipoglekemia, gangguan sirkulasi darah.

Pendapat lain menurut Jonas (2003) pada buku Muttaqin (2011). Selain
itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup kedalam
usus setelah berhasi lmelewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Mikroorganisme memproduksi toksin. Enterotoksin yang diproduksi agen
bakteri (E.Coli dan Vibriocholera) akan memberikan efek langsung dalam
peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam lumen gastrointestinal
E. PATHWAY

Kuman Salmonella typhi yang


Lolos dari asam Dimusnahkan oleh asam
masuk ke saluran
gastrointestinal lambung

Pembuluh darah limfe Bakteri masuk usus halus

Peredaran darah (bakterimia Masuk retikulo endothelial


promer) (RES) terutama hati dan limfa

Masuk kealiran darah


Berkembang biak di hati dan
(bakteremia sekunder)
limfa

Empedu Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Rongga usus pada
kel. Limfoid halus
Merangsang melepas zat
epirogen oleh leukosit
Pembesaran hati Pembesaran limfe

Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus

Lase plak peyer Penurunan /


peningkatan mobilitas Hypertermi
usus

Erosi Resiko kekurangan


Penurunan / peningkatan
volume cairan
peristaltic usus

Nyeri

Konstipasi / diare Peningkatan asam


Perdarahan masif lambung

Anoreksia mual muntah

Komplikasi perforasi dan Ketidakseimbangan nutrisi


perdarahan usus kurang dari kebutuhan tubuh

(Nanda Nic-Noc.2013)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Tinja
2. Pemeriksaan gangguan keseimbanagn asam basa untuk menentukan PH
dalam darah
3. Pemeriksaan kadar ureum creatinin untuk melihat fungsi ginjal
4. Pemeriksaan Elektrolit darah
5. Pemeriksaan darah lengkap melihat hematokrit dan leukosit

G. PENATALAKSANAAN
Menurut Arif Mansjoer (2007), penatalaksanaan diare akut akibat infeksi
terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, Empat hal penting yang perlu
diperhatikan adalah :
2. Jenis cairan
3. Jumlah cairan
4. Jalan masuk atau cara pemberian cairan
5. Jadwal pemberian cairan
6. Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut


infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan
gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada
feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien
immunocompromised. Contoh antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg oral
(2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin
300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole 250-500 mg
(4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).
Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi
penatalaksanaan yang meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan terapi
penunjang (baik simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba.
Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi
komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.
1. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti
makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk
mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap
perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus.
Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna
dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan
keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.
b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan
kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.
3. Pemberian Antimikroba
Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana
tifoid adalah:
a. Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah
chloramphenicol dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara
oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.
Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman
salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat sintesis
protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative dan positif.
Efek samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis.
Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka
kekambuhan yang tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari),
dan seringkali menyebabkan timbulnya karier.
b. Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan
kloramfenikol yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari
ke-5 sampai ke-6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan
terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan
kloramfenikol.
c. Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam
lebih rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB
selama 2 minggu.
d. Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara
oral atau intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800
mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.
Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram
dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari,
diberikan selama 3-5 hari.
e. Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif
obat – obatan golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan
lebih efektif dibandingkan obat – obatan lini pertama sebelumnya
(klorampenicol, ampicilin, amoksisilin dan trimethoprim-
sulfamethoxazole). Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk
menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh S. Thypi
yang berada dalam stadium statis dalam monosit/makrophag dan dapat
mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding dengan
obat yang lain. Obat golongan ini mampu memberikan respon terapeutik
yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3
sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan fluriquinolon juga dapat
menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.
f. Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada
wanita hamil, kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena
menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey
syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester
pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah
ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon. (Yudhistira.W.2009)

H. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi
2. Renjatan hipovolemik
3. Kejang
4. Bakterimia
5. Malnutrisi
6. Hipoglikemia
7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

I. PENGKAJIAN
Menurut Wicaksana ( 2011 ) adalah :
1. Identitas Klien
2. Riwayat Keperawatan
3. Awal serangan : Gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul
diare
4. Keluhan utama : Feses makin cair, muntah, kehilangan banyak air dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB menurun, tonus dan turgor kulit
berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari
4x dengan konsistensi encer
5. Riwayat Kesehatan masa lalu
6. Riwayat penyakit yang di derita/ riwayat inflamasi
7. Riwayat Psikososial keluarga
8. Kebutuhan dasar
a. Pola Eliminasi : mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x sehari
b. Pola Nutrisi : diawali dengan dengan mual, muntah, anoreksia,
menyebabkan penurunan BB
c. Pola Istirahat dan Tidur : akan terganggu karena adanya distensi abdomen
yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman
d. Pola aktifitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan
adanya nyeri akibat distensi abdomen
9. Pemeriksaan Penunjang
10. Darah : Ht Meningkat,Leukosit menurun
11. Feses : Bakteri atau parasit
12. Elektrolit : Natrium dan kalium menurun
13. Urinalisa : urin pekat, BJ meningkat
14. Analisa gas darah : Asidosis metabolik bila sudah dehidrasi

J. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang
berlebihan dari traktus gastrointestinal dalam feses atau muntahan (emesis).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan cairan akibat diare, dan asupan cairan yang tidak adekuat.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena defekasi yang
sering dan feses yang cair

Anda mungkin juga menyukai