Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akuntabilitas Publik


2.1.1 Pengertian Akuntabilitas Publik
Akuntabilitas merupakan salah satu pilar good government yang

merupakan pertanggung jawaban pemerintah daerah dalam mengambil suatu

keputusan untuk kepentingan publik, dalam hal ini sebagaimana

pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap pelayanan publik yang di

berikan.

Menurut Mardiasmo (2002 : 20) Pengertian akuntabilitas publik adalah


sebagai berikut :
“Akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan
mengungkapkan segala aktivitas kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya
kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk
meminta pertanggungjawaban tersebut.”

Menurut Iman S. Tunggal dan Amin S. Tunggal (2002:7), akuntabilitas

merupakan penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan

pembagian kekuasaan antara board of commisioners, board of directors,

shareholders, dan auditor (pertanggungjawaban wewenang, traccable,

reasonable).

Akuntabilitas publik adalah prisip yang menjamin bahwa setiap kegiatan

penyelenggaraan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada

pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. (Buku Pedoman

10
11

Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah Bappenas & Depdagri,

2002, hal 19)

Dari pengertian diatas secara umum akuntabilitas publik dapat diartikan

sebagai suatu upaya untuk memberikan pertanggungjawaban yang dilakukan oleh

unit organisasi atau pihak-pihak yang berkepentingan secara terbuka kepada

pihak-pihak yang memberikan pertanggungjawaban tersebut.

Menurut Sulistoni (2003:35) pemerintah yang accountable memiliki ciri-

ciri sebagai berikut :

1. Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka,


cepat, dan tepat kepada masyarakat.
2. Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.
3. Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses
pembangunan dan pemerintah.
4. Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik
secara proporsional, dan
5. Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui
pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian
pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah.

2.1.2 Prinsip-Prinsip Akuntabilitas

Prinsip akuntabilitas menuntut dua hal yaitu kemampuan dalam

menjawab, dan konsekuensi. Komponen pertama (istilah yang bermula dari

responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk

menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan

dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber

daya yang telah dipergunakan, dan apa yang telah tercapai dengan menggunakan

sumber daya tersebut.


12

Dalam pelaksanaan akuntabilitas di lingkungan instansi pemerintah,

seperti dikutip oleh LAN dan BPKP (2000:43) perlu memperhatikan prinsip-

prinsip sebagai berikut :

1. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan
pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.
2. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber
daya-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Harus dapat menunjukan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
4. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang
diperoleh.
5. Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan
manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan
pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.

2.1.3 Fungsi dan Jenis Akuntabilitas Publik


2.1.3.1 Fungsi Akuntabilitas

Menurut Mardiasmo (2004:69) agar dapat berfungsi dengan baik, dalam

menerapkan suatu sistem akuntabilitas perlu diterapkan :

1. Pernyataan yang jelas mengenai tujuan dan sasaran dari kebijakan dan

program. Hal terpenting dalam membentuk suatu sistem akuntabilitas adalah

mengembangkan suatu pernyataan dengan cara yang konsisten. Pada

dasarnya, tujuan dari suatu kebijakan dan program dapat dinilai, akan tetapi

kebanyakan dari pernyataan tujuan dibuat terlalu luas sehingga terlalu sulit

pengukurannya. Untuk itu diperlukan suatu pernyataan yang realistis dan

dapat diukur.

2. Pola pengukuran tujuan; setelah tujuan dibuat dan hasil dapat diidentifikasi,

perlu ditetapkan suatu indikator kemajuan yang mengarah pada pencapaian


13

tujuan dan hasil. Memilih indikator untuk mengukur suatu arah kemajuan

pencapaian tujuan kebijakan dan sasaran program memerlukan cara dan

metede tertentu agar indikator terpilih dapat mencapai hal yang diinginkan

oleh pembuat kebijakan.

3. Pengakomodasian sistem intensif; suatu sistem intensif perlu disertakan

dalam sistem akuntabilitas. Penerapan sistem intensif harus diterapkan

dengan hati-hati, karena adakalanya sistem insentif akan mengakibatkan

hasil yang berlawanan dengan yang direncanakan.

4. Pelaporan dan penggunaan data; suatu sistem akuntabilitas kinerja akan

dapat menghasilkan data yang cukup banyak. Informasi yang dihasilkan

tidak akan berguna kecuali dirancang dengan hati-hati, dalam arti informasi

yang disajikan benar-benar berguna bagi pemimpin, pembuat keputusan dan

program serta masyarakat.

5. Pengembangan kebijakan dan manajemen program yang dikoordinasikan

untuk mendorong akuntabilitas.

2.1.3.2 Jenis-Jenis Akuntabilitas

Menurut Mardiasmo (2002:21) Akuntabilitas terdiri dari dua macam yaitu :

a) Akuntabilitas Vertikal (vertical accountability)

b) Akuntabilitas Horizontal (horozontal accountability)


14

Adapun penjelasan dari jenis-jenis akuntabilitas adalah sebagai berikut :

1. Akuntabilitas vertikal (internal)

Setiap pejabat atau petugas publik baik individub maupun kelompok secara

hierarki berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada atasan

langsungnya mengenai perkembangan kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatan

secara periodik maupun sewaktu-waktu bila diperlukan.

2. Akuntabilitas Horizontal (eksternal)

Akuntabilitas horizontal (eksternal) melekat pada setiap lembaga negara

sebagai suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat

yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk

dikomunikasikan kepada pihak ekternal (masyarakat luas) dan lingkungannya

(public or external accountability and environment).

2.2 Partisipasi Masyarakat

Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan

kualitas, dan efektivitas layanan publik. Partisipasi selain telah menjadi kata kunci

dalam pembangunan, juga menjadi salah satu karakteristik dari penyelenggaraan

pemerintah yang baik.

Menurut Mardismo (2002 : 18) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat

dalam membuat keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui

lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut

dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi

secara konstruktif.
15

Menurut Krina (2003 : 16) bentuk partisipasi yaitu :


1) Keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan komitmen.
Cara untuk mengetahui keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan
komitmen diantara aparat yaitu adanya aparat berpartisipasi dalam proses
perencanaan anggaran /pembuatan SPJ/pelaporan keuangan, adanya
keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan komitmen diantara aparat.
2) Adanya forum untuk menampung partisipasi.
Cara untuk mengetahui forum menampung partisipasi yaitu melakukan diskusi
dengan atasan yang berkaitan dengan proses perencanaan anggaran/
pembuatan SPJ/pelaporan keuangan, adanya forum untuk menampung
partisipasi masyarakat yang representatif, jelas arahnya dan dapat dikontrol
bersifat terbuka dan inklusif, harus ditempatkan sebagai mimbar masyarakat
mengekspersikan keinginannya.
3) Keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan.
Cara untuk mengetahui keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan yaitu masyarakat memberikan masukan dalam proses perencanaan
anggaran/ pembuatan SPJ/laporan keuangan dan masukan masyarakat untuk
perencanaan anggaran/pembuatan SPJ/pelaporan keuangan diterapkan dalam
hasil akhir.
4) Fokus pemerintah adalah pada memberikan arah dan mengundang orang lain
untuk berpartisipasi dan mengetahui fokus pemerintah adalah pada
memberikan arah dan mengundang orang lain untuk berpartisipasi yaitu
adanya forum pertemuan dengan kelompok masyarakat (musrenbang) yang
berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan keuangan
daerah, adanya fokus pemerintah dalam memberikan arahan mengundang
orang lain untuk berpartisipasi.
5) Akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan. Cara untuk mengetahui akses bagi masyarakat untuk
menyampaikan pendapat dalam proses perencanaan anggaran/pembuatan
SPJ/pelaporan dan laporan keuangan, adanya akses bagi masyarakat untuk
meyampaikan pendapat dalam proses sistem dan mekanisme perencanaan,
pengendalian, dan pembangunan daerah.

Melihat dampak penting dan positif dari perencanaan partisipatif, dengan

adanya partisipasi masyarakat yang optimal dalam perencanaan diharapkan dapat

membangun rasa pemilikan yang kuat dikalangan masyarakat terhadap hasil-hasil

pembangunan yang ada. Geddesian (dalam Soemarmo 2005:26) mengemukakan

bahwa pada dasarnya masyarakat dapat dilibatkan secara aktif sejak tahap awal

penyusunan rencana. Keterlibatan masyarakat dapat berupa : (1) pendidikan


16

melalui pelatihan, (2) partisipasi aktif dalam pengumpulan informasi, (3)

partisipasi dalam memberikan alternatif rencana dan usulan kepada pemerintah.

2.3 Transparansi Kebijakan Publik


2.3.1 Pengertian Transparansi
Menurut Iman S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002:7), transparasi

merupakan pengungkapan informasi kinerja keuangan perusahaan, baik ketetapan

waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, decision making, control,

fairness, quality standardization, efficiency time, and cost). Transparansi adalah

keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan.

Pengertian transparansi menurut UNDP adalah sebagai berikut :

“Tersedianya informasi secara bebas dan dapat diakses secara langsung


(directly accessible) kepada pihak-pihak yang terkena dampak oleh suatu
pelaksanaan keputusan,kemudian informasi disediakan dengan isi yang
mudah untuk dipahami,sistem yang transparan memiliki prosedur yang
jelas dalam pengambilan keputusan publik. Kemudian adanya saluran
komunikasi informasi antara stakeholders dan birokrat”.

Menurut UNDP, Transparansi akan tercapai dengan cara membagi atau

menyebarkan informasi dan bertindak dengan cara terbuka. Hal tersebut berarti

memperbolehkan para stakeholders untuk memperoleh informasi. Transparansi

dibangun berdasarkan kebebasan untuk memperoleh informasi.

Keterbukaan informasi publik telah di atur dalam UU No.14 Tahun 2008

adalah sebagai berikut :

“Bahwa informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-


tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan
dalam berbagai kemasan dan format sesuai.”
17

Menurut Sopanah (2003) anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif

dapat dikatakan transparan jika memenuhi beberapa kriteria berikut :

1. Terdapat pengumuman kebijakan anggaran

2. Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses

3. Tersedia laporan pertanggungjawaban tepat waktu

4. Terakomodasinya suara/usulan rakyat

5. Terdapat sistem pemberian informasi kepada publik.

2.3.2 Karakteristik Transparansi

Menurut Mardiasmo (2002:19) karakteristik transparansi yang harus

dipenuhi meliputi sebagai berikut :

1. Informativeness (informatif)
Pemberian arus informasi, berita, penjelasan mekanisme, prosedur, data, fakta
kepada stakeholders yang membutuhkan informasi secara jelas dan akurat.
2. Openess (keterbukaan)
Keterbukaan informasi publik memberi hak kepada setiap orang untuk
memperoleh informasi dengan mengakes data yang ada di badan publik, dan
menegaskan bahwa setiap informasi publik itu harus bersifat terbuka dan dapar
diakses oleh setiap pengguna informasi publik, selain dari informasi yang
dikecualikan yang diatur oleh Undang-Undang.
3. Disclosure (pengungkapan)
Pengungkapan kepada masyarakat atau publik (stakeholders) atas aktivitas dan
kinerja finansial.

2.3.3 Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah bertujuan untuk

memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Kebijakan publik tidak saja

langsung dikeluarkan sebelum melakukan berbagai peninjauan langsung ke dalam

masyarakat. Kebijakan publik juga dibuat untuk mengatur ketertiban, terutama

bila terjadi persoalan yang menyangkut pelayanan publik.


18

Menurut Riant Nugroho (2003:50) Kebijakan publik yang baik adalah

kebijakan yang mendorong setiap warga masyarakat untuk membangun daya

saingnya masing-masing, dan bukan semakin menjerumuskan ke dalam pola

ketergantungan.

2.3.4 Macam-Macam Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut James E, Anderson (1970) jenisnya ada

beberapa macam yaitu :

1. Substantive and Procedural Politic, suatu kebijakan dilihat dari substansi


masalah yang dihadapi dan kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlibat
dalam perumusannya (policy stakeholders)
2. Distributive, redistributive and Regulatory policies, suatu kebijakan yang
mengatur tentang : (a) pemberian pelayanan/keuntungan kepada individu-
individu, kelompok-kelompok, perusahaan-perusahaan, (b) pemindahan
alokasi kekayaan, pemilikan atau hak-hak, (c) pembatasan/pelarangan
terhadap perbuatan/tindakan.
3. Material policy, suatu kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian/
penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi penerimanya.
4. Public goods and privat goods policies, public good policies suatu kebijakan
yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/ pelayanan oleh
pemerintah, untuk kepentingan orang banyak.

2.4 Pengawasan Keuangan Daerah


2.4.1 Pengertian Pengawasan Keuangan Daerah
Pengawasan harus disadari oleh semua pihak, baik yang mengawasi dan

oleh yang diawasi maupun oleh masyarakat umum, lebih tegasnya pengawasan

merupakan salah satu unsur yang penting dalam peningkatan perdayagunaan

aparatur negara dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan yang bersih

dan wibawa.

Pengawasan keuangan daerah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah , yaitu :


19

”Kewenangan dewan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan


PERDA dan peraturan lainnya, pengawasan pelaksanaan APBD,
mengawasi kebijakan dan kinerja pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan daerah dan kerjasama internsional di daerah.”

Adapun pengertian pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah

menurut Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 23 tahun 2007 tentang pedoman

Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Daerah adalah sebagai berikut :

“Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah proses


kegiatan yang ditunjukan untuk menjamin agar Pemerintah Daerah
berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan kententuan
peraturan perundang-undangan.”

Menurut Keputusan Presiden No.74 Tahun 2001 tentang Tata Cara

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa:

“Pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah adalah proses kegiatan


yang ditunjukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan
dengan rencana dan ketenyuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”

Menurut Mardiasmo (2002), pengawasan keuangan daerah merupakan

tahap integral yang mencakup segala keseluruhan tahap baik pada tahap

penyusunan dan pelaporan APBD.

Dari pengertian diatas secara umum pengawasan keuangan daerah adalah

segala kegiatan dan tindakan untuk menghindari adanya kemungkinan

penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang dicapai dalam pembangunan

daerah.

Menurut Mardiasmo (2002:189) tahap-tahap pengawasan yang harus

dilakukan oleh dewan, yaitu :

1. Pengawasan saat penyusunan


20

2. Pengawasan saat pengesahan

3. Pengawasan saat pelaksanaan

4. Pengawasan saat pertanggungjawaban anggaran

2.4.2 Fungsi Pengawasan Keuangan Daerah

Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen untuk

menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah

ditetapkan serta untuk memastikan bahwa tujuan dapat tercapai secara efektif dan

efisien.

Indriani dan Baswir (2003) menyatakan bahwa pengawasan keuangan

daerah (APBD) harus dimulai dari proses perencanaan hingga proses pelaporan.

Fungsi pengawasan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Perencanaan

Pada tahap ini DPRD memiliki peran dalam melakukan kegiatan: a)

menampung aspirasi masyarakat, b) menetapkan petunjuk dan kebijakan

publik tentang APBD dan menentukan strategi dan prioritas dari APBD

tersebut, c) melakukan klarifikasi dan ratifikasi (diskusi APBD dalam rapat

paripurna), d) mengambil keputusan dan pengesahan.

2. Pelaksanaan

Peran DPRD dapat direalisasikan dengan melakukan evaluasi terhadap APBD

yang dilaporkan secara kuarter dan melakukan pengawasan lapangan melalui

inspeksi dan laporan realisasi anggaran, termasuk juga evaluasi revisi atau

perubahan anggaran. Hal tersebut dikarenakan adanya masalah yang sering


21

timbul pada tahap implementasi yaitu banyaknya revisi dan perubahan

APBD.

3. Pelaporan

Peran dari DPRD dapat diimplementasikan dengan mengevaluasi laporan

realisasi APBD secara keseluruhan (APBD tahunan) dengan memeriksa

laporan APBD dan catatan APBD dan juga inspeksi lapangan.

2.4.3 Jenis-Jenis Pengawasan

Adapun pengertian setiap jenis pengawasan tersebut menurut PP Nomor

20 Tahun 2001 adalah:

1. Pengawasan Melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai

pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap

bawahannya secara preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan

tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat

pengawasan secara fungsional baik intern pemerintah maupun ekstern

Pemerintahan yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum

pemerintah dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3. Pengawasan Legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga

Perwakilan Rakyat terhadap kebijaksanaan dan pelaksanaan tugas-tugas

umum pemerintah dan pembangunan.


22

4. Pengawasan Masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga

masyarakat yang disampaikan secara lisan atau tulisan kepada aparatur

pemerintah yang berkepentingan, berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan

atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun yang dissampaikan baik

secara langsung maupun melalui media.

2.4.4 Prinsip-Prinsip Pengawasan

Agar suatu pengawasan dapat berjalan dengan baik, mau tidak mau

prinsip-prinsip pengawasan yang telah dikemukakan itu haruslah mendapat

perhatian sebagaimana mestinya.

Menurut Pramono (2004) pengawasan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Pengawasan Intern

Pengawasan yang dilaksanakan oleh organisasi/lembaga itu sendiri, yang

secara fungsional merupakan tugas pokoknya. Sedangkan kalau dalam

instansi-instansi atau lembaga-lembaga biasanya dilakukan oleh kepala

bagian/seksi terhadap kolega-kolega yang ada dibawah pimpinan.

2. Pengawasan Ekstern

Adalah pengawasan dari luar yaitu pengawasan yang dilaksanakan lembaga

yang independent, serta oleh masyarakat.

2.4.5 Keuangan Daerah


2.4.5.1 Pengertian Keuangan Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 keuangan daerah,

yaitu:

“Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan


pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya
23

segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban


daerah tersebut, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja daerah.”

Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang

keuangan negara dinyatakan bahwa “ keuangan daerah adalah semua hak dan

kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa

uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban.”

2.4.5.2 Karakteristik Keuangan Daerah

Menurut Halim (2012:4) Berdasarkan peraturan-peraturan manajemen

keuangan daerah,pengelolaan keuangan daerah memiliki karakteristik antara lain :

a. Pengertian Daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten. Istilah


Pemerintah Daerah TingkatI dan II, juga kota madya tidak lagi digunakan.
b. Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat
lainnya. Pemerintah ini adalah badan eksekutif, sedang badan legislatif di
daerah adalah DPRD (pasal 14 UU No.22 Tahun 1999). Oleh karena itu,
terdapat pemisahan yang nyata antara legislatif dan eksekutif.
c. Perhitungan APBD menjadi satu laporan dengan pertanggung jawaban
Kepala Daerah (pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000).
d. Bentuk Laporan Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri atas :
1) Laporan Perhitungan APBD
2) Nota Perhitungan APBD
3) Laporan Aliran Kas
4) Neraca Daerah dilengkapi dengan penilaian berdasarkan tolak ukur Renstra
(pasal 38 PP Nomor 105 Tahun 2000)
e. Pinjaman APBD tidak lagi masuk dalam pos pendapatan (yang menunjukkan
hak Pemda) tetapi masuk dalam pos penerimaan (yang belum tentu menjadi
hak Pemda)
e. Masyarakat termasuk didalam unsur-unsur penyusunan APBD disamping
pemerintah daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD.
f. Indikator kinerja pemerintah daerah tidak hanya mencakup :
a) Perbandingan antara anggaran dan realisasinya.
b) Perbandingan antara standar biaya dan realisasinya.
24

c) Target dan persentase fisik proyek, tetapi juga meliputi standar pelayanan
yang diharapkan.
g. Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun anggaran yang
bentuknya laporan perhitungan APBD dibahas oleh DPRD dan mengandung
konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah apabila dua kali ditolak oleh
DPRD.

2.4.6 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Seperti halnya pemerintah pusat, pengurusan keuangan pada Pemda juga

diatur dengan membaginya menjadi pengurusan umum dan pengurusan khusus.

Dengan demikian, Pemda memiliki APBD dalam pengurusan umum, dan

kekayaan milik daerah yang dipisahkan pada pengurusan khusus.

Pengertian APBD menurut Undang-undang No 33 Tahun 2004 dalam

pasal 2 butir (17), yaitu :

“Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD


adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah”.

Pendapatan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana

Perimbangan dan Dana Pinjaman Daerah.

Pengeluaran dana dalam APBD: Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran

Pembangunan. Salah satu pengeluaran dalam APBD yang dianggarkan adalah

anggaran belanja pembangunan / belanja modal.

Suatu anggaran daerah memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara terinci.


25

2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi

biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas

maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan.

3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.

4. Periode anggaran, biasanya satu tahun.

2.4.6.1 Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut UU

No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara adalah sebagai berikut :

“1. Fungsi Otorisasi


2. Fungsi Perencanaan
3. Fungsi Pengawasan
4. Fungsi Alokasi
5. Fungsi Distribusi
6. Fungsi Stabilisasi”

Keenam fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa APBD menjadi dasar untuk

melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

b. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa APBD menjadi pedoman bagi

manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

c. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa APBD menjadi pedoman untuk

menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan.

d. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa APBD harus diarahkan untuk

menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan

sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.


26

e. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan APBD harus

memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

f. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa APBD menjadi alat untuk

memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian

daerah.

2.5 Kerangka Pemikiran

Dalam pasal 1 PP. No. 105/2000 pengertian keuangan negara adalah

semua hak dan kewajiban daerah dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan

yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan

yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Dalam perencanaan

keuangan negara perlu dilakukannya pengawasan keuangan negara untuk

mengetahui apakah perencanaan yang telah disusun dapat terencana secara

efisien, efektif dan ekonomis.

Pengawasan menurut Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang

Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Pasal 1 ayat (6)

menyebutkan, bahwa: “Pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan

yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan

rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan

dicapai. Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan

kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan

secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas
27

yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana

pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi

sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana

penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

Menurut Mardiasmo (2002:189) tahap-tahap pengawasan yang harus

dilakukan oleh dewan, yaitu :

1. Pengawasan saat penyusunan

2. Pengawasan saat pengesahan

3. Pengawasan saat pelaksanaan

4. Pengawasan saat pertanggungjawaban anggaran

Asas akuntabilitas dalam pengawasan keuangan sangat dibutuhkan.

Karena asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegaitan dan

hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Akuntabilitas bersumber kepada adanya pengendalian dari luar (external control)

yang mendorong aparat untuk bekerja keras. Akuntabilitas akan tercapai jika

pengawasan yang dilakukan oleh dewan dan masyarakat berjalan secara efektif.

Menurut Sulistoni (2003:35) pemerintah yang accountable memiliki ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka,


cepat, dan tepat kepada masyarakat.
2. Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.
3. Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses
pembangunan dan pemerintah.
28

4. Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik


secara proporsional, dan
5. Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui
pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian
pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah.

Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengawasan keuangan

daerah maka akan memperkuat proses penyelenggaraan pemerintah, maka

peranan Dewan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah akan dipengaruhi

oleh keterlibatan masyarakat dalam advokasi anggaran. Jadi, selain pengetahuan

tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan,

partisipasi masyarakat diharapkan akan meningkatkan fungsi pengawasan.

Menurut Krina (2003 : 16) Bentuk Partisipasi yaitu:


1. Keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan komitmen.
Cara untuk mengetahui keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan
komitmen diantara aparat yaitu adanya aparat berpartisipasi dalam proses
perencanaan anggaran /pembuatan SPJ/pelaporan keuangan, adanya
keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan komitmen diantara aparat.
2. Adanya forum untuk menampung partisipasi.
Cara untuk mengetahui forum menampung partisipasi yaitu melakukan
diskusi dengan atasan yang berkaitan dengan proses perencanaan anggaran/
pembuatan SPJ/pelaporan keuangan, adanya forum untuk menampung
partisipasi masyarakat yang representatif, jelas arahnya dan dapat dikontrol
bersifat terbuka dan inklusif, harus ditempatkan sebagai mimbar masyarakat
mengekspersikan keinginannya.
3. Keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan.
Cara untuk mengetahui keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan yaitu masyarakat memberikan masukan dalam proses
perencanaan anggaran/ pembuatan SPJ/laporan keuangan dan masukan
masyarakat untuk perencanaan anggaran/pembuatan SPJ/pelaporan
keuangan diterapkan dalam hasil akhir.
4. Fokus pemerintah adalah pada memberikan arah dan mengundang orang
lain untuk berpartisipasi dan mengetahui fokus pemerintah adalah pada
memberikan arah dan mengundang orang lain untuk berpartisipasi yaitu
adanya forum pertemuan dengan kelompok masyarakat (musrenbang) yang
berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan
keuangan daerah, adanya fokus pemerintah dalam memberikan arahan
mengundang orang lain untuk berpartisipasi.
5. Akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan. Cara untuk mengetahui akses bagi masyarakat
29

untuk menyampaikan pendapat dalam proses perencanaan


anggaran/pembuatan SPJ/pelaporan dan laporan keuangan, adanya akses
bagi masyarakat untuk meyampaikan pendapat dalam proses sistem dan
mekanisme perencanaan, pengendalian, dan pembangunan daerah.

Dalam penyusunan keuangan daerah yang baik dengan adanya

transparansi dapat mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, dan bertanggung

jawab. Penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran harus

dilakukan secara transparan, hal ini berarti bahwa seluruh proses penyusunan

anggaran harus semaksimal mungkin dapat menunjukan latar belakang

pengambilan keputusan dalam penetapan kebijakan umum.

Menurut Mardiasmo (2002:19) karakteristik transparansi yang harus dipenuhi

meliputi sebagai berikut :

1. Informativeness (informatif)
Pemberian arus informasi, berita, penjelasan mekanisme, prosedur, data,
fakta kepada stakeholders yang membutuhkan informasi secara jelas dan
akurat.
2. Openess (keterbukaan)
Keterbukaan informasi publik memberi hak kepada setiap orang untuk
memperoleh informasi dengan mengakes data yang ada di badan publik, dan
menegaskan bahwa setiap informasi publik itu harus bersifat terbuka dan
dapar diakses oleh setiap pengguna informasi publik, selain dari informasi
yang dikecualikan yang diatur oleh Undang-Undang.
3. Disclosure (pengungkapan)
Pengungkapan kepada masyarakat atau publik (stakeholders) atas aktivitas
dan kinerja finansial
30

Good Governance

Akuntabilitas Publik

Pengawasan Keuangan
Partisipasi Masyarakat
Daerah (APBD)

Transparansi
Kebijakan Publik

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Pemikiran

2.6 Hipotesis Penelitian

Akuntabilitas publik akan tercapai jika pengawasan yang dilakukan oleh

dewan dan masyarakat berjalan secara efektif. Hal ini juga di dukung oleh

pendapatnya Rubin (1996) yang menyatakan bahwa untuk menciptakan

akuntabilitas kepada publik diperlukan partisipasi pimpinan instansi dan warga

masyarakat dalam penyusunan dan pengawasan keuangan daerah (APBD).

Sehingga akuntabilitas publik yang tinggi akan memperkuat fungsi pengawasan

yang dilakukan oleh dewan.

Partisipasi masyarakat sangan dibutuhkan dalam proses penyelenggaraan

pemerintah, salah satunya dalam pengawasan keuangan daerah. Jadi tidak hanya
31

pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan yang dilakukan

oleh dewan, partisipasi masyarakat diharapkan akan dapat meningkatkan fungsi

pengawasan.

Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh

proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh

pihak-pihak yang berkepentinga, dan informasi yang tersedia harus memadai agar

dapat dimengerti.

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat ditarik hipotesis sementara

yaitu : Adanya Pengaruh Antara Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat dan

Transparansi Kebijakan Publik Terhadap Pengawasan Keuangan Daerah (APBD).

Anda mungkin juga menyukai