Anda di halaman 1dari 4

HASIL PENELITIAN

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Konstipasi


pada Siswa SD di Kecamatan Padang Barat,
Sumatera Barat, Indonesia
Wiwi Hermy Putri, Yusri Dianne Jurnalis, Edison
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas,
Padang, Sumatera Barat, Indonesia

ABSTRAK
Konstipasi adalah kesulitan buang air besar yang meliputi berkurangnya frekuensi defekasi atau meningkatnya konsistensi feses yang
menyebabkan nyeri saat defekasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian konstipasi pada siswa
SD di Kecamatan Padang Barat, Sumatera Barat. Penelitian ini bersifat analitik menggunakan metode multistage random sampling, dilakukan
pada bulan Agustus 2014 hingga Januari 2015. Populasi penelitian sebanyak 6086 siswa dan jumlah sampel 156 siswa. Data diperoleh
menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri berat badan dan tinggi badan. Analisis data dengan uji chi-square. Hasil penelitian
menunjukkan sebagian kecil (19,9%) siswa mengalami konstipasi, lebih dari separuhnya (54,8%) laki-laki, sebagian besar (87,1%) berusia ≥10
tahun serta lebih dari separuh (64,5%) mempunyai gizi lebih. Terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian konstipasi
pada anak (p=0,001).

Kata kunci: Anak, konstipasi, status gizi

ABSTRACT
Constipation is difficulty in bowel movements that include decreased frequency of defecation, or increased stool consistency causing pain
during defecation. This study aims to determine the relationship between nutritional status and constipation among elementary school
students in West Padang District, West Sumatera. This analytical study, started in August 2014 until January 2015, used multistage random
sampling method. The populations in this study were 6086 students and samples were 156 students. Data collected with questionnaire
and anthropometric measurements. Data were tested by chi-square test. The results showed that a small proportion students (19.9%) had
constipation, more than half (54.8%) were male, most (87.1%) were ≥10 years old, and more than half (64.5%) were overweight. There is
a significant relationship between nutritional status and constipation in children (p=0.001 or p≤ 0.05). Wiwi Hermy Putri, Yusri Dianne
Jurnalis, Edison. Correlation between Nutritional Status and Constipation among Elementary School Students in West Padang
District, West Sumatra, Indonesia.

Keywords: Children, constipation, nutritional status.

PENDAHULUAN laporkan dari studi cross-sectional tahun 2010 dewasa muda. Jika tidak ditangani dengan
Konstipasi adalah suatu keadaan sulit di Sumatera Utara terhadap 82 siswa berusia baik dapat menyebabkan berbagai hal yang
defekasi dalam 2 minggu atau lebih yang 10-14 tahun, 32 di antaranya mengalami tidak diinginkan seperti enkopresis, enuresis,
meliputi berkurangnya frekuensi defekasi konstipasi dengan rincian 28% perempuan sakit perut berulang, dan prolaps rektum.6-8
atau meningkatnya konsistensi feses yang dan 11% laki-laki serta konstipasi banyak
menyebabkan nyeri saat defekasi.1 Angka terjadi pada anak dengan gizi lebih.4,5 Kejadian konstipasi pada usia 0-18 tahun lebih
kejadian konstipasi di Amerika berkisar antara sering pada laki-laki. Asupan serat rendah,
2-15%, di Eropa kejadiannya bervariasi antara Beberapa penyebab umum konstipasi cairan tidak optimal, kurangnya aktivitas fisik,
3-20%, sedangkan di Indonesia kejadiannya adalah kegagalan merespons dorongan penghasilan, dan tingkat pendidikan yang
antara 0,3-10,1%, di mana 90% di antaranya buang air besar, asupan serat dan cairan rendah serta depresi dapat meningkatkan
merupakan konstipasi fungsional.2,3 tidak memadai, kelemahan otot perut, dan kejadian konstipasi pada anak. Selain itu,
dehidrasi. Konstipasi pada anak merupakan status gizi juga berkaitan kuat dengan ke-
Sebanyak 1 dari 3 anak dengan usia 6-12 suatu keadaan yang perlu diperhatikan, jadian konstipasi terutama gizi lebih, yaitu
tahun mengalami konstipasi. Nasution me- karena sekitar 24% dapat menetap hingga overweight dan obesitas.5,8-12

Alamat korespondensi email: wiwi_hermyputri@yahoo.com

CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015 807


HASIL PENELITIAN

Data kejadian konstipasi di Indonesia masih <90%, gizi cukup: 90-110%, dan gizi lebih: Tabel 1. Karakteristik responden penelitian
sedikit, terutama di Kota Padang, Sumatera >110%. Sedangkan konstipasi ditegakkan
Karakteristik n %
Barat. Kecamatan Padang Barat adalah berdasarkan kriteria Roma III yang dipenuhi
salah satu kecamatan di Kota Padang dan selama 3 bulan terakhir, yaitu ditemukannya Usia
merupakan daerah perkotaan yang menjadi 2 atau lebih gejala minimal pada 25% dari <10 tahun 76 48,7
≥10 tahun 80 51,3
pusat Kota Padang sebelum dipindahkan defekasi antara lain mengejan, feses yang
ke Aia Pacah. Pola makan di perkotaan keras, perasaan tidak lampias saat BAB, Total 156 100
cenderung bergeser dari pola tradisional ke perasaan adanya hambatan pada dubur, Jenis Kelamin
pola makan barat (terutama dalam bentuk evakuasi feses secara manual defekasi, BAB Laki-laki 66 42,3
fast food seperti hamburger, soft drink, pizza, kurang dari 3 kali/minggu. Selain itu, feses Perempuan 90 57,7
donat, dan lain-lain) yang mutu gizinya lunak jarang ditemui tanpa penggunaan Total 156 100
tidak seimbang, potensial menyebabkan laksatif dan tidak memenuhi kriteria untuk
kelebihan kalori dan meningkatkan obesitas/ IBS. Tabel 2. Distribusi frekuensi status gizi siswa SD di
gizi lebih yang merupakan salah satu Kecamatan Padang Barat
faktor risiko konstipasi.13 Kejadian obesitas Pengumpulan data dilakukan dengan me-
Status Gizi n %
meningkat dua kali lipat pada anak usia minta responden mengisi kuesioner,
2-5 tahun dan usia 12-19 tahun, bahkan untuk anak usia <10 tahun kuesioner Gizi Kurang 26 16,7
meningkat tiga kali lipat pada usia 6-11 diisi oleh orang tua sedangkan untuk usia Gizi Cukup 71 45,5
Gizi Lebih 59 37,8
tahun. Prevalensi gizi lebih di Indonesia me- ≥10 tahun diisi langsung oleh anak, serta
ningkat dari 5% tahun 1990 menjadi 16% dilakukan pengukuran antropometri berat Total 156 100
di tahun 2001.14 badan dan tinggi badan. Selama pengisian
kuesioner, responden didampingi dan Tabel 3. Distribusi frekuensi kejadian konstipasi siswa SD di
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik diberi kesempatan bertanya jika belum Kecamatan Padang Barat
untuk meneliti angka kejadian konstipasi mengerti. Pengumpulan data didahului
Konstipasi n %
beserta hubungan status gizi dengan dengan permohonan izin kepada sekolah
kejadian konstipasi pada siswa SD di kota bersangkutan, lalu dilakukan seleksi data Ya 31 19,9
Padang khususnya di Kecamatan Padang sesuai kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Tidak 125 80,1

Barat. Pengolahan data dilakukan dengan Total 156 100


memeriksa kelengkapan dan kejelasan
METODE data, pemberian kode pada setiap variabel, Tabel 4. Distribusi frekuensi konstipasi siswa SD di
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif memasukkan data ke dalam program Kecamatan Padang Barat berdasarkan usia
analitik dengan desain cross-sectional yang komputer, dan pemeriksaan kembali data
Usia n %
bertujuan untuk mengetahui apakah ada yang sudah dimasukkan. Data kemudian
hubungan status gizi dengan kejadian diolah menggunakan analisis univariat dan <10 tahun 4 12,9
konstipasi pada siswa SD di Kecamatan bivariat. Analisis bivariat dilakukan dengan ≥10 tahun 27 87,1

Padang Barat. Penelitian dilakukan mulai uji chi-square. Total 31 100


bulan Agustus 2014 hingga Januari 2015.
Populasi penelitian ini adalah semua siswa HASIL Tabel 5. Distribusi frekuensi konstipasi siswa SD di
Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Padang Penelitian ini dilakukan pada 6 Sekolah Kecamatan Padang Barat berdasarkan jenis kelamin
Barat. Sampel berjumlah 156 orang yang Dasar (SD) di Kecamatan Padang Barat, yaitu
Jenis Kelamin n %
didapatkan dengan teknik multistage SDN 11 Belakang Tangsi, SDN 09 Berok, SDN
random sampling. Kriteria inklusi adalah 03 Purus, SDN 27 Olo, SDN 16 Kampung Laki-laki 17 54,8
siswa yang terdaftar pada SD di Kecamatan Pondok, dan SD Islam Nibras. Perempuan 14 45,2

Padang Barat tahun ajaran 2014/2015 dan Total 31 100


bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi Dari 156 responden penelitian terdapat 80
adalah siswa yang tidak hadir saat dilaku- siswa (51,3%) usia 10 tahun atau lebih dan Tabel 6. Distribusi frekuensi konstipasi siswa SD di
kan penelitian. Variabel bebas penelitian ini 76 siswa (48,7%) berusia di bawah 10 tahun. Kecamatan Padang Barat berdasarkan status gizi (BB/TB)
adalah status gizi, sedangkan variabel terikat Distribusi jenis kelamin yaitu perempuan 90
Status Gizi n %
adalah konstipasi. siswa (57,7%) dan laki-laki 66 siswa (42,3%)
(Tabel 1). Gizi Kurang 5 16,1
Penilaian status gizi menggunakan grafik Gizi Cukup 6 19,4
Gizi Lebih 20 64,5
Centers for Disease Control and Prevention Di antara 156 responden siswa SD di
(CDC) 2000, parameter berat badan menurut Kecamatan Padang Barat, 71 siswa (45,5%) Total 31 100
tinggi badan berdasarkan umur dan jenis berstatus gizi cukup, 59 siswa (37,8%) gizi
kelamin dan diklasifikasikan dengan kriteria lebih, dan 26 siswa (16,7%) dengan gizi kurang Dari 156 siswa SD di Kecamatan Padang
Waterlaw, dengan kriteria yaitu gizi kurang: (Tabel 2). Barat, sebesar 19,9% mengalami konstipasi

808 CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015


HASIL PENELITIAN

Tabel 7. Distribusi gejala klinis konstipasi pada siswa SD di Kecamatan Padang Barat Berdasarkan hasil penelitian ini, anak yang
mengalami konstipasi terbanyak adalah
Gejala Klinis n (31) %
dengan gizi lebih, yaitu sebesar 64,5% (20
Frekuensi defekasi berkurang dari normalnya 14 45,2 orang), selanjutnya dengan gizi cukup dan
Tinja keras dan sulit dikeluarkan 1 3,2 gizi kurang berturut-turut sebesar 19,4%
Nyeri abdomen/nyeri saat defekasi 20 64,5 dan 16,1%. Hal serupa juga diperoleh
Riwayat tinja berukuran besar dan menyumbat toilet 15 48,4 Nasution (2010) di Pesantren Musthafawiyah,
Soiling/enkopresis 1 3,2 Mandailing Natal, bahwa pada anak usia
Perilaku menunda defekasi 18 58,1
10-14 tahun, yaitu sebesar 70,9% anak yang
mengalami konstipasi memiliki status gizi
Tabel 8. Hubungan status gizi (BB/TB) dengan kejadian konstipasi siswa SD di Kecamatan Padang Barat lebih.5
Konstipasi
Total Hasil penelitian ini menunjukkan urutan
Status Gizi Ya Tidak
gejala klinis dari yang paling banyak di-
n % n % n %
temukan, yaitu nyeri abdomen/nyeri saat
Gizi Kurang 5 19,2 21 80,8 26 100 defekasi sebanyak 20 orang (64,5%),
Gizi Cukup 6 14,1 65 91,5 85 100 perilaku menunda defekasi sebanyak 18
Gizi Lebih 20 33,9 39 66,1 59 100 orang (58,1%), riwayat feses berukuran
besar sebanyak 15 orang (48,4%), serta
Total 31 19,9 125 80,1 156 100
berkurangnya frekuensi defekasi dari
P = 0,001; Ket: BB/TB = Berat Badan/Tinggi Badan normalnya 14 orang (45,2%). Selanjutnya
gejala enkopresis dan tinja yang keras/sulit
(Tabel 3). PEMBAHASAN dikeluarkan masing-masing sebanyak 1
Penelitian pada siswa SD di Kecamatan orang (3,2%).
Konstipasi paling banyak terjadi di antara Padang Barat tahun 2014 mendapatkan 31
siswa berusia ≥10 tahun, yaitu pada 27 siswa dari 156 siswa mengalami konstipasi (19,9%); Pada tahun 2011 Afzal, dkk. menyimpulkan
(87,1%) (Tabel 4). prevalensi ini sesuai dengan angka kejadian bahwa 68% anak dengan konstipasi
konstipasi di dunia tahun 2005, yaitu antara mengalami gejala nyeri abdomen/nyeri saat
Dari 31 siswa yang mengalami konstipasi, 0,3-28%.15 Selain itu, penelitian pada 486 defekasi yang tidak jauh berbeda dengan
17 di antaranya laki-laki dan selebihnya anak di klinik pediatrik Universitas Iowa pada hasil penelitian ini. Konstipasi merupakan
perempuan dengan perbandingan 1,2 : 1. tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi penyebab paling umum dari sakit perut
konstipasi sebesar 22,6%, juga berada akut yang datang ke klinik layanan primer
Siswa yang mengalami konstipasi paling dalam variasi angka kejadian konstipasi.16 dan gawat darurat. Loening-Baucke (2007)
banyak dengan status gizi lebih, yaitu 20 Pada tahun 2010 Mugie, dkk. melaporkan melaporkan hal yang berbeda bahwa gejala
orang (64,5%), dibandingkan gizi cukup prevalensi konstipasi pada anak sebesar konstipasi dengan persentase tertinggi, yaitu
sebanyak 6 orang (19,4%) dan gizi kurang 5 20,6%.17 tinja keras (82,6%), selanjutnya berkurangnya
orang (16,1%) (Tabel 6). frekuensi defekasi <3 kali seminggu (41,3%),
Berdasarkan karakteristik usia diketahui nyeri abdomen (33%), perilaku menunda
Empat gejala klinis yang paling sering terjadi sebanyak 87,1% anak yang mengalami defekasi (31,2%), serta adanya riwayat
pada anak yang mengalami konstipasi, yaitu konstipasi berusia ≥10 tahun. Suatu pe- inkontinensia feses (18,3%).11,16,18
nyeri abdomen/nyeri saat defekasi pada 20 nelitian di Sri Lanka yang menggunakan
orang (64,5%), perilaku menunda defekasi kriteria Roma III melaporkan bahwa sebesar Pada penelitian ini, penilaian status gizi
pada 18 orang (58,1%), riwayat tinja/feses 10,6% kejadian konstipasi terjadi pada anak menggunakan grafik CDC 2000 mengingat
berukuran besar pada 15 orang (48,4%), serta usia 10-16 tahun.18 grafik World Health Organization (WHO)
berkurangnya frekuensi defekasi dari normal 2006 tidak memiliki grafik BB/TB pada
pada 14 orang (45,2%) (Tabel 7). Persentase laki-laki menderita konstipasi lebih usia >5 tahun. Selanjutnya diklasifikasikan
tinggi daripada perempuan, yaitu sebesar berdasarkan kriteria Waterlaw menjadi
Persentase responden menderita konstipasi 54,8%, dengan perbandingan tidak terlalu status gizi kurang (<90%), gizi cukup (90-
lebih tinggi di kalangan status gizi lebih bermakna, yaitu 1,2:1. Pada anak usia sekolah, 110%), dan gizi lebih (>110%).20 Persentase
(33,9%) dibandingkan dengan status gizi kejadian konstipasi ini lebih sering terjadi responden dengan konstipasi lebih ba-
kurang (19,2%) dan status gizi cukup (14,1%); pada laki-laki dengan rasio insidens antara nyak pada anak berstatus gizi lebih, dan
terdapat perbedaan bermakna kejadian laki-laki dan perempuan bervariasi antar didapatkan ada hubungan signifikan antara
konstipasi berdasarkan status gizi pada siswa penelitian. Beberapa penelitian melaporkan konstipasi dengan status gizi (p=0,001).
SD di Kecamatan Padang Barat (p=0,001 bahwa tingginya kasus konstipasi pada laki- Terdapat kecenderungan konstipasi pada
<0,05) dengan hubungan lemah (cc=0,278) laki dibandingkan perempuan terutama anak dengan status gizi lebih overweight
(Tabel 8). pada usia 0-18 tahun.9,19 dan obesitas. Penelitian anak usia 10-14

CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015 809


HASIL PENELITIAN

tahun di Mandailing Natal, Sumatera Utara, kolon yang secara bermakna lebih lambat, konstipasi.21-22
menunjukkan adanya hubungan antara sehingga menjadi predisposisi terjadinya
status gizi dengan konstipasi pada anak konstipasi.9,12 Hal ini dijelaskan oleh Bertrand, SIMPULAN
terutama gizi lebih (p=0,0001).5 dkk. (2012) bahwa waktu transit kolon yang Hasil penelitian terhadap siswa SD di
melambat pada obesitas dihubungkan Kecamatan Padang Barat di bulan Agustus
Phatak dan Pashankar menunjukkan pada dengan diet tinggi lemak yang menyebab- 2014 – Januari 2015, mendapatkan bahwa
status gizi lebih ada peningkatan prevalensi kan penurunan jumlah sel Enterochromaffin sebagian kecil siswa SD di Kecamatan
gangguan fungsional saluran cerna seperti yang berperan untuk melepaskan Padang Barat mengalami konstipasi,
konstipasi fungsional, functional abdominal serotonin ke lumen usus agar dapat me- terbanyak pada usia ≥10 tahun dan jenis
pain syndrome, dan irritable bowel syndrome.12 modulasi refleks saluran cerna, sehingga kelamin laki-laki, serta paling banyak de-
Mekanisme bagaimana gizi lebih bisa menyebabkan penurunan motilitas kolon ngan status gizi lebih. Terdapat hubungan
berkembang menjadi beberapa gangguan serta meningkatkan lamanya waktu transit bermakna antara status gizi dengan
fungsional saluran cerna belum diketahui kolon. Di samping itu, diet tinggi lemak konstipasi pada anak. Gambaran klinis
pasti. Namun, suatu studi di Belanda men- juga menurunkan konsentrasi hormon konstipasi yang paling banyak ditemukan
jelaskan bahwa anak dengan gizi lebih motilin usus, sehingga terjadi penurunan pada penelitian ini adalah nyeri abdomen/
terutama obesitas memiliki waktu transit motilitas kolon yang memicu terjadinya nyeri saat defekasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Greenwald BJ. Clinical practice guidelines for pediatric constipation. J Am Acad Nurse Pract. 2010; 22(7): 332-8.
2. Kliegman RM, Richard EB, Hal BJ, Bonita FS. Nelson textbook of pediatric 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
3. Pudjiadi AH, Badriul H, Setyo H, Nikmah SI, Ellen PG, Eva DH. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI. 2009; 175-8.
4. Biggs WS, William HD. Evaluation and treatment of constipation in infants and children. Am Fam Physician 2006; 73: 469-77.
5. Nasution BB. Hubungan status gizi dengan kejadian konstipasi fungsional pada anak [Tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan; 2010: 28-41.
6. Porth CM, Glenn M. Pathophysiology concepts of altered health states. 8th ed. China: Wolters Kluwer Health Lippincott Williams and Wilkin; 2009.
7. Bongers ME, Marc AB, Heleen MS, Martha AG. Health-related quality of life in young adults with symptoms of constipation continuing from childhood into adulthood. Health Qual Life
Outcomes 2009; 7: 20.1-9.
8. Jurnalis YD, Sofni S, Yorva S. Konstipasi pada anak. CDK. 2013; 40(1): 27-31.
9. Liem O, Carlo DL, Jan ST, Hayat MM, Marc AB. Health utilization and cost impact of childhood constipation in the United States. J Pediatr. 2009; 154(2): 258-62.
10. Linberg G, Saeed H, Peter M, Ole T, Luis BF, James G, et. al. Constipation: A global perspective. J Clin Gastroenterol. 2011; 45(6): 483-7.
11. Afzal NA, Mark PT, Mike AT. Constipation in children. Ital J Pediatr. 2011; 37: 28.
12. Radjindrajith S, Niranga MD, Marc AB. Obesity and functional gastrointestinal diseases in children. J Neurogastroenterol Motil. 2014; 20(3): 414-6.
13. Badjeber F, Nova HK, Maureen P. Konsumsi fast food sebagai faktor risiko terjadinya gizi lebih pada siswa SD Negeri 11 Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Manado. 2009. 11-4.
14. Sartika RAD. Faktor risiko obesitas pada anak 5-15 tahun di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat; 2011: 37-43.
15. Benninga, MA, David CAC, Jan AT. New treatment options in chilhood constipation? Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2005.
16. Loening-Baucke V. Prevalence rates for constipation and faecal and urinary incontinence. Arch Dis Child. 2007; 92: 486-9.
17. Mugie SM, Marc AB, Carlo DL. Epidemiology of constipation in children and adults: A systematic review. Best Pract Res Clin Gastroenterol. 2011; 25(1): 3-18.
18. Rajindrajith S, Niranga MD. Constipation in children: Novel insight into epidemiology, pathophysiology and management. J Neurogastroenterol Motil. 2011; 17(1): 35-46.
19. Catto-Smith AG. Constipation and toileting issues in children. Med J Australia. 2005; 182(5): 242-6.
20. Sjarif D, Sri SN, Yoga D, Conny FT. Asuhan nutrisi pediatrik. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011; 1-6.
21. Bertrand RL, Senadheera S, Tanoto A, Tan KL, Howitt L, Chen H, et al. Serotonin availability in rat colon is reduced during a Western diet model of obesity. Am J Physiol Gastrointest Liver
Physiol. 2012: 424-33.
22. Aydin S1, Donder E, Akin OK, Sahpaz F, Kendir Y, Alnema MM. Fat-free milk as therapeutic approach for constipation and the effect on serum motilin and ghrelin levels. Elsevier. Nutrition
2010; 26: 981-5.

810 CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015

Anda mungkin juga menyukai