Disusun oleh :
Evita Lucia Ningrum 200110160034
Rizkha Andesti S 200110160119
Siti Aisyah 200110160143
Muhammad Febriana 200110160223
Nabilla Hakiki 200110160305
Kelompok 3 Kelas B
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT karena hanya berkat rahmat
diselesaikan. Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Pemuliaan Ternak. Adapun yang menjadi bahasan dalam laporan praktikum ini adalah
yang telah memberikan sumbangan pemikiran, tenaga, maupun waktu yang telah diluangkan
untuk menyelesaikan laporan praktikum ini, yaitu anggota kelompok 3 dan dosen pengampu
Penyusun menyadari tidak ada yang sempurna, begitu juga laporan praktikum yang
telah dibuat. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk
perbaikan di masa mendatang dan untuk melengkapi kekurangan yang terdapat di dalam
Akhir kata, semoga apa yang telah diberikan oleh semua pihak dalam penyusunan ini
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 8
DAFTAR TABEL
dikembangkan, sudah lama dikenal dan menyebar luas hampir diseluruh dunia. Di Indonesia
domba sudah lama diternakkan terutama di pedesaan yang sebagian besar diusahakan oleh
peternak kecil dan hanya dilakukan sebagai usaha sampingan dengan teknik pemeliharaan yang
masih tradisional. Hasil usaha peternakan domba sangat memberikan kontribusi yang cukup
Tujuan produksi ternak domba yaitu menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan
pangan dan gizi masyarakat, khususnya yang bersumber dari protein hewani. Ternak domba
merupakan salah satu ternak yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging terbesar
Dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak domba, pemilihan bibit yang unggul
merupakan salah satu faktor yang sangat penting, disamping faktor-faktor lain seperti
penanganan tatalaksana, penyediaan pakan, penanganan penyakit dan pemasaran hasil ternak.
Seleksi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam pemilihan bibit yang
dapat menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan. Seleksi dapat dilakukan melalui
pengamatan dan pengukuran exterior ternak (fenotip). Ukuran ukuran tubuh dapat digunakan
dalam kegiatan seleksi sehingga memudahkan peternak untuk menduga bobot badan terutama
apabila alat timbangan tidak tersedia dan tidak praktis. Simulasi program seleksi dilakukan
2
untuk mencari model pola seleksi paling baik dalam mendapatkan respon seleksi yang optimal
dengan depresi inbreeding serendah mungkin sehingga didapatkan hasil seleksi yang terbaik.
Mengetahui simulasi program seleksi untuk mencari model pola seleksi paling baik
dalam mendapatkan respon seleksi pada generasi (R) dan respon seleksi pertahun (R/y) yang
optimal dengan depresi inbreeding (AF) serendah mungkin dari pola seleksi yang telah
Mampu membuat simulasi program seleksi untuk mencari model pola seleksi paling
baik dalam mendapatkan respon seleksi pada generasi (R) dan respon seleksi pertahun (R/y)
yang optimal dengan depresi inbreeding (AF) serendah mungkin dari pola seleksi yang telah
II
2.1 Hasil
Informasi Data :
Rata-rata berat badan populasi = 32.74286
Standar deviasi populasi = 6.012
Koefisien variasi = 21.427%
Rata-rata kelahiran pertahun = 1.5 kali/tahun
Jumlah anak sepelahiran = 150%
Lamb crop = 80%
Fertilitas = 90%
h2 = 0.30
Produktivitas anak = 259 ekor
Jumlah anak jantan = 129 ekor
Jumlah anak betina = 130 ekor
Jumlah anak jantan untuk bibit = 2 ekor
Jumlah anak jantan untuk bibit = 40 ekor
Umur
Pola Jenis muda Umur produktif ∑ I R (kg) R/Y (kg) ∆F ∆F/Y
breeding kelamin
0 1 2 3 4 5
yang
direncakan Jantan 2 2 2 2 2 2 8 2.42
3.2040954 0.91545583 6.56% 0.54%
Betina 40 40 40 40 40 40 160 1.133
Jantan (1) 3 3 3 3 3 - 9 2.3
Pola 3.0958794 0.95257828 4.48% 0.49%
jantan Betina (1) 40 40 40 40 40 40 160 1.133
berubah Jantan (2) 4 4 4 4 - - 8 2.2
3.0056994 1.0018998 3.44% 0.53%
betina Betina (2) 40 40 40 40 40 40 160 1.133
tetap Jantan (3) 2 2 8 - - - 8 1.94
2.7712314 1.00772051 1.88% 0.42%
Betina (3) 40 40 40 40 40 40 160 1.133
Jantan (1) 2 2 2 2 2 2 8 2.42
Pola 3.030048 0.93232246 6.49% 0.54%
jantan Betina (1) 40 40 53 53 53 - 159 0.94
tetap Jantan (2) 2 2 2 2 2 2 8 2.42
2.732454 0.910818 6.41% 0.54%
betina Betina (2) 40 40 80 80 - - 160 0.61
berubah Jantan (3) 2 2 2 2 2 2 8 2.42
- - - -
Betina (3) 40 40 160 - - - 160 0
Pola Jantan (1) 3 3 3 3 3 - 9 2.3
2.921832 0.973944 4.40% 0.49%
jantan Betina (1) 53 53 53 53 53 - 159 0.94
berubah Jantan (2) 2 2 4 4 - - 8 2.2
2.534058 1.0136232 3.28% 0.53%
betina Betina (2) 53 53 80 80 - - 160 0.61
berubah Jantan (3) 2 2 8 - - - 8 1.94
2.7712314 2.21698512 1.88% 1.64%
Betina (3) 53 53 40 - - - 160 1.133
2.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan simulasi program seleksi dengan cara merubah
– rubah lama pemeliharaan dan jumlah ternak yang dipelihara per tahun pemeliharaan,
dengan tanpa merubah jumlah total ternak produktif keseluruhan yang telah dirancang.
Kemudian dicari model simulasi tersebut mana yang dapat memberikan nilai respon
5
seleksi per generasi dan respon seleksi per tahun paling optimal dengan depresi
Informasi data yang telah diketahui seperti rata – rata berat badan populasi 32
kg, standar deviasi populasi 6.012 kg, koefisien variasi 21.427%, rata – rata kelahiran
pertahun 1.5 kali/tahun, jumlah anak sepelahiran 150%, lamb crop(panen cempe) 80%,
fertilitas 90%, h2 0.30, produktivitas anak 259 ekor, ratio anak jantan dan betina 1 : 1 ,
jumlah anak jantan 129 ekor, jumlah anak betina 130 ekor, jumlah anak jantan untuk
bibit(stock bibit) 2 ekor, jumlah anak betina untuk bibit (stock bibit) 40 ekor.
Kemudian, intensitas seleksi pada jantan bernilai 2.42, pada betina bernilai
1.133 , respon seleksi per generasi bernilai 3.20, respon seleksi per tahun bernilai 0.915
kg/tahun. Interval generasi rata – rata jantan dan betina 3.5 tahun, depresi inbreeding
per generasi bernilai 6.56%, sedangkan depresi inbreeding per tahun bernilai 0.54%.
Setiap kenaikan 10% inbreeding akan menurunkan bobot badan dewasa sebesar 7%
berat badan. Jadi kemajuan genetik setelah dihitung depresi inbreeding yaitu sebesar
0.79 kg, Jadi ramalan bobot badan sebenarnya yaitu 38.75486 + 6.012.
yaitu, pola jantan berubah dan betina tetap, pola jantan tetap dan betina berubah, pola
jantan berubah dan betina berubah, ketiga pola tersebut memiliki 3 model. Pertama,
pada pola jantan berubah dan betina tetap didapatkan hasil bahwa nilai intensitas rata
– rata pada model 1 lebih tinggi dari model 2 dan 3 dan jumlah anak jantan untuk bibit
paling banyak di model 3, nilai respon seleksi yang tinggi terdapat pada model 3.
Kedua, pada pola jantan tetap dan betina berubah didapatkan hasil bahwa nilai
intensitas rata – rata pada model 1 lebih tinggi dari model 2 dan 3 dan jumlah anak
6
betina untuk bibit paling banyak di model 3, nilai respon seleksi yang tinggi terdapat
pada model 1. Ketiga, pada pola jantan berubah dan betina berubah didapatkan hasil
bahwa nilai intensitas rata – rata pada model 1 lebih tinggi dari model 2 dan 3 dan
jumlah anak jantan dan betina untuk bibit paling banyak di model 3, nilai respon seleksi
tersedianya bibit ternak berkualitas dalam jumlah yang cukup mudah diperoleh dan
bibit ternak dan daya saing usaha perbibitan lokal yang rendah (Ditjennak, 2009).
untuk menghasilkan anak sapihan dalam kurun waktu tertentu, dan produktivitas induk
genetik dan laju inbreeding (Woolliams, 1998). Peningkatan genetik bertujuan untuk
memperoleh hasil semaksimal mungkin dari sumber genetik yang ada melalui
2002). Fimland (2002), menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan dalam
Menurut hasil penelitian yang dikumpulkan oleh Lamberson dan Thomas (1984),
kg bobot sapih dan 0.178 kg bobot pra sapih, fertilitas induk menurun 1.4 sampai
1.16%, dan jumlah anak yang hidup sampai sapih menurun 0.7 sampai 7.2%.
8
III
KESIMPULAN
Mendapatkan hasil simulasi program seleksi untuk model pola seleksi paling baik
dalam mendapatkan respon seleksi pada generasi (R) dan respon seleksi pertahun (R/y) yang
optimal dengan depresi inbreeding (AF) serendah mungkin dari pola seleksi yang telah
DAFTAR PUSTAKA
Aldomy, F., Hussein, N.O., Sawalha, L., Khatatbeh, K. and Aldomya, A., 2009. A
National Survey of Perinatal Mortality I Sheep and Goats in Jordan. Pakistan
Vet. J. 29(3): 102-106.
Bijma P, The Meuwissen, JA Woolliams. 2002. Design of sustainable breeding
programs in developed countries. Procedings of the Seventh World Congress
on Genetics Applied to Livestock Production; vol 33. Session 24(01).
Ditjennak, 2009. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan 2010-2014.
Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta
Fimland E et al. 2002. What is sustainable farm animal breeding. Proceding of the
Seventh World Congress on Genetics Applied to Livestock Production ; vol
33. Session 24(03).
Lamberson, W.R and D.L. Thomas.1884. Effects of inbreeding in sheep: a review.
University of Nebraska. Lincoln, Nebraska 68583. USA and University of
llinois. USA Animal Breeding Abstracts 52(5) : 287-29.
Sodiq, A., 2000. Ewe and Doe Productivity under Village and Improved Management
System. In: International Symposium Cum Workshop Sustainable
Development in the Context Globalization and Locality. Sept. 18-22, 200,
Bogor, Indonesia.