Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONCOPNEUMONIA
DI RUANG NICU RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

ZAROTUL PAUJIAH
201910461011013

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
I. Definisi
Bronkopneumonia yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya yang disebabkan oleh bermacam-macam seperti bakteri, virus, dan
jamur (Bennete, 2013)
Broncopneumonia atau disebut juga dengan pneumonia lobularis yaitu
suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveols disekitarnya, yang sering terjadi pada
balita dan anak-anak yang disebabkan oleh bakteri, virus,jamur dan benda
asing. Dan kebanyakan pada pneumonia disebabkan olehikroorganisme.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaaan yang melemahkan daya ahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi
primer ( Bradley et al., 2011)
Broncopneumonia merupakan peradagan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus dan bronkiolus yang berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution). Pneumonia merupakan penyakit perdangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme sebagian kecil disebabkan oleh non-
infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas,

II. Etiologi
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme (virus,
bakteri, jamur), dan sebagian kecil disebabkan oleh hidrokarbon (minyak tanah,
bensin atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman susu, isi lambung
kedalam saluran pernafasan (aspirasi). Berbagai penyebab bronkopneumonia
tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit
dan penyulit yang menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme tersering
sebagai penyebab bronkopneumonia adalah virus dan bakteri yairu Diplococcus
pneumonia, streptococcus pneumonia, dan virus influenza.awalnya organism
masuk melalui percikan tubuh (dloplet), kemudian menyebar dari saluran napas
bagian atas ke jaringan parenkim paru dan sebagian kecil karena penyebaran
melalui aliran darah (Misnadiarly, 2008).
Menurut (Mansjoer, 2008) penyebab terjadinya pneumonia diantaranya
adalah:
1. Bakteri
a. Pneumotorakokus, meruapakan penyebab utama pneumonia. Pada
oeang dewasa umumnya disebabkan karena pneumokokus serotype 1
sampai dengan 8. Sedangkan pada anak-anak serotype 14, 1, 6, dan 9.
Insiden meningkat pada usia lebih kecil 4 tahun dan menurun dengan
meningkatnya umur,
b. Streptokokus, merupakan komplikasi dari penyakit virus lainnya seperti
mobildan varisela atau komplikasi penyakit kuman lainnya seperti
pertusis, pneumonia oleh pnemokokus.
c. Himiphilus influenza, pneumokokus aureginosa, tuberculosa.
d. Streptokokus lebih banyak pada anak-anak bersifat progresif, resisten
terhadap pengobatan dan sering menimbulkan komplikasi seperti : abses
paru, empisema, tension pneumotoraks.
2. Virus
Virus respiratory syncytial, virus influenza, virus edeno dan virus
sistomegalik.
3. Aspirasi
Makanan pada tetanus neonatorum, benda asing, koreson.
4. Pneumonia hipostatik
Hal ini disebabkan karena tidur terlentang terlalu lama, missal pada anak
dengan kondisi kesadaran menuru .
5. Jamur
Histoplasmamosis capsultatum candid abicans. Biostomokasus, kalsedis
mikosis, aspergilosis dan mikosis

III. Tanda dan Gejala


Menurut (Mansjoer, 2008) manifestasi klinis secara umum dapat dibagi
menjadi :
1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, dan keluhan gastrointestinal.
2. Gejala umum pernafasan bawah berupa batuk buruk, ekspektorasi sputum,
cuping hidun, sesak napas dan sianosis.
3. Tanda pneumonia berupa peningkatan frekuensi nafas, suara nafas
melemah, ronchi, wheezing.
4. Tanda empiema berupa perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri
abdomen.
5. Infeksi ekstrapulmonal.

IV. Patofisiologis
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia iaalah mikroorganisme
(jamur, bakteri, virus) dan sebagian kecil disebabkan karena hidrokarbon
(bensin , minyak tananh, dan sejenisnya). Awalnya ikroorganisme masuk
melalui percikan ludah (droplet) infasi ini dapat masuk ke saluran pernafsan
atas dan menimbulkan reaksi imunogi dari tubuh, reaksi ini menyebabkan
peradangan, dimana ketika terjadi peradangan tubuh dapat menyesuaikan diri
maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret, semakin lama secret
semakin menumpuk di bronkus, maka aliran bronkus menjadi semakin sempit
dan pasien tidak merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus, lama kelmaan
secret dapat sampai di alveolus paru dan menganggu sistem pertukaran gas di
paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran napas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna ketika terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membantu floral
normal dalam usus menjadi agen pathogen sehingga timbul masakah GI tract.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikorganisme.
Keadaan ini disebabkan karena adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan adanya gangguan dayah tahan
tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme terhadap saluran napas
dan paru-paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari
udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nesofaring dan orofaring serta
perluasan langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari susunan anatomis rongga hidung, jaringan
limfoid di nasofaring., bulu getar yang meliputi sebagian besar apitel traktus
respiratorius dn secret lain yang dikelurkan oleh sel epitel tersebut. Reflek
batuk, reflek epiglotis yang mencegah terjadinya espirasi secret yang
terinterkasi. Drainase sistem limfatis dan fungsi nyairng kelenjar limfe regional.
Fagosistosis, aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari igA. Secret
enzim-enzim dari sel-sel yang melapasi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
anti mikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka
mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan
radang pada dinding alveoli dan ajringan sekitarnya, setelah itu mikroorganisme
tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang melupyi 4 stadium :
1. Stadium (2-12 jam pertama /kongesti)
Disebut hyperemia, mengacu pada respon peradangan pemulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat infeksi.
Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast seperti pengaktifan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamine dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan meningkatkan permeable kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida. Sehingga
mempengaruhi perpindahan gas dalam darah dan sering mengakibtkan
penurunan spO2 hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat an fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai reaksi
dari peradangan lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukkan leukosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan
warna paru menjadi merah dan pada perbaan seperti hepar. Pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangaat minimal sehingga anak akan bertabah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinterksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sala
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena hberisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari)
Stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan perdangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh magrimag sehinggaj
jaringan kembali ke strukturnya.

Pathway
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Thoraks
Pada px bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrate pada satu atau
beberapa lobus
b. Labolatorium
- Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis, dapat mencapai
15.000-40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri
- Kultur darah positif terhadap organism penyebab
- Nilai analisis gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (75-100
mmHg)
- Kultur jamur atau basil tahan asam menunjukkan agens penyebab
- Kadar taningen larut legionella pada urine
- Kultur sputum, pewarnaan gram dan apusan mengungkap organism
penyebab infeksi
c. Prosedur diagnostik
- Specimen aspirasi transtrakea dan bronkoskopi mengidentifikasi agens
penyebab
- Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen
d. Pemeriksaan radiologis
- Bercak konsolidasi merata pada bronskopneumonia
- Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
- Gambaran bronkopneumonia difusi atauinfiltrasi pada pneumonia
stafilokok
e. Pemeriksaan cairan pleura
Pemeriksaan mikrobiologik dapat dilihat dari specimen usap tenggorok,
sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum fungsi pleura atau aspirasi
paru
VI. Penatalaksanaan
- Berikan O2 untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk
bernafas dan mengurangi kerja miokardium.
O2 diberikan pada anak yang menunjukkan gejala adanya tarikan dinding
dada (retraksi) bagian bawah yang dalam, frekuensi napas 60x/menit atau
lebih
- Pemberian IVFD N4D5 X-XV tetes permenit dalam mikrodrip. N4D5
terdiri dari 100cc D5% + 25 cc NACL.
- Pemberian mukolitik, antibiotik dan anti jamur yaitu candistatin
- Pemberian cefriaxone 259 mg/24 jam
- Untuk neonatus : berikan antibiotik spectrum luas seperti kombinasi
betalaktam/klavulanat dengan aminoglikosid (Sakina, 2016)

VII. Komplikasi
Bronkopneumonia biasanya dapat diobati dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien
terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi :
1. Akumulasi cairan
cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian bawah dinding dada
(efusi pleura) dan dapat juga terjadi empiema. Chest tube (drainage secara
bedah) dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan.
2. Abses
Pengumpulan pus pada area yang terinfeksi pneumonia. Biasanya membaik
dengan terapi antibiotik namun meskipun jarang terkadang membutuhkan
tindakan bedah untuk membuangnya.
3. Bakteremia
Bakteremia akan muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru masuk
ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi
dapat menyebar dengan cepat melalui peredaran darah ke organ-organ lain.

VIII. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Resiko ketidakefektifan elektrolit
3. Intoleransi aktifitas
4. hipertermi
SDKI SLKI SIKI
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
B/D Sekresi Yang Tertahan asuhan keperawatan 1x24 jam Observasi
diharapkan “Pola Tidur” 1. Monitor pola napas
(L.01001) 2. Monitor sputum
Indikator Skor (jumlah, bau, warna)
Produksi 4 Terapeutik
Sputum 1. Pertahankan
Pola Napas 4
Gelisah 4 kepatenan jalan napas
Keterangan : 2. Berikan oksigen
1= Kolaborasi
menurun/meningkat/memburuk Kolaborasikan pemberian
2 = cukup meningkat/cukup bronkodilator,
memburuk ekspektoran, mukolitik.
3 = sedang
4 = Cukup menurun/cukup
membaik
5 = menurun/membaik
Setelah dilakukan tindakan Manjemen Hipertermia
Hipertermi asuhan keperawatan 1x24 jam Observasi
diharapkan “Termoregulasi - Monitor suhu tubuh ,
Neonatus” (L.01001) muter
Indikator Skor - Monitor keluaran urin
Konsumsi 4 Terapeutik :
oksigen 1) Berikan oksigen
Suhu tubuh 4
Menggigil 4 2) Ganti linen stiap hari
Keterangan : Kolaborasi
1=
menurun/meningkat/memburuk
2 = cukup meningkat/cukup
memburuk
3 = sedang
4 = Cukup menurun/cukup
membaik
5 = menurun/membaik
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Diah. (2018). Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia Pada An. I dan An. N
dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas Di Ruang Bougenville
RSUD dr. Haryono, Universitas Jember
Bennete, M.J.2013. Pediatric Pneumonia. Http://emedicine
.medscape.com/article/967822-overview.
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S., Alvelson B, et.al. 2011. The Management of
Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than Month of
Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infection Disease Society and
the Infectious Disease by the Pediatric Infectious Disease Society Society of
America. Clin Infect Dis. 53 (7) : 617-630
Pambudi, Riana, (2017) Dengan Asuhan keperawatan Pada Ny. R dengan Ny R
Dengan Bronkopneumonia Di Ruanag Kenanga RSUD Dr.R Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga. Diploma Thesis, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
Sakina, Meta. (2016). Manajemen Bronkopneumonia Pada Bayi Baru Lahir
Premature. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Anda mungkin juga menyukai