Disusun Oleh :
Puji dan syukur kami panjatkan khadirat Allah SWT . Alhamdulilah kami telah
diberi kesempatan untuk memberikan informasi yang dituangkan dalam
makalah ini , kami berasumsi bahwa pembaca harus tahu dan mengerti apa itu
tentang “ Konsep Komunikasi Teraupetik” Kami menyadari bahwa makalah ini
masih mengandung banyak kekurangan . Oleh karena itu , kami sangat
berterima kasih apabila pembaca bersedia memberikan kritik dan saran ,
sehingga dapat digunakan untuk penyempurnaan makalah berikutnya .
Kami juga berterima kasih kepada dosen mata kuliah Konsep Dasar
Keperawatan , yaitu Mumpuni, DN, SST ., M.Psi , yang telah memberikan tugas
makalah ini , karena dengan adanya makalah ini kami pun akan lebih paham arti
dan makna pembahasan tentang “ Konsep Komunikasi Teraupetik” .
Akhirnya , semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua . Amin.
DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................
Daftar isi..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
1.1. Latar belakang
1.2. Rumusan masalah
1.3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.5 Karakteristik
KESIMPULAN...................................................................................................
Daftar pustaka......................................................................................................
KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada konteks
pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran
informasi diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran.
Metodenya antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis,
menari, bercerita dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya
penyampaian pikiran kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi
juga gerakan tubuh atau gesture (non-verbal), adalah komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan,
yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi
dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi
informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak
berguna (menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan
berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu
hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui
sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh
seseorang menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak
sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan
merasakan kebahagiaan.
Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen dalam
komunikasi yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator (pengirim
pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media kepada komunikan
(penerima pesan) sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain
itu, komunikan juga dapat memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga terciptalah
suatu komunikasi yang lebih lanjut.
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh perawat,
karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk mengumpulkan data
pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien untuk
mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman,
menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga
disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam
mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi
pelaksanaan dari intervensi yang telah dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan
kesehatan dan mencegah terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan dengan proses
keperawatan.
Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan hubungan
antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan
bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap
pasien, seseorang (perawat) yang tidak care dengan orang lain (pasien) adalah berdosa.
Seorang perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan merugikan orang
lain (pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang perawat dengan
pasien pada umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni komunikasi
intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula ditegaskan dalam Poter
dan Perry (1993) bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga tahapan yakni
komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal (interaksi
antara dua orang atau kelompok kecil) dan publik (interaksi dalam kelompok besar).
1.3 Tujuan
Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga medis
dapat konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien.
1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar kami memahami dan mengaplikasikan langsung
dalam proses keperawatan hususnya tentang konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran
intrapersonal perawat-klien.
BAB II
PEMBAHASAN
Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan
pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus
ada unsur kepercayaan. (Mundakir, 2006)
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi terapeutik
adalah suatu pengalaman bersama antara perawat – klien yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Komunikasi
adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa
komunikasi (Budi Ana Keliat dalam Mundakir, (2006)
Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat
yang diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat – klien,
yaitu:
- Tindakan diawali perawat
- Respon reaksi dari perawat
- Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
- Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan
hubungan
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper)
untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.
Komunikasi terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal berikut ini.
a. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau bidan akan mampu menerima dirinya.
Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah cara pandang klien tentang dirinya dan masa
depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan komunikasi
yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon S., dalam Suryani, 2005)
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah membimbing klien dalam
membuat tujuan ayng realistis serta menignkatkan kemampuan klien memenuhi kemampuan
dirinya.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin klien. Klien
yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan
juga memiliki harga diri yang rendah. Perawat diharapkan membantu klien untuk
meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri klien melalui komunikasinya.
Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan akan
berusaha menjaga kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling percaya dan
menumbuhkan rasa nyaman pada pasien. Dengan demikian proses interaksi dapat berjalan
dengan baik.
d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.
Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya
b. Kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri.
c. Kemampuan untuk menjadi contoh peran
d. Altruistik
e. Rasa tanggung jawab etik dan moral
f. Tanggung jawab
Didalam sumber yang lain ditakan bahwa beberapa prinsip dasar yang harus dipahami
dalam membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik :
1.Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan
pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
2.Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya
dan keunikan tiap individu.
3.Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya dan harga diri klien.
4.Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
1.Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2.Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3.Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4.Kerahasiaan klien harus dijaga.
5.Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6.Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku
klien dan memberi nasehat.
7.Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar rasional.
8.Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
9.Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10.Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
terapeutik.
2.5 Karakteristik
Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain
itu komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya
membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan
yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan
menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.
Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan
klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong
(helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai
tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik
seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik,
yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling
percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan
mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara
yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-
kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting
bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal
tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat
atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi
nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian
akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap
hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan
ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan
tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien
merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan
Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat
akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat
memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya
mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis
dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang
sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus
memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata
dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada
kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan
sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau
diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini
terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan
klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi
ataupun perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat
ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
G. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau
tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
Dalam litelatur yang lain disebutkan ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).
1. Keiklasan ( genuineness)
Dalam rangka membantu klien, perawat perawat harus menyadari tentang nilai, sikap,
dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan rasakan
tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan kepada individu
baik secara verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukan rasa iklasnya
mempunyai kesadaran tentang sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga bisa belajar untuk
mengkomunikasikannya dengan tepat. Klien tidak akan menolak segala bentuk persaan negatif
yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya perawat akan
mampu mengeluarkan perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara
menyalahkan atau menghukum klien.
2. Empati (emphathy)
3. Kehangatan (warmth)
Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi
dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan
dalam mengirim.
Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang berupa bahasa
verbal maupun non verbal.
Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan yang
disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.
Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran
penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan.
Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsur-unsur sebagai
berikut:
Adanya referen atau stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain berupa objek, pengalaman, emosi, ide, atau tindakan.
Terdapat pesan sebagai informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Pesan
mungkin terdiri dari symbol bahasa verbal dan non verbal (mis. kata-kata yang diucapkan,
ekspresi wajah atau gerakan tubuh). Kendalanya tidak semua symbol memiliki makna yang
universal, oleh karena itu kesulitan dalam komunikasi mungkin terjadi pada pesan apabila
pengirim tidak waspada terhadap faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.
Adanya pengirim (encoder) dan penerima (decoder) sebagai objek dari media komunikasi.
Pesan dikirimkan melalui saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk membawa pesan,
seperti melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin banyak saluran yang
digunakan oleh seorang perawat untuk menyampaikan pesan secara tepat dan efektif, maka
hubungan terapeutik akan semakin mudah terjalin antara perawat dan pasien.
Adanya respons terbuka di dalam komunikasi yang dapat membantu untuk mengungkapkan
apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Respons sangat penting dalam menjalin
komunikasi terapeutik agar dapat menjelaskan pesan yang disampaikan oleh klien maupun
perawat dan memodifikasi tingkah laku menurut pesan tersebut.
Adanya dukungan lingkungan yang tepat pada saat melakukan komunikasi terapeutik untuk
menjaga privasi klien.
Faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri,
1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda.
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita.
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Dua persyaratan dasar agar komunikasi menjadi efektif (Stuart dan Sundeen, 1998),
yaitu
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum
memberikan saran, informasi maupun masukan.
Komunikasi terapeutik akan menjadi efektif hanya melalui pengguanaan dan latihan yang
sering. Artinya dengan melatih diri dengan menggunakan komunikasi yang bersifat terapeutik
akan meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain, khususnya klien. Selain
itu dalam komunikasi terapeutik, diri kita akan terlatih mengerti akan keinginan yang
dibutuhkan klien.
Setiap kilen memiliki karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena itu,
diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien. Teknik komunikasi
berikut ini, yang dikutip dari artikel Purba, J.M. (2008) terdiri atas beberapa komponen berikut
ini.
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Dalam hal ini perawat berusaha memahami klien dengan cara mendengarkan masalah yang
disampaikan klien. Satu- satunya orang yang dapat menceritakan perasaan, pikiran, dan
persepsi klien terhadap perwat adalah klien itu sendiri.Mendengarkan klien menyampaikan
pesan verbal dan non-verbal mengandung arti bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan
dan masalah klien. Perawat yang mendengarkann dengan penuh perhatian merupakan salah
satu upaya agar dapat mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang disampaikan
klien.
2. Menunjukkan Penerimaan
Arti menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan dengan tingkah laku yang
menunjukan ketertarikan dan tidak menilai. Perlu diketahui bahwa menerima tidak berarti
menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
keraguan dan ketidaksetujuan. Sebagai seorang perawat kita tidak harus menerima semua
perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan ketidak setujuan terhadap sesuatu, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala yang menandakan tidak percaya.
Menanyakan pertanyaan yang berkaitan bertujuan untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topikk yang dibicarakan dan
menggunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Pertanyaan hendaknya
disampaikan secara berurutan selama pengkajian.
Dengan mengulang kembali ucapan klien berarti perawat membarikan umpan balik sehingga
klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
Namun, perawat harus berhati-hati ketika menggunakan teknih ini, sebab pengertian bisa rancu
jika pengulangan ucapan mempunyai arti yang berbeda. Sebagai contoh, seorang klien
mengatakan, “ Saya tidak dapat tidur, semalam saya terjaga”, lalu perawat menjawab, “Anda
mengalami kesulitan untuk tidur tadi malam...”.
6. Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasikan pikiran
masing-masing. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri
dalam memproses informasi yang ada. Penggunaan teknik diam memerlukan keterampilan dan
ketetapan waktu, karena jika tidak demikian maka akan menimbulkan perasaan tidak enak.
Diam berguna pada saat klien harus mengambil keputusan.
Diam digunakan saat klien perlu mengekspresikan ide tapi tidak tahu cara
melakukanya/menyampaikan hal tersebut ( Boyd & Nihart,1998)
7. Klarifikasi
Contoh:
Klien : “Saya kurang yakin apakah bisa mengikuti apa yang Anda sampaikan.”
8. Memfokuskan
Teknik ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan
dimengerti. Perawat seharusnya tidak memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan
masalah yang penting, kecuali jika pemnicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Misalnya,
“Hal ini sangat penting, nanti kita bicarakan lebih lanjut.”
Perawat perlu memberikan respons kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya,
sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan baik dan benar. Perawat menguraikan
kesan yang ditimbulkan melalui syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan
perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.
Contoh:
“ Anda kelihatan tegang...”
“ Apakah Anda merasa cemas apabila Anda...”
10. Menawarkan Infornasi
Pemberian tambahan informasi dapat dijadikan sebagai pendidikan kesehatan bagi klien dan
juga bisa menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Jika ada informasi yang ditutupi oleh
dokter, seorang perawat hendaknya mengklarifikasi alasannya. Perawat dalam memberikan
informasi tidak boleh terkesan seperti memberikan nasihat melainkan memfasilitasi klien untuk
mengambil keputusan
11. Meringkas
Meriingkas adalah mengulang ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Teknik
ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada
pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek
penting dalam interaksinya. Sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik lain yang
berkaitan. Misalnya, “Selama kurang lebih 2 jam, Anda dan saya telah membicarakan
tentang...”
Memberikan penghargaan terhadap klien dapat dilakukan dengan cara seperti menyambutnya
dengan salam dan menyebutkan namanya. Dengan melakukan hal tersebut perawata dapan
menunjukkan kesadarannya tentang perubahan yang terjadi selain itu juga dapat menunjukkan
bahwa perawat menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan
tanggungjawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Namu penghargaan tersebut jangan
sampai menjadi beban baginya,dengan kata lain penghargaan tersebut jangan sampai membuat
klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas
perbuatannya. Misalnya” Selamat siang, Bapak Jaya”, “Assalamualaikum” atau “Selamat
datang Ibu, Ibu sangat tepat waktu sesuai janji.”
Dengan agama islam, memberi salam dan penghargaan merupakan aklak terpuji, dengan begitu
berarti orang tersebut telah mendoakan orang lain agar memperoleh rahmat dari Allah SWT.
Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah.
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain. Sering kali
perawat hanya menawarkan kehadirannya dan ketertarikannya tenpa mempertimbangkan
kondisi klien. Sesungguhnya teknik komunikasi ini harus dilakukan dengan tulus ikhas.
Misalnya, “Saya mengharapkan Anda merasa tenang dan nyaman.”
14. Mempersilakan Untuk Meneruskan Pembicaraan
Teknik ini mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan
selanjutnya respek dengan apa yang akan dibicarakan. Sikap perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan dari pada mengarahkan pembicaraan. Misalnya, “...lanjutkan...!”, “... dan
terus...?”, atau “Ceritakan kepaa saya...”.
Jika perawat ingin mengerti klien lebih jauh, maka perawat tersebut harus melihat klien dengan
sesungguhnya dari segala perspektif. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan atau
menjelaskan persepsinya tentang sesuatukepada perawat. Perawat harus mewaspadai adanya
ansietas saat klien menceritakan pengalamannya. Misalnya, “Ceritakan kepada saya bagaimana
perasaan Anda ketika akan dilakukan pemasangan infus”, “Atau apa yang sedang Anda lihat.”
16. Refleksi
Refleksi adalah suatu teknik yang menganjurkan klien untukmengemukakan dan menerima ide
serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Jika klien bertanya apa yang harus ia
pikirkan atau kerjakan dan apa yang harus ia rasakan, maka perawat dapat
menjawab,”bagaimana menurut Anda?” atau “Bagaimana perasaan Anda”. Kemudian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak melakukan
hal tersebut, selanjutnya klien pun akan berfikir bahwa dirinya adalah individu yang
terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan. Misalnya,”Apakah menurut Anda, saya harus menyampaikannya kepada
dokter?” atau “Apakah menurut Anda, Anda yang harus menyampaikannya?”.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non
verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu
:
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya
tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang
seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan
pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling
personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar
belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.
c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini
perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien
mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan
menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan
rencana asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan
perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi,
memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d.Fase terminasi.
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah
terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien
akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang
telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai
terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari
pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2). Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a). Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut
evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien
menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan
dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).
b). Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah
berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c). Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut
pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi
yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak
lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d). Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik,
waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah
bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama
interaksi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien
dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang
adaptif dan positif.
Kesadaran diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami
dirinya sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri.
klarifikasi nilai adalah metode dimana seseorang menemukan nilai- nilainya sendiri
dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai – nilai pribadi dan bagaimanan nilai
tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
Eksplorasi diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan
dapat mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart &
Sundeen, 1987, dikutip dari Keliat, 1996).
3.2 Saran.
http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-komunikasi.html
http://www.scribd.com/doc/45819001/Pengertian-Komunikasi-Terapeutik#download