Hiv
Hiv
Kelompok 3
Disusun Oleh:
Maifiola 1703503501
SAMARINDA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesempatan kepada Kelompok 3 sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS dengan judul “Epidemik Global Dan
Lokal HIV/AIDS - Kecenderungan, Isu-Isu Terkait, Dan Kebijakan Pemerintah
Dalam Pencegahan, Penanganan Dan Dukungan Bagi Pasien HIV/AIDS” sesuai
dengan batas waktu yang ditentukan.
Kelompok 3 menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga diharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Mudah-
mudahan makalah ini dapat berguna bagi semua pembaca terutama bagi tenaga
kesehatan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika seseorang telah terinfeksi HIV maka ia harus di isolasi serta tidak
boleh bergaul secara wajar dengan orang sehat. Masyarakat masih
menganggap bahwa pasti ada yang salah dengan masa lalu penderita HIV.
1
Pada kenyataannya tidak semua orang yang terinfeksi HIV diakibatkan oleh
gaya hidup yang salah.
Penularan HIV tidak saja melalui hubungan seks dengan banyak pasangan
yang selama ini menjadi isu dominan penyebab seseorang terinfeksi HIV, tapi
juga diakibatkan dari sebab lain, misalnya melalui donor darah, tertular dari
suami atau istri yang telah terinfeksi HIV dan jarum suntik bergantian
pemakaian narkoba.
B. Tujuan
C. Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
"Nabiire itu positif rate-nya paling tinggi yaitu sekitar 9 persen. Kalau
Wamena hanya 1,8 persen. Mimika cenderung stabil di angka 1 persen. Kalau
dari sisi wilayah adat, yang tertinggi itu wilayah Saireri, angkanya di atas 9
persen," tutur Rindang.
Kendala yang dihadapi dalam penanganan masalah HIV-AIDS di Papua
yaitu tidak semua Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA ) bisa mengakses
layanan obat Anti Retroviral/ARV yaitu obat untuk menekan pertumbuhan
virus HIV dalam tubuh seseorang. Dinkes Papua kini terus mengupayakan
agar distribusi obat ARV bisa sampai ke tingkat Puskesmas agar ODHA lebih
mudah mengakses obat tersebut dari tempat tinggalnya. Agar distribusi obat
ARV bisa sampai ke tingkat Puskesmas, maka sangat dibutuhkan komitmen
petugas untuk melakukan pencatatan dan pelaporan kasus secara valid.
Di samping itu, dibutuhkan peran petugas Puskesmas dan Kelompok
Dukungan Sebaya/KDS untuk melakukan pendampingan kepada ODHA agar
dapat meminum ARV secara teratur.
"Persoalan yang kami temukan sekarang ada banyak kasus kegagalan
minum obat ARV dari penderita HIV-AIDS karena berbagai sebab seperti
layanan yang jauh dari tempat tinggal mereka, lalu tidak punya uang untuk
bisa mengakses layanan dan lain sebagainya," tandas Rindang. Selama tiga
tahun terakhir sejak 2016, kasus HIV positif yang ditemukan di Provinsi
Papua berkisar pada angka 4.000-an kasus atau positif rate-nya mencapai 3,9
persen.
Namun, penemuan kasus baru HIV-ADS tersebut tidak tersebar secara
merata di seluruh wilayah Provinsi Papua, mengingat di banyak kabupaten,
terutama di wilayah pedalaman belum tersedia banyak layanan pemeriksaan
HIV-AIDS dan layanan obat ARV. (Antara/Evarianus Supar)
Isu ini di ambil dari Liputan 6.com pada 03 september 2018 pada pukul
15.00 WIB dengan judul “ Kasus HIV/AIDS Baru di papua periode januari-
juni Capai 2.000 “
Jadi, menurut isu di atas Dinkes Papua, Dr Rindang Pribadi Marahaba
mengatakan kasus HIV-AIDS di Papua membutuhkan penanganan bersama
karena kasus ini cukup serius dan melibatkan semua komponen masyarakat.
4
Kasus HIV terbanyak di papua di temukan pada wilayah Nabiire dan
beberapa kabupaten di papua seperti Jayawijaya, mimika dan jayapura.
Di wilayah Papua khususnya diwilayah Nabiire orang yang terkena
positif HIV paling tinggi 9%. Angka ini membuat dinas kesehatan
menghadapi kendala untuk memberikan obat Anti Retroviral/ARV ke orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) . Namun, Dinkes mengatakan akan terus
mengupayakan agar distribusi obat ARV dapat di akses di puskesmas terdekat
oleh ODHA.
Menurut kami, Disamping upaya yang dilakukan oleh dinas kesehatan,
seharusnya juga didukung dalam melakukan pendampingan kepada ODHA
agar dapat meminum ARV secara teratur. Karena orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) membutuhkan support dan obat yang mereka minum ini adalah obat
yang harus dikonsumsi seumur hidup.
B. Kebijakan Kesehatan Di Indonesia Tentang Program Pengendalian HIV
1. Perventif HIV
5
penanggulangan HIV & AIDS di Indonesia melalui program fast track
jakarta city ending AIDS epidemi 2020.
6
pervalensi HIV pada lelaki seks dengan lelaki (LSL) meningkat dua kali
lipat.
7
lain dalam program HIV & AIDS rencana ini cukup maju, tetapi perlu
didasari bahwa pada era desentralisasi saat ini secara politik dan ekonomi
pemerintahan daerahlah yang mempunyai kepentingan dan kekuasaan
tinggi dalam penerapan kebijakan termasuk berbagai rencana
pengembangan layanan kesehatan.
8
selama ini sdapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan inovasi
melalui berbagai perubahan dan penyesuaian, seperti penentuan target
wilayah, penyediaan dan peningkatan askes layanan, pelibatan komunitas
agar terpenuhinya rasa kepemilikan atas program, sertab memperhatikan
isu stigma, diskriminasi, dan ham.
9
pemerintah daerah yang bersifat kongkruen agar lebih mendukung
terjadinya integrasi agenda pembangunan pemerintah pisat dan daerah.
Ketiga, saat ini pembiayaan penanggulangan HIV & AIDS yang
bersumber dari mitra pembangunan internasional mulai berkurang dan
akan semakin berkurang pada akhir tahun 2017, sementara disis lain
pembiayan dari pemerintah, kususnya pemerintah daerah masih sangat
minimal. Selama ini, pembiayaan dari mitra pembangunan internasional
untuk penanggulangan HIV & AIDS telah menimbang sekitar 50 % nya.
Tiga agenda tersebut tentu saja akan menjadi tantangan yang serius
bagi program penangulangan HIV & AIDS di masa depan, karena
agenda-agenda tersebut menyiratkan tuntuan agar efektifitas upaya
penanggulangan di tingkat layanan semakin efektif, sehingga target 95
sebagai target SDGS bisa terpenuhi. Selain itu, tuntutan terhadap peeran
daerah yang lebih besar baik dalam perencanaan dan pengaangaran untuk
mendukung efektifitas pelayan dan terbangunya sinergi yang lebih besar
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk penanggulangan
HIV & AIDS tantangan ini semkakin perlu diperhatikan jika melihat
kenyataan bahwa upaya penanggulangan HIV & AIDS sebelum
terintegrasi kedalam sistem kesehatan baik ditingkat nasional maupun
daerah, dimana diyakini bahwa integrasi bisa jadi jalan keluar dan
sekaligus sebagai strategi untuk perluasan dan peningkatan efektifitas,
efisensi dan keberlanjutan HIV & AIDS tantangan dari sisi tata kelola ini
menjadi lebih kompleks dimasa depan, manakala secara programatik
upaya penanggulangan HIV & AIDS hingga saat ini masih belum mampu
beranjak dari pendekatan individual, belum mampu menjadi program
kesehatan yang inklusif dan tidak responsif terhadap situasi epidemi.
10
kapasitas yang mencukupi untuk melakukan perencanaan dan
penganggaran penanggulangan HIV&AIDS didaerahnya.
11
penelitian tersebut, para penulis mencoba membuat catatan-catatan kecil
tentang berbagai temuan yang diperoleh selama proses penelitian
termasuk respon terhadap topik-topik terkini yang sedang hangat
dibicarakan oleh pengiat HIV&AIDS.
1) Penggunaan Kondom
12
informan masih percaya dengan menggunakan dari teman mereka
hal tersebut yaitu menggunakan odol disertai tingkat pengetahuan
yang rendah tentang upaya pencegahan infeksi HIV/AIDS.
3) Konseling HIV/AIDS
4) Pemeriksaan Kesehatan
Selain itu, HIV juga dapat ditularkan pada bayi melalui makanan
yang terlebih dulu dikunyahkan oleh ibu atau perawat yang terinfeksi
oleh HIV, meskipun risikonya sangatlah rendah. Untuk amannya,
bayi tidak boleh disuapi makanan. HIV tidak dapat ditularkan melalui
kontak biasa, seperti pelukan atau ciuman dengan mulut terkatup,
atau melalui barang-barang seperti dudukan toilet, pegangan pintu,
atau alat makan yang digunakan oleh orang yang terinfeksi HIV.
13
tes HIV pada pemeriksaan pertama kehamilan Anda, selama
trimester ketiga Anda, atau setelah kelahiran bayi Anda (dalam
beberapa kasus). Pasangan Anda juga harus menjalani tes HIV.
Tes HIV yang paling umum adalah test antibodi HIV. Tes
antibodi HIV bertujuan mencari antibodi HIV dalam darah.
Umumnya, hanya diperlukan beberapa hari untuk mendapatkan
hasil tes darah antibodi HIV. Antibodi HIV merupakan sejenis
protein dalam darah, urin, atau cairan dari mulut seseorang yang
tubuh produksi dalam menanggapi infeksi HIV. Saat kehamilan
mendapat hasil positif dari tes antibodi HIV, tes kedua berupa tes
antibodi jenis lain yang disebut tes konfirmasi HIV dilakukan
untuk mengonfirmasi bahwa orang tersebut memang benar
terinfeksi oleh HIV. Diperlukan beberapa minggu untuk
mendapatkan hasil tes konfirmasi. Jika tes kedua juga positif,
berarti Anda didiagnosis dengan HIV.
Seorang ibu yang mengetahui di awal masa kehamilannya
bahwa ia terinfeksi HIV memiliki waktu lebih untuk membuat
keputusan penting mengenai pemilihan cara efektif untuk
melindungi kesehatannya dan kesehatan pasangannya, dan
mencegah penularan HIV dari ibu ke anak.
14
ketika bayi dapat terkena HIV dari cairan kelamin atau darah
ibunya.
Setelah kelahiran, bayi yang lahir dari wanita yang terinfeksi
HIV diberikan obat anti-HIV. Obat tersebut mengurangi risiko
infeksi dari HIV yang mungkin telah masuk ke dalam tubuh bayi
selama proses kelahiran.
Obat anti-HIV digunakan pada waktu-waktu berikut untuk
mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anak:
a) Selama kehamilan, wanita hamil yang terinfeksi HIV
mendapatkan regimen (kombinasi) dari setidaknya tiga obat
anti-HIV yang berbeda dari setidaknya dua kelas yang
berbeda.
15
c. Pada Pasien Di Rumah Sakit
16
setiap orang dewasa, remaja dan anak yang datang ke puskesmas
dengan gejala dan kondisi kearah kearah HIV-AIDS terutama pasien
dengan riwayat TB dan IMS. Asuhan antenatal pada ibu hamil dan
ibu bersalin, bayi yang baru lahir pada ibu terinfeksi HIV,wilayah
yang malnutrisi di daerah epidemik luas HIV dan laki dewasa yang
minta tindakan sirkumsisi sebagai pencegahan. Layanan KT HIV
dapat diintegrasikan ke dalam layanan perawatan, pengobatan dan
pencegahan yang ada atau dapat diselenggarakan secara mandiri di
tempat lain seperti misalnya diselenggarakan oleh LSM yang
terhubung dengan layanan. Tes HIV untuk diagnosis dilakukan oleh
tenaga medis atau teknisi laboratorium yang terlatih,selain itu bidan
dan perawat terlatih juga dapat melakukan tes. Tes ini dilakukan
dengan metode rapid diagnosis test (RDT) atau EIA (enzyme immuno
Assay). Konseling terdiri dari konseling pribadi, konseling pasangan,
konseling kepatuhan, konseling perubahan perilaku, pencegahan
penularan infeksi berulang atau infeksi silang, konseling perbaikan
kondisi kesehatan.
2. Pengobatan HIV
17
Obat ARV sudah disediakan secara gratis melalui program
pemerintahan indonesia sejak tahun 2014 dan kini sudah tersedia di lebih
dari 400 layanan kesehatan seluruh indonesia. Saat ini ARV itu sendiri
terbagi dalam dua lini. Lini ke-1 atau lini pertama terdiri dari panduan
nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) yang meliputi
Zidovudin (AZT) atau Tenofovir (TDF) dengan Lamivudin (3TC) atau
Emtricitabin (FTC), serta non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors
(NNRTI) meliputi Nevirapin (NVP) atau Efavirenz (EFV). Sementara itu,
panduan lini 2 terdiri dari NRTI, serta ritonavir-boosted protease inhibitor
(PI) yaitu Lopinavir/Ritonavir. Lini 1 itu sendiri terdiri dari kombinasi 2
NRTI dan 1 NRTI, sedangkan lini 2 terdiri dari kombinasi 2 NRTI dan 1
PI.
18
virologis muncul lebih dini dari pada kegagalan imunologis dan klinis,
karena itu pemeriksaan viral load akan mendeteksi lebih dini dan akurat
kegagalan pengobatan dibandingkan dengan pemantauan menggunakan
kriteria imunologis maupun klinis, sehingga mencegah meningkatnya
mordibitas dan mortalitas pasien HIV. Pemeriksaan viral load juga
digunakan untuk menduga risiko transmisi kepada orang lain, terutama
pada ibu hamil dengan HIV dan pada tingkat populasi.
19
viral load yang tinggi akan mengalami penurunan viral load setelah
mendapatkan intervensi kepatuhan.
20
dalam upaya pencegahan di level nasioanal; (5) Integrasi antara
pencegahan dan perawatan untuk mengurangi biaya dan menurunkan
tingkat stigma dan diskriminasi; (6) Aksi untuk membangun resistensi
masyarakat terkait penularan HIV dan mengurangi kerentanan sistematik
pada sebagian individu, kelompok, dan masyarakat.
21
Sampai kini belum ditemukan sebuah model pendidikan masyarakat
yang secara khusus mengantisipasi pola penularan pada populasi umum.
Selama ini jenis-jenis respons pencegahan yang ada di daerah meliputi tes
dan konseling HIV; Program Pencegahan dari Ibu ke Anak (PPIA);
Program Pencegahan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) dengan
pendistribusian kondom; program layanan jarum dam alat suntik steril
(LASS) dan terapi metadon untuk kelompok penasun; serta berbagai
program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang menyasar kepada
populasi umum khususnya remaja, ibu rumah tangga, dan laki-laki
berisiko rendah.
22
HIV. Untuk mencapai dua tujuan utama itu, aksi-aksi promosi kesehatan
yang perlu dilakukan ialah pendidikan dan komunikasi publik mobilisasi
komunikasi , serta kepemimpinan politik. Harapannya, langkah-langkah
itu bisa menghasilkan pengetahuan yang akurat dan kemampuan personal
praktis yang memadai, terciptakannya lingkungan sosial dan ekonomi
yang mendukung, serta adanya kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan. Dengan logika seperti itu, kedua tujuan utama dari pencegahan
dan pengelolaan HIV dapat terwujud kelebihan dari model tersebut ialah
cakupannya yang menyeluruh sehingga dapat memberikan sebuah
gambaran secara luas dari aksi-aksi yang dilakukan dengan hasil yang
diharapkan dalam kerangka yang logis (Nutbeam et al. 2013).
23
Voluntary Counseling Testing (VCT) merupakan suatu upaya
pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara
konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV,
memberikan dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya
kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya (Nursalam dan
Kurniawati, 2007). Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal
sebagai Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan salah
satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke
seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan. VCT penting
untuk dilakukan karena mempunyai peran penting yaitu: manajemen
dini infeksi oportunistik dan IMS, serta introduksi ARV, terapi
pencegahan dan perawatan reproduksi, rujukan dukungan sosial dan
budaya, normalisasi HIV/AIDS, penerimaan sero-status, coping dan
perawatan diri, memfasilitasi perubahan perilaku, memfasilitasi
intervensi Mother To Child Transmission (Kepmenkes RI, 2005).
24
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, agar menjadi tahu
atau sedar, daripada tidak mau menjadi mampu melakukan perilaku
yang diperkenalkan. Terbagi atas tiga, pemberdayaan individu,
keluarga dan kelompok. Sebagainya contohnya, memberikan
informasi umum tentang penyakit menular HIV ini dan bahaya
melakukan seks bebas kepada remaja dan usia muda, dan
memberikan contoh cara hidup tokoh sebagai panutan. Daripada
ramai individu, atau keluarga yang sadar, seterusnya dihimpunkan
dalam proses pemberdayaan kelompok. Pemberdayaan lebih berhasil
jika dilaksanakan melalui kemitraan seperti lembaga swadaya
masyarakat (NGO) yang bergerak dan peduli terhadap kesehatan.
Kerjasama yang baik harus digalang agar pembedayaan masyarakat
dapat berdayaguna Bina suasana adalah upaya menciptakan
lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat
untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan.
25
penyandang dana. Juga berupa kelompok dalam masyarakat dan
media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana
kondusif, opini publik dan dorongan. Kemitraan perlu digalang antar
individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait
dengan urusan kesehatan (lintas sektor),pemuka atau tokoh
masyarakat, media massa dan lain-lain. Kemitraan harus
berlandaskan pada tiga prinsip dasar yaitu, kesetaraan, keterbukaan
dan saling menguntungkan.
1) Pasal 1
26
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Pasal 2
1) Pasal 3
27
dan pelaksanaan peta jalan; dan (3) intensifikasi kegiatan
Eliminasi Penularan.
2) Pasal 4
3) Pasal 5
4) Pasal 6
1) Pasal 7
28
Penyelenggaraan Eliminasi Penularan dilakukan melalui kegiatan:
a) Promosi kesehatan;
b) Surveilans kesehatan;
d) Penanganan kasus.
2) Pasal 8
3) Pasal 9
29
b) Pencatatan, pelaporan, dan analisis data sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan sistem informasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4) Pasal 10
5) Pasal 11
6) Pasal 12
30
pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
7) Pasal 13
1) Pasal 14
31
menjamin ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam
pelaksanaan Eliminasi Penularan sesuai dengan
kewenangannya; (6) melakukan evaluasi status Eliminasi
Penularan di kabupaten/kota; dan (7) melakukan penetapan
dan evaluasi status Eliminasi Penularan di provinsi.
1) Pasal 15
c) pendanaan.
2) Pasal 16
32
b) Selain tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dalam pelaksanaan Eliminasi Penularan dapat melibatkan
masyarakat.
3) Pasal 17
4) Pasal 18
5) Pasal 19
1) Pasal 20
33
Sifilis, dan/atau Hepatitis B yang mendapatkan tata laksana;
(4) jumlah bayi lahir dari ibu terinfeksi; (5) jumlah bayi lahir
dari ibu terinfeksi HIV, Sifilis, dan/atau Hepatitis B yang
diperiksa; (6) jumlah bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV,
Sifilis, dan/atau Hepatitis B yang mendapatkan tata laksana;
(7) jumlah bayi terinfeksi HIV, Sifilis, dan/atau Hepatitis B;
dan h. jumlah bayi terinfeksi HIV, Sifilis, dan/atau Hepatitis
B yang mendapatkan tata laksana.
2) Pasal 21
34
g. BAB VII Pemantauan Dan Evaluasi
1) Pasal 22
2) Pasal 23
35
c) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 diarahkan untuk: (1) mencapai target Eliminasi
Penularan; (2) meningkatkan kualitas penyelenggaraan
Eliminasi Penularan termasuk pelaksanaan deteksi dini; (3)
meningkatkan komunikasi dan koordinasi untuk
kesinambungan program; dan (4) menjamin akuntabilitas
kinerja.
1) Pasal 25
36
sebuah tindakan (unit aksi). Dari unit aksi inilah kemudian terjadi sistem aksi
dimana masyarakat telah menemukan tujuan dari aksi tersebut. Sehingga
terbentuklah sebuah tatanan masyarakat dengan keunikannya tersendiri.
Nantinya, akan mengalam perubahan yang lebih kompleks.
37
d. pengelolaan limbah yang tercemar darah/cairan tubuh dengan aman.
e. pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan
dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi yang benar.
4. Melakukan skrining adanya antibody HIV untuk mencegah penyebaran
melalui darah, produk darah, dan donor darah.
5. Mencegah penyebaran HIV secara vertical dari ibu yang terinfeksi HIV
ke anak yang dapat terjadi selama kehamilan, saat persalinan, dan saat
persalinan, dan saat menyusui. WHO mencenangkan empat strategi
pencegahan penularan HIV terhadap bayi, yaitu : 1) Mencegah seluruh
wanita jangan sampai terinfeksi HIV, 2) bila sudah terinfeksi HIV, cegah
jangan sampai ada kehamilan yang tidak diinginkan, 3) bila sudah hamil,
cegah penularan dari ibu ke bayi dan anaknya, 4) bila ibu dan anak sudah
terinfeksi perlu diberikan dukungan dan perawatan bagi ODHA dan
keluarganya.
6. Layanan Voluntary Counseling & testing (VCT), yakni merupakan
program pencegahan sekaligus jembatan untuk mengakses layanan
manajemen kasus (MK) dan CST (Care, Support, Trade) atau perawatan,
dukungan, dan pengobatan bagi ODHA. Layanan VCT meliputi pre test
konseling, testing HIV, dan post-test konseling. Kegiatan tes dan hasil test
dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan.
38
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kebijakan Indonesia
1. Pencegahan
39
pimpinan unit kerja yang dapat menerusaknnya kepada bawahan dan anak
didiknya. Untuk dapat melaksanakan kegiatan KIE (komunikasi,
informasi dan edukasi) dengan baik, perlu meningkatkan kemampuan
tenaga yang berada di barisan terdepan seperti tenaga kesehatan, pekerja
social, penyuluh lapangan, guru, pelatih utama dan lain lain. Upaya
pencegahan pada populasi beresiko tinggi seperti Penjaja Seks (PS) dan
pelanggannya, ODHA dan pasangannya, penyalahguna Napza, dan
petugas yang karena pekerjaannya beresiko terhadap penularan
HIV/AIDS melalui pencegahan yang efektif seperti penggunaan kondom,
penerapan pengurangan dampak buruk (harm reduction), penerapan
kewaspadaan umum (universal precautions) dan sebagainya. Kegitan-
kegiatan dalam program pencegahan:
b. Menurunkan kerentanan.
40
pengobatan dan dukungan terhadap ODHA dilakukan baik melalui
pendekatan klinis maupun pendekatan berbasis masyarakat dan keluarga
(community and home–based care) serta dukungan pembentukan
persahabatan ODHA.(Komisi Penanggulangan AIDS, 2016) Kegiatan-
kegiatan nya berupa meningkatkan pelaksanaan Advokasi kepada
pengambil keputusan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan
penyediaan obat, dukungan terhadap ODHA tanpa adanya diskriminasi
terhadap ODHA dalam masa perawatan dan pengobatan. c. Lingkungan
Kondusif Upaya komunikasi, informasi dan edukasi dalam
penanggulangan HIV AIDS telah dilakukan dalam kegiatan pencegahan
namun masih sering terjadi diskirminasi terhadap penderita HIV AIDS,
perlunya pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk proses penyembuhan agar tidak menjadi hambatan
bagi penanggulangan dalam kasus ini. Kegiatan dalam program ini di
antaranya melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat agar tidak terjadi
stigma dan diskriminasi serta pelanggaran hak azasi terhadap ODHA dan
keleuarganya. Kesinambungan Penanggulangan Agar tujuan dari
penanggulangan HIV AIDS ini dapat dicapai, harus adanya kerjasama
antara Pemeirntah pusat dan daerah, serta lembaga swadaya masyarakat
serta masyarakat itu sendiri dalam mencapai tujuan bersama demi
mengurangi masalah sosial yang terjadi. Perlunya komitmen yang tinggi
dan kepemimpinan yang kuat pada semua tingkat untuk mendorong pihak
yang terlibat dalan pemanggulangan ini, kegitan nya antara lain
melakukan advokasi, pelatihan pendidikan, peningkatan mutu dan sarana,
serta pendanaan dalam menjalankan program.
B. Kebijakan Thailand
41
pada tahun 2016 menurut data UNAIDS dimana Of Thailand‟s population of
more than 60 million, in 2016 it was estimated that 450,000 people were
living with HIV and that 6,400 people died of AIDS-related illnesses.1 After
sub-Saharan Africa, Asia and the Pacific is the region with the largest number
of people living with HIV, with Thailand accounting for approximately
9%.(UNAIDS, 2017) dalam kasus ini.
1. Pencegahan
42
pemerintah yang memberikan praktik langsung kepada masyarakat,
sehingga kesadaran pun timbul di tengah masyarakat akan pencegahan
virus HIV ini perlu nya dukungan terhadap penderita nya dalam
menjalani proses penyembuhan. Sehingga mereka bisa merasa bahwa
mereka sama dengan masyarakat normal lainnya, dan dengan adanya
dukungan tersebut membuat proses pengobatan lebih kondusif.
43
Cara Prostitusi, lgbt, jarum Penjaja seks (PS) dan pelanggangnya,
penularan suntik,narkoba, transgender ODHA dan pasangannya, penyalahgunaan
narkoba, jarum suntik.
Cara Pemerintah thailand Melakukan komunikasi informasi dan
pencegahan mensosialisasikan pentingnya edukasi pada populasi kunci terutama dalam
melakukan pemeriksaan setiap mengetahui bahayanya HIV/AIDS dan
bulannya pada pekerja sex pencegahan yang efektif seperti penggunaan
komersial kondom,penetapan pengurangan dampak
buruk, penerapan kewaspadaan umum.
Pengobatan Pemerintah thailand memberikan Pengobatan terhadap ODHA dilakukan
pengobatan antiretroviral (ARV) melalui pendekatan klinis maupun
secara gratis. Thailand sendiri pendekatan berbasis masyarakat dan
juga memiliki Hospice sebagai keluarga (comunity and home-based care)
tempat ODHA, dimana ini serta dukungan pembentukan persahabatan
merupakan bentuk kepedulian ODHA
pemerintah yang memberikan
praktik langsung kepada
masyarakat, sehingga
kesadaranpun timbul ditengah
masyarakat akan pencegahan
virus HIV ini perlunya dukungan
terhadap penderitanya dalam
menjalani proses penyembuhan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
44
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sel
darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya
kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome
adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan
tubuh. Akibat menurunya kekebalan tubuh pada seseorang yang
mengakibatkan orang tersebut sangat mudah terkena penyakit TBC,
kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan
kanker.Isu yang terkait dengan HIV/AIDS danmendapatkan hasil Sesuai data
yang dilaporkan ke Dinkes Papua, hingga akhir Juni 2018 tercatat sudah
37.991 warga di Papua terinfeksi HIV-AIDS. Kasus terbanyak ditemukan di
wilayah Nabire dan beberapa kabupaten di Papua seperti Jayawijaya, Mimika
dan Jayapura.
Preventif Ending AIDS 2030 merupakan target dunia yang dipancangkan
sebagai salah satu tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGs)
sudah banyak upaya penangulangan HIV & AIDS yang telah dilakukan oleh
banyak pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah dengan berbagai
kebijakan dan program, masyarakat sipil, sektor swasta, dan mitra
pembangunan internasional, untuk mencapai target tersebut.
Pengobatan antiretroviral (ARV) kombinasi merupakan terapi terbaik
bagi pasien terinfeksi Human immunodeficiency Virus (HIV) hingga saat ini.
Tujuan utama pemberian ARV adalah untuk menekan jumlah virus (viral
load), sehingga akan mengatakan status imun pasien HIV dan mengurangi
kematian akibat infeksi oportunistik.
Penanggulangan merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan,
meliputi kegiatan pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi. Infeksi
HIV/AIDS merupakan suatu penyakit dengan perjalanan yang panjang dan
hingga saat ini belum ditemukan obat yang efektif, maka pencegahan dan
penularan menjadi sangat penting terutama melalui pendidikan kesehatan dan
peningkatan pengetahuan yang benar mengenai patofisiologi HIV dan cara
penularannya.
Pusat promosi kesehatan kemenkes RI bekerja sama dengan subdirektorat
pengendalian AIDS dan Penyakit Menular Seksual telah mengembangkan
45
sebuah buku pedoman Rencana Operasional Promosi Kesehatan dalam
Pengendalian HIV & AIDS (2011). Pedoman ini berisi proyeksi rencana lima
tahun (2010-2014) untuk diselenggarakan secara berjenjang di pusat, provinsi,
dan kabupaten/kota dalam upaya pengendalian HIV & AIDS. Kegitan-
kegiatan dalam program pencegahan:
a. Meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi.
b. Menurunkan kerentanan.
46
tempat ODHA (orang dengan HIV/AIDS), dimana ini merupakan bentuk
kepedulian pemerintah yang memberikan praktik langsung kepada
masyarakat, sehingga kesadaran pun timbul di tengah masyarakat akan
pencegahan virus HIV ini perlu nya dukungan terhadap penderita nya dalam
menjalani proses penyembuhan.
Dalam proses penyembuhan perlunya ditanamkan pemahaman agama
bagi ODHA, dimana menanamkan nilai dan norma-norma yang perlu
ditanamkan kembali pada penderita untuk merubah hidup sehat, dan selama
ODHA melakukan perawatan dan pengobatan di rumah Hospice dimana
diharapkan keluarga tidak hanya menitipkan mereka untuk sembuh disana,
namun mereka (penderita hiv aids) juga membutuhkan dukungan moral dari
keluarga seperti melakukan kunjungan pada mereka sebagai bentuk perhatian
dan dukungan terhadap mereka.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
47
Antono Suryoputro. (2012) Perilaku Ibu Hamil Untuk Tes HIV Di Kelurahan
Bandar Harjo. Jurnal Promosi Kesehatan 7 (01) 74-85.
Ria Puspita Sari. (2016). Hubungan Pengetahuan, Sikap HIV/AIDS Dan VCT
serta Peran Petugas. Jurnal Kesehatan Hal 1-13.
Tim PKMK FK UGM. 2016. Catatan Atas Kebijakan dan Program HIV&AIDS
Di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Kebijakan dan Manajemen
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
48