Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

Disusun Oleh :

HARYANTI

070117A020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Definisi
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2008),
bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
Pikiran untuk menghilangkannya sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa& Psikiatri,
2004). Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991).
Bunuh diri merupakan tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri. Hal ini
telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil
melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri
sebelumnya. Suicide diyakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan
untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
Bunuh diri merupakan suatu kejadian yang tidak jarang terjadi. Pada umumnya
tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stres. Definisi suatu
upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar
berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputu
isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka
atau menyakiti diri sendiri
Respon perilaku klien resiko bunuh diri dapat diidentifikasikan sepanjang rentang
respon adaptif dan rentang inaladaptif yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
(rentangresponneurobiologik Stuart, 1998 )
B. Jenis Bunuh Diri
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin
mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama
lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak
ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
1. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
1. Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau
sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada
tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun
demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran
tentang keinginan untuk mati
2. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan
yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
3. Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat
yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
4. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah
pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini
pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat
pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami
ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih
memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang
mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab
individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
5. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi
individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang
mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan
kehidupannya.
6. Suicide, Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului
oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan
bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya.
Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk
mengatasi kesedihan yang mendalam.

C. Rentan Respon
Respon adaptif Responmaladapfif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Gangguan Pikir


A.
2. Persepsi akurat 2. Ilusi (waham /
3. Emosi konsisten 3. Reaksi emosi halusinasi)
dengan pengalaman berlebihan atau kurang 2. Sulit berespon
4. Perilaku sesuai 4. Perilaku aneh 3. Perilaku
5. Berhubungan sosial 5. Menarik diri disorganisasi
4. Isolasi sosial
D. Etiologi
1. Factor Predisposisi
a. Faktor Biologis :
1) Latar belakang genetik. Adanya riwayat keturunan (diturunkan melalui
kromosom orang tua)
2) Gangguan perkembangan otak janin, misalnya karena virus, malnutrisi
(kekurangangizi), infeksi, trauma, toksin, dan kelainan hormonal yang terjadi
selama kehamilan.
3) Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan kortek slimbik.
4) Sensivitas biologis : Riwayat penggunaan obat, infeksi dan radiasi
b. Faktor Psiko dinamika
Menurut teori Sigmund Frued suatu gangguan jiwa itu muncul akibat
terjadinya konflik internal (dunia dalam) yang tidak dapat beradaptasi dengan dunia
luar. Sabagaimana diketahui bahwa pada setiap diri terdapat 3 unsur psikologik yaitu
id, ego dan super-ego.
Gangguan jiwa dapat terjadi apabila ego (akal) tidak berfungsi dalam
mengontrol id (keinginan/ kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang
dalam menggunakan akal (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, atau norma
(yaitu super-ego), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku.
c. Faktor Psikososial
1) Kepribadian. Mudah kecewa, putus asa, tidak mampu membuat keputusan,
menutup diri& cemas yang tinggi
2) Pengalaman masalalu. Trauma, teraniaya, orang tua otoriter, broken home &
pilih kasih.
3) Konsepdiri. Ideal diri yang tidak realitas, krisis peran& gambaran diri negatif
4) Pertahanan psikologis : Riwayat koping tidak efektif dan gangguan
perkembangan
5) Self Kontrol : Tidak mampu berkonsentrasi
6) Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
7) Gender : Riwayat ketidak jelasan identitas dana dan kegagalan peran gender
8) Pendidikan : Riwayat pendidikan yang rendah, riwayat putus& gagal sekolah
9) Pendapatan : Riwayat penghasilan yang rendah& tidak adak eman dirian
10) Pekerjaan : Riwayat pekerjaan dengan stresful& resiko tinggi
11) Status sosial :Riwayat tunas wisma& terisolasi
12) Latar Belakang Budaya : Nilai– nilai& budaya yang bertentangan dengan nilai
kesehatan
13) Agama Dan Keyakinan : Sifat religi dan keyakinan yang berlebihan atau kurang
14) Keikutsertaan Dalam Politik : Gagal dalam berpolitik
15) Pengalaman sosial : Bencana alam, kerusuhan, tekanan dalam pekerjaan, sulit
mendapat pekerjaan (Budi Anna Keliat, 2009).
2 . F a k t o r presipitasi
a . Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi bunuh diri dalam 3 kategori yaitu: Egoistik (orang
yang tidak terintegrasi pada kelompok sosial), atruistik (Melakukan bunuh diri
untuk kebaikan masyarakat) dan anomik (Bunuh diri karena kesulitan
dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Penyebab lain :
a) Adanya harapan yang tidak dapat di capai
b) Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidak berdayaan
c) Cara untuk meminta bantuan. Sebuah tindakan untuk menyelesaikan masalah

E. Manifestasi Klinik
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri
a) Menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
b) Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati
a) Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
b) Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrolimpuls.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan
5. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
6. Status perkawinan
7. Status emosional
F. Penatalaksanaan
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

G. Psikopatologi

Faktor predisposisi : Faktor pencetus:


1. Diagnosis psikiatri 1. Perasaan terisolasi
2. Sifat kepribadian 2. Kegagalan beradaptasi
3. Lingkungan psikososial 3. Adanya harapan untuk
4. Riwayat keluarga reuni dan fantasy.
5. Faktor biokimia

Resiko Bunuh Diri

1. Perasaan tertekan
1. Keputusasaan
2. Insomnia yang menetap
2. Menyalahkan diri sendiri
3. Penurunan berat badan
3. Perasaan gagal dan tidak
berharga
4. Berbicara lamban, keletihan
5. Ancaman verbal
H. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan:
a) Resiko mencederai diri
b) Perilaku bunuh diri
c) Koping maladaptif
2. Data yang perlu dikaji:
a) Data subjektif
Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.menyatakan
ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup
b) Data objektif
Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls, ada isyarat
bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko bunuh diri

J. Intervensi Keperawatan
1. Tujuan umum: Klien tidak melakukan usaha bunuh diri
2. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

b. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

1) Jauhkan klien dari benda‑benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,

gunting, tali, kaca, dan lain‑lain).

2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan

lain‑lain.

5) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan
untuk hidup.

d. Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:
1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

2) Kaji dan kerahkan sumber‑sumber internal individu.

3) Bantu mengidentifikasi sumber‑sumber harapan (misal: hubungan antar sesama,

keyakinan, hal‑hal untuk diselesaikan).

e. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif


Tindakan:

1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman‑pengalaman yang menyenangkan

setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.).

2) Bantu untuk mengenali hal‑hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan

pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan


dalam kesehatan.
3) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
f. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan:

1) Kaji dan manfaatkan sumber‑sumber ekstemal individu (orang‑orang

terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang


dianut).
2) Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
3) Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

g. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat


Tindakan:
1) Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum
obat).
2) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis,
cara, waktu)
3) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
4) Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benr
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusu
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKnya
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan
cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan nafas
dalam).
Orientasi :
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Haryanti. Saya senang dipanggil
Yanti Saya mahasiswa keperawatan dari Universitas Ngudi Waluyo Ungaran.
Siapa nama anda kemudian senang diapanggil apa ? baiklah, Saya perawat yang
dinas diruangan cempaka 1 ini, saya dinas diruangan ini selama 2 minggu. Hari ini
saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam 1 siang, jadi selama2 minggu ini saya yang
merawat ibu. Nama ibu siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”“ Bagaimana
perasaan ibu N saat ini?” masih ada perasaan kesal atau marah? Apa yang terjadi
dirumah ?’’ “ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan
marah ibu,”“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 20
menit“ Bagaimana kalau kita berbincang-bincang diruang tamu?”
Kerja :
“ apa yang menyebabkan ibu N marah? Apakah sebelumnya ibu N pernah
marah? Terus penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? Pada saat
penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan yang tidak
tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa yang ibu N
rasakan?“ Apakah ibu N merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan
selanjutnya”“ Apakah dengan ibu N marah-marah, keadaan jadi lebih baik?“
Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?“maukah ibu
belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?” ada
beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu cara
dulu, “ begini bu, kalau tanda- marah itu sudah ibu rasakan ibu berdiri lalu tarik
nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut
seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu dan lakukan sebanyak 5 kali.
Bagus sekali ibu N sudah dapat melakukan nya.“ nah sebaiknya latihan ini ibu N
lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul ibu N
sudah terbiasa melakukannya”.

Terminasi :
“ Bagaimana perasaan ibu N setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
ibu? ” Coba ibu N sebutkan penyebab ibu marah dan yang ibu rasakan dan apa
yang ibu lakukan serta akibatnya. Sekarang kita buat jadwal latihan nya ya bu,
berapa kali sehari ibu mau latihan nafas dalam ?”“baik bagaimana kalau besok
kita latihan cara lain untuk mencegah dan mengendalikan marah ibu N.”
tempatnya disini saja ya Bu?”Selamat Pagi.”

SP 2 : Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara


fisik ke dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal
kegiatan harian cara ke dua.
Orientasi :
“ Selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang
lagi. “Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu
marah?”“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah
dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”“ mau berapa lama? Bagaimana
kalau 20 menit?”“ Dimana kita bicara?

Kerja :
“ Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, selain
nafas dalam ibu dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari kita latihan
memukul bantal dan kasur mari ke kamar ibu? Jadi kalau nanti ibu kesal atau
marah, ibu langsung kekamar dan lampiaskan marah ibu tersebut dengan
memukul bantal dan kasur.Nah coba ibu lakukan memukul bantal dan kasur, ya
bagus sekali ibu melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin
jika ada perasaan marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”
Terminasi :
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”“
Coba ibu sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”“ Mari kita
masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ibu. Pukul berapa ibu mau
mempraktikkan memukul kasur/bantal? Bagai mana kalau setiap bangun tidur?
Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore, lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-
waktu gunakan kedua cara tadi ya Bu.“ sekarang ibu istirahat, 2 jam lagi kita
ketemu ya Bu, kita akan belajar mengendalikan marah dengan belajar bicara yang
baik. Sampai Jumpa

SP 3 : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara


sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan
perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal ( menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), susun
jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal)
Orientasi :
“Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu sekarang kita
ketemu lagi”. “Bagaimana bu, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur
bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”“Coba saya
lihat jadual kegiatan hariannya. “Bagus, Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan
sendiri tulis M, artinya mandiri: kalau diingatkan suster baru dilakukan ditulis B,
artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum
bisa melakukan. “Bagaiman kalau kita sekarang latihan cara bicara untuk
mencegah marah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
ditempat yang sama?”“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaiman
kalau 15 menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara ibu baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan
sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada
tiga caranya bu : 1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah
serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin ibu mengatakan penyebab
marahnya karena makanan tidak tersedia, rumah berantakan, Coba ibu minta
sediakan makan dengan baik:” bu, tolong sediakan makan dan bereskan rumah”
Nanti biasakan dicoba disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba
ibu praktekkan . Bagus bu. “2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan
ibu tidak ingin melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya
karena sedang ada kerjaan’. Coba ibu praktekkan . Bagus bu.”3. Mengungkapkan
perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal ibu dapat
mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena perkataan mu itu’. Coba praktekkan.
Bagus.”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol
marah dengan bicara yang baik?’ “Coba ibu sebutkan lagi cara bicara yang baik
yang telah kita pelajari.”“Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam
jadwal. Berapa kali sehari ibu mau latihan bicara yang baik? bisa kita buat
jadwalnya?”
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat,
makanan dll. Bagus nanti dicoba ya bu!” “ Bagaimana kalau besok kita ketemu
lagi?”. “ besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu
yaitu dengan cara ibadah, ibu setuju? Mau dimana bu? Disini lagi? Baik sampai
nanti ya
SP 4 : Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa
Orientasi :
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya datang lagi”
“Bagaiman bu, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa
marahnya?”“Bagaimana kalau sekarang kita selatihan cara lain untuk mencegah
rasa marah yaitu dengan ibadah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?
Bagaiman kalu ditempat biasa?” “Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?”

Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan! Bagus, yang mana
yang mau di coba?” “Nah, kalau ibu sedang marah coba langsung duduk dan
langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.“Ibu bisa
melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.” “Coba ibu
sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba sebutkan caranya?”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus” “Mari
kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu. Mau berapa kali ibu
sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai kesebuatan pasien).”
“Coba ibu sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu lakukan bila ibu sedang
marah”“Setelah ini coba ibu lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat
tadi”
“ 2 jam lagi kita ketemu ya bu,nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat! “ “Nanti kita akan membicarakan cara
penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa marah ibu, setuju bu
SP 5 : Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien
minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar nama obat,
benar cara minum obat, benar waktu dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna minum obat dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat
secara teratur)
Orientasi :
“Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu, sekarang kita
ketemu lagi” “Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul
kasur bantal, bicara yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Coba kita lihat kegiatannya”.“Bagaimana kalau sekarang
kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat
tadi?. “Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”

Kerja :
“Ibu sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat yang ibu
minum?warnanya apa saja? Bagus, jam berapa ibu minum?Bagus”“Obatnya ada 3
macam bu, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang,
yang putih namanya THP agar rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu ini
namanya HLP rasa marah berkurang. Semuanya ini harus ibu minum 3x sehari
jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah minum obat mulut
ibu terasa kering, untuk membantu mengatasinya ibu bias mengisap-isap es
batu”.“Bila terasa berkunang-kunang, ibu sebaiknya istirahat dan jangan
beraktivitas dulu”.
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja
harus diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini minta
obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya”.
“Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter
ya bu, karena dapat terjadi kekambuhan.”. “ Sekarang kita masukkan waktu
minum obat kedalam jadwal ya bu”.
Terminasi :
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita minum
obat yang benar?”“Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu minum!
Bagaiman cara minum obat yang benar?”“Nah, sudah berapa cara mengontrol
perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya
dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.“Baik,
besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana ibu melaksanakan kegiatan dan
sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat siang bu, sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA

Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
Townsend C. Mary , 2000, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC ; Jakarta.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :EGC
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai