Anda di halaman 1dari 11

DIVIDEND POLICY (KEBIJAKAN DIVIDEN)

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Manajemen Keuangan Korporasi diampu oleh

Drs. H. Yayat Supriyatna, M.M dan Leni Yuliyant, S.Pd, MM

Disusun oleh:

Neli Triastuti 1500820

Rima Puspita Ayu 1505058

Tri Yuliningsih 1504130

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2018
KEBIJAKAN DIVIDEN
Kebijakan dividen bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan
pendanaan suatu perusahaan yang merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh
perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk
dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa
yang akan datang dengan tetap memperhatikan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan
nilai perusahaan.
A. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen.

Faktor-faktor berikut inilah yang biasanya harus dianalisis oleh perusahaan


ketika membuat keputusan kebijakan dividen :
1. Aturan-aturan Hukum.
Berbagai aturan hukum penting untuk membuat batasan hukum yang
memungkinkan kebijakan dividen akhir perusahaan dapat berjalan.
a. Aturan Penurunan Nilai Modal.
Banyak negara bagian di AS yang melarang pembayaran dividen jika dividen ini
akan menurunkan nilai modal. Beberapa negara bagian mendefinisikan modal sebagai
total nilai nominal saham biasa. Perusahaan tidak dapat membayar dividen tunai
dengan total lebih dari total nominal saham biasa tanpa menurunkan nilai modalnya.
Sedangkan beberapa negara lainnya mendefinisikan modal tidak hanya meliputi
nilai nominal saham biasa, tetapi juga tambahan modal disetor. Dengan aturan negara
semacam ini, dividen dapat dibayar maksimum sebesar jumlah laba tahan, yaitu dari kas
dengan membebankan pengurangan ini ke akun laba ditahan.
b. Aturan Insolvensi.
Beberapa negara bagian melarang pembayaran dividen tunai jika perusahaan
mengalami insolvensi (insolvency). Insolvensi didefinisikan secara hukum sebagai
kewajiban total perusahaan yang melebihi aktivanya. Juga berarti ketidakmampuan
perusahaan untuk membayar para kreditornya ketika kewajibannya jatuh tempo. Oleh
karena kemampuan perusahaan membayar kewajibannya tergantung pada likuiditas
bukan pada modalnya, batasan insolvensi yang dapat disamakan (secara teknis)
memberikan para kreditor
c. Aturan Penahanan Laba yang berlebihan.
Meskipun penahanan (laba) yang berlebihan tidak memiliki definisi yang jelas,
biasanya dianggap berarti penahanan dalam jumlah yang jauh melebihi kebutuhan
investasi perusahaan untuk saat ini dan masa depan. IRC (internal Revenue Code)
melarang ini dengan tujuan untuk mencegah perusahaan menahan laba demi
menghindari pajak. Jika IRC dapat membuktikan adanya penahanan laba tanpa alasan
yang jelas, maka perusahaan dapat dikenakan tarif pajak penalti atas akumulasi laba
tersebut.
2. Kebutuhan Pendanaan Perusahaan.
Begitu batasan hukum untuk kebijakan dividen perusahaan telah ditentukan,
langkah berikutnya melibatkan penilaian kebutuhan pendanaan perusahaan. Dalam hal
ini, anggaran kas, laporan sumber dan penggunaan dana yang diproyeksikan, serta
perkiraan laporan arus kas akan digunakan. Intinya adalah menentukan arus kas dan
posisi kas perusahaan yang akan terjadi di tengah ketiadaan perubahan kebijakan
dividen.
3. Likuiditas.
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan
dividen. Karena dividen menunjukkan arus kas keluar, semakin besar posisi kas dan
keseluruhan likuiditas perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen. Perusahaan yang sedang bertumbuh dan menguntungkan mungkin
saja tidak likuid karena dananya digunakan untuk aktiva tetap dan modal kerja
permanen. Oleh karena pihak manajemen di perusahaan semacam ini biasanya ingin
mempertahankan beberapa perlindungan likuiditas agar dapat memberikan fleksibilitas
keuangan dan perlindungan terhadap ketidakpastian, maka pihak manajemen mungkin
enggan untuk mempertahankan posisi ini dengan membayar dividen dalam jumlah
besar.
4. Kemampuan untuk Meminjam.
Selain posisi yang likuid, jika perusahaan memiliki kemampuan untuk meminjam
dalam jangka waktu yang relatif singkat, maka dapat dikatakan perusahaan tersebut
fleksibel secara keuangan. Kemampuan untuk meminjam ini bisa dalam bentuk batas
kredit atau perjanjian kredit bergulir dari suatu bank, atau hanya berupa kesediaan
informal dari suatu lembaga keuangan untuk memberikan kredit. Semakin besar
kemampuan perusahaan untuk meminjam, maka akan semakin besar fleksibilitasnya
untuk meminjam, dan semakin besar pula kemampuannya untuk membayar dividen
tunai. Dengan adanya akses yang mudah ke dana utang, pihak manajemen tidak perlu
terlalu khawatir dengan pengaruh dividen tunai terhadap likuiditasnya.
5. Batasan-batasan dalam Kontrak Utang.
Syarat perjanjian utang (covenant) sebagai pelindung dalam kesepakatan obligasi
atau perjanjian pinjaman sering kali meliputi batasan untuk pembayaran dividen.
Batasan tersebut ditentukan oleh pihak pemberi pinjaman untuk menjaga kemampuan
perusahaan membayar utang. Biasanya syarat perjanjian utang dinyatakan sebagai
presentase maksimum laba ditahan kumulatif (yang diinvestasikan kembali) dalam
perusahaan.
Ketika larangan semacam ini diberlakukan, maka secara alami akan
mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Kadangkala pihak manajemen
perusahaan menyambut baik larangan dividen yang dibebankan oleh pemberi pinjaman,
karena pihak manajemen tidak perlu lagi menjustifikasi penahanan laba kepada para
pemegang sahamnya. Perusahaan hanya perlu menunjukkan batasan tersebut.

6. Pengendalian.
Jika suatu perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang cukup besar, maka
perusahaan perlu mengumpulkan modal di kemudian hari melalui penjualan saham agar
dapat membiayai berbagai peluang investasi yang menguntungkan. Berdasarkan situasi
semacam ini, pihak yang memiliki kendali atas perusahaan dapat terdilusi jika
pemegang saham mayoritas tidak dapat memesan saham tambahan. Para pemegang
saham ini mungkin lebih menginginkan pembayaran dividen dalam jumlah rendah
melakukan pendanaan investasi melalui laba ditahan. Kebijakan semacam ini mungkin
tidak akan memaksimalkan kesejahteraan seluruh pemegang saham, tetapi tetap paling
menguntungkan bagi kepentingan para pemegang saham mayoritas.
B. Bentuk dari Kebijakan Dividen.

1. Dividen tunai
Dividen yang pembayarannya secara tunai sesuai dengan persentase kepemilikan
sahamnya atau biasa dikenal dengan dividen cash

2. Dividen Saham (Stock Dividend)


Stock dividen adalah pembayaran tambahan saham (dividen dalam bentuk saham) kepada
pemegang saham. Stock dividen tidak lebih dari penyusunan kembali modal perusahaan
(rekapitalisasi perusahaan), sedangkan proporsi kepemilikan tidak mengalami perubahan.
Sebagai contoh misalkan PT. X memiliki struktur modal sebagai berikut :

Saham biasa (nominal @Rp 5.000; 600.000 lembar) Rp 3.000.000.000


Capital surplus 1.500.000.000
Laba ditahan 7.500.000.000
Modal sendiri 12.000.000.000

Kemudian perusahaan menentukan stock dividen sebesar 5% maka akan ada


tambahan saham sebesar 5% x 600.000 lembar atau sebesar 30.000 lembar. Dengan
demikian untuk setiap 20 lembar saham akan mendapat tambahan satu lembar saham
baru. Apabila harga pasar saham adalah Rp 10.000,- Maka setelah stock dividen neraca
perusahaan akan menjadi

Saham biasa (nominal @Rp 5.000; 630.000 lembar) Rp 3.150.000.000


Capital surplus 1.650.000.000
Laba ditahan 7.200.000.000
Modal sendiri 12.000.000.000

Karena ada stock dividen Rp 10.000,- x 30.000 lembar = Rp 300.000.000,-


ditransfer dari laba ditahan ke dalam saham biasa dan capital surplus. Karena nilai
nominalnya sama, kenaikan jumlah lembar saham tercermin dalam kenaikan saham
biasa sebesar Rp 5.000,- x 30.000 lembar = Rp 150.000.000,- Sedangkan sisanya Rp
150.000.000,- dimasukkan dalam capital surplus, dengan demikian modal sendiri tidak
mengalami perubahan.
Bagi investor, dengan adanya stock dividen ini maka ia tidak memperoleh apa – apa
kecuali tambahan saham. Demikian juga proporsi kepemilikan juga tidak mengalami
perubahan. Apabila faktor lain tetap, maka penambahan jumlah lembar saham yang
beredar akan mengakibatkan harga pasar saham akan turun, sehingga nilai keseluruhan
bagi investor tidak mengalami perubahan.

Misalkan seorang investor semula memiliki 100 lembar saham, harga pasarnya Rp
10.000,- maka nilai keseluruhan saham yang dimiliki adalah Rp 1.000.000,-. Setelah
stock dividen maka nilai pasar akan turun sebesar Rp 10.000,-(1-100/105) = Rp 476,19.
Dengan demikian nilai keseluruhan saham yang dimiliki adalah 105 x (Rp 10.000,- - Rp
476,19) = Rp 1.000.000,- Oleh karena itu stock dividen tidak memberikan pengaruh
bagi kemakmuran pemegang saham.

Bagi investor apabila memerlukan dana dapat menjual tambahan saham yang
diperolehnya, dan seolah-olah saham yang dimiliki tidak berkurang. Stock dividen baru
akan meningkatkan kemakmuran pemegang saham apabila perusahaan juga membayar
dividen dalam bentuk kas. Sehingga pemegang saham selain mendapat tambahan
lembar saham juga tetap mendapatkan cash dividen.

Tujuan perusahaan memberikan stock dividen adalah untuk menghemat kas karena
ada kesempatan investasi yang lebih menguntungkan, namun hal ini akan
mengakibatkan kekecewaan pemegang saham. Maka diperlukan informasi yang benar
kepada pemegang saham, akan adanya kesempatan investasi di masa datang. Kebijakan
stock dividen yang tidak dapat dibenarkan apabila stock dividen dipergunakan untuk
mengatasi kesulitan finansial, karena perusahaan tidak dapt memanipulasi investor yang
akibatnya harga saham akan turun. Masalahnya yang penting adalah menyangkut biaya
emisi saham yang mahal sehingga stock dividen perlu pertimbangan yang matang.

a. Pemecahan Saham (Stock Splits).


Stock splits adalah perubahan nilai nominal per lembar saham dan perubahan
jumlah saham yang beredar, sesuai faktor pemecahnya. Dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu pemecahan nilai nominal saham kedalam nilai nominal yang lebih kecil (split up)
dan peningkatan nilai nominal saham (split down). Dengan demikian jumlah lembar
saham yang beredar akan meningkat proporsional dengan penurunan nilai nominal
saham (split up), atau sebaliknya (split down). Tujuan stock split adalah untuk
menempatkan harga pasar saham dalam trading range tertentu.
Misalkan PT. X menentukan stock splits dari 1( satu) lembar saham menjadi 2
(dua) lembar saham.

Saham biasa (nominal @Rp 5.000; 600.000 lembar) Rp 3.000.000.000


Capital surplus 1.500.000.000
Laba ditahan 7.500.000.000
Modal sendiri 12.000.000.000
Setelah stok split maka akan menjadi:

Saham biasa (nominal @Rp 2.500; 1.200.000 lembar) Rp 3.000.000.000


Capital surplus 1.500.000.000
Laba ditahan 7.500.000.000
Modal sendiri 12.000.000.000
Setelah stock split, maka nilai nominal saham berkurang dari Rp 5.000,- per lembar
menjadi Rp 2.500,-. Tetapi saham biasa capital surplus dan laba ditahan tidak
mengalami perubahan. Investor yang semula memiliki 100 lembar saham setelah stock
split jumlah lembar saham yang dimiliki akan menjadi 200 lembar, meskipun total
nilainya tidak mengalami perubahan.
Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham kedalam nominal yang lebih
kecil. Dengan demikian jumlah lembar saham yang beredar akan meningkat melalui
penurunan secara proporsional atas nilai nominal saham. Tujuannya adalah untuk
menempatkan harga pasar saham dalam kisaran perdagangan tertentu yang lebih
diminati) , sehingga (diharapkan) akan menarik lebih banyak pembeli.
b. Pembelian Kembali Saham (Repurchase of Stock).
Perusahaan sering kali harus melakukan pembelian kembali saham perusahaan
karena perusahaan memiliki kelebihan kas, dan tidak ada kesempatan investasi yang
menguntungkan. Alasan lain mungkin karena perusahaan akan melakukan
penggabungan usaha dengan perusahaan lain. Dalam kondisi tidak ada kesempatan
investasi yang menguntungkan, maka pemberian dividen atau pembelian saham – tidak
ada pajak dan biaya transaksi, bagi investor akan sama saja. Dengan pembelian kembali
maka jumlah lembar saham yang beredar akan berkurang dan dividen perlembar saham
akan lebih besar akhirnya harga pasar saham akan meningkat.
Misalkan PT. X memiliki laba dan harga pasar saham sebagai berikut :

Laba setelah pajak Rp 40.000.000


Jumlah saham beredar 500.000
Laba per lembar saham 80
Harga pasar saham setelah dividen 960
Price/ Earning ratio (rasio harga perlembar) 12 kali

Misalkan perusahaan akan membagikan keuntungan sebesar Rp 20.000.000,-


sebagai pembayaran dividen dan pembelian kembali saham perusahaan. Maka dividen
per lembar saham perusahaan menjadi Rp 20.000.000,-/500.000 = Rp 40,-. Dengan
demikian investor berharap nilai saham sebelum dividen dibayarkan adalah sebesar Rp
1.000,-. Misalkan perusahaan akan membeli saham, dengan dana Rp 20.000.000,- maka
akan dapat dibeli saham sebanyak Rp 20.000.000,-/Rp1.000,- = 20.000 saham. Dengan
demikian jumlah lembar saham yang beredar menjadi 480.000 lembar. Jadi keuntungan
perlembar saham menjadi sebesar Rp 40.000.000,- /480.000 = Rp 83,33.
Apabila price earning ratio perusahaan tidak berubah sebesar 12 kali, maka harga
pasar saham secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yakni sebesar Rp 83,33 x
12 = Rp 1.000,- Dengan demikian yang diterima investor baik lewat pembagian dividen
maupun pembelian kembali adalah sama sebesar Rp 40,-.
Untuk melakukan pembelian kembali ini dapat dilakukan dengan dua cara.
1. Self tender offer
Self tender offer adalah tawaran perusahaan untuk membeli kembali sahamnya pada
harga tertentu (di atas harga pasar). Para pemegang saham dapat memilih, menjual
sahamnya atau tetap memiliki saham tersebut. Biasanya periode penawarannya antara 2
sampai 3 minggu. Apabila para pemegang saham yang mau menjual sahamnya ternyata
jumlahnya lebih besar dari jumlah yang dikehendaki perusahaan, maka perusahaan
dapat memilih membeli semua atau sejumlah yang diinginkan. Biaya transaksi cara ini
biasanya lebih tinggi dari biaya transaksi biasa di pasar terbuka.
2. Open market purchases
Perusahaan dapat melakukan pembelian saham kembali di pasar terbuka. Artinya
perusahaan seperti investor lainnya membeli kembali saham di pasar terbuka melalui
pialang. Biaya pialang dapat dinegosiasikan. Komisi bursa dan sekuritas mengeluarkan
peraturan-peraturan tertentu bagi perusahaan yang ingin membeli kembali sahamnya.
Untuk itu, perusahaan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat membeli
sahamnya dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, penawaran tender sendiri (self
tender offer) lebih cocok dilakukan jika perusahaan ingin memperoleh saham dalam
jumlah besar.
C. Kontroversi Dalam Pembayaran Dividen
Perubahan pembayaran dapat memberikan informasi tentang kepercayaan manajemen
dalam perusahaan sehingga dapat mempengaruhi harga saham.
Terdapat tiga pendapat dalam kontroversi pembayaran dividen :
1. Dividen dibagikan sebesar-besarnya
Argumentasi tersebut mempunyai anggapan bahwa peningkatan pembayaran
dividen dapat terjadi ketika laba perusahaan meningkat. Perusahaan tidak dapat
membagikan dividen yang makin besar apabila laba yang diperoleh tidak
meningkat. Dikatakan benar apabila perusahaan mampu meningkatkan
pembayaran dividen karena peningkatan laba, dengan begitu harga saham pun
akan naik. Namun, perlu diketahui bahwa peningkatan harga saham bukan
dikarenakan meningkatnya pembayaran dividen, melainkan karena kenaikan
laba perusahaan.
2. Dividen tidak relevan
Pendapat ini menyatakan bahwa perusahaan bisa saja membagikan dividen
banyak maupun sedikit asalkan bisa menutup kewajiban perusahaan. Menurut
pendapat ini pun mendasarkan pemikirannya bahwa membagikan dividen dan
menggantinya dengan saham baru mempunyai dampak yang sama terhadap
kekayaan pemegang saham.
3. Dividen dibagikan sekecil-kecilnya.
Pendapat ini menyatakan bahwa pendapat dari dividen tidak relevan
mengabaikan adanya biaya. Karena, apabila perusahaan menerbitkan saham
baru, perusahaan akan menanggung berbagai biaya. Seperti fee untuk
underwriter, biaya notaris, akuntan, konsultan hukum, pendaftaran saham dan
sebagainya, yang bisa berkisar antara 2-4%.
D. Kebijakan Pembayaran Dan Siklus Hidup Perusahaan
Kebijakan pembayaran tidak mempengarui nilai kekayaan pemegang saham. nilai
kekayaan pemegang saham didorong oleh kebijakan investasinya, termasuk eksploitasi
peluang pertumbuhannya. Dalam analisis MM, pembayaran adalah sisa dari produk
keputusan keuangan lainnya. Perusahaan harus membuat keputusan investasi dan
pembiayaan. Kemudian sisa kasnya di distribusikan untuk pembayaran. Jika
pembayaran adalah sisa, maka keputusan pembayaran harus berkembang selama siklus
hidup perusahaan. Supaya perusahaan selalu bertumbuh dalam siklus hidupnya, maka
perusahaan harus mengambil peluang investasi yang menguntungkan. Siklus hidup
perusahaan tidak selalu dapat diprediksi, ketika perusahaan berada dalam kondisi
maturity dan bersamaan dengan waktu untuk pembayaran. Maka dari itu, manajer
perusahaan perlu mempertimbangkan tiga hal yang dapat membantu dalam membuat
keputusan keuangan yaitu investasi dengan NPV positif, rasio utang perusahaan,
memiliki cadangan kas yang cukup untuk hal yang tidak terduga.

Daftar Pustaka
Ashara, Anjar.dkk. (2011). Kebijakan Dividen. [Online]
http://iamluckyone.blogspot.co.id/2011/05/kebijakan-dividen.html. Diakses pada
13 April 2018.
Ardriprawiro. (2015). Kebijakan Dividen. Universitas Gunadarma.

Anda mungkin juga menyukai