Anda di halaman 1dari 7

BAHAYA PERILAKU GAY DARI SISI KESEHATAN

(KELOMPOK 2)
Perbandingan Anak Adopsi yang Diasuh Orang Tua Gay dengan
Orang Tua Heteroseksual
sABSTRAK
Budaya gay atau homoseksual diperkenalkan dan dipraktikkan oleh
masyarakat kota Pompeii pada abad ke-1. Meskipun kota Pompeii sudah
diluluhlantahkan, budaya gay sudah menyebar sehingga pada abad ke 17, mulailah
pergerakan pembebasan kaum gay dan lesbian. Setelah gay dan lesbian, juga mulai
muncul bisexual dan transgender sehingga bergabung menjadi satu kaum bernama
LGBT. Perjuangan dari abad ke-17 akhirnya terealisasikan pada tahun 2004 dimana
dilegalisasikannya pernikahan sesama jenis di suatu bagian negara dan seiring
berjalannya waktu, setengah bahkan sebagian besar dari belahan dunia mendukung
kaum LGBT tersebut.

Setelah hak untuk menikah sudah terealisasikan, muncullah hak untuk


mengadopsi anak bagi pasangan homoseksual termasuk pasangan gay. Hal ini
memicu pertentangan karena pasangan homoseksual dinilai tidak bisa mengasuh
anak dengan baik dan anak-anak asuhan mereka dapat mengalami kebingungan
gender serta menambah populasi kaum LGBT. Menurut data-data penelitian
tentang perbandingan anak adopsi yang diasuh orang tua gay dengan orang tua
heteroseksual, kita dapat melihat bahwa ternyata secara psikologis, perilaku, sosial,
dan kognitif sama saja dengan kita yang diasuh orang tua heteroseksual. Walaupun
terdapat sedikit perbedaan (yang sebagian besar bukan karena faktor internal),
alasan ini tidak terlalu kuat untuk menentang pasangan gay yang ingin mengadopsi
anak.

Kata kunci : gay, homoseksual, orang tua, anak adopsi.

PENDAHULUAN

Kota Pompeii adalah sebuah kota di Italia dimana pada zamannya, kota
Pompeii sudah mengenal kemajuan teknologi. Namun, kemajuan yang dicapai tidak
diiringi dengan norma dan etika sehingga muncul banyak penyimpangan baru yang
dilakukan oleh masyarakat Pompeii sekitar 2000 tahun silam khususnya budaya gay
atau homoseksual. Perilaku seksual masyarakat Pompeii ini terlihat pada hasil
penggalian situs dimana fakta memperlihatkan banyak mayat berpasangan yang
terawetkan sedang melakukan persetubuhan. Pasangan-pasangan tersebut banyak
yang merupakan pasangan homoseksual dan beberapa pasangan adalah
heteroseksual dan masih belia.

Budaya homoseksual yang dilakukan masyarakat Pompeii diperkenalkan


secara terbuka dan tidak sembunyi-sembunyi karena mereka menganut
kepercayaan Mithra yang beranggapan bahwa organ-organ seksual dan hubungan
seksual adalah sesuatu yang dianggap bukan hal tabu dan perilaku seksual tidak
untuk dilakukan di tempat yang tersembunyi (Wellman, H. 2003). Meskipun kota
Pompeii ini sudah musnah pada tanggal 24 Agustus 79, budaya gay atau
homoseksual sudah menjalar ke berbagai daerah di Italia dan negara-negara di
sekitarnya. Dahulu saat kawasan-kawasan lain mulai mengenal budaya
homoseksual ini, banyak sekali pertentangan yang terjadi dan beberapa negara
membuat peraturan yang melarang adanya budaya homoseksual. Peraturan ini
membuat masyarakat lain yang menganut budaya homoseksual merasa tidak
dihargai haknya sehingga pada tahun 1897, Dr. Magnus Hirschfeld membuat
organisasi pembebasan kaum gay di Jerman. Organisasi ini berkembang dengan
sangat baik dan pada tahun 1919, Dr. Magnus Hirschfeld mendirikan Institute of
Sexology di Berlin yang berfokus tentang keadilan hak untuk kaum perempuan dan
komunitas LGBT.

Pergerakan-pergerakan mengenai hak komunitas LGBT ini terus


berkembang secara perlahan sampai pada abad ke-21 ini. Komunitas LGBT
sekarang tidak seperti dahulu. Komunitas LGBT sudah mendapat kebebasan di
sebagian besar penjuru dunia termasuk legalnya pernikahan sesama jenis dan
Massachusetts adalah negara bagian pertama yang melegalkan pernikahan sesama
jenis pada tahun 2004.

Setelah pernikahan sesama jenis dilegalkan di beberapa negara di dunia,


muncul lagi hak komunitas LGBT yang harus dilindungi yaitu pengadobsian anak.
Sekitar era 1980 dan 1990, pasangan LGBT mulai mempunyai anak dengan
bantuan jasa fertilitas seperti inseminasi dan surogasi (consideringadoption.com).
Meskipun begitu, hal ini tetap menjadi suatu hal yang ilegal pada saat itu karena
belum legalnya pernikahan sesama jenis. Setelah hal ini sudah legal, banyak
pasangan LGBT yang menuntut hak ini kembali dan meski sudah dilegalkan,
banyak kontroversi yang terjadi di lingkungan masyarakat. Kontroversi ini dipicu
karena pemikiran masyarakat yang menganggap bahwa pasangan homoseksual
tidak bisa mengasuh anak dengan baik karena tidak sesuai dengan kriteria keluarga
yang seharusnya terdiri dari satu orang ibu, satu orang ayah dan anak-anaknya
bukan 2 orang ibu atau 2 orang ayah beserta anak-anaknya. Atas usaha-usaha
oknum yang mendukung komuntas ini, akhirnya pemberian hak adopsi anak untuk
pasangan homoseksual sudah diterima dan dilindungi khususnya di negara Amerika
Serikat pada tahun 2016 (en.wikipedia.org).

Legalnya hak adopsi anak untuk pasangan homoseksual khususnya gay


memicu para peneliti untuk meneliti kondisi anak yang diadopsi oleh pasangan gay
tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah perilaku, psikologis, sosial
serta kognitif anak yang diadopsi pasangan gay berbeda dengan anak yang diasuh
oleh pasangan heteroseksual.

METODE

Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan. Penulis


mengumpulkan literasi dan referensi dari berbagai sumber tanpa melakukan
pengumpulan dan perhitungan data. Penulis medapatkan data-data dari sumber
dalam bentuk jurnal, artikel, atau website.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Permasalahan yang akan dibahas pada sub-bab ini adalah perbedaan perilaku,
psikologis, sosial serta kognitif anak yang diadopsi pasangan gay dengan anak yang
diadopsi pasangan heteroseksual. Hal ini akan dijabarkan sesuai dengan klasifikasi
sebagai berikut:

1. Prestasi Akademik dan Perkembangan Kognitif

Prestasi akademik anak yang diasuh oleh pasangan gay sama saja dengan
anak yang diasuh oleh pasangan heteroseksual. Rosenfeld (2010) mengandalkan
data sensus untuk fokus menganalisa tentang daya ingat anak-anak yang diasuh oleh
pasangan gay dan pasangan heteroseksual dalam kondisi keluarga yang stabil.
Rosenfeld menemukan bahwa daya ingat anak-anak yang diasuh oleh orang tua
heteroseksual lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua gay. Hal ini juga merujuk
pada orang tua yang sudah berpisah atau cerai, orang tua yang kumpul kebo, atau
orang tua yang tidak pernah menikah. Ternyata, perbedaan ini dikarenakan status
sosial ekonomi orang tua dan bukan jenis hubungan anak dengan orang tua. Allen
dkk. (2013) melaporkan penemuan yang sama ketika membandingkan anak-anak
yang tinggal dalam keadaan stabil dengan orang tua gay dan anak-anak yang tinggal
dengan orang tua heteroseksual. Penelitian tentang daya ingat berdasarkan data
sensus jelas melimitasi analisis mereka karena retrospektif keluarga tersebut tidak
termasuk dalam data sensus, membuat survei tidak mungkin dapat menilai
komposisi keluarga ketika anak mereka sedang berada di sekolah. Demikian,
penemuan Allen dkk. (2013) yang menunjukkan perbedaan tipe keluarga dalam
daya ingat di antara anak-anak di keluarga yang tidak stabil tidak konklusif.
National Longitudinal Study of Adolescent Health menemukan pola yang sama
pada nilai GPA dan permasalahan remaja di sekolah diantara remaja yang tinggal
bersama orang tua gay dan orang tua heteroseksual. Nilai integrasi sosial awalnya
lebih besar pada remaja yang mempunyai orang tua gay tetapi perbedaan ini telah
dijelaskan oleh status sosial ekonomi orang tua.
Prestasi akademik dan kognitif anak adopsi pasangan gay juga
mempunyai faktor lain. Beberapa tidak lebih superior dari anak pasangan orang tua
heteroseksual biasa. Hal ini dikarenakan latar belakang anak adopsi tersebut. Anak
adopsi pasangan gay berasal dari panti asuhan, mantan anak keluarga angkat, anak
terlantar akibat perceraian orang tua, dan lain-lain
2. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial anak yang diasuh oleh orang tua gay sama dengan
anak yang diasuh oleh orang tua heteroseksual. Fedewa dan Clark (2012)
bergantung pada data ECLS-K dan melaporkan tidak ada perbedaan signifikan
dalam penyesuaian sosial kelas satu berdasarkan apakah mereka tinggal dengan
orang tua heteroseksual atau orang tua gay saat di taman kanak-kanak. Bukti
tentang kesejahteraan sosial remaja terletak pada Wainright dan rekan-rekannya
yang menggunakan data Add Health dan Gartrell dan rekannya bekerja
menggunakan NLLFS. Wainwright dan Patterson (2008) menemukan bahwa
jumlah, dukungan, dan kualitas hubungan teman sebaya adalah sama untuk remaja
yang tinggal di keluarga orang tua gay dan mereka yang tinggal dengan orang tua
heteroseksual. Penelitian yang didasarkan pada NLLFS menunjukkan bahwa
remaja dari orang tua gay mengalami masalah sosial yang lebih sedikit daripada
sampel usia yang sebanding dari remaja Amerika (Gartrell dan Bos 2010). Masalah
sosial yang dialami anak adopsi pasangan gay jua dapat dikatakan sama
presentasenya seperti remaja-remaja lainnya. Bullying yang sering terjadi pada anak
adopsi pasangan gay ini berupa bullying verbal maupun fisik.

3. Kesejahteraan Psikologis
Remaja yang diasuh oleh orang tua gay dan orang tua heteroseksual
mempunyai nilai yang sama pada gejala depresi dan kepercayaan diri (Wainright
dkk. 2004). Test NLLFS menunjukkan bahwa nilai anak pada ADD/ADHD,
kecemasan, dan depresi adalah sama sesuai dengan level kebanyakan remaja
(Gartrell and Bos 2010; Gartrell dkk. 2012). Penelitian lain menggunakan sampel
lebih kecil yang direplikasi temuan di atas menggunakan versi yang berbeda dari
Child Behavior Checklist (CBCL) dan Behavior Emotional Rating Scale (BERS).
Di seluruh studi ini, skor anak-anak pada ukuran penyesuaian perilaku internal tidak
berbeda menurut jenis keluarga (Erich dkk. 2005; Farr dkk. 2010; Farr and
Patterson 2009; Fulcher dkk. 2006; Lavner dkk. 2012; Leung dkk. 2005; Ryan
2007; Tan and Baggerly, 2009).

4. Masalah Tingkah Laku

Wainright dan Patterson (2006) menemukan bahwa dalam data nasional,


remaja yang diasuh oleh orang tua gay sama dengan kerabat-kerabat mereka yang
dibesarkan di keluarga orang tua heteroseksual dalam hal frekuensi penggunaan
narkoba (tembakau, alkohol, marijuana), masalah dengan penggunaan narkoba, dan
perilaku nakal. Setelah menelaah NLLFS, Goldberg, dkk. 2011 melaporkan bahwa
tingkat bivariat, remaja dari orang tua gay memiliki potensi lebih besar untuk
mencoba zat-zat yang sudah dilarang. Lebih jauh lagi, NLLFS merespon laporan
tingkatan yang sama dengan permasalahan tingkah laku, sikap pemberontak, dan
sikap agresif orang yang sudah berumur panjang.
Tambahan sampel data konvensional mengindikasi yang berhubungan
dengan penemuan; anak-anak diasuh orang tua gay dan orang tua heteroseksual
menunjukkan hal yang serupa pada berbagai indikator perilaku eksternalisasi
perkembangan anak yang terkandung dalam CBCL.

SIMPULAN

Berdasarkan data-data yang sudah dibahas, kita dapat menyimpulkan


bahwa prestasi akademik, psikologis, perilaku dan sosial anak adopsi yang diasuh
pasangan gay bertumbuh kembang dengan baik seperti anak-anak lain yang diasuh
oleh pasangan heteroseksual. Penyebab terjadinya perbedaan perbandingan adalah
dari faktor-faktor eksternal seperti faktor sosio-ekonomi. Faktor internal seperti
orientasi seksual orang tuanya menjadi faktor yang bukan berpengaruh langsung
melainkan tidak langsung, bahkan banyak anak adopsi yang tidak terpengaruh sama
sekali terhadap orientasi seksual orang tua gay mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Chamberlin, Shelby. 2010. “The Effects of Lesbian and Gay Parenting on


Children’s Development”.
https://cola.unh.edu/sociology/perspectives/perspectives-spring-
2010/effects-lesbian-and-gay-parenting-childrens diakses 10 Desember
2018 pukul 14.05 WIB
Considering Adoption. 2016. “What to Know About the History of Same-Sex
Adoption”. https://consideringadoption.com/adopting/can-same-sex-
couples-adopt/history-of-same-sex-adoption diakses 11 Desember 2018
pukul 12.43 WIB
Manning, Wendy D., et al. “Child Well-Being in Same-Sex Parent Families: Review
of Research Prepared for American Sociological Association Amicus
Brief”. Popul Res Policy Rev. 33 : 4, 485–502.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4091994/#R67 diakses 11
Desember 2018 pukul 15.23 WIB
Wellman, Heath. 2003. “Sex and Lots of Erotic Art to Prove It: The Erotic art of
Pompeii”. Diakses 11 Desember 2018 pukul 15.13 WIB
Wikipedia. 2017. LGBT Adoption. https://en.wikipedia.org/wiki/LGBT_adoption
diakses 11 Desember 2018 pukul 15.17 WIB

Anda mungkin juga menyukai