(KELOMPOK 2)
Perbandingan Anak Adopsi yang Diasuh Orang Tua Gay dengan
Orang Tua Heteroseksual
sABSTRAK
Budaya gay atau homoseksual diperkenalkan dan dipraktikkan oleh
masyarakat kota Pompeii pada abad ke-1. Meskipun kota Pompeii sudah
diluluhlantahkan, budaya gay sudah menyebar sehingga pada abad ke 17, mulailah
pergerakan pembebasan kaum gay dan lesbian. Setelah gay dan lesbian, juga mulai
muncul bisexual dan transgender sehingga bergabung menjadi satu kaum bernama
LGBT. Perjuangan dari abad ke-17 akhirnya terealisasikan pada tahun 2004 dimana
dilegalisasikannya pernikahan sesama jenis di suatu bagian negara dan seiring
berjalannya waktu, setengah bahkan sebagian besar dari belahan dunia mendukung
kaum LGBT tersebut.
PENDAHULUAN
Kota Pompeii adalah sebuah kota di Italia dimana pada zamannya, kota
Pompeii sudah mengenal kemajuan teknologi. Namun, kemajuan yang dicapai tidak
diiringi dengan norma dan etika sehingga muncul banyak penyimpangan baru yang
dilakukan oleh masyarakat Pompeii sekitar 2000 tahun silam khususnya budaya gay
atau homoseksual. Perilaku seksual masyarakat Pompeii ini terlihat pada hasil
penggalian situs dimana fakta memperlihatkan banyak mayat berpasangan yang
terawetkan sedang melakukan persetubuhan. Pasangan-pasangan tersebut banyak
yang merupakan pasangan homoseksual dan beberapa pasangan adalah
heteroseksual dan masih belia.
METODE
Permasalahan yang akan dibahas pada sub-bab ini adalah perbedaan perilaku,
psikologis, sosial serta kognitif anak yang diadopsi pasangan gay dengan anak yang
diadopsi pasangan heteroseksual. Hal ini akan dijabarkan sesuai dengan klasifikasi
sebagai berikut:
Prestasi akademik anak yang diasuh oleh pasangan gay sama saja dengan
anak yang diasuh oleh pasangan heteroseksual. Rosenfeld (2010) mengandalkan
data sensus untuk fokus menganalisa tentang daya ingat anak-anak yang diasuh oleh
pasangan gay dan pasangan heteroseksual dalam kondisi keluarga yang stabil.
Rosenfeld menemukan bahwa daya ingat anak-anak yang diasuh oleh orang tua
heteroseksual lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua gay. Hal ini juga merujuk
pada orang tua yang sudah berpisah atau cerai, orang tua yang kumpul kebo, atau
orang tua yang tidak pernah menikah. Ternyata, perbedaan ini dikarenakan status
sosial ekonomi orang tua dan bukan jenis hubungan anak dengan orang tua. Allen
dkk. (2013) melaporkan penemuan yang sama ketika membandingkan anak-anak
yang tinggal dalam keadaan stabil dengan orang tua gay dan anak-anak yang tinggal
dengan orang tua heteroseksual. Penelitian tentang daya ingat berdasarkan data
sensus jelas melimitasi analisis mereka karena retrospektif keluarga tersebut tidak
termasuk dalam data sensus, membuat survei tidak mungkin dapat menilai
komposisi keluarga ketika anak mereka sedang berada di sekolah. Demikian,
penemuan Allen dkk. (2013) yang menunjukkan perbedaan tipe keluarga dalam
daya ingat di antara anak-anak di keluarga yang tidak stabil tidak konklusif.
National Longitudinal Study of Adolescent Health menemukan pola yang sama
pada nilai GPA dan permasalahan remaja di sekolah diantara remaja yang tinggal
bersama orang tua gay dan orang tua heteroseksual. Nilai integrasi sosial awalnya
lebih besar pada remaja yang mempunyai orang tua gay tetapi perbedaan ini telah
dijelaskan oleh status sosial ekonomi orang tua.
Prestasi akademik dan kognitif anak adopsi pasangan gay juga
mempunyai faktor lain. Beberapa tidak lebih superior dari anak pasangan orang tua
heteroseksual biasa. Hal ini dikarenakan latar belakang anak adopsi tersebut. Anak
adopsi pasangan gay berasal dari panti asuhan, mantan anak keluarga angkat, anak
terlantar akibat perceraian orang tua, dan lain-lain
2. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial anak yang diasuh oleh orang tua gay sama dengan
anak yang diasuh oleh orang tua heteroseksual. Fedewa dan Clark (2012)
bergantung pada data ECLS-K dan melaporkan tidak ada perbedaan signifikan
dalam penyesuaian sosial kelas satu berdasarkan apakah mereka tinggal dengan
orang tua heteroseksual atau orang tua gay saat di taman kanak-kanak. Bukti
tentang kesejahteraan sosial remaja terletak pada Wainright dan rekan-rekannya
yang menggunakan data Add Health dan Gartrell dan rekannya bekerja
menggunakan NLLFS. Wainwright dan Patterson (2008) menemukan bahwa
jumlah, dukungan, dan kualitas hubungan teman sebaya adalah sama untuk remaja
yang tinggal di keluarga orang tua gay dan mereka yang tinggal dengan orang tua
heteroseksual. Penelitian yang didasarkan pada NLLFS menunjukkan bahwa
remaja dari orang tua gay mengalami masalah sosial yang lebih sedikit daripada
sampel usia yang sebanding dari remaja Amerika (Gartrell dan Bos 2010). Masalah
sosial yang dialami anak adopsi pasangan gay jua dapat dikatakan sama
presentasenya seperti remaja-remaja lainnya. Bullying yang sering terjadi pada anak
adopsi pasangan gay ini berupa bullying verbal maupun fisik.
3. Kesejahteraan Psikologis
Remaja yang diasuh oleh orang tua gay dan orang tua heteroseksual
mempunyai nilai yang sama pada gejala depresi dan kepercayaan diri (Wainright
dkk. 2004). Test NLLFS menunjukkan bahwa nilai anak pada ADD/ADHD,
kecemasan, dan depresi adalah sama sesuai dengan level kebanyakan remaja
(Gartrell and Bos 2010; Gartrell dkk. 2012). Penelitian lain menggunakan sampel
lebih kecil yang direplikasi temuan di atas menggunakan versi yang berbeda dari
Child Behavior Checklist (CBCL) dan Behavior Emotional Rating Scale (BERS).
Di seluruh studi ini, skor anak-anak pada ukuran penyesuaian perilaku internal tidak
berbeda menurut jenis keluarga (Erich dkk. 2005; Farr dkk. 2010; Farr and
Patterson 2009; Fulcher dkk. 2006; Lavner dkk. 2012; Leung dkk. 2005; Ryan
2007; Tan and Baggerly, 2009).
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA