DISUSUN OLEH :
WAHYUWIDYAWATI
P27820714036
Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya
belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjal. Hal ini
disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi
100%, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam
stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri
untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang berada pada stadium
2 juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik.
Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk
penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa–sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia.
Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia
atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti:
Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak
dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat
penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar
wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu
banyak cairan yang berada dalam tubuh.
Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik
dan infeksi.
Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli
ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik serta
terapi – terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal.
Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk
mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini
biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai
kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam
darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita
juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu
tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas
normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga
mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium
untuk penderita hipertensi.
Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan
menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi
dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada
stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah
tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit
kardiovaskular lainnya. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama
dengan stadium 3, yaitu:
Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak
dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat
penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar
wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu
banyak cairan yang berada dalam tubuh.
Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik
dan infeksi.
Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi tidak
terasa seperti biasanya.
Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui
bau pernafasan yang tidak enak.
Sulit berkonsentrasi
Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau
transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul pada
stadium 5 antara lain:
Kehilangan nafsu makan
Nausea.
Sakit kepala.
Merasa lelah.
Tidak mampu berkonsentrasi.
Gatal – gatal.
Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
Kram otot
Perubahan warna kulit
Sesuai dengan test kreatinin klirens (Long, 1996) maka GGK dapat di
klasifikasikan derajat penurunan faal ginjal sebagai berikut:
Derajat Primer (LFG) Sekunder = Kreatinin
(mg %)
A Normal Normal
B 50 – 80 % normal Normal – 2,4
C 20 – 50 % normal 2,5 – 4,9
D 10 – 20 % normal 5,0 – 7,9
E 5 – 10 % normal 8,0 – 12,0
F < 5 % normal > 12,0
C. Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi, etiologi yang sering menjadi
penyebab penyakit ginjal kronik antara lain:
1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit parenkim ginjal progesif dan difus yang
sering berakhir dengan gagal ginjal kronik, disebabkan oleh respon imunologik dan
hanya jenis tertentu saja yang secara pasti telah diketahui etiologinya. Secara garis
besar dua mekanisme terjadinya GN yaitu circulating immune complex dan
terbentuknya deposit kompleks imun secara in-situ. Kerusakan glomerulus tidak
langsung disebabkan oleh kompleks imun, berbagai faktor seperti proses inflamasi,
sel inflamasi, mediator inflamasi dan komponen berperan pada kerusakan glomerulus
Glomerulonefritis ditandai dengan proteinuria, hematuri, penurunan fungsi ginjal dan
perubahan eksresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran darah dan hipertensi.
Manifestasi klinik GN merupakan sindrom klinik yang terdiri dari kelainan urin
asimptomatik, sindrom nefrotik dan GN kronik. Di Indonesia GN masih menjadi
penyebab utama penyakit ginjal kronik dan penyakit ginjal tahap akhir.
2. Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Masalah yang akan dihadapi oleh
penderita DM cukup komplek sehubungan dengan terjadinya komplikasi kronis baik
mikro maupun makroangiopati. Salah satu komplikasi mikroangiopati adalah nefropati
diabetik yang bersifat kronik progresif. Perhimpunan Nefrologi Indonesia pada tahun
2000 menyebutkan diabetes mellitus sebagai penyebab nomor 2 terbanyak penyakit
ginjal kronik dengan insidensi 18,65%
3. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal disamping faktor lain
seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal, hiperglikemi dan faktor lain.Penyakit ginjal
hipertensi menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal kronik. Insideni hipertensi
esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik (Kristanto, 2001)
Penyebab lain dari gagal ginjal kronis meliputi:
a) Adanya infeksi : pielonefritis kronik. Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada salah satu
atau kedua ginjal.
b) Mempunyai penyakit peradangan : Glumerulonefritis
c) Penyakit vascular hipertensi : nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna stenosis
arteria renalis. Nefrosklerosis Maligna adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), maligna atau penurunan tekanan darah yang
berlebihan menyebabkan aliran darah ginjal berkurang sehingga arteri-arteri yang
terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal
ginjal.
d) Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistematik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistematik progresif. Lupus ini terjadi ketika antibodi dan komplemen terbentuk
di ginjal yang menyebabkan terjadinya proses peradangan yang biasanya menyebabkan
sindrom nefrotik (pengeluaran protein yang besar) dan dapat cepat menjadi penyebab
gagal ginjal.
e) Gangguan kongerital dan hereditas : penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
f) Penyakit metabolic : hipertensi,diabetes militus, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis
(Price&Wilson, 2006)
Semua faktor tersebut akan merusak jaringan ginjal secara bertahap dan menyebabkan
gagalnya ginjal. Apabila seseorang menderita gagal ginjal akut yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan, maka akan terbentuk gagal ginjal kronik.
D. Faktor risiko
Kondisi-kondisi yang meningkatkan risiko mengalami CKD:
Riwayat penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik lainnya di keluarga
Bayi dengan berat badan lahir rendah
Anak-anak dengan riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksia perinatal atau serangan
akut lainnya pada ginjal
Hipoplasia atau displasia ginjal
Gangguan urologis, terutama uropati obstruktif
Refluks vesikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih berulang dan
parut di ginjal
Riwayat menderita sindrom nefrotik dan nefritis akut
Riwayat menderita sindrom uremik hemolitik
Riwayat menderita purpura Henoch-Schőnlein
Diabetes Melitus
Lupus Eritermatosus Sistemik
Riwayat menderita hipertensi
Penggunaan jangka panjang obat anti inflamasi non steroid (Suhardjono dkk, 2001)
D. Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan
menurunnya glomerulo filtrat rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein
dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke
otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada
neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada
penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara
normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat
ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan
cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume
cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya
fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya
anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit
terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya
filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal
kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan
adanya hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2001).
E. Manifestasi klinik
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik
didapat antara lain :
Ginjal dan sistem urin
semula perubahan berupa tekanan darah rendah, mulut kering, tonus kulit hilang, lesu,
lelah, mual dan terakhir bingung. Karena ginjal kehilangan kesanggupan
mengekskresikan natrium, penderita akan mengalami retensi natrium dan kelebihan
natrium, sehingga penderita mengalami iritasi dan menjadi lemah. Keluaran urin
mengalami penurunan serta mempengaruhi komposisi kimianya.
Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas sistem
renin – angiotensin – aldosteron.
Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung
koroner (akibat aterosklerosis yang timbul dini), dan gagal jantung (akibat
penimbunan cairan dan hipertensi).
Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastastik.
Edema akibat penimbunan cairan.
Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urochrome.
Gatal – gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di
pori – pori kulit.
Echymosis akibat gangguan hematologik.
Urea fost : akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat.
Bekas – bekas garukan karena gatal
Pulmoner
Paru –paru mengalami perubahan dengan sangat rentan terhadap infeksi, terjadi
akumulasi cairan, kesakitan pneumonia serta kesulitan bernafas karena adanya gagal
jantung kongesif. Gejala lainnya berpa suara napas krekles, sputum kental dan liat,
napas dangkal, pernafasan kussmaul.
Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein di dalam usus, terbentuknya zat –zat toksik akibat metabolisme bakteri usus
seperti amonia dan metil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.
Foetor uremicum disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia. Akibat yang lain
adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
Cegukan (hiccup), sebabnya yang pasti belum diketahui.
Gastritis erosevia, ulkus peptikum dan kolitis uremika.
Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
Muskuloskeletal
“restless leg syndrome” : penderita merasa pegal di tungkai bawah dan selalu
menggerakkan kakinya.
“burning feet syndrome” : rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak
kaki.
Ensofalotpati metabolik :
- Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.
- Tremor, asteriksis, mioklonus.
- Kejang – kejang.
Miopati : kelemahan dan hipotrofi otot – otot terutama otot – otot proksimal
ekstremitas.
Perubahan darah
Anemia normokrom, normositer.
- Berkurangnya produksi eritropetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada
sumsum tulang menurun .
- Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana toksik
uremia.
- Defisiensi besi, asam folat, akibat nafsu makan yang berkurang.
- Perdarahan pada saluran pncernaan kulit.
- Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroit sekunder.
Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
- Masa pendarahan memanjang.
- Perdarahan akibat agregasi & adhesi trombosit yang berkurang serta
menurunnya faktor trombosit III ADP (adenosine fosfat).
Gangguan leukosit.
- Hipersegmentasi lekosit.
- Fagositosis dan kemotaksis berkurang, hingga memudahkan timbulnya infeksi.
Kelenjar endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki – laki akibat
produksi testoseron dan spermatogenesis yang menurun, juga dihubungkan dengan
metabolit tertentu (zink, hormon paratiroit). Pada wanita timbul gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi sampai ameorrhoe.
Gangguan toleransi glukosa.
Gangguan metabolisme lemak.
Gangguan metabolisme vitamin D.
Gangguan Lainnya
Tulang : osteoditrofirenal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan
klasifikasi metastatik.
Asam basa : asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil
metabolisme.
Elektrolit : hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia. Karena pada gagal ginjal
kronik telah terjadi gangguan keseimbangan homeostatik pada seluruh tubuh maka
gangguan pada suatu sistim akan mempengaruhi sistim lain, sehingga suatu
gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada berbagai sistem / organ
tubuh.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilaksanakan untuk menetapkan adanya gagal ginjal
kronik, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal kronik,
menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Gambaran
laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, hipertensi, Lupus eritomatosus sistemik (LES)
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa digunakan untuk memperkirakan
fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah.
d. Kelainan urinalisasi meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria (Mansjoer, 2002)
Pemeriksaan – pemeriksaan yang umumnya dianggap menunjang kemungkinan
adanya suatu gagal ginjal kronik adalah :
Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemi dan hipoalbuminemia.
Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang menurun.
Ureum darah dan kreatinin serum meninggi.
Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Perbandingan ini
bisa meninggi (ureum > kreatinin) pada perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar
luas, penyakit berat dengan hiperkatabolisme, pengobatan steroid dan obstruksi saluran
kemih. Perbandingan ini berkurang (ureum > kreatinin), pada diet rendah protein (TKU)
dan tes kliren kreatinin (TKK) menurun.
Hiponatremia, umumnya karena kelebihan cairan.
Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut (TKK < 5 ml/menit) bersama
dengan menurunnya diuresis. Hipokalemia terjadi pada penyakit ginjal tubuler atau
pemakaian diuretik yang berlebihan.
Hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
Hipokalsemia terutama terjadi akibat berkurangnya absorbsi kalsium di dalam usus halus
karena berkurangnya sintesis 1,25 (OH)2. Hiperfosfatemia terjadi akibat gangguan
fungsi ginjal sehingga pengeluaran fosfor berkurang. Antara hipokalasemia,
hiperfosfatemia, vitamin D, parathormon serta metabolisme tulang terdapat hubungan
saling mempengaruhi.
Fosfatase lindi meninggi, akibat gangguan metabolisme tulang, yang meninggi terutama
isoensim fosfatalase lindi tulang.
Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan gangguan metabolisme
dan diit yang tidak cukup / rendah protein.
Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal, yang
diperkirakan desebabkan oleh intoleransi terhadap glukosa akibat resistensi terhadap
pengaruh insulin pada jaringan perifer dan pengaruh hormon somatotropik.
Hipertrigliseridemia, akibat gangguan metabolisme lemak, yang disebabkan oleh
peninggian hormon insulin, hormon somatotropik dan menurunnya lipapase lipoprotein.
Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, “base
exercise” (BE) yang menurun, HCO³ yang menurun dan PCO₂ yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam –asam organik pada gagal ginjal dan kompensasi paru – paru
(Mansjoer, 2002)
G. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diet berlebihan
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-angiostensin-
aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialysis
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.
H. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Diet tinggi kalori rendah protein
Protein dibatasi karea urea, asam urat dan asam organic merupakan hasil pemecahan
protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada
klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produksi susu, telur,
daging) dimana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan
pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600ml/24 jam. Kalori untuk
mencegah kelemahan dari karbohidrat dan lemak, juga perlu diberikan vitamin
2. Terapi pengganti
Hemodialisa
Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-
zat lain melalui membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan
dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi
(Brunner & Suddarth, 2002).
Tujuan Hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisa, aliran darah
yang penuh dengan toksik dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke
dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke
tubuh pasien (Brunner & Suddarth, 2002).
CAPD (continous Ambulatory Peritoneal Dialysis)
CAPD adalah salah satu treatment yang tersedia dan digunakan untuk membuang
produk sisa dan kelebihan cairan dari darah ketika fungsi ginjal tidak lagi normal
(AAKP, 2005). CAPD yang lazim digunakan adalah Continous Cycling Peritoneal
Dialysis (CAPD), dimana pada proses CAPD penderita melakukan sendiri
tindakan medis tanpa bantuan mesin biasanya berlanngsung 4 kali sehari masing-
masing selama 30 menit. Peritoneal Dialysis menggunakan peritoneum – sebuah
membrane alami yang bersifat semipermeable yang menutupi organ dalam
abdomen dan membatasi dinding abdomen yang dimiliki oleh pasien. Membrane
ini berperan sebgai filter. Peritoneum adalah membrane berpori yang dapat
menyaring toksin dan cairan dari darah. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-
anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien
dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality.
Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar,
2006).
Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti utama karena sudah terbukti lebih
baik dibandingakan dengan dialysis terutama dalam perbaikan kualitas hidup, salah
satunya adalah tercapainya tingkat kesegaran jasmanai yang lebih baik.
Transplantasi ginjal yang berhasil sebenarnya merupakan cara penanganan gagal
ginjal yang paling ideal, karena dapat mengatasi seluruh jenis penurunan fungsi
ginjal. Yang mana dilain pihak, dialysis hanya mengatasi akibat sebagian jenis
penurunan fungsi ginjal.
II. ASIDOSIS METABOLIK
A. DEFINISI
Asidosis metabolic adalah keasaman darah yang berlebihan, yang di tandai
dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui
system penyangga PH,darah akan benar benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya
PH darah,pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk
menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon
dioksida. Pada akhirnya ginjal juga akan berusaha mengkonpensasi keadaan tersebut
dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam urin. Tetapi ke-2 mekanisme
tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam.
Sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Asidosis metabolic (kekurangan HCO3 ) adalah gangguan sistemik yang di tandai
dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma,sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan Ph (peningkatan [H+]). [HCO3-] ECF adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH
nya kurang dari 7,35. Konpensasi pernapasan kemudian segera di mulai untuk
menurunkan PaCO2 melalui hoperventilasi sehingga asidosis metabolic jarang terjadi
secara akut.
B. ETIOLOGI
Penyebab asidosis metabolic dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk utama :
a. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau
bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang dapat mengakibatkan
asidosis bila di makan di anggap beracun. Contohnya adalah methanol (alcohol kayu )
dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirinpun dapat menyebabkan asidosis
metabolic.
b. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa
penyakit, salah satu diantaranya adalah diabetes tipe 1. Jika diabetes tidak
dikendalikan dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang
di sebut keton. Asam yang berlebihan juga di temukan pada shok stadium lanjut,
dimana asam laktat di bentuk dari metabolism gula.
c. Asidosis metabolic bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam
jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa menyebabkan
asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini di kenal
sebagai asidosis tubulus renalis, yang biasa terjadi pada penderita gagal ginjal atau
pada penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang
asam.
C. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya asidosis metabolic antara lain :
Kondisi dimana banyak plasma dengan asam metabolik (Gangguan ginjal, DM)
Kondisi tejadi penurunan bikarbonat (diare)
Cairan infus yang berlebihan. (NaCl)
Napas berbau
Napas Kussmaul (dalam dan cepat)
Letargi
Sakit kepala
Kelemahan
Disorientasi
D. MANIFESTASI KLINIS
Asidosis ringan bisa tidak menimbulkan gejala,namun biasanya penderita
merasakan mual,muntah dan kelelahan. Pernapasan lebih dalam dan menjadi lebih cepat,
namunkebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan memburuknya
asidosis,penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa,rasa ngantuk,semakin mual
dan mengalami krbingungan . bila asidosis semakin memburuk,tekanan darah dapat
menurun,menyebabkan syok, koma dan kematian.
Diagnosa asidosis biasanya di tegakkan berdasarkan hasil pengukuran PH darah
yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan ). Untuk mengetahui
penyebabnya,dilakukan pengukuran kadar bikarbonat dan bikarbonat dalam darah.
Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya.
Misalnya kadar gula darah tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan
suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan
bahwa asidosis metabolic yang terjadi di sebabkan oleh keracunan atau overdosis, kadang
kadang dilakukan pemeriksaaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran PH air
kemih.
E. PENATALAKSANAAN
Pengobatan asidosis metabolic tergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh
,diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan dilatasi dengan membuang bahan
racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan analisa untuk mengobati
overdosis atau keracunan yang berat.
Asidosis metabilik juga dapat diobati secara langsung bila terjadi asidosis
ringan,yang di perlikan hanya caira intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya.
Bila terjadi asidosis berat,diberikan bikarbonat mungkin secara intravena ,tetapi
bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
Penanganan asidosis metabolic adalah untuk meningkatkan pH sistemik sampai ke
batas aman,dan mengobati penyebab asidosis yang mendasari. Untuk dapat kembali ke
batas aman pada pH 7,20 atau 7,25 hanya di butuhkan sedikit peningkatan pH. Gangguan
proses psikologis yang serius baru timbul jika HCO3- <15 mEq/L dan pH <7,20. Asidosis
metabolic aharus dikoreksi secara berlahan untuk menghindari timbulnya komplikasi
akibat pemberian NaHCO3 IV berikut ini :
a. Peningkatan cairan serebrospinal (CSF) dan penekanan pacu pernafasan, sehingga
menyebabkan berkurangnya konpensasi pernapasan.
b. Alkalosisis respiratorik respiratorik karena pasien cenderung hiperventilasi selama
beberapa jam setelah asidosis ECF terkoreksi.
c. Pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri pada komplikasi alkalosis
respiratorik,yang meningkatkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin dan mungkin
mengurangi hantaran oksigen ke jaringan.
d. Alkalosis metabolic (karena tidak terjadi kehilangan bikarbonat potensial, dan asam-
asam keto dapat di metabolism kembali menjadi laktat ) pada penderita ketoasidosis
diabetic (DKA ). Pemakaian insulin juga biasanya dapat memulihkan keseimbangan
asam basa ;namun penting untuk melakukan pemantauan K+ serum selama asidosis
dikoreksi ,karena asidosis dapat menutupi kekurangan K+ yang terjadi.
e. Asidosis metabolic berat di sebabkan oleh koreksi asidosis laktat yang berlebihan
akibat henti jantung. Beberapa penyelidik juga menemukan bahwa ph serum dapat
mencapai 7,9 dan bikarbonat serum 60 -70 mEq/L pada infuse NaHCO3 yang
sembarangan selama resusitasi kardiopulmonal.
f. Hipokalsemia pungsional akibat pemberian NaHCO3 IV pada pasien gagal ginjal
dengan asidosis metabolic berat (asidosis dapat menutupi hipokalsemia yang terjadi
karena [Ca++] lebih mudah larut dalm media asam;Ca++ kurang larut dalam medium
basa ), sehingga terjadi tetani,kejang dan kematian. Hemodialisis adalah penangana
yang umum di lakukan pada asidosis metabolic.
g. Kelebihan beban sirkulai yang serius (hipervolemia) pada pasien yang telah
mengalami kelebihan volume ECF, seperti pada gagal jantung kongestif atau gagal
ginjal.
F. KOMPLIKASI
Pasien dapat asimtomatik,kecuali jika [HCO3-] serum turun di bawah 15 mEq/L.
pernapasan kusmaul (napas dalam dan cepat yang menunjukkan adanya hiperventilasi
konpensatorik ) mungkin lebih menonjol pada asidosis akibat ketoasidosis diabetic di
bandingkan pada asidosis akibat gagal ginjal. Gejala dan tanda utam asidosis metabolic
adalah kelainan kardiovaskuler,neorologis dan fungsi tulang. Apabila pH di bawah 7,1
,maka terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan respons inotropik terhadap
ketokolamin. Bisa juga terjadi vasodilatasi verifier. Efek-efek ini dapat menyebabkan
terjadinya hipotensi dan disritmia jantung.
Gejala neorologis dapat brupa kelelahan hingga koma yang di sebabkan oleh
penurunan pH cairan serebrospinal. Dapat juga terjadi mual dan muntah. Gejala-gejala
neorologik lebih ringan pada asidosis metabolic di bandingankan pada asidosis
respiratorik,karena CO2 yang larut dalam lemak lebih cepat menembus sawar darah otak
di bandingkan dengan HCO3- yang larut dalam air. Mekanisme buffer H+ oleh
bikarbonat tulang dalam asidosis metabolic penderita gagal ginjal kronis ,akan
menghambat pertumbuhan anak dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai kelainan
tulang (osteodistropi ginjal )
III. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian
a. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi
pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
b. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
c. Riwayat penyakit
1) Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.
2) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
3) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
d. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dyspnea.
e. Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental
dan banyak.
Tanda:
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa sputum.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat.Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan,
Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial,
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala:
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine
kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit
gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur tulang,
defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu
adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang
kurang.dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi)
anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic,
Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing.Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah,
coklat, berawan) oliguria atau anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot, kehilangan
tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran).
7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan
mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido, amenorea,
infertilitas.
10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan
tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak
ada harapan, tak ada kekuatan.Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal
kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi
pola ibadah klien
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan dan Rencana Tindakan yang mungkin timbul pada klien dengan
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) adalah sebagai berikut :
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan
glomerulo filtration rate.
Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria :
1. Rasio intake dan output pada batas normal
2. Berat badan normal
3. Tekanan darah dalam batas ketentuan (140/90 mmHg) dan elektrolit K, Ca, Mg,
Fosfat, Na pada batas normal.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji adanya edema a. Merupakan tanda-tanda lethargi cairan yang menambah
dengan distensi vena kerja dari jantung dan menuju edema pulmoner dan
jugolaris, dispnea, gagal jantung.
tachikardi, peningkatan
tekanan darah crakles
pada auskultasi.
b. Kaji kelemahan otot tidak b. Tanda-tanda hipernatremia dihasilkan dari tanda fungsi
adanya reflek tendon tubular ginjal.
dalam, kram abdomen
dengan diare, tidak
c. Tanda-tanda hipertermia dihasilkan dari
teraturnya nadi.
c. Kaji kelemahan, ketidakmampuan nefron untuk memfiltrasi keluar Na.
d. Tanda-tanda hipokalsemia dihasilkan dari
kelelahan, penurunan
ketidakmampuan ginjal untuk memetabolisme vitamin D
reflek tendon
d. Kaji kram otot, kaku atau diperlukan aibsorps Ca dari intestinum.
gatal-gatal jari, ibu jari, e. Tanda-tanda hipokalsemia dihasilkan dari
perubahan dalam 10 hari. ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan fosfat.
e. Kaji kram otot parastesia f. Tanda-tanda dari hipermagnesia di hasilkan dari
ketidakmampuan untuk mengeluarkan magnesium.
f. Kaji nausea, muntah,
hipotensi, bradikardi dan g. Ketentuan batas cairan jika terjadi oliguri.
perubahan reflek tendon
dalam
g. Monitor intake dan output
h. Tanda-tanda peningkatan elektrolit
setiap 4-8 jam dengan
memperhatikan output di
bawah 30 ml/jam i. Fungsi ginjal diketahui dan peningkatan BUN lebih dari
h. Monitor tanda-tanda vital
25 mg/dl dan kreatiniin lebih dari 1,5 mg/dl.
setiap 4 jam untuk j. Ketentuan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi
meningkatkan tekanan urine ekskresi elekrolit dan kerusakan pada ginjal.
darah
i. Monitor BUN, kreatinin,
asam urat
j. Monitor urinalisasi
sampai hematuria,
k. Evaluasi untuk kalium 5.0 mEq/dl Ca dibawah 6.0
penurunan kreatinin
mEq/dl P lebih dari 2.0 mEq/dl Mg lebih dari 3.0
clerence, ekskesi
mEq/dl.
elektrolit, penurunan gaya l. Bekerja sebagai obat diuresis (untuk mengeluarkan
berat khas dan ketidak kelebihan cairan dalam tubuh)
normalan lainnya.
k. Monitor elektrolit untuk
K, Na, Ca, Mg dan P
tingkatkan.
b. l. Kolaborasi pemberian
obat diuretik, HCT
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ureum pada saliva
mulut/peningkatan asam gastrin
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat dalam batas normal
Kriteria :
1. Hilangnya anoreksia
2. Hilangnya mual dan muntah
3. Intake 2000 kalori perhari
4. Porsi makan di habiskan
5. Berat Badan
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji anoreksia, nausea dan muntah a. Merupakan tanda dan gejala dari
b. Kaji penerimaan ketidaksukaan
peningkatan azotemia.
diet pembatasan protein. b. Penurunan intake nutrisi akan
c. Kolaborasi pemberian obat anti
mengubah kebutuhan nutrisi
emetik (metociropmid) c. Bertugas untuk mengurangi muntah
d. Kolaborasi pemberian multivitamin
dengan menambah asam gastrin
d. Melengkapi dukungan pembatasan diet
DAFTAR PUSTAKA
Baradero Mary , SPC , MN. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Endokrin. Jakarta: EGC.
Gallo & Hundak. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume II. Jakarta: EGC
Long, B C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
National Institute of Diabetes and digestive and Kidney Disease. 2003. Hypoglycemia. US:
Department of Health and Human Service.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC
Rizza, Robert A. and F. John Service. 2007. Goldman: Cecil Medicine, 23rd ed. Saunders:
Elsevier.
Rumahorbo Hotma . 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Sistem Endokrin. Jakarta :
EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
Sari Pediatri. 2004.Kelainan neurologis pada penyakit sistemik. Vol. 6, No. 1 (Supplement),
Juni 2004