Anda di halaman 1dari 13

DAKWAH SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

Tugas Akhir Semester


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah Ilmu Dakwah
Dosen Pengampu : Bapak Nur Ahmad, S.Sos.I., M.S.I

Disusun oleh :
Nama : ABDILLAH FAIZ
NIM : 1340120004

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Sebelum mengetahui, manusia terlebih dahulu melihat, mendengar, serta


merasa segala yang ada di sekitarnya. Segala yang dilihat, didengar, dan dirasa
itulah yang merangsang naluri ingin tahu seseorang. Sepanjang hidupnya,
manusia akan dirangsang alam sekitarnya untuk tahu. Hal utama yang terkena
rangsang adalah panca indera, yaitu penglihatan, penciuman, perabaan,
pendengaran, serta pengecapan. Hasil persentuhan alam dengan panca indra
disebut pengalaman. Ketika tersentuh rangsang, manusia akan bereaksi. Namun,
pengalaman semata-mata tidak membuat seseorang menjadi tahu. Pengalaman
hanya memungkinkan seseorang menjadi tahu. Hasil dari tahu disebut
pengetahuan. Pengetahuan ada jika demi pengalamannya, manusia mampu
mencetuskan pernyataan atau putusan atas objeknya. Dengan kata lain, orang
yang tidak dapat memberi pernyataan atau putusan demi pengalamannya
dikatakan tidak berpengetahuan.

Dalam perkembangannya, pengetahuan yang dihasilkan dari pengalaman


manusia mengalami perkembangan sesuai dengan lingkungannya. Kemudian
dikembangkan manusia untuk mengetahui keadaannya dan lingkungannnya, atau
menyesuaikan lingkungannnya dengan dirinya dalam rangka strategi hidupnya.
Pengetahuan dikembangkan berdasarkan analisis obyektif, lebih jauh hanya
sekedar melalui keyakinan seseorang. Hasilnya, pengetahuan berkembang
menjadi ilmu pengetahuan atau biasa disebut ilmu saja, didapat melalui
akumulasi waktu yang berkembang sejajar dengan perkembangan kemajuan
manusia.1

Pengetahuan adalah gambaran atau kesan yang terdapat dalam fikiran


manusia tentang suatu hal, baik mengenai sesuatu yang konkret maupun abstrak
sebagai hasil dari penangkapan beberapa inderanya.

1
Qomaruddin, Zainal Arifin. Pertautan Filsafat, Ilmu dan Dakwah. Sorong. 2011

2
S. I. Poeradisastro mengartikan pengetahuan sebagai kumpulan fakta yang
saling berhubungan satu sama lain mengenai suatu hal tertentu. Terlepas apakah
pengetahuan itu merupakan pengetahuan yang khusus maupun pengetahuan yang
umum, suatu pengetahuan itu memiliki dua tingkatan yaitu pengetahuan biasa dan
pengetahuan ilmiah.

Pengetahuan biasa adalah pengetahuan yang digunakan orang, terutama untuk


kehidupannya sehari-hari tanpa disertai penyelidikan lebih lanjut dengan lebih
intensif tentang seluk beluk sebab dan akibatnya. Sedangkan pengetahuan ilmiah
adalah pengetahuan yang tidak sekedar ilmu semata-mata, tetapi pengetahuan
yang disertai dengan penyelidikan yang mendalam sehingga dapat diyakini
kebenaranya serta diketahui apa sebabnya demikian, dan mengapa harus
demikian.

Pengetahuan mengenai dakwah seperti diterangkan diatas adalah merupakan


pengetahuan biasa, karena pengetahuan ini hanya sekadar tahu tentang dakwah
tanpa adanya penyelidikan dan analisis lebih lanjut, tentu saja untuk menjadikan
ilmu dakwah menjadi sebuah ilmu pengetahuan memerlukan persyaratan.

Dakwah baru dikatakan sebagai ilmu pengetahuan, apabila memenuhi


beberapa syarat-syarat di bawah ini:
1. Objektif. Telah memiliki objek studi dan diterangkan secara objektif.
2. Universal. Pengetahuan dakwah yang telah diketahui kebenaranya secara
umum oleh masyarakat dan dapat terbuka, teruji oleh setiap orang.
3. Metodik. Telah menggunakan metode yang tepat dalam memahami objek
studinya.
4. Sistematik. Pengetahuan dakwah telah tersusun secara menyeluruh yang
bagian-bagiannya memiliki kolerasi antara satu dengan yang lainnya.2

2
Poejawijadna. Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern. Jakarta. Giri Mukti
Pustaka. 1981. Hlm. 26

3
BAB II
PEMBAHASAN
DAKWAH SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

A. Dakwah dan Keilmuannya

Menurut M. Isa Anshari, dakwah yaitu menyampaikan seruan Islam,


mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan mempercayai
keyakinan dan hidup Islam.

Pendapat Ki. M. A. Mahfoeld, dakwah yaitu panggilan yang tujuannya


untuk membangkitkan keinsyafan orang agar kembali ke jalan Allah SWT
yang sifatnya adalah ekspansif, memperbesar jumlah orang yang berada di
jalan Allah SWT.

Pendapat Prof. Toha Jahja Omar MA, dakwah yaitu mengajak manusia
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan,
untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akherat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan dakwah yaitu


menyampaikan dan memanggil serta mengajak manusia ke jalan Allah SWT,
untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dalam
mencapai kehidupan bahagia di dunia dan di akherat, sesuai dengan tuntunan
dan contoh Rasulullah Saw.

Menurut M. Natsir, membedakan pengertian antara dakwah dan risalah.


Risalah dipikulkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk menyampaikan
wahyu yang telah diterimanya kepada seluruh umat manusia. Sedangkan
dakwah adalah tugas para mubaligh, yaitu mempertemukan fitrah manusia
dengan wahyu ilahi.

Jalaludin Rahmat mengatakan bahwa dakwah dan pengetahuan adalah


fenomena Sosial yang dirangsang oleh nash-nash agama Islam. Fakta-fakta

4
sosial tersebut dapat dikaji secara empiris terutama pada aspek penyampaian
dakwah serta internalisasi nilai agama bagi penerima dakwah.

Dakwah yang demikian itu baik, yang mana dilakukan secara perorangan
atau kelompok, ataupun lembaga yang melakukan dengan menggunakan
berbagai media, pendek kata yaitu dakwah dengan segala problematikanya,
itu juga merupakan kenyataan sosial yang dapat diamati sehingga akan
memunculkan sebuah pengetahuan

Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu modal


penting bagi ummat Islam dalam melakukan dakwah di tengah politik global.
Dengan ilmu pengetahuan, masyarakat Islam dapat berinteraksi dengan dunia
global dan terlibat dalam proses demokratisasi.3

Ilmu dakwah menurut Toha Yahya Umar adalah ilmu pengetahuan yang
berisi cara-cara dan tuntunan bagaimana seharusnya menarik perhatian
manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi, pendapat
ataupun pekerjaan tertentu.

Ilmu dakwah selalu membutuhkan bantuan ilmu-ilmu pengetahuan


lainnya didalam memahami objek studi materi dan objek studi formalnya.
Bentuk kerjasama atau keterkaitan antara ilmu dakwah dengan ilmu
pengetahuan lainnya antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Ilmu dakwah dan ilmu pengetahuan agama islam


Ilmu dakwah yang menerangkan seluk beluk dakwah islamiyyah
atau penyampaian ajaran Islam kepada orang lain yang memiliki kaitan
erat dengan ilmu pengetahuan agama Islam seperti fiqih, tafsir, dll.

2. Ilmu dakwah dan ilmu pengetahuan sosial politik

3
Demikian diungkapkan Kedutaan Besar Suriah untuk Indonesia, DR. Bassam Alkhatib dalam
seminar internasional "Dakwah & Politik Global" dalam rangka Dies Natalis Fakultas Dakwah &
Ilmu Komunikasi ke 44 UIN Sunan Ampel Surabaya, (20/3/2014).

5
Ilmu pengetahuan sosial yang dibicarakan sesuatu menurut apa
adanya dan tidak membicarakan bagaimana suatu itu seharusnya, seperti
ilmu-ilmu normatif seperti sosiologi, antropologi, psikologi.
3. Ilmu dakwah dan ilmu-ilmu normatif
Ilmu-ilmu normatif yang dimaksud yaitu ilmu-ilmu yang
membicarakan bagaimana sesuatu itu, contohnya ilmu penelitian atau
ilmu riset, ilmu logika, ilmu bimbingan dan penyuluhan.

B. Dakwah Sebagai Ilmu

Pengertian “ilmu’’ sering dikacaukan dengan pengertian “pengetahuan’’.


pengetahuan adalah kesan yang terdapat di dalam pemikiran manusia sebagai
hasil sentuhan dengan objek tertentu. Kesan itu kemudian diberi lambang
dalam wujud ‘kata’ atau lukisan dalam wujud untain kata-kata. Sedangkan
“ilmu’’ adalah sejumlah pengetahuan yang tersusun secara sistematis, logis,
hasil pemikiran manusia, objektif atau dapat diuji oleh siapapun.

Senada dengan pendapat diatas, Soekanto mengemukakan unsur-unsur


(elemen) yang merupakan bagian-bagian dari ilmu, antara lain adalah
pengetahuan (knowledge), tersusun secara sistematis, menggunakan
pemikiran, dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (objektif).

Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan, dimana pengetahuan


merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau hasil usaha manusia
untuk memahami suatu objek tertentu. Ilmu, disamping merupakan kumpulan
pengetahuan, juga harus mempunyai objek dan metode (cara kerja) tertentu
yang sifatnya umum.

Sedangkan menurut Amrulloh Ahmad, ilmu adalah kumpulan


pengetahuan yang tersusun secara sistematis sebagai hasil belajar manusia
terhadap ayat-ayat Allah SWT dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah,
mencari kebenaran, untuk kesejahteraan hidup di dunia dan agar semakin
bertaqwa kepada kepada Allah SWT.

6
Jadi, seorang dai haruslah memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas baik
mengenai materi dakwahnya yakni Al-Qur’an dan Sunnah ataupun
problematika permasalahan agama zaman dulu maupun masa kini, agar
pandai dan cakap dalam memberikan materi dakwahnya serta cekatan
menanggapi pertanyaan ataupun tanggapan dari mad’unya dalam proses
berdakwah.

C. Subjek Dakwah dan Ilmu Pengetahuan

Subjek dakwah adalah seorang yang yang menjadi sumber ide, sehingga
pesan dakwah akan sangat dipengaruhi oleh keahlian, kecerdasan,
keterampilan, sikap dan tingkah laku seorang da’i, begitu pula dengan subyek
pengetahuan.

Seorang da’i harus memiliki pengetahuan, orang yang memiliki


pengetahuan juga harus mengetahui cara dakwah untuk menyampaikan
pengetahuan yang ia ketahui. Dengan demikian keduanya akan terjalin
interaksi satu sama lain.

Maka seorang Da’i dalam berdakwah haruslah memperhatikan beberapa


hal berikut:

1. Lemah lembut, toleransi dan santun.


Wajib bagi seorang da’i untuk mengikuti jejak langkah dan
tuntunan Rosulullah SAW, dan sunnahnya di dalam sisi ini. Kita melihat
dalam petunjuknya, beliau selalu mengedepankan cara-cara lembut dan
menolak kekerasan, dengan cara rahmat dan tidak dengan kekejaman, cara
halus dan bukan dengan vulgarisme (ungkapan kasar).

2. Kemudahan dan membuang kesulitan


Satu hal penting yang mesti diingat di jalan dakwah adalah
hendaknya seorang da’i menjadikan jalan mudah, dan menyingkirkan
kesulitan sebagai metodenya dalam berdakwah kepada Allah SWT. Jangan

7
sampai terjadi munculnya pendapat yang menentang dan keras, sebagai
pertanda bahwa dakwah yang dia lakukan tidak mendapatkan respon.
Agama ini datang dengan mudah dan menyingkirkan kesulitan-kesulitan
yang dihadapi saat ini.

3. Memerhatikan Sunnah tahapan


Sesungguhnya seorang da’i tidak akan pernah sukses dalam
dakwahnya sepanjang dia tidak mengetahui siapa orang yang di
dakwahinya, tahu bagaimana cara berdakwah kepada mereka, tahu apa
yang mesti didahulukan dan mana yang mesti diakhirkan.

4. Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah dan bukan kepada fanatisme


mazhab
Salah satu musibah besar yang menimpa kita di zaman ini dalam
hal pengajaran dan fatwa adalah semacam paksaan agar manusia beribadah
hanya dengan satu mazhab dalam semua masalah ibadah dan mu’amalah.
Padahal pendapat mazhab tersebut dalam masalah itu sangatlah lemah,
jauh dari kebenaran dan memberikan kesempitan pada hamba-hamba
Allah SWT. Seakan-akan pengikut mazhab tertentu adalah manusia-
manusia yang diturunkan wahyu padanya dan malaikat Jibril
mendiktekannya.

Padahal sebenarnya mazhab-mazhab yang ada itu tak lebih dari


hasil pemikiran dan ijtihad4, dimana orang-orang yang melakukan ijtihad
sendiri tidak menyatakan bahwa dirinya adalah orang-orang yang
makhsun. Jika ia benar dalam ijtihad-nya, maka ia akan mendapat dua
pahala. Para imam yang melakukan ijtihad tidak memonopoli kebenaran
untuk dirinya sendiri dan pada saat yang sama dia tidak mengatakan pada

4
Ijtihad ialah mencurahkan segala kemampuan dalam mencapai atau menetapkan suatu
hukum syara’ dengan cara istinbath (menyelidiki dan mengambil kesimpulan hukum yang
terkandung) pada Alquran dan sunnah.

8
manusia bahwa hasil ijtihadnya adalah syariat yang wajib untuk diikuti,
atuapun agama yang wajib dilakasanakan.

5. Sesuaikan dengan bahasa mad’u


Salah satu petunjuk Al-Qur’an bagi mereka yang menjalankan
dakwah hendaknya para da’i melakukan dakwah itu sesuaikan dengan
kadar kemampuan akal orang yang didakwahi (mad’u) dan sesuai dengan
bahasa yang dipahami oleh mad’unya.

6. Memerhatikan adab dakwah.


Menjaga hak-hak kedua orang tua serta kaum kerabat dalam
melaksanakan dakwah. Tidak baik bagi seorang dai melakukan konfrontasi
dengan ayah dan ibunya atau kerabat dekatnya dengan cara-cara yang
kasar, dengan anggapan bahwa mereka adalah orang-orang yang
melakukan maksiat, ahli bid’ah, atau orang-orang yang durhaka.

Bagi seorang dai hendaknya tidak menyamaratakan setiap orang


dalam berdakwah, tidak bijak bila berdakwah kepada orang dewasa
disamakan dengan berdakwah kepada anak-anak atau remaja, walaupun
pada dasarnya Islam menganggap semua orang sama di hadapan Allah
SWT kecuali nilai ketakwaannya. Jadi seorang dai sangat memperhatikan
betul siapa yang menjadi mad’unya.5

D. Objek Dakwah dan Pengetahuan

Ciri khusus untuk mengetahui ilmu yang satu dengan yang lain adalah
terletak pada objeknya terutama objek formalnya. Adapun objek penelaahan
ilmu dakwah adalah memiliki objek-objek material dan objek formal.

Objek material dakwah sebagaimana ilmu-ilmu sejenis lainnya adalah


tentang tingkah laku manusia. Sedangkan objek formal nya adalah “ usaha
manusia untuk menyeru/mengajak manusia lain dengan ajaran islam agar

5
Wahidin Saputra. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta. Raja Grafindo. 2012. Hlm. 264-278

9
menerima, meyakini dan mengamalkan ajaran islam bahkan
memperjuangkannya”.

Dengan demikian, maka yang menjadi objek telaahan ilmu dakwah


adalah manusia dengan segala sikap tingkah lakunya yang berkaitan dengan
aktivitas dakwah. Tegasnya, masalah-masalah yang dikandung dalam
pembahasan ilmu dakwah adalah semua permasalahan yang timbul dan
melingkupi persoalan aktivitas dakwah, sebagai konsekuensi sebab akibat
adanya manusia yang menyeru atau mengajak manusia lain kepada Islam.

Mad’u adalah objek dakwah bagi seorang dai yang bersifat individual,
kolektif atau masyarakat umum. masyarakat sebagai objek dakwah atau
sasaran dakwah merupakan salah satu unsur yang penting dalam sistim
dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan dengan unsur-unsur
dakwah yang lain oleh sebab itu masalah masyarakat ini seharusnya dipelajari
dengan sebaik-baiknya sebelum melangkah ke aktivitas dakwah yang
sebenarnya. Maka dari itu sebagai bekal dakwah dari seorang dai atau
muballigh hendaknya memperlengkapi dirinya dengan beberapa pengetahuan
dan pengalaman yang erat hubungannya dengan masalah masyarakat.

Sasaran dakwah (objek dakwah) meliputi masyarakat dilihat dari


berbagai segi:

1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi


sosiologis berupa masyarakat terasing pedesaan, kota besar dan kecil
serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.

2. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari sudut


struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintahan dan keluarga.

3. Sasaran yang berupa kelompok dilihat dari segi social cultural berupa
golongan priyayi, abangan dan santri. Klasifikasi terletak dalam
masyarakat Jawa

10
4. Sasaran yang berhubungan dengan masyarakat dilihat dari segi tingkat
usia, berupa golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.

5. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi


okupasional (profesi atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang,
seniman, buruh, pegawai negeri (administrator).

6. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat


hidup sosial ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan
miskin.

7. Sasarang yang menyangkut kelompok masyarakat dilihar dari jenis


kelamin berupa golonga pria dan wanita,

8. Sasarang yang berhubungan dengan golongan dilihat segi khusus berupa


golongan masyarakat tuna susial, tuna wisma, tuna karya, narapidana.6

E. Metode Dakwah terhadap Pengetahuan

Ada sebagian pihak yang meragukan tentang keberadaan dakwah sebagai


suatu ilmu. Untuk mengetahui apakah dakwah itu dapat dikatakan sebagai
suatu ilmu, maka perlu kiranya dikemukakan dasar timbulnya ilmu itu sendiri
yang sekaligus dapat dijadikan landasannya.

Bahwasannya asumsi dakwah merupakan pengetahuan normatif yang


berarti bahwa ilmu dakwah merupakan disiplin ilmu yang merumuskan
kaidah-kaidah norma atau nilai yang akan dijadikan ukuran tingkah laku yang
seharusnya dilakukan manusia sebagai makhluk yang hidup di masyarakat.

Dengan asumsi tersebut maka ilmu dakwah erat kaitannya dengan ilmu-
ilmu pengetahuan normatif lainnya seperti ilmu-ilmu agama, filsafat,
kebudayaan serta ilmu sosiologi yang dikategorikan sebagai disiplin ilmu

6
Ibid. Hlm. 279-281

11
merupakan sumber-sumber nilai kejidupan. Dengan demikian ilmu dakwah
merupakan suatu ilmu yang normatif dogmatis yaitu pemahaman yang
diambil Alquran dan sunnah seperti yang lazim diketahui dalam pembahasan-
pembahasan ilmu pegetahuan yang lain.

Pada sisi lain, bahwa belum adanya pengalaman yang mapan dalam
tradisi keilmuan ini justru menjadikan ilmu dakwah sebagai disiplin ilmu
yang paling challenging (mendatangkan tantangan). Sementara ini belum
banyak di ungkap sejarah perkembangan ilmu dakwah sebagai sumbangan
ilmu pengetahuan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta, Raja Grafindo, 2012

Poejawijadna. Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern. Jakarta.

Giri Mukti Pustaka. 1981

Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah, Jakarta, Wijaya, 1979

Academia.edu: Qomaruddin, Zainal Arifin, Pertautan Filsafat, Ilmu dan Dakwah.

Sorong, 2011

http://cahayapenerangdunia.blogspot.com/2011/03/sumbangan-ilmu-dakwah-

terhadap-ilmu.html

13

Anda mungkin juga menyukai