Anda di halaman 1dari 2

Mutu Pelayanan Kesehatan: Apa Peran Sistem Jaminan Kesehatan

(Disamping Meningkatkan Akses)?


10 JUNE 2013
Sabtu minggu lalu, salah satu pakar manajemen mutu pelayanan kesahatan dari Inggris dan
juga penggagas pembentukan The International Society for Quality in Health Care (ISQua),
DR. dr. Charles Shaw menjadi pembicara tamu di FK-UGM dalam program Continuing
Medical Education (CME).
Salah satu pokok bahasan terpenting adalah mengenai integrasi sistem mutu dalam pelayanan
kesehatan. Shaw yang juga salah satu konsultan WHO Indonesia menjelaskan bahwa saat ini
di Indonesia terdapat berbagai upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang umumnya
terdiri dari upaya menyusun standar (seperti standar perijinan, standar akreditasi, standar
kompetensi, standar pelahyanan minimal, standar alat, prosedur standar, dsb) dan upaya untuk
melakukan pengukuran. Upaya penyusunan standar ini juga (seharusnya) diikuti dengan upaya
untuk mengukur kepatuhan pemenuhan standar dan upaya untuk melakukan
perubahan/perbaikan agar tingkat kepatuhan meningkat.

Di Indonesia, berbagai upaya peningkatan mutu tersebut tidak terintegrasi satu sama lain,
masing-masing upaya berdiri sendiri, hal ini juga sering terjadi di negara-negara lain. Sebagai
contoh, untuk standar, umumnya terdiri dari 2 jenis, yaitu standar klinis (clincal standard) dan
standar manajemen (organisational standard). Standar klinis seharusnya disusun berdasarkan
penelitian biomedis (kedokteran, keperawatan, dsb) sehingga menghasilkan sebuah pedoman
pelayanan klinis ataupun clinical pathways (kadang meski telah tersedia hasil penelitian dari
negara maju, organisasi profesi di Indonesia masih perlu untuk melakukan penelitian klinis
untuk melihat kesesuaian dengan karakteristik manusia Indonesia). Demikian pula dengan
standar manajemen, seharusnya berasal dari penelitian dalam bidang manajemen (misalnya di
Amerika penelitan IOM tentang medical error menghasilkan standar keselamatan pasien).
Namun intergrasi antara penelitian dengan penyusunan standar ataupun integrasi antara standar
klinis dengan standar manajemen sering tidak terjadi.
Measurement ataupun pengukuran kinerja mutu juga sering tidak terintegrasi satu sama lain,
misalnya pengukuran di rumah sakit seperti Standar Pelayanan Minimal (SPM), Standar
Akreditasi, Standar Perijinan, Standar Pelayanan Publik. Berbagai jenis pengukuran yang perlu
diintegrasikan meliputi berbagai jenis pengukuran indikator, audit klinik, survey, peer review
dan inspeksi.
Tantangan terbesar terutama muncul dalam mengintergrasikan berbagai
upaya improvement atau perbaikan/perubahan. Di Indonesia ini bisa meliputi: Perencanaan
dari Kementerian Kesehatan (misalnya dalam bentuk Kerangka Kerja Nasional untuk
Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan / National Healthcare Quality Framework, yang saat
ini belum tersedia); Dorongan atau peer pressure dari organisasi profesi (seperti pada saat ini
IDAI dan POGI sedang menyusun rencana untuk melakukan Audit Medik Nasional, dimana
hasil audit dapat menjadi salah satu bentuk peer pressure); Perubahan manajemen (misalnya
perubahan pengelolaan komplain pasien/masyarakat yang saat ini sedang dikembangkan oleh
para pemimpin RS yang bergabung dalam PERSI); Pelatihan berkelanjutan (seperti yang saat
ini dilakukan oleh berbagai intitusi pendidikan/pelatihan dan perguran tinggi);
Memberdayakan konsumen (seperti yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia misalnya).
Menyambut diterapkannya SJSN-BPJS pada 1 Januari 2014, maka perlu juga dipahami bahwa
mekanisme pembayaran pelayanan kesehatan juga merupakan salah satu metode penting
dalam improvement atau perbaikan/perubahan mutu pelayanan. Hal ini akan terkait dengan
memanfaatkan data yang akan dimiliki oleh BPJS (atau telah dimiliki oleh PT. Askes) untuk
mengukur dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pemberian insentif oleh BPJS untuk
medorong mutu, pengembangan mekanisme benchmark antar sarana, dsb.
Untuk mengasilkan sistem mutu pelayanan kesehatan yang integrasi ataupun sebuah National
Healthcare Quality Framework diperlukan pemetaan berbagai upaya peningkatan mutu di
Indonesia yang pernah dan masih dilakukan. Pemetaan ini perlu dilakukan untuk mengetahui
standar dan mekanisme pengukuran serta perbaikan apa yang sudah dihasilkan, lembaga apa
saja yang berperan, produk hukum apa saja yang terkait hingga lembaga donor mana saja yang
terlibat dan hasilnya.
Dari pemetaan tersebut maka dapat terlihat sistem mutu pelayanan kesehatan di Indonesia, apa
saja yang kita telah miliki, apa saja yang belum kita miliki dan apa yang perlu kita lakukan
serta peran SJSN-BPJS. (hd)
Catatan: Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN) saat ini sedang berusaha memetakan
hal tersebut. Apakah anda tertarik untuk berpartisipasi?

Anda mungkin juga menyukai