Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dekomposisi merupakan salah satu tingkatan yang paling penting dalam daur
biogeokimia. Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur hara
akan diserap kembali oleh tanaman, sebagian besar hara yang dikembalikan adalah
dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan tetapi harus
melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Proses dekomposisi serasah antara lain
dipengaruhi oleh kualitas serasah tersebut (sifat fisik dan kimia) dan beberapa factor
lingkungan seperti organisme dalam tanah, curah hujan, suhu, dan kelembaban
tempat proses dekomposisi berlangsung (Tim Penyusun Penuntun Ekologi, 2019).
Laju dekomposisi serasah dipengaruhi oleh faktor lingkungan, contohnya pH,
iklim (temperatur dan kelembaban), komposisi kimia dari serasah, dan mikro
organisme tanah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa laju dekomposisi di daerah
tropis relatif lambat, hal ini dimungkinkan karena dedaunan pohon di tropis bersifat
sclerophyllous. Daun sclerophyllous antara lain daun-daun yang kuat dan memiliki
rasio luas dan beratnya rendah yang relatif tahan terhadap pembusukan. Setidaknya
selama tahap pertama dekomposisi.
Proses dekomposisi berjalan secara bertahap, dimana laju dekomposisi paling
cepat terjadi pada minggu pertama. Hal ini dikarenakan pada serasah yang masih baru
masih banyak persediaan unsur-unsur yang merupakan makanan bagi mikroba tanah
atau bagi organisme pengurai, sehingga serasah cepat hancur (Jani, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan praktikum mengenai dekomposisi
untuk mengetahui proses dekomposisi dan tingkat dekomposisi daun dari beberapa
vegetasi pohon serta factor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan
tanaman. Pada dasarnya, kehidupan organisme itu bergantung pada lingkungannya,
dan jika terjadi perubahan pada lingkungan tersebut maka akan menyebabkan
perubahan juga pada organisme yang hidup di atasnya. Dengan kata lain lingkungan
hidup organisme harus sesuai dengan persyaratan hidup organisme.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
proses dan tingkat dekomposisi daun dari beberapa vegetasi pohon.
Percobaan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang proses
dekomposisi serta factor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan
tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dekomposisi Secara Umum


Dekomposisi berarti terurainya suatu zat organisme menjadi unsur-unsur yang
lebih kecil. Dalam biologi, dekomposisi suatu organisme hidup menghasilkan
senyawa yang merupakan unsur penyusun organisme tersebut. Karena organisme
hidup terdiri atas senyawa organic yang mungkin mengandung unsur belerang, pada
proses dekomposisi sering terjadi senyawa yang berbau (Anonymous, 2014).
Dekomposisi serasah adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana
oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering
disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari
hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa organik. Dekomposisi merupakan
proses yang sangat komplek yang melibatkan beberapa factor. Sampah daun dan kayu
yang mencapai tanah akan membusuk dan secara bertahap akan dimasukkan ke dalam
horizon mineral tanah melalui aktivitas organisme tanah (Jani, 2012).
Menurut Wikipedia, serasah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan,
dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun yang sudah
mengering dan berubah dari warna aslinya. Serasah kebanyakan memiliki senyawa
berbasis Karbon. Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah
menjadi humus (bunga tanah), dan pada akhirnya menjadi tanah (Wikipedia, 2014).
Bahan organic yang ada di permukaan tanah dan bercampur dengan mineral
tanahadalah sumber yang penting bagi fosfor, kalsium, kalium, magnesium, dan
nutrisi lainnya. Pelepasan hara dari pembusukan bahan organic di dalam tanah
merupakan langkah penting dalam, fungsi ekosistem. Jika nutrisi diuraikan terlalu
cepat, akan hilang melalui pencucian tanah atau penguapan. Sebaliknya, jika
dekomposisi terlalu lambat, hara yang disediakan bagi tumbuhan jumlahnya sedikit
maka hasil pertumbuhan tanaman akan terhambat (Andri, 2011).
Dalam proses dekomposisi, pengurai atau decomposer memiliki peran yang
sangat besar. Pengurai atau decomposer adalah organisme yang menguraikan bahan
organic yang berasal dari organisme mati. Pengurai disebut juga konsumen makro
(sapotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar. Organisme pengurai
menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang
sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Ada pula pengurai yang
disebut detritivor, yaitu hewan pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organic,
contohnya adalah kutu kayu (Asri, 1999).
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi
Proses dekomposisi dikendalikan oleh tiga tipe faktor, yaitu: kondisi lingkungan
fisik, kualitas dan kuantitas dari substrat yang tersedia untuk dekomposer, serta
karakteristik dari komunitas mikroba (Warsidi, 2010).
1. Kondisi Lingkungan Fisik
a) Temperatur
Temperatur mempengaruhi proses dekomposisi secara langsung dengan
meningkatkan aktivitas mikroba dan secara tidak langsung dengan mengubah
kelembaban tanah serta kuantitas dan kualitas masukan bahan organik ke
dalam tanah. Meningkatnya suhu menyebabkan peningkatan eksponensial
dalam proses respirasi mikroba pada rentang temperatur yang luas,
mempercepat mineralisasi karbon organik menjadi CO2. Keadaan temperatur
yang tinggi secara terus menerus menyebabkan proses dekomposisi
berlangsung dengan lebih cepat.
Temperatur juga memiliki banyak efek tidak langsung terhadap proses
dekomposisi. Temperatur tinggi mengurangi kelembaban tanah dengan
meningkatkan proses evaporasi dan transpirasi. Stimulasi aktivitas mikroba
oleh temperatur yang hangat juga menginisiasikan serangkaian perputaran
umpan balik (feedback-loop) yang mempengaruhi proses dekomposisi. Di sisi
lain, pelepasan nutrisi oleh proses dekomposisi pada temperatur tinggi
meningkatkan kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan oleh tanaman,
mengubah substrat yang tersedia untuk dekomposisi. Temperatur yang tinggi
juga meningkatkan tingkat pelapukan kimia, yang dalam jangka pendek
menyebabkan peningkatan pasokan nutrisi. Sebagian besar efek tidak
langsung dari temperatur menyebabkan terjadinya peningkatan respirasi tanah
pada suhu yang hangat dan memberikan kontribusi pada proses dekomposisi
yang lebih cepat.
b) Kelembaban
Dekomposer mengalami kondisi paling produktif dalam kondisi lembab yang
hangat (pasokan oksigen yang cukup tersedia), kondisi yang menyebabkan
tingkat dekomposisi yang tinggi pada hutan tropis. Tingkat dekomposisi
umumnya mengalami penurunan pada kelembaban tanah yang kurang dari 30
sampai 50% dari massa kering, dikarenakan penurunan ketebalan dari lapisan
lembab pada permukaan tanah yang menyebabkan penurunan kecepatan difusi
substrat oleh mikroba. Proses dekomposisi juga mengalami penurunan pada
kadar kelembaban tanah yang tinggi (misalnya lebih besar dari 100 hingga
150% dari massa kering).
c) Properti Tanah
Proses dekomposisi terjadi lebih cepat pada kondisi netral daripada kondisi
asam. Peningkatan secara menyeluruh di tingkat dekomposisi pada pH yang
lebih tinggi mungkin mencerminkan adanya kompleksitas interaksi antar
faktor, termasuk perubahan dalam komposisi spesies tumbuhan dan terkait
dengan perubahan dalam kuantitas dan kualitas sampah. Terlepas dari
penyebab perubahan keasaman dan komposisi jenis tanaman yang terkait, pH
rendah cenderung dikaitkan dengan tingkat dekomposisi yang rendah.
d) Gangguan pada Tanah
Gangguan pada tanah berpengaruh pada peningkatan dekomposisi dengan
mempromosikan proses aerasi serta mengekspos permukaan baru untuk
proses penyerangan oleh mikroba. Mekanisme dimana proses gangguan ini
merangsang terjadinya dekomposisi pada dasarnya sama pada semua skala,
mulai dari pergerakan cacing di dalam tanah sampai proses pengolahan tanah
pada bidang pertanian. Peristiwa proses ini pada hakikatnya mengganggu
agregat tanah sehingga bahan organik yang terkandung di dalamnya menjadi
lebih terbuka terhadap oksigen dan kolonisasi oleh mikroba. Dampak
gangguan pada tanah ini yang paling menonjol terlihat pada keadaan tanah
basah yang hangat dimana proses aerasi yang telah meningkat ini besar
pengaruhnya terhadap proses dekomposisi.
2. Kualitas dan Kuantitas Substrat
a) Sampah
Perbedaan-perbedaan yang terjadi pada tingkat dekomposisi pada dasarnya
merupakan konsekuensi yang logis dari jenis senyawa kimia yang hadir dalam
serasah atau sampah tersebut. Sampah yang cepat membusuk (terdekomposisi)
umumnya memiliki kuantitas konsentrasi yang lebih tinggi pada substrat labil dan
konsentrasi yang lebih rendah pada senyawa solid. Terdapat lima sifat kimia
bahan organik yang saling berkaitan dalam menentukan kualitas substrat: ukuran
molekul, jenis ikatan kimia, keteraturan struktur, toksisitas, dan konsentrasi
nutrisi. Setiap sifat dapat berfungsi sebagai prediktor tingkat laju dekomposisi
karena sifat-sifat tersebut cenderung saling berkorelasi.
b) Materi Organik Tanah
Materi organik tanah dihasilkan dari sampah melalui proses fragmentasi oleh
invertebrata tanah serta perubahan kimia oleh mikroba. Setelah mikroba ini mati,
komponen chitin serta komponen solid lain pada dinding sel mikroba tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan proporsi massa dari sampah (massa sampah
sebelum ditambah massa mikroba) dan reaksi-reaksi non-enzimatik yang
menghasilkan senyawa humic. Kesemua proses ini berakibat terjadinya
pengurangan kualitas bahan organik tanah secara bertahap (penuaan), rasio “C :
N” juga mengalami penurunan seiring proses dekomposisi berjalan. Dapat
disimpulkan, pada proses dekomposisi terhadap materi organik tanah (seperti
halnya pada sampah), kualitas karbon dapat dikatakan merupakan alat prediksi
tingkat laju dekomposisi yang baik.
3. Komposisi Komunitas Mikroba dan Kapasitas Enzimatis
Aktivitas enzim dalam tanah bergantung pada komposisi komunitas mikroba dan sifat
dari matriks tanah. Komposisi dari komunitas mikroba berperan sangat penting
karena komposisi tersebut sangat berpengaruh terhadap jenis dan tingkat produksi
enzim. Enzim pemecah substrat umum seperti protein dan selulosa dihasilkan oleh
begitu banyak jenis mikroba (dimana jenis enzim-enzim ini memang secara universal
sering djumpai di dalam tanah).
Enzim-enzim yang terlibat di dalam proses-proses yang hanya terjadi dalam
lingkungan tertentu, seperti proses denitrifikasi (atau produksi metana) dan oksidasi,
tampak lebih sensitif terhadap komposisi komunitas mikroba ini. Aktivitas enzim
tanah juga dipengaruhi oleh tingkat laju penonaktifan enzim di dalam tanah, baik oleh
degradasi oleh protease tanah atau dengan cara mengikat mineral tanah. Peristiwa
pengikatan enzim ke permukaan eksternal dari akar atau mikroba mengakibatkan
perpanjangan aktivitas enzim di dalam tanah, sedangkan pengikatan terhadap partikel
mineral dapat mengubah konfigurasi enzim atau memblokir lahan aktif dari enzim
tersebut sehingga mengurangi aktivitasnya.
2.3 Proses Dekomposisi
Pengurai memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga lingkungan agar tetap
bersih. Mereka memecah bahan organik kompleks dan mengubahnya menjadi bahan
anorganik sederhana seperti air, karbon dioksida dan nutrisi. Proses alami ini dikenal
sebagai proses dekomposisi (Tedi, 2016).
Bahan baku untuk dekomposisi adalah detritus, yang terdiri dari tumbuhan mati
dan membusuk seperti daun, cabang, bunga, akar dan sisa-sisa hewan yang mati,
termasuk materi fekal. Dekomposisi melibatkan serangkaian langkah-langkah
penting, yaitu fragmentasi, peluluhan, katabolisme, humidifikasi dan mineralisasi.
Langkah fragmentasi, peluluhan dan katabolisme terjadi secara bersamaan pada
detritus tersebut. Selama fragmentasi, detritus yang dipecah menjadi partikel yang
lebih kecil oleh detritivores, yang merupakan organisme yang memakan dan
memecah tanaman atau hewan mati sehingga nutrisi penting kembali untuk
lingkungan.
Selama peluluhan, nutrisi anorganik yang larut dalam air mengalir ke dalam
tanah dan diendapkan sebagai garam. Sementara selama proses katabolisme, detritus
ini lebih ditindaklanjuti oleh bakteri dan jamur dan terdegradasi menjadi zat
anorganik sederhana oleh aksi enzim mereka.
Langkah selanjutnya dari dekomposisi adalah proses humifikasi, di mana detritus
yang akan dikonversi menjadi gelap, substansi amorf disebut humus. Humus sangat
tahan terhadap tindakan mikroba dan dengan demikian memiliki tingkat yang sangat
lambat dari dekomposisi. Akhirnya selama proses mineralisasi, atau langkah terakhir
dari dekomposisi, mikroba tertentu bertindak atas humus, menurunkan dan
melepaskan nutrisi anorganik ke dalam tanah.
Humifikasi dan mineralisasi terjadi di dalam tanah. Namun, proses dekomposisi
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal ini terutama proses oksigen yang
membutuhkan dan komposisi kimia dari detritus bersama dengan faktor iklim seperti
suhu dan kelembaban tanah mempengaruhi laju dekomposisi. Untuk suhu tertentu,
laju dekomposisi lebih lambat jika detritus kaya zat seperti lignin dan kitin dan lebih
cepat jika detritus kaya zat yang larut dalam air seperti gula dan nitrogen.
Kondisi iklim seperti suhu dan kelembaban tanah mempengaruhi aktivitas
mikroba, sehingga mempengaruhi tingkat dekomposisi. Artinya, laju dekomposisi
lebih cepat saat suhu hangat dan lingkungan lembab, sedangkan suhu rendah dan
sedikit oksigen, memperlambat proses dekomposisi dan menyebabkan penumpukan
bahan organik. Oleh karena itu, proses dekomposisi membantu untuk mendaur ulang
nutrisi yang diperlukan untuk keberadaan kehidupan.
2.4 Peran Dekomposisi Bagi Tanah dan Tanaman
Di dalam tanah hidup berbagai jasad renik (mikroorganisme) yang melakukan
berbagai kegiatan bagi kehidupan mahkluk hidup lainnya. Atau dengan perkataan lain
menjadikan tanah memungkinkan bagi kelanjutan makhluk–makhluk alami
dekomposer.
Populasi mikrobiologi yang mendiami tanah, bersama dengan berbagai bentuk
binatang. Dan berbagai jenis tanaman tingkat lebih tinggi membentuk suatu sistem
kehidupan. Yang tidak terpisahkan dari bahan mineral dan sisa –sisa bahan organik
yang ada dalam tanah. Komposisi kuantitatif populasi dalam tanah dan kualitatif alam
lingkungannya dapat dikatakan adalah sangat adalah heterotrofik. Yang
menggunakan substrat organik untuk mendapatkan energi, serta karbon dan nutrisi
untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Dekomposer dapat memecah sel-sel organime lain menggunakan reaksi biokimia
yang mengkonversi jaringan organisme mati menjadi senyawa kimia metabolik.
Tanpa menggunakan pencernaan internal. Dekomposer menggunakan organisme
yang sudah mati sebagai sumber nutrisi mereka. Contoh-contoh organisme yang
tergolong dekomposer : bakteri, fungi dan cacing (Ulya, 2017).
2.5 Rumus Perhitungan Laju Dekomposisi
Perhitungan laju dekomposisi dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

R = Wo – Wt / T

Keterangan :
R = laju dekomposisi (g/hari)
T = waktu pengamatan
Wo = berat kering awal dari serasah
Wt = berat kering akhir searasah (g)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan di Exfarm Universitas Hasanuddin, Makassar. Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Jumat, 20 September 2019 pukul 16.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah 4 jenis daun vegetasi pohon, polybag
(30x40) cm, kantong plastic gula, label, dan tanah. Sedangkan alat yang digunakan
adalah cangkul, sekop, cutter, oven, timbangan, dan alat tulis menulis.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah :
1. Siapkan polybag berisi tanah ½ bagian.
2. Siapkan 4 jenis daun vegetasi pohon yang telah kering dan gugur.
3. Cacah dan timbang, kemudian masukkan kedalam kantong plastic yang telah
dilubangi, masing-masing 2 kantong.
4. Perhatikan sifat fisik dan kimia daun tersebut sebelum dicacah.
5. Masukkan kantong ke dalam polybag sesuai perlakuan lalu timbun dengan tanah
hingga penuh.
6. Setelah 1 bulan, ambillah kantong pertama pada setiap polybag, perhatikan
kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian
timbang beratnya. Polybag tersebut ditimbun kembali dengan tanah.
7. Setelah 2 bulan, ambillah kantong pertama pada setiap polybag, perhatikan
kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemuadian
timbun beratnya.
8. Komponen yang diamati yaitu laju dekomposisi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2014. Pengertian Dekomposisi. http://arti-definisi-


pengertian.info/pengertian-dekomposisi/. Diakses pada tanggal 30
September 2019.

Andri, 2011. Laporan Tetap Ekologi Pertanian. http://andriecaale.blogspot.

Asri LP, Rahman S, dan Kabirun, S. 1999. Pengaruh Penambahan Biomassa Algae
Terhadap Penurunan Organik Pada Dekomposisi Limbah Tanaman
Nanas. Agrosains 12 (3). 269-279.

Jani. 2012. Dekomposisi. http://staff.unila.ac.id/. Diakses pada tanggal 30 September


2019

Tedi, 2016. Proses Dekomposis pada Ekosistem. https://budisma.net/2016/02/proses-


dekomposisi-dalam-ekosistem.html. Diakses pada tanggal 30 September
2019.

Tim Penyusun Penuntun Ekologi. 2016. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ekologi.


Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.

Wikipedia. 2014. Serasah. http://id.wikipedia.org/wiki/serasah. Diakses pada tanggal


30 September 2019.

Warsidi, Edi. 2010.Pentingnya dekomposisi.(http://jokowarino.id/faktor-faktor-yang-


mempengaruhi-dekomposisi-bahan-organik/) Jakarta: 2010. 30
September 2019

Anda mungkin juga menyukai