Anda di halaman 1dari 13

Si Ching LIM. Int Arch Urol Complic 2017, 3:027 DOI: 10.

23937/2469-5742/1510027 Volume 3 | Issue 2 Open Access

TATALAKSANA INKONTINENSIA URIN


PADA LANSIA DENGAN DEMENSIA
Si Ching LIM*
Senior Consultant, Department of Geriatric Medicine, Changi General Hospital, Singapore

ABSTRAK
Pasien lansia dengan demensia seringkali sulit untuk dikendalikan, terutama yang
memiliki inkontinensia urin. Ada banyak penyabab inkontinensia urin dan pada pasien lansia
dengan demensia, masalahnya tidak hanya terkait pada abnormalitas saluran kemih bagian
bawah. Pilihan perawatan terbatas oleh beberapa faktor komorbiditas, masalah kognitif, efek
samping pengobatan dan efektivitas yang terbatas pada lansia yang lemah.

KATA KUNCI
Lansia, inkontinensia urin, demensia, inkontinensia fungsional

PENDAHULUAN
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai kebocoran urin yang involunter. Hal ini
merupakan masalah umum pada lansia, diperkirakan telah mengenai sekitar 11-21% lansia
yang tinggal di sebuah komunitas di sebuah studi Italia dan hingga 77% dari penduduk di panti
jompo. Pada lansia dengan demensia, prevalensinya lebih tinggi dengan 22% komunitas lansia
dan 84% penghuni panti jompo dilaporkan terkena inkontinensia urin. Walauoun inkontinensia
urin merupakan masalah yang umum pada lansia, hal ini tidak seharusnya dianggap sama
dengan proses penuaan. Inkontinensia urin pada lansia sering disebabkan oleh kombinasi
faktor-faktor yang muncul akibat abnormalitas dari saluran kemih bagian bawah dan faktor
yang tidak terkait dengan saluran kemih.
Inkontinensia urin pada lansia dengan demensia berhubungan dengan beban pengasuh
dan merupakan faktor yang berkontribusi pada penempatan panti jompo. Inkontinensia urin
juga berhubungan dengan peningkatan resiko ulkus decubitus, jatuh, fraktur, dan infeksi
saluran kemih. Munculnya inkontinensia urin berhubungan dengan penurunan nilai kognitif
dan meningkatnya laporan tentang adanya demensia. Meski demikian, penyebab inkontinensia
urin pada lansia dengan demensia tidak dipelajari dengan baik karena beberapa faktor seperti
ketidakmampuan fisik dan kognitif.
Tulisan ini mengulas penyebab umum inkontinensia urin pada lansia dengan demensia
dan strategi perawatan untuk inkontinensia urin pada lansia dengan demensia.

NEUROFISIOLOGI DASAR MIKTURASI


Kandung kemih diinervasi oleh saraf autonomy bersama dengan saraf somatic. Inervasi
simpatis berasal dari T11 – L2, mempersarafi kandung kemih melalui saraf hypogastrium.
Saraf parasimpatis berasal dari S2 – S4 dan menginervasi kandung kemih melalui saraf pelvis
dan saraf pudendi.
Sensasi rasa penuh pada kandung kemih saat mengisi melalui medulla spinalis yang
akan dibawa ke pusat mikturasi pontine, yang membantu mikturasi melalui suplai parasimpatis
ke kandung kemih. Meski demikian, mikturasi bisa tidak selalu sesuai pada. Sistem saraf pusat
menentukan waktu yang tepat untuk mikturasi, sesuai dengan keadaan yang terkait dengan
mikturasi. Mikturasi dikordinasikan dan dipicu melalui aktivitas simultan dari kontraksi
kandung kemih dengan relaksasi sphinter uretra melalui saraf somatic dan autonom.
Saat kandung kemih mengisi, inervasi simpatis membantu dinding kandung kemih
berelaksasi dan distensi dengan input eferen ke sphinter uretra untuk menimbulkan kontraksi
sphinter. Pusat mikturasi frontal, basal ganglia, dan pusat mikturasi pontin secara aktif
menghambat kontraksi detrusor dan meningkatkan kontraksi uretra selama pengisian. Ketika
masuk waktu untuk mikturasi, saraf parasimpatis mengirim input aktivasi eferen ke kandung
kemih untuk membantu kontraksi dengan input ke sphinter uretra yang menyebabkan relaksasi
sphinter. Sistem simpatis terhambat selama pengosongan. Selama pengosongan, aktivitas
sphinter uretra berhenti diikuti dengan kontraksi detrusor dan keluarnya urin.
Sebagai tambahan pada reflex neuroanatomi dan fisiologi untuk mempertahankan
konsinensia, ada bagian lain yang diperlukan untuk mempertahankan kontinensia. Kognisi
yang intak penting untuk mencapai sensasi penuh pada kandug kemih dengan kemampuan
menahan mikturasi setelah sensasi pertama, keinginan untuk berkemih, mobilitas yang cukup
dan kordinasi untuk mencapai toilet dengan kemampuan tangan untuk memanipulasi pakaian
untuk melakukannya. Kemampuan untuk melokalisir toilet dengan direksi yang jelas dan akses
juga berkontribusi dalam kontinensia.

PERUBAHAN FISIOLOGIS TERKAIT DENGAN PENUAAN SALURAN KEMIH


BAGIAN BAWAH
Inkontinensia urin meningkat seiring bertambahnya usia. Penuaan berhubungan dengan
perubahan saluran kemih bagian bawah yang memburuk pada lansia dengan inkontinensia urin.
Seiring penuaan, kapasitas kandung kemih dan kontraktilitas menurun, dengan menurunnya
kemampuan untuk menahan pengosongan saat keinginan untuk berkemih muncul. Volume
residual urin post-pengosongan meningkat pada penuaan. Pada saat fase penyimpanan,
detrusor memperlihatkan peningkatan kontraktilitas yang tidak bisa terhambat.
Diantara peremuan lansia post menopause, terjadi penurunan volume dan tonus otot
panggul. Jaringan ligament dan jaringan ikat yang membantu organ panggul sedikit demi
sedikit gagal dikarenakan oleh proses penuaan. Dasar pelvis yang melemah meningkatkan
resiko prolapse organ pelvis yang menyebabkan cystocle, rectocle, dan prolaps uterus. Prolapse
stage 3-4 pada organ pelvis dapat menyebabkan inkontinensia urin. Melemahnya dasar pelvis
juga dapat menyebabkan hipermobilisasi uretra untuk turun saat peningkatan tiba-tiba pada
tekanan intraabdominal.
Pada lansia laki-laki, diperkirakan bukti histologis dari Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) ada pada 90% laki-laki di umur 80. Walaupun BPH sejalan dengan penuaan, tidak ada
korelasi langsung dengan perbesaran prostat. Gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS) yang
terdiri dari gejala pengosongan dan penyimpanan adalah umum pada lansia laki-laki dan
meningkat pada penuaan. Perbesaran prostat menyebabkan obstruksi kandung kemih dengan
gejala pengosongan dan penyimpanan. Hubungan antara LUTS dan BPH pada lansia laki-laki
merupakan onset sementara tapi tidak berhubungan sebab akibat. Diagnosis banding LUTS
pada lansia laki-laki termasuk penyebab urologis dan fungsional seperti gangguan neurologis,
diabetes mellitus, striktur uretra, dan lain-lain.

DEMENSIA DAN PERUBAHAN SALURAN KEMIH BAGIAN BAWAH


Demensia merupakan paying daru gangguan neurogeneratif yang menyebabkan
degenerasi SSP. Alzeimer’s Disease Association mengestimasikan bahwa saat ini, ada 46,8
juta orang di dunia hidup dengan demensia dan angka ini akan berlipat ganda setiap 20 tahun
menjadi 74,7 juta pada 2030 dan 131,5 juta pada 2050. Banyak dari peningkatan ini yang terjadi
pada negara berkembang,
Kontrol pusat aktivitas detrusor meliputi korteks frontal, basal ganglia, pusat mikturasi
pontin. Pusat kontrol memberikan input inhibitor pada detrusor untuk menurunkan kontraksi
saat fase pengisian kandung kemih. Demensia, terutama demensia vascular, hydrocephalus
tekanan normal, demensia lobus frontotemporal, penyakit Alzeimer tampak dengan gejala
detrusor over-activity dimana gejala utamanya adalah urgensi. Pada lansia dengan penyakit
Alzheimer, inkontinensia urgensi adalah gejala paling umum dan inkontinensia urin sejalan
dengan keparahan demensia dan penurunan nilai ADL.
Diffuse Lewy Body Dementia (DLBD), atrofi multisistem, Parkinson’s Disease
Dementia (PDD), dan penyakit Alzheimer memiliki komponen tambahan pada disfungsi
autonom, dan juga pada penyabab sentral. Disfungsi autonomy tamoak dengan aktivitas
berlebih pada detrusor sebagai tipe utama pada inkontinensia urin. Desposisi synuclein pada
PDD dan DLBD tampak pada sistem saraf pusat dan saraf postganglion simpatis.

TIPE INKONTINENSIA URIN


Inkontinensia transien
Inkontinensia urin dengan onset baru, yaitu durasi 4 bulan atau kurang, diklasifikasikan
sebagai inkontinensia transien. Penyebabnya dapat dilihat pada table 1.

Established urinary incontinence


Ketika durasi inkontinensia urin lebih dari 4 minggu dan ada abnormalitas saluran
kemih bagian bawah. Ada 4 tiper dalam kategori ini: aktivitas berlebihan detrusor,
inkontinensia stress, obstruksi saluran kemih dan aktivitas rendah detrusor. Pada beberapa
pasien, bisa ada kombinasi lebih dari satu tipe dan disebut dengan mixed inkontinensia.
Detrusor over-activity: secara klinis, detrusor over-activity tampak sebagai
inkontinensia urgensi, nokturia dan frekuensi. Penyebab dari detrusor over-activity adalah
seperti yang dapat dilihat pada table 2. Pada kasus menetap inkontinensia urin, aktivitas
berlebih adalah penyebab yang paling umum.
Variasi dari detrusor over-activity termasuk hperkontraktilitas detrusor tampak pada
setengah kasus dari detrusor over-activity. Kondisi ini disebut dengan Detrusor Hyperactivity
With Impairment Contractility (DHIC). DHIC berhubungan dengan volume residual post-
pengosongan (PVRU). Peningkatan PVRU berhubungan dengan resistensi uretra, dibanding
abnormalitas kortikal. Secara klinis, DHIC bersifat problematic karena perawatan dengan agen
antikolinergik untuk aktivtas berlebih detrusor merupakan kontraindikasi dengan adanya
PVRU tinggi.
Inkontinensia urgensi dengan penurunan sensasi kandung kemih dengan urgensi tiba-
tiba untuk pengosongan dengan ancaman inkontinensia, dipicu oleh kontraksi detrusor
involunter selama pengisian di kandung kemih yang sebaliknya yaitu tanpa sensasi. Hal ini
terkadang berhubungan dengan penurunan nilai kognitif dan gangguan perfusi kortikal,
sugestif sebagai penyebab kortikal.
Inkontinensia stress: inkontinensia stress tampak sebagai kebocoran urin secara
involunter dengan peningkatan pada tekanan intaabdominal seperti tertawa, bersin, batuk atau
mengangkat. Penyebabnya secara umum terkait dengan kelemahan dasar pelvis menyebabkan
hilangnya kemampuan uretra dan pembukaan leher kandung kemih. Walau demikian, sejauh
ini tekanan penutupan uretra maksimum merupakan prediktor utama inkontinensia stress.
Normalnya, peningkatan tekanan intraabdomen yang tiba-tiba menyebabkan respons somatik
yang cepat melalui refleks pelindung yang mengaktifkan kontraksi simultan otot-otot dasar
panggul dan sphinter. Jika salah satu terjadi kelemahan, reflex pelindung menjadi tidak efektif.
Inkontinensia stres adalah jenis inkontinensia urin paling umum pada perempuan.
Tetapi tidak umum pada pria, kecuali untuk kasus pasca prostatektomi. Pemeriksaan fisis
kadang normal. PVRU juga tidak berguna karena jarang meningkat secara signifikan tanpa
gangguan neurologis yang bersamaan, prolaps organ panggul yang parah atau infeksi saluran
kemih berulang.
Obstruksi saluran kemih: obstruksi saluran kemih kadang dihubungkan dengan
inkontinensia urgensi. Kandung kemih yang tersumbat menyebabkan hipertrofi dan hilangnya
ujung saraf parasimpatis dengan perkembangan penyakit. Kandung kemih yang hipertrofi
menunjukkan kontraksi detrusor yang lebih lemah.
Detrusor underactivity: detrusor underactivity (DU) umum terjadi pada pasien
dengan penyakait neurologis. Faktor resiko untuk DU meliputi penggunaan obat, obstruksi
saluran kemih lama yang tidak diobati, konstipasi, immobilisasi, rekurensi ISK dan anestesi.

Inkontinensia fungsional
Inkontinensia urin fungsional adalah dimana tidak ada patologi pada saluran kemih
bagian bawah ataupun mekanisme mikturasi dan diakibatkan oleh faktor yang tidak langsung
berhubungan dengan saluran kemih bagian bawah atau mikturasi. Demensia menyebabkan
deficit memori, bahasa, fungsi eksekutif, fungsi visiuospasial, kehilangan kordinasi, gait
abdominal, gejala perilaku, dan lain-lain. Umumnya, orang dengan demensia memiliki
kesulitan dengan aktifitas sehari-hari, gejala perilaku, dan gejala kognitif seiring demensia
memberat. Pada disfungsi kognitif, amnesia adalah yang paling penting, afasia tampak dengan
kesulitan berkomunikasi dengan pengasuh terkait kebutuhannya, apraksia menyebabkan
kesulitan dengan kegiatan motoric yang umum seperti memakai baju dan menggunakan alat-
alat rumah tangga, agnosia tampak sebagai kesulitan dalam mengenali benda, orang, dan
tempat.
Defisit ini terjadi pada pasien yang memiliki kesulitan dalam mengenali sensasi
kandung kemih yang penuh, kewajaran untuk pengosongan, atau untuk menunda pengosongan
hingga wajar secara social untuk melakukan pengosongan. Pada lansia dengan demensia,
kurangnya motivasi untuk mempertahankan kekeringan dan kegagalan untuk mengenali
sensasi kepenuhan kandung kemih sebagai isyarat untuk pergi ke toilet mungkin mengompol
meskipun saluran kemih bawah normal. Mereka mungkin memiliki masalah berjalan ke dan
mengenali toilet, ketangkasan yang buruk dan ketidakmampuan untuk memanipulasi pakaian
mereka sebelum pengosongan. Selain gejala kognitif, sering kali ada gejala perilaku di mana
lansia dapat mengalami agitasi, kegelisahan dan agresi karena ketidakmampuan untuk ke toilet
secara mandiri, mengomunikasikan kebutuhan toilet mereka kepada pengasuh atau
ketidaknyamanan karena volume residu yang tinggi. Sebagai hasil dari agitasi dan
keresahannya, mereka mungkin menahannya secara fisik yang malah memperburuk
inkontinensia urin. Gangguan mood seperti depresi dan apatis adalah gejala umum demensia
yang mungkin muncul dengan motivasi yang buruk untuk mempertahankan kelangsungan
hidup.
Gait yang goyah dengan risiko jatuh tinggi adalah bentuk umum lainnya di antara lansia
dengan demensia. Demensia subkortikal seperti demensia vaskular, hidrosefalus tekanan
normal, demensia penyakit Parkinson, demensia frontotemporal muncul dengan kelainan gaya
berjalan di awal perjalanan penyakit. Gait yang goyah meningkatkan kecenderungan jatuh
ketika lansia dengan urgensi bergegas ke toilet, dan sering mengompol dalam perjalanan ke
toilet.
Pada tahap demensia berat, lansia terikat di tempat tidur dan tidak berkomunikasi. Pada
tahap ini, sebagian besar dari mereka menggunakan alat bantu seperti popok dan kateter. Ini
dapat mengurangi beban pengasuh dan mengurangi risiko luka tekan tetapi meningkatkan
risiko ISK. Kateter urin yang menetap biasanya digunakan pada manula untuk berbagai
penyebab inkontinensia urin. Penggunaan jangka panjang dari kateter urin yang tinggal di
dalam tidak dianjurkan. Kateter urin yang menetap lama tidak nyaman, dan diketahui
meningkatkan risiko batu kandung kemih dan nefrolitiasis. Penggunaan kateter diketahui
memiliki risiko tinggi untuk Infeksi Saluran Kemih (ISK) seperti pielonefritis kronis, ISK
simptomatik dengan pielonefritis akut dan bakteremia. ISK dengan adanya kateter internal
kronis sering bersifat polimikroba dan resisten terhadap terapi antibiotik tunggal. Pasien
dengan kateter yang menetap selama lebih dari 10 tahun telah dikaitkan dengan kanker
kandung kemih dan komplikasi ginjal dan pasien ini disarankan untuk melakukan pemindaian
ginjal secara teratur, sitologi urin, dan cystoscopy.
Kateter yang menetap dapat diindikasikan untuk pasien di mana kekeringan kulit
penting untuk perawatan, perawatan paliatif pasien di mana penggantian popok atau pakaian
tidur secara rutin menyebabkan ketidaknyamanan yang parah, pasien di mana obstruksi saluran
kemih tidak dapat diperbaiki secara medis atau pembedahan atau kasus di mana itu adalah
preferensi pasien untuk memiliki kateter di dalam rumah sebagai bantuan mengompol.

EVALUASI INKONTINENSIA URIN


Pengambilan riwayat secara hati-hati dan pemeriksaan fisik untuk mengeliminasi
kemungkinan penyebab inkontinensia urin transien (DIAPERS) sebagaimana tercantum dalam
Tabel 1. Pemeriksaan fisik menyeluruh harus mencakup pemeriksaan dubur untuk sembelit
yang sering dilupakan dan mudah diobati. PVRU di samping tempat tidur sangat membantu
terutama di kalangan lansia yang agitasi dan gelisah.
Untuk lansia dengan demensia, penting untuk menanyakan tentang kesadaran akan
kandung kemih penuh dan kebiasaan kencing. Pembasahan pasif menunjukkan delirium,
demensia lanjut, depresi atau apatis, tanpa motivasi untuk mempertahankan kontinuitas.
Seorang lansia dengan demensia parah yang terikat di tempat tidur dapat dirawat dengan
bantalan inkontinensia untuk kenyamanan pengasuh dan risiko sakit yang parah, karenanya
pembasahan pasif adalah perilaku yang dipelajari. Adanya gejala perilaku demensia dan gaya
berjalan yang tidak stabil dapat berkontribusi untuk inkontinensia urin.
Investigasi laboratorium meliputi tes darah dasar, analisis dan kultur urin, untuk
inkontinensia urin transien. Investigasi lebih lanjut termasuk studi uroflow dan Studi
Urodinamik (UDS). UDS lengkap untuk lansia dengan demensia sulit dilakukan dan invasif.
Oleh karena itu, harus dipertimbangkan hanya jika modalitas pengobatan lain gagal dan
hasilnya memiliki pengaruh langsung pada pilihan dan hasil pengobatan.

STRATEGI TATALAKSANA UNTUK INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA


DENGAN DEMENSIA
Seringkali penting untuk bertanya tentang inkontinensia urin di hadapan pengasuh,
karena inkontinensia urin sering tidak dilaporkan secara sukarela oleh pengasuh. Banyak lansia
yang lemah dan histeris memiliki komorbiditas lain dan etiologi untuk inkontinensia urin sering
berlipat ganda. Meskipun inkontinensia urin tidak dapat disembuhkan, ia dapat dikelola dan
dirawat dengan bantuan kontinen yang tepat untuk mencapai kontinen sosial atau yang dapat
diterima.
Penting untuk menetapkan tujuan pengobatan dengan pengasuh dan lansia dengan
demensia. Tujuannya termasuk mengurangi beban gejala tertentu, kekeringan atau
menggunakan alat bantu yang kurang berkelanjutan untuk perlindungan, memungkinkan
kegiatan sosial untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas hidup, mempertahankan
tempat tinggal saat ini dan mengurangi beban pengasuh.
Dari lansia dengan sudut pandang demensia, pilihan pengobatan agak terbatas karena
gangguan fungsi kognitif dan pengobatan farmakologis dapat menyebabkan memburuknya
fungsi kognitif. Pilihan pengobatan untuk inontinensia urin terdiri dari cara non-farmakologis
(perawatan perilaku) dan farmakologis.

TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI INKONTINENSIA URIN UNTUK LANSIA


DENGAN DEMENSIA
Intervensi perilaku: intervensi ini tidak bersifat kuratif tetapi aman dan reversibel. Namun,
agar pengobatan perilaku menjadi efektif, diperlukan partisipasi aktif dari pasien yang
termotivasi dengan dukungan dari pengasuh. Bagi lansia yang menderita demensia, merupakan
tantangan bagi mereka untuk mengingat untuk melakukan latihan, mempelajari teknik baru
dapat mengambil pelatihan berulang dan pengasuh mungkin frustasi dengan ketidakmampuan
lansia untuk sepenuhnya mematuhi instruksi yang diberikan kepada mereka.
Modalitas pengobatan ini meliputi:

 Membuat buku harian kandung kemih, termasuk waktu berkemih, jumlah yang
dikosongkan, jenis cairan yang dicerna, dan apakah pasien dapat mencapai toilet tepat
waktu.
 Pengosongan yang dijadwalkan melibatkan memandikan lansia pada interval yang
tetap. Tidak ada upaya untuk mendidik pasien atau memperkuat perilaku. Pengosongan
yang terjadwal sangat membantu untuk mengurangi mengompol, terutama dengan
mengacu pada buku harian kandung kemih.
 Anjuran pengosongan di mana lansia diminta jika mereka perlu menggunakan toilet,
dan memungkinkan individu untuk meminta kunjungan toilet untuk mengurangi
episode inkontinensia.
 Gabungan toileting dengan mobilitas dan latihan penguatan ke dalam rutinitas toileting.
Ini mungkin bermanfaat bagi para lansia yang tidak termotivasi untuk bergerak,
menggunakan perjalanan ke toilet sebagai kesempatan untuk berolahraga dan berjalan.

Efektivitas dengan intervensi ini jarang dipertahankan. Ukuran hasil didasarkan pada
pengecekan kencing dan bukan inkontinensia urin. Tidak ada data tentang tindak lanjut jangka
panjang atau dampak pada perawat dan pasien. Banyak penelitian mengecualikan lansia yang
tidak mampu menanggapi perintah satu langkah atau memiliki kemampuan bahasa yang buruk.

Latihan berkemih: ini berguna untuk pasien dengan urgensi dan frekuensi untuk mengurangi
frekuensi berkemih dan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih. Ini dapat ditambah
dengan kontraksi otot dasar panggul yang sadar, teknik relaksasi dan gangguan untuk menunda
berkemih secara bertahap meningkatkan interval waktu antara berkemih. Pelatihan kandung
kemih efektif dalam mengurangi episode inkontinensia hingga 57%. Namun, pada lansia
dengan demensia, ini mungkin tidak efektif karena menunda berkemih dapat menyebabkan
agitasi dan kegelisahan karena ketidaknyamanan.

Latihan otot dasar panggul: juga dikenal sebagai latihan Kegel dan efektif untuk stres,
dorongan dan inkontinensia campuran. Tantangan utama adalah mengidentifikasi dan
mengisolasi dengan benar kelompok otot yang tepat untuk latihan. Ada alat bantu yang tersedia
untuk mengidentifikasi dengan benar kelompok otot seperti stimulasi listrik, buku self-help,
biofeedback, dan umpan balik verbal saat melakukan pemeriksaan vagina. Keberhasilan
pengobatan terutama ditentukan dengan mengisolasi kelompok otot yang benar dan motivasi
pasien daripada metode perawatan yang digunakan untuk pelatihan.

Modifikasi gaya hidup: modifikasi jumlah cairan, waktu asupan cairan dan jenis cairan dapat
membantu dengan inkontinensia. Asupan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan
kepenuhan kandung kemih yang tiba-tiba, inkontinensia, dan nokturia. Namun, pembatasan
cairan yang terlalu tinggi dapat meningkatkan risiko dehidrasi. Kafein bersifat diuretik dan
mengiritasi kandung kemih yang menyebabkan peningkatan tekanan kandung kemih dan
gangguan mood.
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko inkontinensia urin pada pria dan
perempuan, dengan peningkatan 20-70% risiko inkontinensia harian untuk setiap peningkatan
5 unit IMT. Peningkatan lemak visceral intraabdominal melemahkan dukungan otot dasar dan
persarafan menyebabkan inkontinensia stress dan campuran. Pada laki-laki gemuk, obesitas
dikaitkan dengan BPH dan LUT. Obesitas meningkatkan rasio estrogen terhadap testosteron
melalui aromatisasi testosteron. Obesitas yang menyebabkan obstructive sleep apnea memicu
produksi atrial natriuretic peptide yang menyebabkan diuresis berkontribusi pada nokturia.
Penurunan berat badan, baik dengan pendekatan konservatif atau bedah bariatrik telah terbukti
mengurangi inkontinensia dan LUT pada pria dan perempuan.
Hasil keseluruhan dari intervensi perilaku sulit untuk diukur. Ukuran kualitas hidup
mungkin tidak berhubungan langsung. Lansia yang lemah dengan demensia memiliki faktor-
faktor lain yang menyebabkan inkontinensia urin dan ada kebutuhan akan alat dan pendekatan
baru untuk menilai kualitas hidup khusus pasien dan pengasuhnya.

Kateterisasi untuk detrusor underactivity: strategi tatalaksana utama untuk kandung kemih
yang tidak kontraktil adalah kateterisasi intermiten. Obat dengan aktivitas parasimpatis tidak
banyak digunakan karena efektivitas yang buruk dan efek samping yang buruk. Modalitas
pengobatan baru seperti neuromodulasi, neurostimulasi atau rekonstruksi dengan transposisi
otot telah dieksplorasi tetapi data terbatas untuk lansia.

ANJURAN FARMAKOLOGIS INKONTINENSIA URIN


Perawatan obat untuk inkontinensia urin yang sudah ada sebagian besar untuk aktivitas
detrusor berlebih dan BPH.

DETRUSOR OVER-CAPACITY
Obat antikolinergik adalah obat pilihan. Obat yang tersedia saat ini termasuk
oxybutinin, tolterodine, solifenacin dan trospium. Pengobatan dengan agen antikolinergik
menghasilkan penurunan kecil pada kebocoran, mencapai setengah kebocoran per hari.
Persistensi dengan agen antikolinergik dan kepatuhan keduanya buruk setelah satu tahun, dan
memburuk dengan usia lanjut. Alasan yang diberikan untuk penghentian karena tidak ada efek
yang dapat diamati, peningkatan spontan tanpa obat, profil efek samping dan beralih ke obat
lain. Efek samping yang umum untuk antikolinergik termasuk, mulut kering dan sembelit.
Penurunan kognitif pada lansia dengan demensia menjadi perhatian khusus dengan
agen antikolinergik. Oxybutinin dosis tinggi (20 mg) telah dikaitkan dengan gangguan kognitif.
Oxybutinin sangat lipofilik dan netral dan mudah menembus Blood Brain Barrier (BBB). Agen
antikolinergik yang lebih baru seperti tolterodine dan propiverin lebih kecil kemungkinannya.
Trospium memiliki afinitas terendah untuk BBB. Efek kognitif tidak dilaporkan karena secara
klinis ringan, sulit dibedakan dari demensia awal, tidak diminta secara aktif dalam uji coba
atau mungkin menyebabkan tingginya angka putus obat dalam uji coba. Pengobatan dengan
agen antikolinergik harus dibatasi, terutama di antara pasien yang memiliki resep untuk obat
lain dengan sifat antikolinergik.
Untuk orang tua dengan Alxheimer yang diresepkan Acetylcholinesterase Inhibitors
(AChI) dan agen antikolinergik dalam kombinasi, Lu dan Tune menunjukkan perburukan yang
signifikan dalam MMSE setelah 2 tahun dibandingkan dengan mereka yang menggunakan
AChI ditemukan tingkat penurunan fungsional 50% lebih cepat pada pasien yang
menggunakan kombinasi AChI dan agen antikolinergik (oxybutynin atau tolterodine)
dibandingkan dengan yang menggunakan AChI saja, meskipun skor ADAS-Cog tidak
berubah.

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA


Seiring bertambahnya usia pria, peningkatan ukuran prostat yang secara bertahap
menyebabkan memburuknya gejala saluran kemih yang lebih rendah, penurunan aliran urin
puncak dan volume batal dengan peningkatan risiko retensi urin akut, ISK dan nefropati
obstruktif. Strategi pengobatan farmakologis saat ini termasuk α-blocker seperti alfuzosin,
doxazosin, tamsulosin dan terazosin dan 5α-Reductase Inhibitors (5ARI) seperti dutasteride
dan finasteride, baik sebagai agen tunggal atau terapi kombinasi. Αlpha-blocker telah terbukti
menyebabkan penurunan skor gejala sebesar 10-20% tetapi tidak ada pengurangan risiko
perkembangan penyakit atau komplikasi jangka panjang. 5α-reduktase inhibitor menyebabkan
pengurangan volume prostat dengan menghambat konversi testosteron dalam prostat. 5ARI
telah terbukti mengurangi efek serius jangka panjang BPH seperti ARU, memperburuk LUT
dan memiliki efek pengubah penyakit. Terapi kombinasi dengan α-blocker dan 5ARIs telah
terbukti lebih efektif daripada agen tunggal dalam mengurangi LUTS dan perkembangan
penyakit secara keseluruhan, terutama di antara pria dengan prostat besar, gejala yang lebih
parah dan tingkat PSA yang lebih tinggi.
Untuk lansia dengan demensia, perhatian utama untuk menggunakan α-blocker adalah
postural hypotension yang sering tanpa gejala dan meningkatkan risiko jatuh. Hipotensi
postural sering terjadi pada lansia dengan komorbiditas multipel, polifarmasi, dan disfungsi
otonom. Risiko jatuh adalah tinggi di antara orang tua dengan demensia karena gaya berjalan
yang abnormal, kesadaran keselamatan yang buruk dan impulsif.

TATALAKSANA OPERATIF PADA INKONTINENSIA URIN


Data tentang manajemen bedah inkontinensia urin di antara lansia lemah sangat langka.
Ukuran hasil sering dikacaukan oleh komorbiditas dan komplikasi pasca operasi pada orang
tua. Perubahan fisiologis terkait usia seperti kelemahan dasar panggul dan gangguan fungsi
kandung kemih juga memengaruhi keberhasilan perawatan bedah. Lansia berisiko lebih tinggi
mengalami morbiditas dan mortalitas pascabedah dibandingkan pasien yang lebih muda, dan
lansia dengan demensia memiliki risiko tinggi mengidap postiri delirium. Rekomendasi baru-
baru ini oleh American College of Surgeons dan American Geriatric Society untuk penilaian
praoperasi pasien lansia termasuk penilaian komorbiditas dengan optimalisasi, manajemen
obat, peningkatan gizi, penyaringan untuk kelemahan, gangguan kognitif dan fungsi sebelum
operasi.
Untuk pria lanjut usia dengan BPH, teknik baru saat ini yang tersedia termasuk insisi
transurethral prostat, penguapan transurethral prostat, laser prostatektomi dan prostatektomi
terbuka (dengan prostatektomi laporoskopi dan robotik). Muncul teknik eksperimental yang
melibatkan pembangkitan panas endoskopi menggunakan termoterapi gelombang mikro,
ablasi jarum transurethral frekuensi radio, ultrasound fokus intensitas tinggi, termoterapi air
panas dan metode frekuensi radio elektromagnetik. Teknik injeksi seperti injeksi transurethral
dengan ablasi etanol dan toksin botulisme, perangkat mekanis dengan stap intraprostatik dan
pengencangan uretra juga muncul. Meskipun demikian, tidak ada yang menunjukkan
peningkatan signifikan dalam jangka panjang dibandingkan dengan TURP. Perbaikan sebagian
besar dalam perawatan di rumah sakit yang lebih pendek dan morbiditas bedah. Karena itu kita
perlu mengeksplorasi bagaimana BPH berkontribusi terhadap obstruksi saluran kandung kemih
dan berapa banyak pengurangan volume prostat yang dibutuhkan untuk menghilangkan LUTS.
Untuk perempuan lanjut usia dengan inkontinensia stres, pilihan termasuk injeksi agen
bulking di uretra proksimal, sling midurethral, colposuspension, transvaginal atau retropubic
atau transobturator pita vagina bebas ketegangan semua intervensi bedah yang diakui untuk
INKONTINENSIA URIN stres. Hal ini efektif untuk perempuan yang diseleksi dengan baik
untuk ikut dalam uji coba besar dengan perolehan yang baik dalam kualitas hidup, dengan
risiko komplikasi pascapoperti infeksi. Namun, lansia yang lebih lemah dan lemah kognitif
belum diteliti dengan baik.
KESIMPULAN
INKONTINENSIA URIN adalah masalah umum di antara lansia dengan demensia dan
disertai dengan morbiditas dan beban pengasuh yang signifikan. Penyebabnya sering
multifaktorial dan pilihan pengobatan terbatas. Perawatan farmakologis terbatas dan pilihan
non-farmakologis juga terbatas pada lansia dengan demensia. Opsi bedah seringkali
suboptimal dan disertai morbiditas dan mortalitas setelahnya. Mempertahankan fungsi sosial
dengan kualitas hidup sebagai hasil utama harus menjadi tujuan, daripada kekeringan total.

Anda mungkin juga menyukai